PENDIDIKAN INTEGRAL PERSPEKTIF HAMKA SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan S.Pd

  PENDIDIKAN INTEGRAL PERSPEKTIF HAMKA SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan / S.Pd Oleh: KUNNI FARIKHAH 111-13-273 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017

  ii

  MOTTO ۖ

  ٱ ٱ اَہُّيَأٰٓ ـَي ْآٰوُمَلۡع ٱَو

  ْاوُنَماَء َنيِ ذلَّ ۡمُڪيِيۡ ُيُ اَمِل ۡ ُكُاَعَد اَذِا ِلو ُسذرلِلَو ِ ذ ِلِلّ ْاوُبيِجَت ۡ س ) ٤٢ ُهذهَٱَو ۦِهِبۡلَقَو ِءۡرَمۡل ٱ َ ۡيَۡب ُلوُ َيُ َ ذلِلّ ٱ ذنَٱ

  ( َنوُ َشَۡ ُتُ ِهۡيَلِا ۤۥ Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul

apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada

kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia

dan hatinya, dan sesungguhnya kepada- Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS. Al-Anfal (8): 24)

  vi

  

PERSEMBAHAN

Dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi ini saya

persembahkan kepada:

  1. Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa selalu mendoakan disetiap langkah yang saya tempuh dan senanatiasa memberikan dukungan baik secara moral maupun material.

  2. Kakak saya, Fatchul Mujib dan sahabat baik sekaligus calon kakak saya, Anis Purwanti, yang selalu memberikan semangat, mendoakan, dan selalu ada setiap saya membutuhkan, serta yang selalu memberikan cinta tulusnya.

  ’s Hostel, NurHeni, Reni Sekar Oktaviana, Mella, Sayyidatul Muwafiqoh, Rumiyati, Kurniawati (Nia), Farhani Hanifah, Quentesa Nur Wulandari, Maharani Wijayanti, Helmi Susanti, Anggun Tri Indri, Dian Novitasari, Lia Dwi Purwanti, Ika Ervalina, , Kenanga, Desi, Riski, dan Chaca, serta temanku Hamidah Nur V, dan kakak Marta yang selalu memberikan motivasi satu sama lain, semoga apa yang kita impikan dapat tercapai, dan yang pasti ilmu yang selama ini kita peroleh bermanfaat.

3. Sahabat dari kecilku UlyaRosidah, dan seluruh keluarga Sian

  4. Keluarga tercinta KKN Posko 74 tahun 2017 Diah Fajar Utami, Dewi Nur, Risky Permatasari, Wasilatut Thoyyibah, Himatul Aliyah, Muhammad Arifin, Muhammad Mudhofir, dan Aris Wiyoko.

  vii

KATA PENGANTAR

  

ِمْيِحَّرلا ِن ْحْْ رلا ِللها ِمْسِب

  Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Pendidikan Integral Perspektif Hamka.” Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana S1 Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar.

  Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Bapak Suwardi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga.

  3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga.

  4. Bapak Dr. Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberi nasehat, arahan serta masukan-masukan yang sangat membantu dan membangun dalam penyelesaian tugas akhir ini.

  5. Ibu Rr. Dewi Wahyu Mustikasari, S.S., M.Pd selaku dosen pembimbing akademik yang sabar membimbing dan sabar mendengar keluh kesah perkuliahan.

  6. Seluruh dosen dan petugas administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian berlangsung. viii

  7. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  8. Terakhir untuk kampus tercinta IAIN Salatiga, terima kasih telah menjadi bagian terpenting dari perjalanan hidup.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya.

  Aamiin Yaa Robb al „Alamin Salatiga, 23 Agustus 2017 Penulis Kunni Farikhah 11113273 ix

  ABSTRAK

  Farikhah, Kunni. 2017. Pendidikan Integral Perspektif Hamka (Skripsi). Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Salatiga. Pembimbing: Dr. Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd.

  Kata Kunci: Pendidikan, Integral

  Dalam khazanah dunia pendidikan Islam, dikenal dalam bahasa Arab yang memiliki makna untuk memberikan penjelasan tentang istilah yang menunjukkan pengertian pendidikan dalam Islam yaitu,

  ta‟lim, tarbiyah, dan ta‟dib. Ta‟lim adalah pendidikan dengan makna pengajaran, tarbiyah adalah pendidikan dengan makna memelihara dan mengayomi.

  Sedangkan

  ta‟dib adalah makna pendidikan yang berkaitan dengan tata cara berperilaku dan

  berucap yang baik atau lebih dikenal dengan pendidikan moral atau karakter dalam rangka pembentukan individu yang bermartabat secara menyeluruh dan terintegrasi. Akan tetapi dengan melihat dari berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini, arah gerak tujuan pendidikan Islam cenderung bersifat

  ta‟lim dan tarbiyah saja, disebabkan pemahaman dan pemikiran masyarakat yang cenderung bersifat materialistis dan berorientasi kebendaan.

  Tidak hanya itu, di kalangan remajapun banyak yang tidak mampu menghadapi permasalahan kehidupan, keluaran sekolah tinggi pun memiliki cita-cita yang lemah, kurangnya akal budi, dan kemauan. Bahkan yang lebih memprihatinkan dalam pendidikan saat ini yaitu terjadinya dikotomi dalam ilmu antara ilmu agama dengan ilmu umum. Hal ini dapat dilihat dari keterkaitan antara guru orang tua, dan lingkungan (sosial) yang kurang harmonis dan integral, pola kurikulum serta kerangka pendidikan (Islam) masih belum terealisasi secara maksimal dan utuh dalam sistem pendidikan nasional. Berdasarkan kondisi di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1). Makna pendidikan integral perspektif Hamka, 2). Pandangan Hamka mengenai pendidikan integral, 3). Relevansi pemikiran Hamka dengan pendidikan sekarang.

  Penelitian ini tergolong jenis penelitian kualitatif yang bercorak studi pustaka (library

  

research ), di mana jenis penelitian yang sumber datanya berasal dari naskah-naskah

  dokumen yang berkaitan. Kemudian melakukan pengumpulan data teoritis sebagai penyajian ilmiah dengan memilih literatur yang berkaitan dengan penelitian. Metode ini digunakan untuk menentukan literatur yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti. Penulis juga menggunakann pendekatan studi tokoh atau pendekatan sejarah, untuk mengetahui sejauh mana pemikiran seorang tokoh dengan meneliti karya-karya dan biografinya. Selanjutnya data-data yang sudah terkumpul, dicari pola, keterkaitan, pengaruh, hukum, konsep dan prinsip-prinsip yang ada, sehingga menjadi bangunan konsep teori yang runtut dan sistematis sesuai dengan tujuan penelitian.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan integral bermakna untuk membentuk watak peserta didik dan membentuk pribadi hebat dengan memadukan antara potensi-potensi yang terdapat pada diri manusia, yaitu potensi jasmani dan potensi rohani dengan lingkungannya (baik lingkungan sosial maupun alam) dengan cara mengharmonisasikan kembali relasi antar Tuhan-alam dan wahyu-akal secara integral untuk mewujudkan peserta didik yang kaffah. Pendidikan integral dalam pendidikan sekarang di Indonesia berupaya untuk membangun manusia dan masyarakat secara utuh, menyeluruh, integratif, komparatif, kompetitif dan distributif dalam menghadapi berbagai perkembangan dan perubahan dalam kehidupan. x

  DAFTAR ISI JUDUL…………………………………………………………………………………… i

LEMBAR BERLOGO ……………………………………………………………......... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………………….. iii

PENGESAHAN KELULUSAN ………………………………………………….......... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ……………………………………………... v

MOTTO …………………………..……………………………………………………… vi

PERSEMBAHAN ……………………………………………………………………… vii

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………. viii

ABSTRAK ……………………………………………………………………………….. x

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. xi

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………. xiv

  

  xi

  

  

  

  

  

  

  xii

  

  

DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP PENULIS PERNYATAAN PUBLIKASI SKRIPSI LAMPIRAN-LAMPIRAN

  xiii

DAFTAR LAMPIRAN 1.

  xiv

  Foto Hamka dan Cover Buku 2. Daftar Nilai Skk 3. Nota Pembimbing Skripsi 4. Lembar Konsultasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam adalah sebuah upaya sadar dan terencana dari

  seorang guru untuk berupaya menumbuh-kembangkan kemampuan jiwa dan raganya secara sempu rna sesuai dengan panduan syar‟i dari al-Qur‟an dan hadis nabi Muhammad SAW, sehingga tercipta insan manusia yang sempurna untuk mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah dimuka bumi (Heri Jauhari Muchtar, 2005: 34).

  Dalam khazanah dunia pendidikan Islam, dikenal dalam bahasa Arab yang memiliki makna untuk memberikan penjelasan tentang istilah yang menunjukkan pengertian pendidikan dalam Islam yaitu,

  ta‟lim, tarbiyah, dan ta‟dib. Ta‟lim adalah pendidikan dengan makna pengajaran, tarbiyah adalah pendidikan dengan makna memelihara dan mengayomi.

  Sedangkan

  ta‟dib adalah makna pendidikan yang berkaitan dengan tata

  cara berperilaku dan berucap yang baik atau lebih dikenal dengan pendidikan moral atau karakter dalam rangka pembentukan individu yang bermartabat secara menyeluruh dan terintegrasi (Abd. Rahman Abdullah, 2001: 21-22). Akan tetapi dengan melihat dari berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini, arah gerak tujuan pendidikan Islam cenderung bersifat

  ta‟lim dan tarbiyah saja, disebabkan pemahaman dan pemikiran masyarakat yang cenderung bersifat materialistis dan berorientasi kebendaan.

  Bahkan yang lebih memprihatinkan dalam pendidikan saat ini yaitu terjadinya dikotomi dalam ilmu antara ilmu agama dengan ilmu umum.

  Kita mengenal adanya sistem pendidikan agama dan pendidikan umum.

  Seiring dengan terjadinya dikotomi tersebut, menghasilkan bahwa pendidikan agama berjalan tanpa dukungan iptek dan sebaliknya pendidikan umum hadir tanpa sentuhan agama. Ironisnya, muncul fenomena pemikiran orang, yang menyebut dirinya sebagai “orang umum” untuk tidak menyangkutpautkan ilmu pengetahuan dengan agama.

  Latar belakang tersebut merupakan hasil dari pendidikan yang kurang integral. Di mana jasmani dan rohani peserta didik tidak di didik, hal ini yang mengakibatkan banyak dari kalangan peserta didik maupun mahasiswa terjadi tawuran. Namun tidak banyak yang menyadari hal itu, bahwa penyebab utama itu semua karena kurang didikan budi pekerti. Maka akhlak seorang pendidik harus terjaga sebelum memberikan pendidikan kepada peserta didik.

  Banyak ilmuan yang turut andil dalam menghadapi permasalahan di atas, termasuk pemikiran Buya Hamka tahun 1908-1981 tentang pendidikan Islam. Beliau merupakan pemikir dan pernah terlibat sebagai pendidik pada lembaga pendidikan formal. Pemikirannya tentang pendidikan Islam mengacu pada tiga aspek potensi (fitrah) peserta didik, yaitu jiwa (al-qalb), jasad (al-jism), dan akal (al- „aql). Dari ketiga aspek tersebut, ia lebih cenderung menekankan pemikiran pendidikan pada aspek pendidikan jiwa (al-qalb) atau akhlak al-karimah.

  Salah satu bukti pemikiran Hamka yaitu pada awal abad XX tradisi dan wacana pemikiran masyarakat Minangkabau sangat tradisional dan ketat mengatur kegiatan kaum perempuan. Percampuran hukum adat dan hukum Islam di Minangkabau menyebabkan kehidupan dan dinamika kaum perempuan sangat terkekang. Bahkan untuk keluar rumah saja sangat sulit, karena dianggap tidak sopan. Kondisi yang demikian mengakibatkan 90% kaum perempuan Minangkabau pada era ini berada dalam keadaan buta huruf (aksara latin) (Samsul Nizar, 2008: 91). Melihat kondisi tersebut, Hamka melakukan pembaharuan di dalam pendidikan Islam. Beliau mengubah pendidikan tradisional menjadi pendidikan modern. Tidak banyak yang mengetahui bahwa Buya Hamka adalah sosok cendekiawan Indonesia yang memiliki pemikiran membumi dan bervisi masa depan. Pemikirannya tidak hanya berlaku di zamannya, namun masih sangat kontekstual di masa kini. Produktivitas gagasannya di masa lalu sering menjadi inspirasi dan rujukan gagasan-gagasan kehidupan di masa kini.

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka Hamka menjadi salah seorang sosok yang sangat relevan dalam memberikan pengaruh terhadap pemikiran di masyarakat. Selain itu, khusus bagi dunia pendidikan di Indonesia, Hamka dengan ketokohannya sebagai seorang ulama sekaligus ilmuwan, diharapkan dengan pemikiran-pemikiran pendidikannya mampu memberikan solusi alternatif terhadap kondisi pendidikan saat ini.

  Menurut Dr. Zakiah Daradjat (1982: 28), tujuan pendidikan yaitu mendidik dan menumbuhkan serta mengembangkan jiwa dari sila-sila yang lain dalam kehidupan anak didik baik di rumah maupun di sekolah, sehingga benar-benar akan terciptalah manusia Indonesia yang sesuai dengan yang diinginkan oleh dasar dan tujuan negara. Sedangkan, tujuan akhir pendidikan Islamnya adalah membentuk kepribadian seseorang menjadi Insan Kamil, artinya manusia utuh rohani dan jasmani (Zakiah Daradjat, 2014: 29). Orang yang sudah takwa dalam bentuk insan kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam firman Allah:

  ََُُِ٘ي ۡسٍُّ ٌُتَّأَٗ َّلَِإ َُِّتََُ٘ت َلََٗ ۦِِٔتاَقُت َّقَح َ َّللَّٱ ْاُ٘قَّتٱ ْاٍَُْ٘اَء َِيِزَّىٱ اَہُّيَأٰٓ ـَي ) ٢٠١ ( Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.

  ”(QS. Ali Imron (3): 102) (Depag RI, 2005: 79).

  Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dianggap sebagai tujuan akhirnya (Zakiah Daradjat, 2014: 31).

  Dalam Al- Qur‟an telah dijelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membina manusia guna mampu menjalankan fungsi-fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya (Abd. Rahman Dahlan, 1997: 173).

  Sedangkan menurut Hamka, sistem pendidikan Islam yang ideal seyogianya berorientasi pada visi keakhiratan sebagai alat control perilaku manusia, sekaligus visi kekinian dengan mengaktifkan fungsi akal peserta didik secara maksimal. Persentuhan kedua aspek tersebut secara harmonis dan integral akan menciptakan sosok peserta didik yang memiliki kepribadian paripurna (insan kamil). Melalui agama, dinamika akal akan terkontrol dengan baik. Adapun melalaui ilmu umum (rasional), akan menyiapkan umat Islam agar mampu menjawab berbagai tantangan dinamika zaman secara aktif, dinamis dan proporsional. Ungkapannya ini mencerminkan sikap intelektualitasnya yang ditujukan kepada umat Islam agar melihat visi pembaharuan, khususnya pendidikan Islam secara kritis dan objektif (Samsul Nizar, 2008: 10-12).

  HAMKA menilai tujuan pendidikan Islam adalah mengenal dan mencari keridhaan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia (Hamka, 2015: 13), serta mempersiapkan peserta didik untuk hidup secara layak dan berguna ditengah-tengah komunitas sosialnya (Hamka, 1983a: 2-3). Dengan arti lain, tujuan pendidikan Islam yang dibangun bukan hanya bersifat internal bagi peserta didik guna memiliki sejumlah ilmu pengetahuan dan mengenal Khaliknya, akan tetapi juga secara eksternal mampu hidup dan merefleksikan ilmu yang dimiliki bagi kemakmuran alam semesta. Untuk mencapai tujuan ideal ini, pendidikan Islam hendaknya diformulasi secara sistematis dan integral, sehingga dapat merangsang tumbuhnya dinamika fitrah peserta didik secara optimal (Samsul Nizar, 2008: 116-117).

  Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti pemikiran HAMKA tentang pendidikan integral. Oleh karena itu, skripsi ini penulis beri judul Pendidikan Integral Perspektif HAMKA.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran HAMKA tentang pendidikan integral? 2.

  Bagaimana relevansi pemikiran HAMKA tentang pendidikan integral dengan pendidikan saat ini?

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui:

  1. Pemikiran HAMKA tentang pendidikan integral.

  2. Relevansi pemikiran HAMKA tentang pendidikan integral dengan pendidikan saat ini.

D. Kegunaan Penelitian

  Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Teoritis

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan di bidang pendidikan Islam.

  Bagi kalangan akademik yang ingin meneliti masalah pendidikan dalam Islam, penelitian ini dapat dijadikan referensi dan pedoman berupa sumbangan teoritis.

2. Praktis a.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi para pendidik atau lembaga pendidikan Islam serta pihak lain yang berkepentingan untuk menambah khazanah pengetahuan pendidikan.

  b.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta wawasan kepada kaum muslimin, dengan harapan pendidikan integral yang dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam.

  c.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang pendidikan Islam.

E. Kajian Pustaka

  Untuk menghindari terjadinya duplikat-duplikat yang tidak diinginkan, maka peneliti menggali teori-teori yang telah berkembang dalam bidang ilmu yang berhubungan atau yang pernah digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu (Mohammad Nazir, 1988: 111).

  Dalam hal ini, pengkajian dan penelitian terhadap pemikiran Hamka mengenai pendidikan integral didasarkan pada pendidikan Islam yang ideal masih sangat sulit ditemukan. Hal ini dikarenakan masih jarangnya orang yang menganggap bahwa Hamka merupakan salah satu tokoh pemikir pendidikan. Meskipun demikian, penulis menemukan karya ilmiah yang membahas tentang pemikiran Hamka terhadap pendidikan Islam, yaitu:

  Skripsi karya Roudlotul Jannah (11110003). Program Studi PAI STAIN Salatiga yang berjudul Pemikiran Hamka tentang Nilai-Nilai

  

Pendidikan Budi Pekerti (2015). Dalam skripsi ini, Roudlotul Jannah

  mengulas pemikiran Hamka tentang nilai-nilai pendidikan pada budi pekerti. Penelitian ini membahas secara khusus dan mengupas secara komprehensif tentang Pemikiran Hamka tentang Nilai-Nilai Pendidikan

  

Budi Pekerti . Sejauh yang penulis ketahui, kajian tentang pemikiran

  Hamka sendiri telah diangkat sebagai skripsi oleh Nur Kholis yang berjudul Studi Komparasi antara Konsep Hamka dengan Abdullah Nasih

  Ulwan tentang Pendidikan Akhlak.

  Skripsi karya Lia Dwi Purwanti (11112131). Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan

  

Sosial dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya

Hamka (2016). Skripsi ini menjelaskan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka diantaranya: adanya nilai pendidikan sosial, pendidikan kasih sayang, tanggung jawab, dan keserasian hidup. Karakter tokoh yang patut diteladani diantaranya: sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan alam sekitar.

  Skripsi karya Siti Lestari (063111037).Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang berjudul Pemikiran Hamka tentang Pendidik

  

Dalam Pendidikan Islam (2010).Skripsi ini menunjukkan bahwa adanya

  hubungan antara pendidik dalam keluarga (orang tua), sekolah (guru) dan masyarakat (komunitas sosial) adalah sangat terkait dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki anak didik menuju perkembangan yang optimal. Untuk mendukung komunikasi antara orang tua, guru dan masyarakat; Hamka menjadikan Masjid Al-Azhar sebagai tempat bersilaturrahmi antara guru dan orang tua untuk membicarakan perkembangan peserta didik. Pemikiran ini bisa dikembangkan lebih jauh dengan banyak cara seperti kunjungan ke rumah, Case conference, membentuk badan pembantu sekolah, surat menyurat, dan sebagainya.

  Skripsi karya Dartim (G000120097). Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta yang berjudul Konsep Pemikiran

  

Pendidikan Islam menurut Buya Hamka Tahun 1950-1980: Telaah Buku

Falsafah Hidup dan Peribadi Hebat (2016). Skripsi ini diteliti agar dapat

  diketahui apa manfaat Pendidikan Islam menurut Buya Hamka berdasarkan telaah karya-karyanya pada tahun 1950-1980 untuk menyikapi realitas dunia pendidikan kontemporer. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Pendidikan Islam pada tahun 1950-1980 adalah menekankan pada upaya maksimal dalam menumbuhkan dan menguatkan pribadi. Pribadi individu yang mencakup dari akal, budi, cita-cita dan bentuk fisik seseorang yang harus dikembangkan semaksimal mungkin dan seutuhnya.

  Jurnal karya Abdul Nashir. FT PAI ISID Gontor yang berjudul

  

Buya Hamka dan Mohammad Natsir tentang Pendidikan Islam , Vol.3,

  No.1, Shafar 1428, (2006). Artikel ini mencoba untuk memaparkan konsep Pendidikan Islam menurut dua orang pemikir Pendidikan Islam yaitu Buya Hamka dan Moh. Natsir. Mereka mempunyai latar belakang yang berbeda meskipun hidup di zaman yang sama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi pemikiran Hamka dan Natsir adalah bahwa konsep ilmu harus melalui proses islamisasi; pendidikan Islam adalah pembentukan pribadi dan bimbingan akhlak, jasmani, rohani, untuk mencapai kesempurnaan sifat manusia yang hakiki sebagai khalifah di bumi; Asas pendidikan Islam adalah tauhid; tujuan pendidikan Islam adalah menjadi hamba Allah sebagai manusia yang bermanfaat di dunia dan akhirat; Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah suri tauladan yang aktif, serta mau berkorban untuk kemajuan bangsa; peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam adalah harus hormat pada pendidik dalam segala kondisi baik proses pembelajaran maupun pergaulan; Lembaga

  Pendidikan Islam adalah tempat melatih budi dan persiapan untuk hidup di masyarakat dengan menghasilkan alumni yang mandiri dan melepas ketergantungan pada orang lain dan mampu berinisiatif.

  Berdasarkan tulisan-tulisan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang akan peneliti angkat berbeda dari tulisan-tulisan yang sudah ada. Disebabkan karna masih minimnya penelitian yang menempatkan Hamka sebagai tokoh pendidikan, maka dalam penelitian ini peneliti menitikberatkan pada pemikiran Hamka yang relevan dengan kondisi pendidikan sekarang, terutama pemikiran Hamka tentang pendidikan integral dalam memberikan kontribusi dalam pendidikan kontemporer.

  Hal ini karna dalam lintas sejarah kehidupannya, ia merupakan tokoh yang telah banyak ikut andil dalam memperkenalkan pembaharuan pendidikan di Indonesia dengan melakukan modernisasi kelembagaan dan orientasi materi pendidikan Islam, yaitu ketika mengelola Tabligh School dan Kulliyatul Muballighin serta pengembangan masjid Al-Azhar menjadi institusi pendidikan Islam modern. Selain itu, penulis juga hendak merelevansikan pemikiran Hamka dengan konteks kekinian terhadap pendidikan Islam.

F. Metode Penelitian

  Pokok-pokok bahasan yang terdapat dalam bab metode penelitian adalah (1) jenis penelitian, (2) metode pengumpulan data, (3) sumber data, dan (4) metode analisis data.

  1. Jenis Penelitian

  Penelitian ini tergolong jenis penelitian kualitatif yang bercorak studi pustaka (library research), di mana jenis penelitian yang sumber datanya berasal dari naskah-naskah berupa dokumen, baik berupa buku, jurnal, makalah, maupun tulisan-tulisan lainnya. Adapun penelitian dengan filosofis-historis yaitu, data yang diteliti merupakan data yang diperoleh dari hasil telaah kepustakaan buku-buku teks yang relevan dengan pembahasan penelitian yang akan dilakukan, berupa telaah sejarah maupun telaah terhadap pemikiran seorang tokoh, untuk kemudian dianalisis maknanya secara mendalam, sehingga dapat merumuskan sebuah konsep (Abudin Nata, 1997:5-6). Dalam hal ini, warisan pemikiran Hamka tentang pendidikan integral merupakan wacana yang sangat potensial untuk diteliti dan dikembangkan dalam rangka memperkaya konsep pendidikan nasional.

  2. Metode pengumpulan data

  Penyusunan skripsi ini termasuk penelitian library research, yaitu mengumpulkan data teoritis sebagai penyajian ilmiah yang dilakukan dengan memilih literatur yang berkaitan dengan penelitian (Sutrisno Hadi, 2000: 9). Metode ini digunakan untuk menentukan literatur yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti, di mana penulis membaca dan menelaahnya dari buku-buku bacaan yang ada kaitannya dengan tema skripsi, yaitu pemikiran Hamka tentang pendidikan integral.

  Penelitian ini berupa library research, maka pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menelusuri buku-buku atau kitab yang disusun oleh Hamka. Proses pengumpulan data ini dilakukan dengan bahan-bahan dokumen yang ada, yaitu dengan melalui pencarian buku- buku, jurnal dan lain-lain di katalog beberapa perpustakaan dengan mencatat sumber data yang terkait yang dapat digunakan dalam studi sebelumnya.

  Penulis juga menggunakan metode pendekatan studi tokoh atau pendekatan sejarah, objek yang dikaji adalah pemikiran seorang tokoh baik itu persoalan-persoalan, situasi, atau kondisi yang mempengaruhi terhadap pemikirannya. Menurut Mukti Ali, pendekatan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pemikiran seorang tokoh yaitu dengan cara meneliti karya-karyanya dan biografinya.

3. Sumber data

  Pada penelitian kualitatif yang bercorak kepustakaan (penelitian studi pustaka/literatur) maka, ada dua sumber data sebagai bahan kajian atau pembahasan pada penelitian ini, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer adalah data utama yang menjadi sumber data pokok penelitian.Sedangkan data sekunder adalah data selain data primer namun memiliki relevansi dengan objek utama pembahasan penlitian (Sugiyono, 2015: 1-3).

  a.

  Data primer Adapun yang menjadi sumber penelitian ini adalah karya dari

  Hamka sendiri, yaitu: 1).

  Hamka, Lembaga Hidup, Jakarta: Republika Penerbit, 2015. 2).

  Hamka, Lembaga Budi, Jakarta: Panjimas, 1983. 3).

  Hamka, Pribadi Hebat, Jakarta: Gema Insani, 2014. 4).

  Hamka, Pelajaran Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1952.

  5).

  Hamka, Falsafah Hidup, Jakarta: Pustaka Panji Masyarakat, 1950.

  b.

  Data sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah: 1). Hamka, Angkatan Baru, Jakarta: Gema Insani, 2016. 2).

  Hamka, Dari Hati ke Hati, Jakarta: Gema Insani, 2016, 3). Hamka, Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983, serta masih banyak lagi karya Hamka sendiri yang menjadi sumber data sekunder. 4).

  Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan

  Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam , Jakarta: Kencana, 2008.

  5).

H. Rusydi, Pribadi dan Bermartabat Buya Prof. Dr. Hamka, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.

  6).

  Serta semua media yang menjadi sumber data sekunder, yaitu dari ebook, majalah, koran, PDF, jurnal maupun dari website yang berkaitan dengan penelitian tentang pendidikan integral.

4. Metode analisis data

  Penelitian studi pustaka data-data yang sudah terkumpul, dicari pola, keterkaitan, pengaruh, hukum, konsep dan prinsip-prinsip yang ada, sehingga menjadi bangunan konsep teori yang runtut dan sistematis sesuai dengan tujuan penelitain. Pada penelitian studi pustaka, berkaitan erat dengan sejarah kejadian atau kronologi tentang suatu peristiwa maupun berkaitan erat dengan sosok seorang tokoh (Amin Abdullah, 2016: 192). Dalam proses analisis ini penulis menggunakan dua cara yang saling bergantian yaitu: a.

  Proses analisa deduksi, yaitu analisa dari pengertian yang umum yang kemudian dibuat nyata dan penerapan lebih khusus, yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dalam permasalahan umum kemudian mengerucut pada proses pengambilan permasalahan-permasalahan yang bersifat khusus.

  b.

  Proses analisa induksi (dari khusus ke umum). Induksi pada umumnya disebut generalisasi, yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dalam jumlah tertentu, dan atas data itu menyusun suatu ucapan umum. Yaitu dengan cara analisa dari data yang bersifat khusus kemudian yang bersifat umum.

  Kemudian dianalisis hingga mampu menghasilkan sebuah kesimpulan yang sesuai dengan tujuan utama penelitian.

G. Penegasan Istilah

  Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan. Maka penulis akan mencoba memberikan sebuah penegasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa istilah yang perlu ditegaskan adalah sebagai berikut:

1. Integral artinya mengenai keseluruhanya, meliputi seluruh bagian yang perlu untuk menjadikan lengkap, utuh, bulat, dan sempurna.

  Yang dimaksud pendidikan integral di sini adalah pendidikan yang memadukan antara potensi-potensi yang terdapat pada diri manusia yaitu, potensi jasmani dan potensi rohani dengan lingkungannya (baik lingkungan sosial maupun alam) dengan cara mengharmoniskan kembali relasi antara Tuhan-alam dan wahyu-akal untuk mewujudkan peserta didik yang kaffah. Pengertian ini bisa diartikan sebagai sebuah konsep pendidikan yang memadukan intelektual, moral dan spiritual dalam pembelajaran sehingga siswa diharapkan tidak hanya mempunyai kemampuan kognitif, tetapi juga kemampuan psikomotorik dan spiritualnya dalam rangka membina hari esok yang lebih baik, di dunia ini dan di akhirat kelak.

2. HAMKA (Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah)

  Hamka atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan Buya Hamka lahir pada tanggal 17 Februari 1908 M (1327 H) di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia (Sulaiman Al-Kumayi, 2004: 21). Beliau adalah ulama Indonesia era modern yang telah banyak memberikan kontribusi bagi pengembangan peradaban dan munculnya dinamika intelektualitas masyarakat (Islam).

H. Sistematika Penulisan

  Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dalam skripsi ini, maka penulis mengemukakan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab pertama, merupakan pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, manfaat penelitian, metode penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan skripsi.

  Bab kedua, membahas tentang biografi Hamka, silsilah keluarga Hamka, setting pendidikan dan sosial Hamka, pengaruh Hamka dalam pendidikan, dan karya-karya Hamka.

  Bab ketiga, membahas tentang pemikiran Hamka tentang pendidikan integral, berisi: pengertian pendidikan, pengertian pendidikan Islam, pengertian pendidikan integral, tujuan pendidikan integral, materi pendidikan integral menurut Hamka, pendidik, peserta didik, lingkungan, kurikulum pendidikan, dan metode pendidikan integral menurut Hamka.

  Bab keempat mengenai pembahasan, berisi: urgensi pemikiran Hamka tentang pendidikan integral, relevansi pemikiran Hamka tentang pendidikan integral dengan pendidikan sekarang, dan implikasi pemikiran Hamka tentang pendidikan integral dalam pendidikan sekarang di Indonesia

  Bab kelima, merupakan penutup, berisi kesimpulan dan saran- saran.

BAB II BIOGRAFI TOKOH A. Biografi Hamka Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amirullah atau lebih dikenal

  dengan julukan Buya Hamka atau Hamka saja, yakni singkatan namanya, (lahir di Maninjau, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 17 Februari 1908

  • – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, ahli filsafat, dan aktivis politik (Sholechul Azis, 2013: 53).

  Ayahnya adalah Dr. Syekh Abdul Karim Amrullah, beliau merupakan tokoh pelopor gerakan Islam “Kaum Muda” di Minangkabau yang memulai gerakannya pada tahun 1906 setelah kembali dari Mekkah

  (H. Rusydi, 1983: 1). Sementara ibunya adalah Siti Shafiyah Tanjung. Dalam silsilah Minangkabau, ia berasal dari suku Tanjung, sebagaimana suku ibunya (Sholechul Azis, 2013: 53).

  Pada tahun 1914, Abdul Malik, nama panggilan Hamka sewaktu masih kecil, telah mengawali pendidikannya dengan membaca al-Q ur‟an di rumah orang tuanya sewaktu mereka sekeluarga pindah dari Maninjau ke Padang Panjang. Setahun kemudian, setelah mencapai tujuh tahun, Hamka dimasukkan ayahnya ke Sekolah Desa (Ahmad Hakim, M.

  Thalhah, 2005 : 25-26).

  Pada tahun 1918, Malik berhenti dari Sekolah Desa setelah melewatkan tiga tahun belajar. Pendidikan agama sangat ditekankan oleh Haji Rasul, maka beliau memasukkan Malik ke Thawalib. Sekolah itu mewajibkan murid-muridnya menghafal kitab-kitab klasik, kaidah mengenai nahwu, dan ilmu saraf. Sistem pembelajaran di Thawalib yang mengandalkan hafalan membuatnya jenuh. Keadaan inilah yang membawa Hamka berada di perpustakaan umum milik Zainuddin Labai el-Yunusi dan Bagindo Sinarno.

  Pada tahun 1924, Hamka berkunjung ke tanah Jawa selama kurang lebih satu tahun, yang menurut Hamka sendiri telah mampu memberikan semangat baru baginya untuk mempelajari Islam. Rantau pengembaraan pencarian ilmu dari tanah Jawa itu ia mulai mendapat kesempatan mengikuti kursus-kursus yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah dan Syarikat Islam. Dalam kesempatan ini Hamka bertemu dengan Ki Bagus Hadikusumo, di mana Hamka mendapatkan pelajaran tafsir al-

  Qur‟an darinya. Ia juga bertemu dengan H.O.S Cokroaminoto dan mendengar ceramahnya tentang Islam dan sosialisme. Di sampingnya itu ia berkesempatan pula untuk bertukar pikiran dengan beberapa tokoh penting lainnya, seperti Haji Fachruddin dan Syamsul Rijal, tokoh Jong Islamieten Bond, suatu organisasi yang bertujuan mempelajari Islam dan mengajarkan agar ajaran-ajarannya dilaksanakan serta mengembangkan rasa simpatik kepada Islam dan pengikutnya, di samping juga menunjukkan sikap toleran terhadap pemeluk agama lain.

  Pada tahun 1925 beliau pulang ke Padang Panjang, waktu itulah mulai tumbuh bakatnya sebagai pengarang (Hamka, 1983d: 17).

  Buya Hamka menikah saat berumur 21 tahun sedangkan Istrinya, Siti Raham 15 tahun (Yudi Pramuko, 2001: 44). Setelah perkawinannya dengan Siti Raham, ia mengaktifkan diri sebagai pengurus Muhammadiyah cabang Padang. Pada tahun 1933, ia menghadiri Muktamar Muhammadiyah di Semarang, dan pada tahun 1934 ia diangkat menjadi anggota tetap Majlis Konsul Muhammadiyah Sumatera Tengah.

  Kemudian pada tahun 1946, berlangsung konferensi Muhammadiyah di Padang Panjang, dan Hamka terpilih sebagai ketuanya. Situasi ini sangat menguntungkan Hamka, sehingga kebolehannya sebagai penulis dan penceramah bertambah popular.

  Pada saat yang sama, Hamka merupakan figur terkemuka dalam perjuangan revolusioner merebut kemerdekaan nasional di Sumatera Barat dari tahun 1945 sampai 1949, ia pindah ke Jakarta dan diangkat sebagai pejabat tinggi Depag, Hamka memanfaatkan sebagaian besar waktunya untuk mengajar, menulis dan menyunting serta menerbitkan jurnal Panji

  

Masyarakat. Pada tahun 1955, Hamka terpilih menjadi anggota

  konstituante mewakili partai politik modern Islam, Masyumi.Karir politik berakhir dengan dibubarkannya majelis ini oleh presiden Sukarno.

  Di saat Hamka menjadi pejabat tinggi dan penasehat Depag, kedudukan yang memberikan peluang baginya untuk mengikuti konferensi di luar negeri. Pada tahun 1952, pemerintah Amerika Serikat mengundangnya untuk tetap menetap selama empat bulan. Selama kunjungan itu, Hamka mempunyai pandangan yang lebih terbuka terhadap negara-negara non-Islam. Sekembalinya dari Amerika Serikat, Hamka menerbitkan buku perjalanannya Empat Bulan Di Amerika sebanyak dua jilid. Sesudah itu, secara berturut-turut, Hamka menjadi anggota misi kebudayaan ke Muangthai (1953), mewakili Depag untuk menghadiri peringatan mangkatnya Budha di Birma (1954), menghadiri Konferensi Islam di Lahore (1958) dan menghadiri undangan Universitas Al-Azhar Kairo untuk memberikan ceramah tentang pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia. Beberapa hari setelah mengadakan kunjungan tersebut, Hamka melanjutkan perjalanannya ke Saudi Arabia untuk memenuhi undangan raja Saud. Ia melanjutkannya ke Makkah, Jeddah dan ziarah ke makam Rasulullah saw. di Madinah. Setelah itu datanglah berita dari Riyadh yang menyatakan bahwa raja Saud berkenan menerimanya di istananya sebagai tamu. Pada waktu itu pula, datanglah kabar berita dari Mesir di Indonesia, Sayyid Ali Fahmi al-Amrouzi, yang menyatakan bahwa Al-Azhar University telah mengambil keputusan hendak memberinya gelar ilmiah tertinggi dari Al-Azhar University, yaitu Ustadziyah Fakhriyyah, yang sama artinya dengan Doctor Honoris Causa. Kemudian raja Saud meminta Hamka untuk kembali ke Mesir guna menghadiri upacara penyerahan gelar mulia itu, sebab dari ceramahnya tersebut ketika di Al-Azhar University sebelumnya.

  Pada tahun 1960 beliau terpilih menjadi imam besar masjid Al- Azhar. Hamka mendapat tuduhan palsu terlibat percobaan pembunuhan terhadap presiden Sukarno-sebagaimana isu yang berkembang Indonesia pada akhir tahun 2002, bahwa Syeikh Ba‟asyir diisukan merencanakan pembunuhan terhadap presiden Megawati Sukarno Putri- Hamka di tahan pada tahun 1964 (Ahmad Hakim, M. Thalhah, 2005: 26-28). Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia.

  Namun dalam statusnya sebagai tahanan justru Hamka berhasil membuktikan keyakinannya, manusia membutuhkan kemerdekan jiwa dan pikiran, bahwa jeruji penjara tidak mampu mengekang jiwa dan pikiran Hamka yang merdeka, sehingga beliau berhasil menyelesaikan karya monumentalnya tafsir Al Qur‟an yang diberi nama Tafsir Al Azhar yang tersebar hingga mancanegara (Hamka, 2016a: 88). Setelah keluar dari penjara, Hamka dilantik sebagai ahli Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.

  Dua bulan sebelum wafatnya, Hamka yang sejak tahun 1975 menjadi ketua MUI mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Hal ini disebabkan oleh masalah perayaan Natal yang dilakukan bersama dengan penganut agama lainnya, termasuk umat Islam. MUI yang diketahui Hamka telah mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya bagi mereka seorang Muslim untuk mengikuti perayaan Natal, di mana fatwa tersebut mendapat kecaman dari Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwira dan meminta untuk mencabutnya (Ahmad Hakim, M. Thalhah, 2005 : 28-29).

  Siti Raham, istri tercinta Hamka, mendahuluinya pulang ke rahmatullah, tanggal 1 Januari 1972 (Yudi Pramuko, 2001: 44). Sembilan tahun kemudian, Hamka meninggal dunia pada 24 Juli 1981 dalam usia 73 tahun dan dikebumikan di Tanah Kusir Jakarta Selatan, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sampai sekarang ini. Beliau bukan saja diterima sebagai tokoh ulama dan sastrawan di negara kelahirannya, namun sampai keluar negeri termasuk Malaysia dan Singapura.

  Dari sejarah di atas dapat dipahami bahwa Hamka tidak suka terhadap sikap sebagaian ummat Islam yang mengejar kehormatan dan meninggalkan moral Islam, umat Islam hendaknya tetap pada jati dirinya berani membela kebenaran, menimbang segala keputusan penuh dengan pertimbangan maka dengan sikap ini manusia akan menjadi mulia dan berharga diri baik di sisi Allah maupun pandangan manusia, kepribadian Hamka termasuk orang yang memiliki sikap tegas dan lugas. Konsistensi sikapnya yang tegas terlihat dalam upaya mempertahankan idealisme hidupnya “sekali berbakti, sampai mati” dan kemerdekaan berfikirnya yang lugas, karena kelugasannya sering kali ia berhadapan dengan berbagai rintangan, baik terhadap pemerintah ia sering mengkritik kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, keteguhan sikapnya ini sampai-sampai menghantarkan ia ke penjara (1964-1966).

  Dari uraian di atas dapat dilihat bagaimana peranan dan ide-ide pembaharuan modern yang dilakukannya telah ikut andil secara langsung dalam pengembangan pendidikan Islam baik di Minangkabau, Sulawesi Selatan maupun bagi ummat Islam di Indonesia, dengan model pendidikan yang ditawarkannya menempatkannya sebagai seorang yang termasuk reformis muslim Indonesia bahkan melalui ide-ide pembaharuannya ia telah membuka wawasan intelektual muslim dan mensejajarkan pendidikan Islam dengan pendidikan yang dikelola oleh Kolonial Belanda.