ANALISIS YURIDIS PENETAPAN HAKIM DALAM PERKARA PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA (Studi Kasus Penetapan Nomor. 166 dan 167/Pdt.P/2010/PA. Sby).

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh:

NPM . 0771010132

PUTRI UTAMI

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

SURABAYA


(2)

PERKARA PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN

DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

(Studi Kasus Penetapan Nomor. 166 dan 167/Pdt.P/2010/PA. Sby)

Disusun oleh :

NPM. 0771010132

PUTRI UTAMI

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada tanggal 3 Desember 2010

Dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

1

H. Sutrisno, SH, M.Hum

NIP. 19601212 198803 1 001

(KETUA)

1 ...

2.

Hariyo Sulistiyantoro, SH, MM

NIP. 19620625 199103 1 001

(ANGOOTA)

2 ...

3.

Subani, SH, M.Si

NIP. 19510504 198303 1 001

(ANGGOTA)

3 ...

Mengetahui

DEKAN

NIP.19620625 199103 1 001

Hariyo Sulistiyantoro. SH.MM


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang

senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penyusunan skripsi

yang berjudul

“ANALISIS YURIDIS PENETAPAN HAKIM DALAM

PERKARA PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN DI PENGADILAN

AGAMA SURABAYA. Studi Kasus Penetapan Nomor. 166 dan

167/Pdt.P/2010/PA. Sby”

,

dapat terselesaikan.

Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

rangka memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari skripsi ini dari awal hingga akhir tidak terlepas dari

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, karena itu dengan kerendahan hati

penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1.

Bapak Hariyo Sulistiyantoro, SH., MM., selaku Dekan dan Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2.

Bapak Sutrisno, SH., M.Hum,

selaku pembimbing utama dalam skripsi ini dan

Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jatim yang setia dalam membimbing dan mengarahkan hingga

selesainya proposal skripsi ini

3.

Bapak Subani, SH., M.Si., selaku Kepala Program Studi Ilmu Hukum Fakultas


(4)

4.

Bapak Panggung Handoko, S.Sos, SH, MM, selaku Dosen pembimbing

Pendamping yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran

dalam membimbing penyusun sampai selesainya proposal ini.

5.

Ibu Yana Indawati, SH., M.Kn., selaku dosen yang telah memberikan banyak

inspirasi yang tak terhingga bagi penulis, sehingga penyusunan tugas akhir ini

dapat terselesaikan.

6.

Bapak dan Ibu Dosen Tim Penguji yang telah memberikan evaluasi, kritikan

dan masukan yang berarti bagi penyusun.

7.

Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

8.

Bapak

Cholidul Azhar , S.H, M.Hum

selaku Ketua Pengadilan Agama

Surabaya

9.

Bapak Syarif Hidayat. SH, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama

Surabaya yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi

ini

10.

Kedua orang tua tercinta, Bapak Riyamin dan Ibu Sulami yang menjadi

penyemangat terbesarku, yang selalu memberi doa, dukungan dan selalu

menguatkanku dalam setiap langkah kehidupan.

11.

Kakak-kakakku tercinta Mochammmad Ridwan, SH dan Mike Indarti yang

telah memberikan dukungan moril maupun materiil serta doanya selama ini.

12.

Buat seseorang yang spesial di dalam hatiku (Danu Suryo Nugroho, SE)

terima kasih atas doa, dukungan dan semangat serta kasih sayang yang begitu


(5)

13.

Sahabat-sahabatku tercinta, Mas Wawan, Nanda, Mbak Ita, Tian, Ario, Yazid,

Ajeng, Agita, Stella, Febrina, Hengky, serta seluruh Mahasiswa/mahasiswi

Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur,

yang telah membantu dan memberikan saran sebagai masukan di dalam

penulisan skripsi ini.

14.

Kepada senior dan saudara-saudaraku di Komando Resimen Mahasiswa

Batalyon 806 Universitas Pembangunan Nasional ”veteran” Jawa Timur

khususnya Komanadan Satriando Fajar Perdana, Wadan Sari Dwi Jayanti,

serta semua staf dan anggota SATMENWA 806, terima kasih atas doa,

dukungan, nasehat, dan kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa suatu nilai kesempurnaan hanya milik Allah

SWT, maka dengan penuh keikhlasan penulis akan merasa sangat berbahagia

apabila terdapat kritik maupun saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi

momentum awal yang bermanfaat bagi perkembangan disiplin ilmu, terutama

dalam bidang Ilmu Hukum serta tegaknya hukum di Indonesia.

Surabaya, Desember 2010

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

i

HALAMAN PERSETUJUAN MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI ...

ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ...

iii

HALAMAN REVISI SKRIPSI ...

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...

v

KATA PENGANTAR ...

vi

DAFTAR ISI ...

ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I.

PENDAHULUAN ...

1

A.

Latar Belakang Masalah ...

1

B.

Perumusan Masalah ...

3

C.

Tujuan Penelitian ...

4

D.

Manfaat Penelitian ...

4

E.

Kajian Pustaka ...

5

1.

Pengertian Dispensasi Kawin ...

5

2.

Dispensasi Pengadilan Agama terhadap

Perkawinan dibawah umur ...

6

3.

Tujuan Perkawinan...

7


(7)

5.

Rukun dan Syarat Perkawinan ...

9

6.

Asas-Asas Hukum Perkawinan ... 11

7.

Batasan Usia Perkawinan menurut

Al-Qur’an dan UU Perkawinan ... 12

F.

Metode Penelitian... 14

1.

Pendekatan Masalah ... 14

2.

Sumber Data ... 15

3.

Metode Pengumpulan Data ... 17

4.

Metode Analissis Data ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENGAJUAN

DISPENSASI KAWIN DI PENGADILAN AGAMA

SURABAYA ... 20

A.

Prosedur Pengajuan Permohonan Dispensasi Kawin

di Pengadilan Agama Surabaya ... 20

B.

Proses Penyelesaian Perkara Permohonan Dispensasi Kawin

di Pengadilan Agama Surabaya ... 23

C.

Faktor- faktor Penyebab diajukannya Permohonan

Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya ... 26

1. Faktor Pendidikan ... 26

2. Faktor Pemahaman Agama ... 27


(8)

BAB III.

ANALISIS PERTIMBANGAN DAN PENETAPAN HAKIM

DALAM PERKARA PERMOHONAN DISPENSASI

KAWIN DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA ... 29

A.

Penetapan dan Pertimbangan Hakim dalam Perkara Permohonan

Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya ... 29

1. Penetapan Nomor. 166/Pdt.P/2010/PA. Sby ... 29

2. Penetapan Nomor. 167/Pdt.P/2010/PA.Sby ... 38

3. Pertimbangan Hakim dalam Perkara Permohonan

Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya ... 46

B.

Analisis Pertimbangan Hakim dalam Dispensasi Kawin

di Pengadilan Agama Surabaya ... 51

C.

Analisis Penetapan Hakim dalam Dispensasi Kawin

di Pengadilan Agama Surabaya ... 54

BAB IV.

PENUTUP ... 58

A.

Kesimpulan ... 58

B.

Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1

: Prosedur Pengajuan Permohonan Dispensasi Kawin

di Pengadilan Agama Surabaya ... 20

Gambar 2

: Proses Penyelesaian Perkara Permohonan Dispensasi Kawin

di Pengadilan Agama Surabaya ... 23


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

: Surat Permohonan No: 166/Pdt.P/2010/PA.Sby

Lampiran 2

: Surat Permohonan No: 167/Pdt.P/2010/PA.Sby

Lampiran 3

: Penetapan Nomor: 166/Pdt.P/2010/PA.Sby

Lampiran 4

: Penetapan Nomor: 167/Pdt.P/2010/PA.Sby

Lampiran 5

: Surat Keterangan Penelitian Skripsi


(11)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

Nama Mahasiswa

: Putri Utami

NPM

: 0771010132

Tempat Tanggal Lahir

: Probolinggo, 09 Juli 1989

Program Studi

: Strata 1 (S1)

Judul Skripsi

:

ANALISIS YURIDIS PENETAPAN HAKIM DALAM

PERKARA PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN

DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

(Studi Kasus Penetapan Nomor. 166 dan 167/Pdt.P/2010/PA. Sby)

ABSTRAKSI

Penelitian ini menjawab permasalahan mengenai faktor-faktor yang manjadi

penyebab diajukannya Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama

Surabaya. dan menganalisis pertimbangan dan penetapan hakim dalam perkara

permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Surabaya.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif.

Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan

data utama penelitian ini. Sedangkan data sekunder digunakan sebagai pendukung

data primer. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan cara

wawancara dan studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan

menggunakan cara teknis analisis kualitatif dan studi kepustakaan. Hasil penelitian

menunjukkan pada dasarnya dispensasi perkawinan yaitu pernikahan yang di

langsungkan di mana para calon mempelai atau salah satu calon mempelai belum

mencapai batas umur minimal, yakni batas umur minimal sebagaimana yang

ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Meskipun demikian, pihak

pengadilan agama dapat memberikan ijin perkawinan di bawah umur dengan

alasan-alasan tertentu yakni adanya pertimbangan kemaslahatan yang maksudnya apabila

tidak segera dilangsungkan pernikahan terhadap calon mempelai tersebut maka akan

dikhawatirkan terjadi perbuatan-perbuatan yang melanggar norma agama dan

peraturan yang berlaku. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk

pertimbangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya,

memberikan gambaran pada instansi yang bergerak di bidang perkawinan,

memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti serta dapat dipergunakan

sebagai bahan masukan terhadap para pihak yang mengalami dan terlibat langsung

dengan judul ini.


(12)

perusahan-perusahaan luar negeri. Untuk memenangkan persaingan tersebut suatu perusahan dituntut untuk bekerja sama secara efektif dan efisien. Salah satu ukuran

keberhasilan perusahaan dalam menjalankan usahannya adalah kemampuan perusahaan dalam menciptakan keuntungan, yaitu dengan mengoptimalkan pemanfaatan modal dan sumber daya yang dimiliki, sedangkan keuntungan hanya

dapat diraih apabila aktivitas perusahaan dapat berjalan secara efesien. Dengan demikian tujuan dalam penelitian ini adalah untuk pengaruh kompensasi dan motivasi

terhadap kinerja karyawan pada PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI). Variabel yang digunakan dalam pada penelitian ini adalah kompensasi (X

1), motivasi (X2) dan

kinerja karyawan (Y). Pengukuran variabel menggunakan skala Likert, dengan jumlah sampel 120 orang. Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam

penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa penelitian yang menganalisis pengaruh kompensasi

berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan dan motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Surabaya, diperoleh hasil

bahwa variabel kompensasi dan motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Surabaya. BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa yang mana segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan perlu direncanakan secara matang sebelum perkawinan itu di langsungkan. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak yang usianya belum mencapai yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disingkat UU Perkawinan) yaitu pria sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita umur 16 tahun tetapi dalam penulisan ini para pihaknya belum mencapai umur yang ditentukan.


(13)

Menurut Islam pembentukan sebuah keluarga dengan menyatukan seorang laki-laki dan seorang perempuan diawali dengan suatu ikatan suci, yakni kontrak perkawinan atau ikatan perkawinan. Ikatan ini mensyaratkan komitmen dari masing-masing pasangan serta perwujudan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bersama.1

Seperti yang tercantum dalam pasal 1 UU Perkawinan, yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Pernikahan harus dapat dipertahankan oleh kedua belah pihak agar dapat mencapai tujuan dari pernikahan tersebut. Dengan demikian, perlu adanya kesiapan-kesiapan dari kedua belah pihak baik secara mental maupun material. Untuk menjembatani antara kebutuhan kodrati manusia dengan pencapaian esensi dari suatu perkawinan, UU Perkawinan telah menetapkan dasar dan syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Salah satu di antaranya adalah ketentuan dalam pasal 7 ayat (1) yang berbunyi: “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun.”

1

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Liberty, Yogyakarta, 1982, h. 9


(14)

Ketentuan ini diadakan ialah untuk menjaga kesehatan suami istri dan keturunan, dan karena itu dipandang perlu diterangkan batas umur untuk perkawinan dalam UU Perkawinan.2

Salah satu asas atau prinsip perkawinan yang ditentukan dalam UU Perkawinan adalah bahwa calon suami isteri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan yang masih di bawah umur. Di samping itu perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyata batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi.

Perkawinan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal, maka suatu tindakan yang mengakibatkan putusnya suatu perkawinan harus benar-benar dapat dipertimbangkan masak-masak. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan kawin cerai berulang kali, sehingga suami atau istri benar-benar saling menghargai satu sama lain.3

Sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia, muncul suatu permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, yaitu hamil sebelum nikah. Timbullah anak zina, lalu orang tua menutup malu dengan buru-buru menikahkan anaknya tersebut walaupun anaknya masih dibawah batas umur

2

CST, Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, cet.VIII, 1989,h. 230

3


(15)

ketentuan undang-undang, sehingga kadang-kadang ketika pengantin duduk bersanding perut anak dara kelihatan sudah besar, tentu ini akan menjadi aib bagi keluarga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1 Faktor apa yang menyebabkan diajukannya permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Surabaya?

2 Bagaimana pertimbangan dan penetapan Hakim dalam perkara permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini ada 2 yakni :

1 Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Surabaya.

2 Untuk menganalisis pertimbangan dan penetapan Hakim dalam perkara permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi penyusun maupun bagi pihak lainnya. Adapun manfaat penelitian ini adalah;


(16)

a. Menambah pustaka dibidang ilmu hukum khususnya dalam dispensasi kawin.

b. Dapat memberikan bahan dan masukan serta referensi bagi penelitian terkait yang dilakukan selanjutnya.

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan teori tambahan dan informasi khususnya pada pihak-pihak yang akan mengajukan permohonan dispensasi kawin.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan masukan dan melengkapi referensi yang belum ada.

E. Kajian Pustaka

1. Pengertian Dispensasi Kawin

Roihan A. Rasyid berpendapat bahwa dispensasi kawin adalah dispensasi yang diberikan Pengadilan Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan, bagi pria yang belum mencapai 19 (sembilan belas) tahun dan wanita belum mencapai 16 (enam belas) tahun. Dispensasi kawin diajukan oleh para pihak kepada Pengadilan Agama yang ditunjuk oleh orang tua masing-masing. Pengajuan perkara permohonan diajukan dalam bentuk permohonan (voluntair) bukan gugatan. Dan jika calon suami istri beragama non Islam maka pengajuan permohonannya ke Pengadilan Negeri.4

UU Perkawinan telah menentukan batas umur untuk kawin bagi pria maupun wanita, ialah 19 (sembilan belas) tahun bagi pria dan 16

4

Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet. VI, 1998, h. 32


(17)

(enam belas) tahun bagi wanita yaitu meliputi pasal 7 ayat (1) yang berbunyi:

“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun.”

Meskipun telah ditentukan batas umur minimal, namun undang-undang memperbolehkan penyimpangan terhadap syarat umur tersebut, melalui pasal 7 ayat (2) yang berbunyi:

“Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dan Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita”

Adapun yang penulis maksudkan dengan dispensasi kawin adalah kelonggaran yang diberikan Pengadilan Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan, bagi pria yang belum mencapai 19 (sembilan belas) tahun dan wanita belum mencapai 16 (enam belas) tahun

2. Dispensasi Pengadilan Agama terhadap Perkawinan Dibawah Umur

Kewenangan Pengadilan Agama dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama (selanjutnya disingkat UU Peradilan Agama )yaitu meliputi: Memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang


(18)

beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah.

Pengadilan Agama hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Permohonan Dispensasi Kawin adalah termasuk salah satu jenis perkara permohonan yang dapat diajukan melalui Pengadilan Agama sesuai dengan tugas dan wewenang Pengadilan Agama. Permohonan diajukan dengan permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama di tempat tinggal pemohon. Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi voluntair dan terhadap perkara permohonan yang diajukan itu selanjutnya Hakim akan memberikan suatu penetapan.

3. Tujuan Perkawinan

Menurut Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disingakat KHI), dalam pasal 3 merumuskan tujuan perkawinan sebagai berikut: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”

Soemiyati berpendapat bahwa Tujuan perkawinan dalam islam adalah : untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh Syari’ah.

Rumusan tujuan perkawinan di atas dapat diperinci sebagai berikut:


(19)

1. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan

2. Mewujutkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih 3. Memperoleh keturunan yang sah.5

4. Hukumnya Melaksanakan Perkawinan

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa melakukan perkawinan hukumnya tidak diwajibkan tetapi juga tidak dilarang atau “mubah”. Dengan berdasarkan pada perubahan “Illahnya” atau keadaan masing-masing orang yang hendak melakukan perkawinan , maka perkawinan hukumnya dapat menjadi Sunnah, Wajib, Makruh, dan Haram.

Adapun maksudnya adalah sebagai berikut:

Perkawinan sunnah

Perkawinan hukumnya menjadi sunnah apabila seorang dilihat dari segi jasmaninya sudah memungkinkan untuk kawin, dan dari segi materi telah mempunyai sekedar biaya hidup, maka bagi orang yang demikian itu sunnahlah baginya untuk kawin. Kalau dia kawin akan mendapat pahala sedang kalau tidak kawin tidak berdosa dan tidak mendapat apa-apa.

Perkawinan wajib

5


(20)

Perkawinan hukumnya menjadi wajib apabila seseorang dilihat dari segi biaya hidup sudah mencukupi dan dari segi jasmaninya sudah sangat mendesak untuk kawin, sehingga kalau tidak kawin dia akan terjerumus melakukan penyelewengan, maka bagi orang yang demikian itu wajiblah baginya untuk kawin. Kalau dia kawin akan mendapat pahala, sedang kalau tidak kawin dia akan berdosa.

Perkawinan makruh

Perkawinan hukumnya menjadi Makruh apabila seseorang yang dipandang dari segi jasmaninya sudah wajar untuk kawin, tetapi belum sangat mendesak sedang biaya untuk kawin belum ada, sehingga kalau kawin hanya akan menyengsarakan hidup isteri dan anak-anaknya, maka bagi orang yang demikian itu makruhlah baginya untuk kawin. Kalau ia kawin ia tidak berdosa dan juga tidak mendapat pahala, tetapi kalau tidak kawin ia akan mendapat pahala.

Perkawinan haram

Perkawinan hukumnya menjadi haram, apabila seseorang yang mengawini seorang wanita hanya dengan maksud menganiayanya atau memperolok-oloknya, maka haramlah baginya untuk kawin. Demikian juga apabila seseorang baik wanita ataupun pria, yang mengetahui dirinya mempunyai penyakit atau kelemahannya yang mengakibatkan tidak bisa melaksanakan tugasnya sebagai suami/istri dalam perkawinan, sehingga mengakibatkan salah satu pihak menjadi menderita atau karena


(21)

penyakitnya itu menyebabkan perkawinan itu tidak bisa mencapai tujuannya misalnya: rumah tangga tidak tentram, tidak bisa memperoleh keturunan dan lain-lainnya lagi, maka bagi orang yang demikian itu haram hukumnya untuk kawin.6

5. Rukun dan Syarat Perkawinan

Antara rukun dan syarat perkawinan itu ada perbedaan dalam pengertiannya. Yang dimaksud dengan rukun dari perkawinan ialah

hakekat dari perkawinan itu sendiri, jadi tanpa adanya salah satu rukun,

perkawinan tidak mungkin dilaksanakan.

Sedangkan yang dimaksud dengan syarat adalah sesuatu yang harus ada dalam perkawinan tetapi tidak termasuk hakekat dari perkawinan itu sendiri. Kalau salah satu syarat-syarat dari perkawinan itu tidak dipenuhi maka perkawinan itu tidak sah.

Unsur pokok suatu perkawinan adalah laki-laki dan perempuan yang akan kawin, akad perkawinan itu sendiri, wali yang melangsungkan akad dengan si suami, dua orang saksi yang menyaksikan telah berlangsungnya perkawinan itu.7

Berdasarkan pendapat di atas, rukun perkawinan secara lengkap adalah sebagai berikut:

a) Calon mempelai laki-laki

6

Soemiyati, Op. cit, h. 21 7


(22)

b) Calon mempelai perempuan

c) Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan perkawinan

d) Dua orang saksi

e) Ijab yang akan dilakukan oleh wali dan qabul yang dilakukan oleh suami.

Subekti berpendapat bahwa syarat-syarat untuk dapat syahnya perkawinan ialah: 1).Kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetapkan dalam undang-undang, yaitu untuk seorang laki-laki 19 tahun dan untuk seorang perempuan 16 tahun; 2).Harus ada persetujuan bebas antara kedua belah pihak; 3).Untuk seorang perempuan yang sudah pernah kawin harus lewat 300 hari dahulu sesudahnya putusan perkawinan pertama; 4).Tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua pihak; 5).Untuk pihak yang masih dibawah umur, harus ada izin dari orang tua atau walinya.8

UU Perkawinan sama sekali tidak berbicara tentang rukun perkawinan. UU Perkawinan hanya membicarakan syarat-syarat perkawinan, yang mana syarat-syarat tersebut lebih banyak berkenaan dengan unsur-unsur atau rukun perkawinan.

6. Asas-asas Hukum Perkawinan

Ikatan perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian (suci) antara seorang pria dengan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi perdata berlaku beberapa asas, antara lain yaitu:

1. Asas kesukarelaan, asas ini merupakan asas terpenting perkawinan islam. Kesukarelaan itu tidak hanya harus terdapat antara kedua calon suami istri, tetapi juga antara kedua orang tua, kedua belah pihak, kesukarelaan orang tua yang menjadi wali seorang wanita, merupakan

8


(23)

sendi asasi perkawinan islam. Dalam berbagai hadis nabi, asas ini dinyatakan dengan tegas.

2. Asas persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi logis asas pertama diatas. Ini berarti bahwa tidaj boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan. Persetujuan seorang gadis untuk dinikahkan dengan seorang pemuda, misalnya harus diminta terlebih dahulu oleh wali atau orang tuanya. Menurut sunnah nabi, persetujuan ini dapat disimpulkan dari diamnya gadis tersebut. Dari berbagai sunnah nabi dapat diketahui bahwa perkaiwnan yang dilangsungkan tanpa persetujuan kedua belah pihak, dapat dibatalkan oleh pengadilan. 3. Asas kebebasan memilih pasangan, asas ini juga disebutkan dalam Sunnah nabi. Diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa pada suatu ketika seorang gadis bernama Jariyah menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa ia telah dikawinkan olae ayahnya dengan seseorang yang tidak disukainya. Setelah mendengar pengaduan itu, nabi menegaskan bahwa (Jariyah) dapat memilih untuk meneruskan perkawinan dengan orang yang tidak disukainya itu atau meminta supaya perkawinannya dibatalkan untuk dapat memilih pasasngan dan kawin dengan orang lain yang disukainya.

4. Asas kemitraan suami istri dengan tugas dan fungsi yang berbeda karena perbedaan kodrat (sifat asal, pembawaan). Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami istri dalam beberapa hal sama, dalam hal yang lain berbeda. Suami menjadi kepala keluarga, istri menjadi kepala dan penanggung jawab pengaturan rumah tangga.

5. Asas untuk selama-lamanya menunjukan bahwa perkawinan dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina cinta serta kasih sayang selama hidup. Karena asas ini pula maka perkawinan

mut’ah yakni perkawinan sementara untuk bersenag-senang selama waktu tertentu saja, seperti yang terdapat dalam masyarakat Arab Jahiliyah dahulu dan beberapa waktu setelah islam, dilarang oleh nabi Muhammad.

6. Asas monogami terbuka, disimpulkan dari Alquran surat Al-Nisa’ (4) Ayat 3 jo ayat 129. Di dalam ayat 3 dinyatakan bahwa seorang pria muslim dibolehkan atau boleh beristri lebih dari seorang, asal memenuhi beberapa syarat tertetu, diantaranya adalah syarat mampu berlaku adil terhadap semua wanita yang menjadi istrinya. Dalam ayat 129 surat yang sama Allah menyatakan bahwa manusia tidak mungkin berlaku adil terhadap istri-istrinya walaupun ia ingin berbuat demikian. Oleh karena ketidak mungkinan berlaku adil terhadap istri-istri itu maka Allah menegaskan bahwa seorang laki-laki lebuh baik kawin dengan seorang wanita saja. Ini berarti bahwa beristri lebih dari seorang merupakan jalan darurat yang baru boleh dilalui oleh seorang


(24)

laki-laki muslim kalau terjadi bahaya, antara lain, untuk menyelamatkan dirinya dari berbuat dosa, dan kalau istri sudah tidak mampu memenuhi kawajibannya sebagai seorang istri..9

7. Batasan Usia Perkawinan Menurut Al-Qur’an dan UU Perkawinan.

a) Batas Usia Perkawinan Menurut Al-Qur’an.

Al-Qur’an secara konkrit tidak menentukan batas usia bagi pihak yang akan melangsungkan pernikahan. Batasan hanya diberikan berdasarkan kualitas yang harus dinikahi oleh mereka sebagaimana dalam surat an-Nisa’ ayat 6:

“Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta) maka serahkanlah kepada mereka hartanya,…”.10

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa kawin itu mempunyai batas umur dan batas umur itu adalah baligh.

Yang dimaksud dengan sudah cukup umur untuk menikah adalah setelah timbul keinginan untuk berumah tangga, dan siap menjadi suami dan memimpin keluarga. Hal ini tidak akan bisa berjalan sempurna, jika dia belum mampu mengurus harta kekayaan. Berdasarkan ketentuan umum tersebut, para fuqoha dan ahli undang-undang sepakat menetapkan, seseorang diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya dan mempunyai kebebasan menentukan hidupnya setelah cukup umur (baligh).11

b) Batas Usia Perkawinan Menurut UU Perkawinan

Walaupun menurut Al-Qur’an secara konkrit tidak menentukan batas usia perkawinan, namun UU Perkawinan menentukan batasan usia bagi pihak yang akan melangsungkan pernikahan dan sebagai salah satu syarat perkawinan. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 7 ayat (1) yang berbunyi:

9

Daud Ali Muhammad, Hukum Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 1998, h. 139 10

Amir Syarifuddin, Op. cit, h. 67 11


(25)

“Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun.”

Meski telah ditentukan batas umur minimal, tampaknya undang-undang memperbolehkan penyimpangan terhadap syarat umur. tersebut, melalui pasal 7 ayat (2) yang berbunyi:

“Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.”

UU Perkawinan memang telah menentukan batasan usia bagi pihak yang akan melangsungkan pernikahan sebagai salah satu syarat perkawinan, tapi tidak menyebutkan syarat-syarat atau alasan-alasan dalam pengajuan dispensasi, seperti hubungan luar nikah. Menurut KHI secara tersirat tidak melarang menikahkan seseorang yang melakukan hubungan luar nikah, apalagi hingga mengakibatkan kehamilan. Hal ini terdapat dalam ketentuan pasal 53 KHI yang berbunyi:

(1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.

(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.


(26)

(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Penyusunan skripsi ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif yaitu pendekatan berdasarkan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang kemudian ditelaah lebih lanjut sesuai dengan perumusan masalah sehingga uraian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan yang bersifat logis.12

Pendekatan yang penulis lakukan ini berdasarkan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan dengan kasus Perkawinan, yang diatur sesuai dengan UU Perkawinan yang meliputi Dispensasi Kawin dan di Pengadilan Agama Surabaya. Sehingga bisa diperjelas bahawa penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan tipe penelitian yang digunakan adalah menggunakan penelitian hukum deskriptif kualitatif.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, adapun maksudnya adalah sebagai berikut:

12


(27)

a). Data primer yaitu dapat berupa subyek hukum yang lansung sebagai sumber informasi, seperti hakim, jaksa dan sebagainya.13

Berdasarkan teori diatas data primer yang penulis gunakan dari hasil wawancara secara langsung dengan petugas dan referensi, dalam hal ini dengan Hakim dan Panitera Muda Hukum di Pengadilan Agama Surabaya, khususnya tentang perkara yang berhubungan dengan permohonan dispensasi kawin.

b) Data sekunder yaitu data yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu dapat berupa sebagai berikut:

1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat berupa peraturan perundang-undangan.

Bahan ini terdiri dari, norma atau kaidah dasar yaitu Pembukaan dan Peraturan Perundang-undangan, meliputi:

- Undang-Undang, - Peraturan Pemerintah,

- Peraturan Menteri dan sebagainya.14

Berdasarkan teori diatas, maka bahan hukum primer yang penulis gunakan adalah :

13

Indrati Rini, Handout Metodologi Penelitian Hukum, FH UPN, 2007, h. 17. 14


(28)

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, misalnya Putusan Hakim, rancangan peraturan perundang-undangan, hasil-hasil penelitian dan sebagainya15

Dalam hal ini penulis akan menganalisa rumusan masalah yang diperoleh dari Penetapan Hakim, literatu-literatur hukum, internet, serta semua bahan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dan pada akhirnya dikaitkan berdasarkan UU Perkawinan dan UU Peradilan Agama.

3. Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus, indeks, ensiklopedia dan sebagainya.16

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan wawancara.

15

M. Syamsuddin , Loc.. cit, h. 96 16


(29)

Adapun maksudnya adalah sebagai berikut:

a. Penelitian Kepustakaan

Penelitian Kepustakaan adalah bentuk penelitian dengan cara mengumpulkan dan memeriksa atau menulusuri dokumen-dokumen atau kepustakaan yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian.17

Dalam hal ini penulis akan menganalisa Penetapan Hakim yang diperoleh dari Pengadilan Agama Surabaya, dan mengumupulkan literatu-literatur buku yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. b. Wawancara

Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi yang dilakukan oleh pewawancara dan terwawancara untuk memperoleh informasi yang lengkap. 18

Adapun dalam prakteknya penulis melakukan wawancara langsung dengan Hakim dan Panitera muda hukum Pengadilan Agama Surabaya untuk memperoleh keterangan tentang perkara yang berhubungan dengan permohonan dispensasi kawin.

4. Metode Analisis Data

Data yang digunakan adalah “metode analisis kualitatif, yaitu menafsirkan data secara deskriptif dengan menguraikan masalah yang timbul, kemudian mengemukakan pandangan peneliti mengenai

17

M. Syamsuddin , Op. cit, h. 101 18


(30)

pemecahan masalah tersebut dari data-data yuridis yang telah didapat sebelumnya”.19

Adapun dalam prakteknya nanti penulis akan mengidentifikasi masalah yang terdapat di masyarakat, untuk selanjutnya akan dijadikan topik penulisan, kemudian diklarifikasi sesuai dengan norma yang mengaturnya. Setelah itu dilakukan sistematisasi masalah agar dapat mudah untuk dicari jalan keluarnya.

G. Sistematika Penulisan

Pemaparan dari sistematika penulisan ini bertujuan supaya di dalam proses penyampaian materi dari skripsi nanti dapat mudah dipahami. Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi empat bab, pada tiap bab terdiri dari beberapa sub bab, yaitu :

Bab I merupakan Pendahuluan, yang berisi uraian dari isi tulisan ini yang bertujuan memberikan gambaran kepada pembaca mengenai topik yang akan dibahas dalam skripsi nanti. Bab I terdiri dari beberapa sub bab, yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.

Bab II akan membahas mengenai Faktor-Faktor Penyebab Pengajuan Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya. Pada bab ini terdiri dari tiga sub bab, sub bab pertama membahas mengenai Prosedur Pengajuan Perkara Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama


(31)

Surabaya. Pada sub bab kedua mengangkat tentang Proses Penyelesaian Perkara Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya. Sedangkan, sub bab ketiga mengangkat tentang Faktor-Faktor Penyebab Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya

Bab III lebih jauh akan membahas mengenai Analisis Pertimbangan dan Penetapan Hakim dalam Perkara Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya. Pada bab ini terdiri dari tiga sub bab, sub bab pertama membahas tentang Penetapan dan Pertimbangan Hakim dalam Perkara Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya. Pada sub bab kedua mengangkat tentang Analisis Pertimbangan Hakim dalam Perkara Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya. Sedangkan, sub bab ketiga mengangkat tentang Analisis Penetapan Hakim dalam Perkara Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya

BAB IV merupakan bab penutup, terdiri atas kesimpulan dan saran terhadap pokok permasalahan. Pada bab terakhir dari penulisan skripsi ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dari bab-bab yang sebelumnya, dan kemudian dikemukakan beberapa saran yang relevan dengan permasalahan yang ada, yang sekiranya dapat memberikan manfaat terhadap pemasalahan tersebut.


(32)

BAB II

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENGAJUAN

DISPENSASI KAWIN DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

A. Prosedur Pengajuan Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya.

Seseorang yang hendak menikah namun usianya belum mencukupi menurut UU Perkawinan harus mendapatkan izin dari Pengadilan. Khusus yang beragama Islam, pengajuan permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama oleh orang tua sebagai pemohon.

Adapun prosedur pengajuan perkara permohonan dispensasi kawin tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

PROSES PERSIDANGAN

MEJA I

(Penaksiran Panjar Perkara)

KASIR

(Pembayaran Uang Perkara)

MEJA II

(Pemberian No. Register)

Gambar 1

Sumber: Ilustrasi dari Prosedur Pengajuan Perkara Permohonan di Pengadilan Agama Surabaya


(33)

Penjelasan Tahapan:

Sebelum pemohon mengajukan permohonannya, pemohon ke prameja terlebih dahulu untuk memperoleh penjelasan tentang bagaimana cara berperkara, cara membuat surat permohonan, dan di prameja pemohon dapat minta tolong untuk dibuatkan surat permohonan.

1. Meja I

Surat permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan pada sub Kepaniteraan Permohonan, pemohon menghadap pada meja pertama yang akan menaksir besarnya panjar biaya perkara dan menuliskanya pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, yang berdasarkan pasal 193 R.Bg/ pasal 182 ayat (1) HIR, meliputi:

a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai.

b. Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa dan biaya sumpah. c. Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan Hakim yang lain.

d. Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah Pengadilan yang berkenaan dengan perkara itu.

Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah/Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat. Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis dalam SKUM.


(34)

2. Kasir

Pemohon kemudian menghadap kepada kasir dengan menyerahkan surat permohonan dan SKUM. Kasir kemudian:

a. menerima uang tersebut dan mencatat dalam jurnal biaya perkara.

b. menandatangani dan memberi nomor perkara serta tanda lunas pada SKUM.

c. mengembalikan surat permohonan dan SKUM kepada Pemohon

3. Meja II

Pemohon kemudian menghadap pada Meja II dengan menyerahkan surat permohonan dan SKUM yang telah dibayar. Kemudian Meja II:

- Memberi nomor pada surat permohonan sesuai dengan nomor yang diberikan oleh Kasir. Sebagai tanda telah terdaftar maka petugas Meja II membubuhkan paraf.

- Menyerahkan satu lembar surat permohonan yang telah terdaftar bersama satu helai SKUM kepada pemohon.20

Setelah menyerahkan satu lembar surat permohonan yang telah terdaftar bersama satu helai SKUM kepada pemohon. Perkara permohonan berikutnya akan masuk pada tahap proses persidangan mulai dari tahap penerimaan berkas hingga penetapan hakim. Pada dasarnya Proses penyelesaian perkara permohonan dispensasi kawin di Pengadadilan Agama Surabaya sama dengan proses beracara pada umumnya, hanya saja apabila perkara permohonan dispensai kawin lebih cepat selesai dari pada perkara gugatan.

20

Wawancara dengan Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Surabaya, Syarif Hidayat. SH pada tanggal 9 Agustus 2010


(35)

B. Proses Penyelesaian Perkara Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya.

TAHAP I Penerimaan Berkas Perkara

Dipelajari oleh Hakim

TAHAP II PERSIDANGAN Sidang Pertama dimulai

TAHAP IV

Pembacaan Surat Permohonan dan Pemeriksaan

TAHAP III

Majelis Hakim menasehati Para Pihak

TAHAP V

Pembuktian

Dalam Perkara Permohona Dispensasi Kawin ini bukti

Surat dan Bukti Saksi Hukumnya WAJIB

Bukti Saksi

Sidang di SKORS Bukti Surat

TAHAP VI

Kesimpulan

SKORS dicabut Musyawarah Majelis

TAHAP VII PENETAPAN

Gambar 2


(36)

Penjelasan Tahapan:

1. Tahap I

Ketua Majelis Hakim setelah menerima berkas perkara, bersama-sama hakim anggotanya mempelajari berkas perkara. Kemudian menetapkan hari dan tanggal serta jam kapan perkara itu disidangkan serta memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk datang menghadap pada hari, tanggal, dan jam yang telah ditentukan. Selain itu para pihak juga diberitahu bahwa mereka dapat mempersiapkan bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan. Namun, biasanya bukti-bukti sudah dititipkan kepada panitera sebelum persidangan.

2. Tahap II

Sebelum persidangan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis, terlebih dahulu para pihak berperkara dipanggil ke ruang persidangan.

3. Tahap III

Ketua Majelis berusaha menasehati pemohon, anak pemohon dan calon anak pemohon dengan memberikan penjelasan tentang sebab akibatnya apabila pernikahan dilakukan belum cukup umur dan agar menunda pernikahannya.

4. Tahap IV

Bila tidak berhasil dengan nasehat-nasehatnya, kemudian Ketua Majelis membacakan surat permohonan pemohon yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Surabaya. Selanjutnya Ketua Majelis


(37)

memulai pemeriksaan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pemohon, anak pemohon dan calon anak pemohon secara bergantian.

5. Tahap V

Kemudian Ketua Majelis melanjutkan pemeriksaan bukti surat, dan pemohon menyerahkan bukti surat seperti:

a. Foto copy surat dari KUA, tentang penolakan perkawinan, bermaterai, ditandai dengan (P.1)

b. Foto copy Kutipan Akta Kelahiran, atas nama anak pemohon, bermaterai, ditandai dengan (P.2)

c. Foto copy Ijazah terakhir, atas nama anak pemohon, bermaterai, ditandai dengan (P.3)

d. Foto copy Kartu Keluarga, atas nama pemohon dan anak pemohon, bermaterai, ditandai dengan (P.4)

e. Foto copy Surat Pernyataan Belum Kawin, atas nama anak pemohon, bermaterai, ditandai dengan (P.5)

Selain bukti Surat, juga ada bukti saksi yang meyakinkan bahwa anak pemohon dengan calon istri/suaminya tidak ada halangan/larangan kawin sebagaimana telah ditentukan oleh Syari’i serta perundang-undangan yang berlaku. Saksi harus lebih dari satu orang.

6. Tahap VI

Kesimpulan dalam perkara permohonan dispensasi kawin ada dua, yaitu bisa dilakukan dengan lisan dan bisa juga dengan tulisan. Selanjutnya


(38)

Ketua Majelis menyatakan sidang diskors untuk musyawarah. Pemohon, anak pemohon dan calon anak pemohon diperintahkan ke luar dari ruang persidangan.

7. Tahap VII

Setelah musyawarah selesai, skors dicabut dan pemohon dipanggil kembali masuk ke ruang persidangan, kemudian dibacakan penetapan yang amarnya sebagai berikut

Menetapkan:

1) Mengabulkan permohonan pemohon.

2) Memberi Dispensasi kepada pemohon untuk menikahkan anaknya bernama xx dengan xxx.

3) Membebankan biaya perkara sebesar Rp. … (…) kepada pemohon. Setelah membacakan penetapannya, Ketua Majelis menyatakan sidang ditutup. Jika pemohon tidak puas dengan penetapan Hakim, pemohon bisa langsung kasasi, bukan banding.

C. Faktor-faktor Penyebab Diajukannya Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya

1. Faktor Pendidikan

Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja, saat itu anak tersebut sudah cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri.


(39)

Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur, dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.

2. Faktor Pemahaman Agama

Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut. Ada satu kasus dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan suatu ”Perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan.

Saat Majelis Hakim menanyakan anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada dasarnya tidak keberatan jika menunggu sampai 16 tahun yang tinggal beberapa bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap bersikukuh bahwa pernikahan harus segera dilaksanakan. Bahwa perbuatan anak yang saling menyukai dengan anak laki-laki adalah merupakan ”Zina” dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab membiarkan anak tetap berzina.21

3. Faktor Hamil sebelum menikah

Ini dapat pisahkan dari faktor penyebab di atas, karena jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Bahkan ada beberapa kasus, walau pada

21

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Surabaya, Drs. Sulaiman, M.Hum pada tanggal 19 Agustus 2010


(40)

dasarnya orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut. Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada dasarnya tidak mencintai calon suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan sangat terpaksa mengajukan permohonan dispensasi kawin. Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan. Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan yang diamanatkan UU bahkan agama. Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib.

Tanpa mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orang tua, penulis menganggap ini sebuah solusi yang kemungkinan di kemudian hari akan menyesatkan anak-anak. Ibarat seorang anak sudah melakukan suatu kesalahan yang besar, bukan memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi orang tua justru membawa anak pada suatu kondisi yang rentan terhadap masalah. Karena sangat besar di kemudian hari perkawinan anak-anak tersebut akan dipenuhi konflik.


(41)

BAB III

ANALISIS PERTIMBANGAN DAN PENETAPAN HAKIM DALAM PERKARA PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN

DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

A. Penetapan dan Pertimbangan Hakim dalam Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya.

Pengadilan Agama setelah memeriksa dalam persidangan dan berkeyakinan bahwa terdapat hal-hal yang memungkinkan untuk memberikan dispensasi tersebut, maka Pengadilan Agama memberikan dispensasi kawin dengan suatu penetapan. Adapun penetapan yang penulis analisis di Pengadilan Agama Surabaya adalah Penetapan Nomor: 166/Pdt.P/2010/PA.Sby. dan Penetapan Nomor: 167/Pdt.P/2010/PA. Sby.

1. Penetapan Nomor: 166/Pdt.P/2010/PA. Sby.

Majelis Hakim Pengadilan Agama Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tingkat pertama telah memberikan penetapan dalam permohonan Dispensasi Kawin yang diajukan oleh:

G bin GR, umur 43 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir SLTA, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt. 07. Rw. 05, Kel. Sememi, Kecamatan Benowo, Kota Surabaya. Selanjutnya disebut sebagai pemohon, bahwa pemohon telah mengajukan permohonannya tertanggal 09 Maret 2010 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Surabaya dengan register nomor: 166/Pdt.P/2010/PA.Sby. tanggal 09 Maret 2010 telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut:


(42)

- Bahwa pemohon bermaksud akan menikahkan anaknya yang bernama YBS bin G, umur 17 tahun 8 bulan, agama Islam, pendidikan terakhir SMK, pekerjaan --, bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt. 07. Rw. 05, Kel. Sememi, Kecamatan Benowo, Kota Surabaya, dengan seorang perempuan bernama AAD binti M, umur 14 tahun 8 bulan, agama Islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan--, bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt. 07. Rw. 05, Kel. Sememi, Kecamatan Benowo, Kota Surabaya

- Bahwa Perkawinan tersebut belum dapat dilaksanakan dan ditolak oleh KUA karena calon mempelai laki-laki yaitu anak pemohon belum cukup umur menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

- Bahwa sungguhpun anak pemohon tersebut belum cukup umur, maka Pemohon tetap akan menikahkan anak Pemohon dengan calon isterinya dengan alasan sebagai berikut:

- Pemohon khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari terhadap anak Pemohon dengan calon isterinya. - Anak Pemohon dengan calon isterinya sudah saling kenal

(mencintai) dan kedua orang tuanya masing-masing sudah saling merestui.

- Bahwa calon isteri anak Pemohon sekarang sudah hamil 4 bulan. - Bahwa atas perkawinan antara mempelai tersebut diatas tidak ada


(43)

- Bahwa atas dasar alasan-alasan tersebut diatas Pemohon memohon Kepada Ketua Pengadilan Agama Surabaya agar berkenan memanggil dan memeriksa para pihak dan selanjutnya menetapkan sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon;

2. Memeberi dispensasi kepada Pemohon untuk mengawinkan anak Pemohon (YBS bin G) dengan seorang perempuan bernama (AAD binti M);

3. Membebankan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan yang berlaku;

Atau apabila Pengadilan berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya;

Menimbang, bahwa Ketua Majelis telah menasehati Pemohon agar tidak melanjutkan perkaranya, akan tetapi tidak berhasil.

Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan Pemohon datang menghadap lalu dibacakan surat permohonan tersebut yang isinya tetap dipertahankan oleh Pemohon.

Menimbang, bahwa di muka persidangan Pemohon menghadirkan anak Pemohon bernama YBS bin G, umur 17 tahu 8 bulan, agama Islam, pendidikan terakhir SMK, pekerjaan--, bertampat tinggal di Bandarejo 3 Rt.07 Rw. 05, Kel. Sememi, Kec. Benowo, Kota Surabaya.

Menimbang, bahwa anak Pemohon tersebut di muka persidangan memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut:


(44)

- Bahwa, ia lahir di Surabaya tanggal 27 Juli 1992 (umur 17 tahun 8 bulan) status jejaka;

- Bahwa, ia sudah kenal dengan AADbinti Msudah saling mencintai dan telah sepakat untuk menikah;

- Bahwa, perempuan tersebut statusnya adalah perawan;

- Bahwa, ia dengan perempuan tersebut tidak ada hubungan famili dan juga tidak ada hubungan sesusuan;

- Bahwa, hubungan dengan perempuan tersebut sudah direstui oleh orang tua masing-masing.

- Bahwa, ia menghendaki agar perkawinannya dilaksanakan dalam waktu dekat ini.

Menimbang, bahwa di muka persidangan, pemohon juga menghadirkan calon isteri anak pemohon bernama AAD binti M, umur 14 tahun 9 bulan, agama Islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan--, bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt.07 Rw. 05, Kel. Sememi, Kec. Benowo, Kota Surabaya. Menimbang, bahwa calon isteri anak Pemohon tersebut di muka persidangan memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut: - Bahwa ia berumur 14 tahun 8 bulan, dan statusnya perawan;

- Bahwa ia sudah kenal dengan YBS bin G sudah saling mencintai dan telah sepakat untuk menikah;

- Bahwa laki-laki/anak Pemohon tersebut statusnya adalah jejaka;

- Bahwa, ia dengan laki-laki/anak Pemohon tersebut tidak ada hubungan famili dan juga tidak ada hubungan sesusuan;


(45)

- Bahwa, hubungannya dengan laki-laki/anak Pemohon tersebut sudah direstui oleh orang tua masing-masing;

- Bahwa, ia menghendaki agar perkawinannya dilaksanakan dalam waktu dekat ini;

Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil permohonannya tersebut, pemohon telah mengajukan alat bukti-bukti surat sebagai berikut:

1. Foto copy surat dari KUA. Kec. Benowo, Kota Surabaya, Nomor: Kk.13.36.18/Pw.01/39/2010 tanggal 01 Maret 2010, tentang Penolakan Perkawinan, bermaterai cuckup cocok dengan aslinya, ditandai dengan (P.1)

2. Foto copy Kutipan Akta Kelahiran No. 2705/D/1996 atas nama YBS tertanggal 18 Juli 1996, bermaterai cuckup cocok dengan aslinya, ditandai dengan (P.2)

3. Foto copy ijazah SMP atas nama YBS tertanggal 21 Juni 2007, bermaterai cuckup cocok dengan aslinya, ditandai dengan (P.3)

4. Foto copy Kartu Keluarga No. 3578190101082493atas nama Pemohon dan anak Pemohon tertanggal 30 Nopember 2003, bermaterai cuckup cocok dengan aslinya, ditandai dengan (P.4)

5. Foto copy Surat Pernyataan atas nama YBS tertanggal 24 pebruari 2010, bermaterai cuckup cocok dengan aslinya, ditandai dengan (P.5) Menimbang, bahwa selain bukti surat tersebut, Pemohon juga mengajukan saksi-saksinya, yang dalam persidangan masing-masing mengaku bernama:


(46)

1. AN bin J, umur 43 tahun, agama Islam, pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di Bandarejo Rt. 1 Rw. 5, Kota Surabaya, yang di bawah sumpah di muka persidangan telah memberikan keterangan pada pokoknya adalah:

- Bahwa saksi adalah tetangga Pemohon;

- Bahwa Pemohon mempunyai anak bernama: YBS bin G, umur 17 tahu 9 bulan akan tetapi anak tersebut telah menunjukkan kedewasaannya dan telah baligh sebagaimana dimaksud Hukum Islam;

- Bahwa anak Pemohon tersebut telah kuat keinginannya untuk melangsungkan perkawinan dengan seorang perempuan bernama: AAD, berusia 14 tahun 8 bulan (1995), agama Islam, dan bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt. 07 Rw. 05, Kota Surabaya, dan keduanya telah saling mencintai;

- Bahwa anak Pemohon dengan calon isterinya tidak ada halangan/larangan kawin sebagaimana telah ditentukan oleh Syari’i serta perundang-undangan yang berlaku;

- Bahwa Kepala Kantor Urusan Agama Kecamata Benowo, Kota Surabaya selaku Pegawai Pencatat Nikah telah mengeluarkan surat pemberitahuan penolakan untuk melangsungkan perkawinan kepada Pemohon dengan alasan anak Pemohon kurang umur;

2. K bin MR, umur 36 tahun, agama Islam, pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di Griya Citra Asri RM-16, Kota Surabaya, yang di bawah


(47)

sumpahnya di muka persidangan telah memberikan keterangan pada pokoknya adalah;

- Bahwa saksi adalah paman dari anak Pemohon;

- Bahwa Pemohon mempunyai anak bernama: YBS bin G, umur 17 tahu 9 bulan akan tetapi anak tersebut telah menunjukkan kedewasaannya dan telah baligh sebagaimana dimaksud Hukum Islam;

- Bahwa anak Pemohon tersebut telah kuat keinginannya untuk melangsungkan perkawinan dengan seorang perempuan bernama: AAD, berusia kurang dari 14 tahun 8 bulan (1995), agama Islam, dan bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt. 07 Rw. 05, Kota Surabaya, dan keduanya telah saling mencintai;

- Bahwa anak Pemohon dengan calon isterinya tidak ada halangan/larangan kawin sebagaimana telah ditentukan oleh Syari’i serta perundang-undangan yang berlaku;

- Bahwa Kepala Kantor Urusan Agama Kecamata Benowo, Kota Surabaya selaku Pegawai Pencatat Nikah telah mengeluarkan surat pemberitahuan penolakan untuk melangsungkan perkawinan kepada Pemohon dengan alasan anak Pemohon kurang umur;

Menimbang, bahwa terhadap alat bukti surat serta keterangan saksi-saksi tersebut Pemohon membenarkannya;


(48)

Menimbang, bahwa selanjutnya Pemohon menyatakan tidak mengajukan suatu hal lagi, kecuali tetap pada permohonannya dan mohon dijatuhkan penetapan;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan pemohon, YBS, AAD, serta bukti surat dan bukti saksi, maka dapat ditemukan fakta hukum yang telah terbukti diatas, Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa patut diduga akan menimbulkan mudharat (kerugian) yang lebih besar jika antara anak pemohon dengan calon isteri anak pemohon tidak segera dinikahkan terlebih kedua pemohon telah saling mencintai, sehingga secara mental dan material keduanya telah siap untuk menanggung segala resiko dalam rumah tangganya kelak.

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal di atas, serta dihubungkan pula dengan ketentuan pasal 7 dan pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Ketua Majelis berpendapat bahwa permohonan Pemohon tentang Dispensasi Kawin telah beralasan menurut hukum, sehingga haruslah dikabulkan.

Menimbang, bahwa karena permohonan pemohon dapat dinyatakan dikabulkan maka Majelis Hakim dapat menetapkan untuk memberikan Dispensasi kepada pemohon agar dapat menikahkan anak laki-lakinya yang bernama YBS dengan AAD.

Menimbang , bahwa oleh karena permohonan Pemohon tersebut termasuk bidang perkawinan, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat 1


(49)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, biaya perkara dibebankan kepada Pemohon.

Mengingat, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 serta segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syara’ yang berkaitan dengan perkara ini;

Menetapkan:

1. Mengabulkan permohonan pemohon.

2. Memberikan dispensasi kepada Pemohon untuk mengawinkan anak Pemohon bernama YBS bin G dengan seorang perempuan bernama AAD binti M.

3. Membebankan biaya perkara ini kepada Pemohon yang hingga kini dihitung sebesar Rp. 136.000,00 (seratus tiga puluh enam ribu rupiah); Demikian ditetapkan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada hari Selasa tanggal 04Mei2010M, bertepatan dengan tanggal 19Jumadil Ula 1431 H, oleh kami MYD, SH. sebagai Ketua Majelis, dan DS, M.Hum. serta MN, SH. masing-masing sebagai Hakim Anggota yang telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama Surabaya untuk mengadili perkara ini, penetapan mana pada hari itu juga telah diucapkan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Majelis tersebut dan didampingi oleh ARA, SH. sebagai Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Pemohon.


(50)

2. Penetapan Nomor: 167/Pdt.P/2010/PA. Sby.

Majelis Hakim Pengadilan Agama Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tingkat pertama telah memberikan penetapan dalam permohonan Dispensasi Kawin yang diajukan oleh:

M bin K, umur 55 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir SLTA, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt. 07. Rw. 05, Kel. Sememi, Kecamatan Benowo, Kota Surabaya, selanjutnya disebut sebagai pemohon, bahwa pemohon telah mengajukan permohonannya tertanggal 09 Maret 2010 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Surabaya dengan register nomor: 167/Pdt.P/2010/PA.Sby. tanggal 09 Maret 2010 telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

- Bahwa pemohon bermaksud akan menikahkan anaknya yang bernama AAD binti M, umur 14 tahun 8 bulan, agama islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan --, bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt. 07. Rw. 05, Kel. Sememi, Kecamatan Benowo, Kota Surabaya, dengan seorang laki-laki bernama YBS bin G, umur 17 tahun 8 bulan, agama Islam, pendidikan terakhir SMK, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt. 07. Rw. 05, Kel. Sememi, Kecamatan Benowo, Kota Surabaya

- Bahwa Perkawinan tersebut belum dapat dilaksanakan dan ditolak oleh KUA karena calon mempelai perempuan yaitu anak pemohon belum cukup umur menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.


(51)

- Bahwa sungguhpun anak pemohon tersebut belum cukup umur, maka Pemohon tetap akan menikahkan anak Pemohon dengan calon suaminya dengan alasan sebagai berikut:

- Pemohon khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari terhadap anak Pemohon dengan calon suaminya. - Anak Pemohon dengan calon suaminya sudah saling kenal

(mencintai) dan kedua orang tuanya masing-masing sudah saling merestui.

- Bahwa anak Pemohon sekarang sudah hamil 4 bulan.

- Bahwa atas perkawinan antarta mempelai tersebut diatas tidak ada halangan untuk melaksanakan pernikahan

- Bahwa atas dasar alasan-alasan tersebut diatas Pemohon memohon Kepada Ketua Pengadilan Agama Surabaya agar berkenan memanggil dan memeriksa para pihak dan selanjutnya menetapkan sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon;

2. Memeberi dispensasi kepada Pemohon untuk mengawinkan anak Pemohon (AAD binti M) dengan seorang laki-laki bernama (YBS bin G);

3. Membebankan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan yang berlaku;

Atau apabila Pengadilan berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya;


(52)

Menimbang, bahwa Ketua Majelis telah menasehati Pemohon agar tidak melanjutkan perkaranya, akan tetapi tidak berhasil.

Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan Pemohon datang menghadap lalu dibacakan surat permohonan tersebut yang isinya tetap dipertahankan oleh Pemohon.

Menimbang, bahwa di muka persidangan Pemohon menghadirkan anak Pemohon bernama AAD, umur 14 tahu 8 bulan, agama islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan--, bertampat tinggal di Bandarejo 3 Rt.07 Rw. 05, Kel. Sememi, Kec. Benowo, Kota Surabaya.

Menimbang, bahwa anak Pemohon tersebut di muka persidangan memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut.

- Bahwa, ia lahir di Surabaya tanggal 12 Juli 1995 (umur 14 tahun 8 bulan) status perawan;

- Bahwa, ia sudah kenal dengan YBS bin G sudah saling mencintai dan telah sepakat untuk menikah;

- Bahwa, laki-laki tersebut statusnya adalah jejaka;

- Bahwa, ia dengan laki-laki tersebut tidak ada hubungan famili dan juga tidak ada hubungan sesusuan;

- Bahwa, hubungan dengan laki-laki tersebut sudah direstui oleh orang tua masing-masing.

- Bahwa, ia menghendaki agar perkawinannya dilaksanakan dalam waktu dekat ini.


(53)

Menimbang, bahwa di muka persidangan, pemohon juga menghadirkan calon suami anak pemohon bernama YBS bin G, umur 17 tahun 9 bulan, agama Islam, pendidikan terakhir SMK, pekerjaan--, bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt.07 Rw. 05, Kel. Sememi, Kec. Benowo, Kota Surabaya. Menimbang, bahwa calon suami anak Pemohon tersebut di muka persidangan memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut: - Bahwa ia berumur 17 tahun 9 bulan, dan statusnya jejaka;

- Bahwa ia sudah kenal dengan AAD sudah saling mencintai dan telah sepakat untuk menikah;

- Bahwa perempuan/anak Pemohon tersebut statusnya adalah perawan; - Bahwa, ia dengan perempuan/anak Pemohon tersebut tidak ada

hubungan famili dan juga tidak ada hubungan sesusuan;

- Bahwa, hubungannya dengan perempuan/anak Pemohon tersebut sudah direstui oleh orang tua masing-masing;

- Bahwa, ia menghendaki agar perkawinannya dilaksanakan dalam waktu dekat ini;

Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil permohonannya tersebut, pemohon telah mengajukan alat bukti-bukti surat sebagai berikut:

1. Foto copy surat dari KUA. Kec. Benowo, Kota Surabaya, Nomor: Kk.13.36.18/Pw.01/39/2010 tanggal 01 Maret 2010, tentang Penolakan Perkawinan, bermaterai cuckup cocok dengan aslinya, ditandai dengan (P.1)


(54)

2. Foto copy ijazah Sekolah Dasar atas nama AAD tertanggal 23 Juni 2007, bermaterai cuckup cocok dengan aslinya, ditandai dengan (P.2) 3. Foto copy Kutipan Akta Kelahiran No. 896/KT/1995 atas nama AAD

tertanggal 14 Juli 1995, bermaterai cuckup cocok dengan aslinya, ditandai dengan (P.3)

4. Foto copy Kartu Keluarga No. 125610/00465 atas nama Pemohon dan anak Pemohon tertanggal 03 Desember 2003, bermaterai cuckup cocok dengan aslinya, ditandai dengan (P.4)

5. Foto copy Surat Pernyataan atas nama AAD tertanggal 24 pebruari 2010, bermaterai cuckup cocok dengan aslinya, ditandai dengan (P.5) Menimbang, bahwa selain bukti surat tersebut, Pemohon juga mengajukan saksi-saksinya, yang dalam persidangan masing-masing mengaku bernama:

1. AN bin J, umur 43 tahun, agama Islam, pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di Bandarejo Rt. 1 Rw. 5, Kota Surabaya, yang di bawah sumpah di muka persidangan telah memberikan keterangan pada pokoknya adalah:

- Bahwa saksi adalah tetangga Pemohon;

- Bahwa Pemohon mempunyai anak bernama: AAD, berusia kurang dari 14 tahu 8 bulan (1995) akan tetapi anak tersebut telah menunjukkan kedewasaannya dan telah baligh sebagaimana dimaksud Hukum Islam;


(55)

- Bahwa anak Pemohon tersebut telah kuat keinginannya untuk melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki bernama: YBS bin G, umur 17 tahun 9 bulan, agama Islam, dan bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt. 07 Rw. 05, Kota Surabaya, dan keduanya telah saling mencintai;

- Bahwa anak Pemohon dengan calon suaminya tidak ada halangan/larangan kawin sebagaimana telah ditentukan oleh Syari’i serta perundang-undangan yang berlaku;

- Bahwa Kepala Kantor Urusan Agama Kecamata Benowo, Kota Surabaya selaku Pegawai Pencatat Nikah telah mengeluarkan surat pemberitahuan penolakan untuk melangsungkan perkawinan kepada Pemohon dengan alasan anak Pemohon kurang umur;

2. K bin MR, umur 36 tahun, agama Islam, pekerjaan Swasta, bertempet tinggal di Griya Citra Asri RM-16, Kota Surabaya, yang di bawah sumpahnya di muka persidangan telah memberikan keterangan pada pokoknya adalah;

- Bahwa saksi adalah paman dari calon suami anak Pemohon; - Bahwa Pemohon mempunyai anak bernama: AAD, berusia kurang

dari 14 tahu 8 bulan (1995) akan tetapi anak tersebut telah menunjukkan kedewasaannya dan telah baligh sebagaimana dimaksud Hukum Islam;

- Bahwa anak Pemohon tersebut telah kuat keinginannya untuk melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki bernama:


(56)

YBS bin G, umur 17 tahun 9 bulan, agama Islam, dan bertempat tinggal di Bandarejo 3 Rt. 07 Rw. 05, Kota Surabaya, dan keduanya telah saling mencintai;

- Bahwa anak Pemohon dengan calon suaminya tidak ada halangan/larangan kawin sebagaimana telah ditentukan oleh Syari’i serta perundang-undangan yang berlaku;

- Bahwa Kepala Kantor Urusan Agama Kecamata Benowo, Kota Surabaya selaku Pegawai Pencatat Nikah telah mengeluarkan surat pemberitahuan penolakan untuk melangsungkan perkawinan kepada Pemohon dengan alasan anak Pemohon kurang umur;

Menimbang, bahwa terhadap alat bukti surat serta keterangan saksi-saksi tersebut Pemohon membenarkannya;

Menimbang, bahwa selanjutnya Pemohon menyatakan tidak mengajukan suatu hal lagi, kecuali tetap pada permohonannya dan mohon dijatuhkan penetapan;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan pemohon, AAD, YBS, serta bukti surat dan bukti saksi, maka dapat ditemukan fakta hukum yang telah terbukti diatas, Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa patut diduga akan menimbulkan mudharat yang lebih besar jika antara anak pemohon dengan calon suami anak pemohon tidak segera dinikahkan terlebih kedua pemohon telah saling mencintai, sehingga secara mental dan material keduanya telah siap untuk menanggung segala resiko dalam rumah tangganya kelak.


(57)

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal di atas, serta dihubungkan pula dengan ketrentuan pasal 7 dan pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Ketua Majelis berpendapat bahwa permohonan Pemohon tentang Dispensasi Kawin telah beralasan menurut hukum, sehingga haruslah dikabulkan.

Menimbang, bahwa karena permohonan pemohon dapat dinyatakan dikabulkan maka Majelis Hakim dapat menetapkan untuk memberikan Dispensasi kepada pemohon agar dapat menikahkan anak perempuannya yang bernama AAD dengan YBS.

Menimbang , bahwa oleh karena permohonan Pemohon tersebut termasuk bidang perkawinan, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, biaya perkara dibebankan kepada Pemohon.

Mengingat, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 serta segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syara’ yang berkaitan dengan perkara ini;

Menetapkan:

1. Mengabulkan permohonan pemohon.

2. Memberikan dispensasi kepada Pemohon untuk mengawinkan anak Pemohon bernama AAD binti M dengan seorang laki-laki bernama YBS bin G..


(58)

3. Membebankan biaya perkara ini kepada Pemohon yang hingga kini dihitung sebesar Rp. 136.000,00 (seratus tiga puluh enam ribu rupiah); Demikian ditetapkan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada hari Selasa tanggal 04Mei2010M, bertepatan dengan tanggal 19Jumadil Ula 1431 H, oleh kami MYD, SH. sebagai Ketua Majelis, dan DS, M.Hum. serta MN, SH. masing-masing sebagai Hakim Anggota yang telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama Surabaya untuk mengadili perkara ini, penetapan mana pada hari itu juga telah diucapkan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Majelis tersebut dan didampingi oleh ARA, SH. sebagai Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Pemohon.

3. Pertimbangan Hakim dalam Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya

Seseorang yang hendak mengajukan perkara permohonan Dispensasi Kawin, seperti yang tercantum dalam UU Perkawinan pasal 7 ayat (2) denganbunyi: “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orangtua pihak pria maupun pihak wanita”.

Pemohon diberi kemerdekaan atau kebebasan untuk mencantumkan alasan-alasan dalam surat permohonannya, karena undang-undang tidak menentukan alasan-alasan dalam pengajuan perkara permohonan dispensasi seperti dalam pengajuan perkara perceraian. Sebelum Ketua Majelis menetapkan penetapan, Ketua Majelis mempunyai


(59)

pertimbangan-pertimbangan apakah permohonan tersebut dapat dikabulkan atau tidak. Yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim adalahsebagai berikut: 1. Pemohon

Majelis Hakim di dalam persidangan akan meneliti apakah orang yang mengajukan perkara permohonan dispensasi tersebut berhak mengajukan atau tidak.

2. Alasan

Di persidangan Majelis Hakim menanyakan alasan anak pemohon, kemudian Majelis Hakim meneliti alasan anak pemohon dengan pemohon disurat permohonannya. Apakah alasan anak pemohon dengan pemohon ada persamaan atau tidak?

3. Ada Larangan perkawinan atau tidak

Bagi calon suami dan calon isteri yang akan melangsungkan pernikahan terdapat halangan atau tidak, sebagaimana yang diatur dalam UU Perkawinan pasal 8 yang menyebutkan: “Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau pun ke atas.

b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.

c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri.


(60)

d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi /paman susuan

e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang.

f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Dalam Inpres No. 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam juga melarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang disebabkan karena pasal 39 sampai pasal 44 KHI. Adapun bunyi pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:

Pasal 39 KHI bunyinya sebagai berikut:

“Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan:

1. Karena pertalian nasab:

a. dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya.

b. dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu. c. dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya. 2. Karena pertalian kerabat semenda:

a. dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya.


(61)

c. dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istri, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qobla al dukhul.

d. dengan seorang wanita bekas istri keturunannya. 3. Karena pertalian sesusuan:

a. dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus ke atas.

b. dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah.

c. dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah.

d. dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas.

e. dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.”

Pasal 40 KHI bunyinya sebagai berikut:

”Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan wanita karena keadaan tertentu:

a. karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain.

b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain.


(62)

Pasal 41 KHI bunyinya sebagai berikut:

(1) Seorang pria memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau susuan dengan istri: a. saudara kandung, seayah atau seibu serta keturunannya. b. wanita dengan bibinya atau kemenakannya

(2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun istri-istri telah ditalak raj’i tetapi masih dalam masa iddah.

Pasal 42 KHI bunyinya sebagai berikut:

“Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang istri yang keempatempatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam masa iddah raj’I atau pun salah seorang di antara mereka masih terikat perkawinan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raj’i.”

Pasal 43 KHI bunyinya sebagai berikut:

(1) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria: a. dengan seorang wanita bekas istrinya yang ditalak tiga kali. b. dengan seorang wanita bekas istrinya yang dili’an.

(2) Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a gugur, kalau bekas istri tadi telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba’da dukhul dan telah habis masa iddahnya.

Pasal 44 KHI bunyinya sebagai berikut:

“Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam”.


(63)

4. Kemaslahatan dan kemudharatan

Bila dua insan menjalin cinta, hingga melakukan hubungan seksual di luar nikah yang menyebabkan kehamilan, maka Pengadilan akan mengabulkan permohonan dispensasi tersebut. Karena ditakutkan bila tidak dinikahkan akan menambah dosa dan terjadi perkawinan di bawah tangan yang akan mengacaukan proses-proses hukum yang akan terjadi berikutnya atau mengacaukan hak-hak hukum anak yang dilahirkannya menurut Undang-undang. Selain itu masyarakat akan menghina dan mengucilkan perempuan yang hamil tanpa suami.

B. Analisis Pertimbangan Hakim dalam Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya.

Dalam memeriksa suatu perkara, hakim bertugas untuk mengkonstatir, mengkualifisir dan kemudian mengkonstituir. Mengkonstatir artinya hakim harus menilai apakah peristiwa atau fakta-fakta yang dikemukakan oleh para pihak itu adalah benar-benar terjadi. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pembuktian. Membuktikannya artinya mempertimbangkan sacara logis kebenaran suatu fakta atau peristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku.

Dalam pembuktian itu, maka para pihak memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Fakta ialah keadaan, peristiwa atau perbuatan yang terjadi (dilakukan) dalam dimensi ruang dan


(1)

Menurut persepsi hakim, madharatnya adalah ditakutkan bila tidak dinikahkan akan menambah dosa dan terjadi perkawinan di bawah tangan yang akan mengacaukan proses-proses hukum yang akan terjadi berikutnya atau mengacaukan hak-hak hukum anak yang dilahirkannya menurut Undang-undang.

2. Pertimbangan Keadilan Masyarakat

Seringkali pernikahan dianggap sebagai solusi alternatif bagi penyelesaian masalah sosial yang akan terjadi yaitu menikahkan anak yang sudah hamil terlebih dahulu untuk menutup malu. Hasil observasi penulis di Pengadilan Agama Surabaya, hakim selalu mengabulkan permohonan dispensasi kawin karena hubungan di luar nikah, dengan pertimbangan perempuan yang hamil tanpa suami akan dihina dan dikucilkan oleh masyarakat. Ini bisa mengakibatkan perempuan tersebut tidak mau bergaul dan mementingkan diri sendiri. Hal ini juga bisa terjadi pada anak yang akan dilahirkannya.

C. Analisia Penetapan Hakim dalam Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Surabaya

Dengan mencermati jalan perkara berbagai kasus yang pernah diangkat dalam beberapa tulisan, terutama kasus yang berkaitan dengan masalah perkawinan, penulis semakin berkesimpulan betapa pentingnya sosialisasi hukum Islam ke dalam masyarakat yang bukan saja bentuk rumusan hukum normatifnya, tetapi


(2)

juga terutama tentang aspek tujuan hukum, yang secara umum tidak lain bertujuan untuk meraih kemaslahatan dan menghindarkan kemadharatan.

Tugas hakim sebagai pihak penegak hukum, setiap penerapan hukum atau keputusan hukum yang dibuat oleh hakim hendaklah sejalan dengan tujuan hukum yang hendak dicapai oleh syari’at. Apabila penerapan suatu rumusan akan bertentangan hasilnya dengan kemaslahatan manusia, maka penerapan hukum tersebut harus ditangguhkan. Demi pencapaian kemaslahatan yang merupakan tujuan utama dari penerapan hukum-hukum, pengecualian secara sah perlu diberlakukan.

Dalam perkara permohonan dispensasi kawin Nomor: 166/Pdt.P/2010/PA.Sby. dan Nomor: 167/Pdt.P/2010/PA.Sby. secara gamblang telah jelas bahwa kedua calon mempelai telah menjalin cinta hingga melakukan hubungan seksual di luar nikah yang berakibat kehamilan. Dan sebagai bentuk pertanggungjawabannya dari pihak pria, pria tersebut mau menikahi wanita pujaan hatinya. Namun ketika mendaftarkan rencana pernikahan mereka di Kantor Urusan Agama setempat ditolak, dengan alasan kedua belah pihak calon mempelai belum mencapai batas minimal usia perkawinan menurut UU Perkawinan yaitu untuk pria 19 tahun dan pihak wanita 16 tahun.

Kemudian orang tua kedua calon mempelai mengajukan perkara permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Surabaya supaya dapat menikahkan anak mereka, seperti yang tercantum dalam UU Perkawinan pasal 7 ayat (2) yang menyebutkan:


(3)

“Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.”

Dalam amar penetapan, Majelis Hakim mengabulkan permohonan Pemohon yaitu memberikan Dispensasi Kawin kepada Pemohon untuk menikahkan anaknya. Dengan pertimbangan bahwa akan menimbulkan madharat yang lebih besar jika kedua calon mempelai tidak segera dinikahkan.

Dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 3 yang berbunyi:

“Lelaki pezina tidak menikah, kecuali dengan perempuan pezina atau perempuan musyrik. Dan perempuan pezina tidak dinikahi, melainkan oleh lelaki pezina atau lelaki musyrik. Dan diharamkan yang demikian itu kepada semua mukmin.” 23.

Penetapan Majelis Hakim tersebut sudah tepat, karena tidak menyimpang dari ketentuan UU Perkawinan yang mana tidak membahas secara khusus tentang dispensasi kawin dan KHI yang secara tersirat tidak melarang menikahkan seseorang yang telah melakukan hubungan luar nikah, apalagi hingga mengakibatkan kehamilan.

Hal ini terdapat dalam pasal 53 yang berbunyi:

(1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.

(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.

23


(4)

(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Orang-orang yang berbuat serong tentulah tidak ingin menikahi wanita-wanita yang saleh. Demikian pula perempuan yang berbuat serong tidaklah ingin dinikahi oleh orang-orang yang saleh. Ini adalah suatu hukum yang umum. Tetapi hal ini tidak memberi pengertian bahwa pezina sama sekali tidak boleh menikahi perempuan saleh dan juga tidak berarti bahwa semua perempuan pezina tidak boleh dinikahi oleh seorang lelaki yang saleh. Firman Allah itu bukanlah memberi pengertian bahwa lelaki pezina tidak boleh menikahi selain perempuan pezina. Atau tidak sah perempuan pezina dinikahi oleh lelaki yang tidak berzina. Akan tetapi ayat itu diturunkan untuk mencegah terjadinya orang-orang Islam yang jiwanya lemah, hatinya mudah tertarik menikahi perempuan-perempuan jalang dengan mengharapkan harta dan kesenangan hidup. Tegasnya, ayat itu bukan menunjukkan bahwa pernikahan antara lelaki pezina dan perempuan tak berzina tidak sah. Begitu pula sebaliknya, pernikahan antara pria tidak berzina dengan perempuan pezina. Para ulama berselisih faham tentang bolehkah seorang lelaki menikahi perempuan yang telah dizinai. Imam Ahmad, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim berpendapat tidak halal perempuan dan laki-laki berzina kawin sebelum bertobat dan harus menunggu masa iddahnya selesai. Sedangkan Hanafi dan Syafi’i membolehkan tanpa menunggu masa iddah.24.

Namun, di sisi lain penetapan hakim tersebut memberi peluang pernikahan di bawah umur karena hubungan luar nikah. Mereka yang hendak menikah namun usia belum mencapai batas minimal usia perkawinan menurut UU Perkawinan akan beralasan sudah melakukan hubungan luar nikah atau bahkan benar-benar melakukan perbuatan tersebut supaya dapat diberi penetapan oleh Majelis Hakim dan kemudian dinikahkan.

24


(5)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan ketentuan yang telah diuraikan sebelumnya, maka Penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Batas umur untuk melakukan perkawinan telah diatur dalam ketentuan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 2. Ada 3 (tiga) faktor yang menyebabkan terjadinya dispensasi kawin di

Pengadilan Agama Surabaya, yaitu faktor pendidikan, faktor pemahaman agama, dan faktor hamil sebelum menikah.

3. Pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Surabaya adalah kemaslahatan dan kemudharatannya, ditakutkan bila tidak dinikahkan akan menambah dosa dan terjadi perkawinan di bawah tangan yang akan mengacaukan proses-proses hukum yang akan terjadi berikutnya atau mengacaukan hak-hak anak yang dilahirkan.

4. Penetapan Hakim dalam permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Surabaya dengan Nomor. 166/Pdt.P/2010/PA.Sby dan 167/Pdt.P/2010/PA.Sby tidak menyimpang dari ketentuan UU Perkawinan pasal 7 ayat (2) dan KHI pasal 53.


(6)

B. Saran

Adapun saran yang penulis dapat berikan, adalah sebagai berikut :

1. Bagi Pemohon Dispensasi Kawin dalam hal ini orang tua hendaknya sebelum mengajukan permohonan lebih memikirkan kembali kesiapan baik secara lahir maupun batin anaknya untuk melakukan perkawinan agar nantinya bisa menjalankan perkawinan sesuai dengan syari’ah agama. Kecuali untuk kondisi tertentu yakni hamil diluar nikah.

2. Alangkah baiknya apabila UU Perkawinan diperbaharui, terutama pasal 7 ayat (2) yang secara tidak langsung mengizinkan pernikahan di bawah umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) dengan tujuan menjaga kesehatan suami isteri dan keturunannya, seperti dicantumkannya alasan-alasan pengajuan permohonan dispensasi kawin.