HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELARGA DENGAN
PIRNGADI MEDAN SKRIPSI
Oleh Miftahus Sa’adah FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015
HUBUNGAN D DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA GA DENGAN STRES PADA P PASIEN STROKE DI POLIKLINIK IK RSUD. Dr.
PIRNGADI MEDAN SKRIPSI
Oleh Miftahus Sa’adah F FAKULTAS KEPERAWATAN UNI NIVERSITAS SUMATERA UTARA A 2015 F FAKULTAS KEPERAWATAN UNI NIVERSITAS SUMATERA UTARA A 2015
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Dukungan Sosial keluarga dengan Stres pada pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan”. Sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Pada saat penyelesaian skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat :
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. H. Edwan Effendi, M. Sc selaku Direktur Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan.
3. Ibu Erniyati S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
4. Nunung Febriany Sitepu, S.Kep. Ns, MNS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, bimbingan, ilmu, serta memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini dan juga motivasi serta dukungan kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Wardiyah Daulay, S.kep. Ns., M. Kep selaku penguji 1
iv
6. Ibu Rosina Tarigan, S. Kp., M.Kep, Sp. KMB, WOC(ET)N selaku penguji 2
7. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp., MNS.selaku dosen pembimbing akademik
8. Ibu Siti Zahara Nasution, S.kp., MNS, Ibu Lufthiani S.kep. Ns., M.kep dan Bapak Walter, S.Kep, Ns., M.Kep, Sp. Kep J yang telah memvalid kan kuisioner peneliti dan memberikan masukan berharga terhadap penelitian ini.
9. Seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian selama proses berlangsung.
10. Teristimewa kepada kedua orangtua ku tercinta, Ayahanda Muhammad Syafri S. Pd.I dan Ibunda Mawar Lina Nasution S.Pd, yang telah memberikan doa, nasehat, dan dukungan baik moril maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta terimakasih untuk adik-adikku tersayang Afifah Ulya, Ahmad Zawir Akmal dan Izzahtul Mardiah yang telah mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini
11. Teman - teman mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Khususnya teman-teman stambuk 2011 yang telah memberikan semangat dan masukkan dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam menyelesaikan skripsi maupun menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Akhirnya kepada ALLAH SWT penulis berserah diri semoga kita selalu dalam lindungan serta limpahan rahmat-Nya dengan kerendahan hati penulis Akhirnya kepada ALLAH SWT penulis berserah diri semoga kita selalu dalam lindungan serta limpahan rahmat-Nya dengan kerendahan hati penulis
Medan, Juli 2015
Penulis
vi
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1 Skema kerangka konsep .......................................................
xii
Title of the Thesis : Correlation between Family Social Support and Stress in Stroke Patients at the Polyclinic of RSUD Dr. Pirngadi, Medan
Name of Student
: Miftahus Sa’adah
Std. ID Number
Academic Year
ABSTRACT
Family social support is very important to increase health emotion and status, especially in stroke patients in order to avoid the incidence of stress which can decrease their health status. The objective of the study was to find out the correlation between family social support and stroke patients’ stress at the Polyclinic of RSUD dr. Pirngadi, Medan. The study used descriptive correlation method. The samples were 35 respondents, taken by using purposive sampling technique from May 11 to June 11, 2015. The data were gathered by distributing questionnaires about demographic data, family’s social support, and stress. The result of the study showed that 18 respondents (50%) had family’s social support in moderate category, 3 respondents (8.3%) were in bad category, 15 respondents (41.7%) underwent mild stress, 15 respondents (41.7%) underwent moderate stress. And 5 respondents (13.9%) underwent serious stress. It was also found that p-value = 0.000 (p < 0.05) and correlation (r) value = -0.845 which indicated that there was significant but negative correlation between family social support and stress. It is recommended that families should increase social support like moral, emotional, and instrumental support, and evaluation.
Keywords: Family Social Support, Stress, Stroke
xiii
Judul : Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Stres pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan
Nama
: Miftahus Sa’adah
Nim
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun
ABSTRAK
Dukungan sosial keluarga merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan emosional dan status kesehatan individu, salah satunya pada pasien stroke, hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinnya keadaan stres yang dapat mengakibatkan penurunan status kesehatan pada pasien stroke itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pengambilan sampel purposive sampling, yang dilakukan pada tanggal 11 Mei sampai dengan 11 Juni 2015 dengan jumlah responden 35 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuisioner dukungan sosial keluarga dan kuisioner stres. Hasil penelitian diuji dengan spearman rho dan menunjukkan mayoritas dukungan sosial keluarga pasien dalam kategori cukup sebesar 50,0% (18 orang) dan kategori kurang sebesar 8,3% (3 orang) dan stres pada pasien dalam kategori ringan sebesar 41,7%(15 orang),kategori sedang 41,7% (15 orang) dan kategori berat 13,9% (5 orang). Dari hasil penelitian didapat nilai p = 0,000 (p<0,05) dengan nilai korelasi (r) = -0,845 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan stres dengan kekuatan korelasi sangat kuat berpola negatif. Dari penelitian ini disarankan keluarga untuk lebih meningkatkan dukungan sosial
keluarga berupa dukungan informasi,emosional,instrumental dan penilaian
Kata Kunci : Dukungan Sosial Keluarga, Stres, Stroke
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat, stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena gangguan peredaran darah otak (Muttaqin, 2008). Kondisi yang sering dialami oleh seseorang yang terserang stroke cukup beragam, seperti kelumpuhan, perubahan mental, gangguan daya pikir, kesadaran, konsentrasi, fungsi intelektual, gangguan komunikasi, gangguan emosional dan kehilangan indera perasa Vitahealth (2003 dalam Okthavia 2014). Serangan awal stroke umumnya berupa gangguan kesadaran, tidak sadar, bingung, sakit kepala, sulit konsentrasi, disorientasi atau dalam bentuk lain, stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1 atau 2 hari kemudian akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution), stroke yang sangat parah dapat menyebabkan kematian mendadak, pada tahun 1998 stroke merupakan penyebab utama kecacatan dan penyebab kematian nomor dua di dunia dengan lebih dari 5,1 juta angka kematian, perbandingan angka kematian itu dinegara berkembang dengan negara maju adalah lima banding satu, juga tercatat lebih dari 15 juta orang menderita stroke nonfatal (Junaidi, 2011).
Junaidi (2011) menyatakan stroke merupakan masalah medis yang utama bagi masyarakat modern saat ini, diperkirakan 1 dari 3 orang akan terserang stroke dan 1 dari 7 orang akan meninggal karena stroke. Stroke dapat terjadi pada setiap usia, dari bayi baru lahir sampai pada usia sangat lanjut, namun angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia, makin tinggi usia makin banyak kemungkinan untuk mendapatkan stroke, rata-rata dapat dikatakan bahwa angka kejadian (insiden) stroke adalah 200 per 100.000 penduduk, dalam satu tahun, diantara 100.000 penduduk, maka 200 orang akan mendapat stroke (Lumbantobing, 2004).
Lumbantobing (2004) menyatakan, bila angka kejadian stroke menurut usia dikelompokkan sebagai berikut : Pada usia 35-44 tahun, insiden ialah 0,2 per- seribu, pada kelompok usia 45-54 tahun 0,7 perseribu, kelompok usia 55-64 tahun : 1,8 perseribu, kelompok usia 65-74 tahun : 2, 7 perseribu, 75 – 84 tahun : 10,4 perseribu dan 85 tahun keatas 13,9 perseribu, di taksir bahwa dari 1000 orang yang berusia 55- 64 tahun, dalam satu tahun 1,8 orang atau kira kira 2 orang mendapat stroke.
Menurut National Stroke Association (2014) di Amerika Serikat stroke merupakan penyebab utama kematian, menewaskan hampir 130.000 orang setiap tahun. Ada sekitar 7.000.000 penderita stroke di Amerika Serikat diatas usia 20 tahun, stroke dapat terjadi pada siapa saja kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin atau usia. Dari tahun 1997 hingga 2007, angka kematian akibat stroke tahunan jatuh sekitar 34 persen, dan jumlah sebenarnya kematian turun 18 persen Menurut National Stroke Association (2014) di Amerika Serikat stroke merupakan penyebab utama kematian, menewaskan hampir 130.000 orang setiap tahun. Ada sekitar 7.000.000 penderita stroke di Amerika Serikat diatas usia 20 tahun, stroke dapat terjadi pada siapa saja kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin atau usia. Dari tahun 1997 hingga 2007, angka kematian akibat stroke tahunan jatuh sekitar 34 persen, dan jumlah sebenarnya kematian turun 18 persen
Jumlah pasien stroke di Indonesia setiap tahun semakin meningkat terlihat pada Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) jumlah penderita stroke di tahun 2007 usia 45-54 sekitar 8 persen, sedangkan pada tahun 2013 mencapai 10 persen. Selanjutnya jumlah penderita stroke usia 55-64 tahun pada Riskesdas 2007 sebanyak 15 persen, sedangkan pada Riskesdas 2013 mencapai 24 persen. Pada Riskesdas 2013 jumlah penderita stroke pada usia 15-24 tahun sudah ada yakni 0,2 persen dan ini termasuk tinggi. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan angka kejadian stroke menurut data dasar rumah sakit sekitar 63 per 100.000 penduduk usia diatas 65 tahun terserang stroke, sedangkan jumlah penderita yang meninggal dunia lebih dari 125.000 jiwa pertahun (Junaidi, 2011).
Diketahui bahwa stroke merupakan penyebab kematian terbesar ketiga didunia dengan laju mortalitas 18-37 % untuk stroke pertama dan 62 % untuk stroke berulang (Smeltzer, 2002). Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya terlihat bahwa angka kejadian stroke berulang lebih tinggi dan sangat beresiko menyebabkan kematian bagi penderitanya. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke berulang terutama disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (Siswanto, 2007). Peningkatan tekanan darah dapat terjadi karena berbagai faktor salah satu nya stres, dari hasil penelitian Laksono (2011) menyebutkan adanya hubungan tingkat stres dengan kekambuhan pasien hipertensi di Puskesmas Bendosari Sukoharjo dan stres juga merupakan salah satu faktor resiko sebagai
faktor paling berpengaruh terhadap terjadinya stroke, hasil studi dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa stres merupakan salah satu faktor utama pemicu hipertensi, yang merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya serangan stroke Herke (2006 dalam Adienta, 2012). Dalam hasil penelitian Adienta dan Handayani (2012) juga menyebutkan bahwa kejadian stres pada pasien stroke di RSUP. Dr. Kariadi Semarang cukup tinggi, dari 90 responden yang diteliti terdapat 71 orang mengalami stres. Kemudian dari fakta inilah yang menjadi salah satu alasan bahwa stres perlu mendapatkan perhatian khusus dari setiap penderita stroke.
Taylor, Peplau, & Sears (2009) menyatakan pengalaman stres dapat menjadi masalah bukan hanya karena menimbulkan tekanan emosional dan ketegangaan fisik, tetapi bisa menimbulkan penyakit. Terjadinya serangan stroke berulang pada penderita stroke umumnya dipicu dari spikologis pasien yang merasa menyerah terhadap penyakit dan kondisi tubuhnya yang mengalami kecacatan atau kelumpuhan jangka panjang pasca stroke, sehingga penderita tidak dapat melakukan aktivitas dan berperan seperti sebelumnya, hal ini juga dapat menimbulkan stres pada pasien stroke.
Dalam keadaan ini lah keluarga sangat diperlukan untuk meningkat kan semangat dan harapan hidup pasien. Motivasi penderita mungkin akan lebih meningkat jika penderita merasa adanya cinta keluarga, bahwa dengan keadaan apapun keluarga bisa tetap mengerti dan mencintai dirinya. Hal tersebut dapat diperoleh dengan memberikan dukungan sosial pada penderita stroke, dimana dukungan sosial bisa diberikan melalui beberapa cara dan salah satunya dengan
memberikan perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta, atau empati, dan dukungan sosial ini juga menurunkan kemungkinan sakit dan mempercepat pemulihan dari sakit (Taylor, et all., 2009). Selain dengan memberikan perhatian emosional dukungan sosial juga dapat diberikan dengan memberikan perhatian melalui dukungan informasi, dukungan instrumental dan dukungan penilaian. Dukungan sosial dapat diberikan oleh siapa saja terutama keluarga dimana keluarga sebagai orang terdekat. Dengan memberikan dukungan sosial dalam situasi penuh stres, teman-teman dan keluarga dapat menenangkan bahwa ia adalah orang yang berharga yang dicintai oleh orang lain. Orang-orang dengan dukungan sosial tinggi dapat memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi yang membuat mereka tidak mudah diserang stres Abdullah & Amrullah (2014). Rusmini (2003 dalam Hasan & Rufaidah, 2013) juga menyatakan bahwa dukungan dari lingkungan sosial keluarga dapat meringankan rasa sakit pada penderita stroke sebagai bentuk pengobatan secara psikis bagi penderita. Oleh karena itu terlihat bahwa dukungan sosial berperan penting terhadap pemulihan penyakit kemudian dapat menurunkan dan mencegah stres bagi seseorang terutama mereka yg terkena penyakit tertentu seperti stroke.
2. Rumusan Masalah.
Dari berbagai pernyataan diatas peneliti tertarik untuk melihat bagaimana hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres yang terjadi pada pasien stroke.
3. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan penelitian yaitu :
3.1. Untuk mengidentifikasi dukungan sosial keluarga pada pasien stroke.
3.2. Untuk mengidentifikasi stres pada pasien stroke
3.3. Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke
4. Pertanyaan Penelitian.
Adapun pertanyaan penelitian yaitu :
4.1. Bagaimana dukungan sosial keluarga pada pasien stroke ?
4.2. Bagaimana stres pada pasien stroke?
4.3. Adakah hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke?
5. Manfaat Penelitian.
5.1. Pendidikan keperawatan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi mahasiswa keperawatan dan untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan dukungan sosial keluarga terhadap stres pasien stroke.
5.2. Pelayanan keperawatan. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi
perawat yang berada dirumah sakit di ruang rawat inap stroke ataupun di perawat yang berada dirumah sakit di ruang rawat inap stroke ataupun di
5.3. Penelitian keperawatan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber data untuk penelitian
selanjutnya tentang hubungan dukungan sosial keluarga terhadap stres pada pasien stroke.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1.Konsep Dukungan Sosial Keluarga
1.1. Defenisi Dukungan Sosial
King (2010) menyatakan dukungan sosial (sosial support) adalah informasi dan umpan balik dari orang lain menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai, dan dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal balik. Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Abdullah dan Amrullah, 2014).
Dukungan sosial bisa diberikan melalui beberapa cara, pertama perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta, atau empati (Taylor, et all., 2009). Kajian psikologi kesehatan menunjukkan bahwa hubungan yang suportif secara sosial juga bisa meredam efek stres, membantu orang mengatasi stres dan menambah kesehatan (Sarason & Gurung, 1997 dalam taylor, et all., 2009).
1.2. Definisi Keluarga
Bailon dan Maglaya (1989 dalam Setiadi, 2008) menyatakan keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, Bailon dan Maglaya (1989 dalam Setiadi, 2008) menyatakan keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah,
Keluarga merupakan sistem sosial karena terdiri dari kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai peran sosial yang berbeda dengan ciri saling berhubungan dan tergantung antar individu (Suprajitno, 2004). Dalam Friedman (1998) menyatakan bahwa keluarga menunjukkan kepada dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
1.3. Dukungan Sosial Keluarga.
Friedman (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan.
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu
siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/ istri atau dukungan dari saudara kandung, sedangkan dukungan sosial eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan sosial keluarga), Sebuah jaringan sosial keluarga secara sederhana adalah jaringan kerja sosial keluarga inti itu sendiri (Friedman, 1998).
Wade dan Travis (2007) menyatakan dukungan sosial dari teman, keluarga dan oranglain sangat berperan dalam mempertahankan kesehatan dan kesejahteraan emosional, Orang yang memiliki teman- teman baik, kontak sosial yang luas, dan jejaring dengan anggota masyarakat lain memiliki kesehatan yang lebih baik dan berumur lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliknya.
1.4. Bentuk Dukungan Sosial Keluarga.
Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/ istri atau dukungan dari saudara kandung. Smet (1994 dalam Setiadi, 2008) menyatakan, setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain:
a. Informatif yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.
b. Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik, empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhan, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.
c. Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan- persoalan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-lain.
d. Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang pada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian positif.
2.Konsep Stres
2.1. Definisi Stres
Stres adalah pengalaman emosi negatif yang diiringi dengan perubahan fisiologis biokimia, dan behavioral yang dirancang untuk mereduksi atau menyesuaikan diri terhadap stresor dengan cara memanipulasi situasi atau
mengubah stresor atau dengan mengakomodasi efeknya (Baum, 1990 dalam Taylor, et all., 2009).
Stres adalah isu kesehatan utama karena ia menyebabkan tekanan psikologis dan dapat berpengaruh buruk bagi kesehatan, tetapi stres tidak tergantung dalam situasi, namun merupakan konsekuensi dari penilaian seseorang atas situasi. Kejadian yang negatif, tidak dapat dikontrol, ambigu, dan tidak dapat dipecahkan adalah kejadian yang paling mungkin dianggap sebagai penyebab stres (Taylor, et all., 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu respon tubuh terhadap tekanan yang berasal dari luar maupun diri sendiri yang dapat menyebabkan terganggunya sistem tubuh baik secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual.
2.2. Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Stres
Hal-hal yang menyebabkan stres disebut dengan stresor. Bentuk stresor ini dapat terjadi baik dari kondisi tubuh, pikiran maupun lingkungan disekitar. Stresor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya (Patel, 1996 dalam Nasir dan Muhith, 2011).
2.3. Respon Terhadap Stres.
2.3.1. Respon Fisiologis.
Menurut Selye (1976 dalam Potter & Perry, 2005) menyatakan bahwa terdapat dua respon fisiologis terhadap stres, sindrom adaptasi local (LAS) dan sindrom adaptasi umum (GAS). LAS adalah respon dari jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stres karena trauma, penyakit, atau perubahan fisiologis lainnya, Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan respon terhadap tekanan. Ada beberapa karakteristik LAS yaitu, respon yang terjadi adalah setempat (tidak melibatkan seluruh sistem tubuh), responnya adaptif (stresor di perlukan untuk menstimulasinya), jangka pendek (tidak terdapat terus menerus) dan restoratif (LAS membantu dalam memulihkan hemeostasis bagian tubuh),
GAS adalah respon pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stres dan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres, respon ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin (Selye, 1976 dalam Potter & Perry, 2005). Respon tubuh terhadap stimulus apapun yang mengakibatkan stres terjadi dalam tiga tahap yaitu :
a. Tahap pertama yaitu reaksi peringatan yang termasuk disini adalah efek aktivasi sistem saraf otonom dan mempunyai karakteristik adanya penurunan resistensi tubuh terhadap stres.
b. Tahap kedua resistensi dimana hipofisis terus mengeluarkan ACTH, yang kemudian merangsang korteks adrenal untuk mensekresi glukokortikoid, yang penting untuk resistensi terhadap stres karena glukokortikoid merangsang konversi lemak dan protein menjadi glukosa yang menghasilkan energi untuk mengatasi stres.
c. Tahap ketiga yaitu tahap kelelahan dimana ketika stres yang khusus tersebut terus berlanjut, kemampuan tubuh untuk menahannya dan untuk menghindari stres yang lain pada akhirnya akan gagal.
2.3.2. Respon Psikologis.
Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa ketika seseorang terpajan pada stresor, maka kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan darah terganggu. Gangguan atau ancaman ini, baik yang aktual atau yang di serap, menimbulkan frustasi, ansietas, dan ketegangan. Perilaku adaptif psikologi individu membantu kemampuan seseorang untuk menghadapi stresor.
Hasil riset Lazarus terhadap stres psikologis merupakan model koqnitif yang memberikan penekanan pada perbedaan individu pada cara
menerima stres (Lazarus 1966 dalam Niven 2002). Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa perilaku adaptif psikologis disebut juga sebagai mekanisme koping. Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaan tehnik pemecahan masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman, atau dapat juga mekanisme pertahanan ego yang tujuannya adalah untuk mengatur distres emosional dan dengan demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan stres. Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stres secara tidak langsung.
2.4. Proses Adaptasi Terhadap Stres.
2.4.1. Indikator Fisiologis
Stres dapat terlihat secara objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Tanda vital biasa nya meningkat, dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat atau berkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stres. Hubungan antara stres psikologis dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset menunjukkan bahwa stres dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Situasi stres ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan fisiologis kronis, tetapi stres sedang dan berat dapat menimbulkan risiko penyakit medis atau memburuknya penyakit kronis (Kline-Leidy, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).
a. Situasi stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan, situasi seperti ini biasa nya berlangsung beberapa menit atau jam.
b. Situasi stres sedang, berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga.
c. Situasi stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun seperti, perselisihan yang terus menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan semakin lama nya situasi stres maka makin tinggi risiko kesehatan yang di timbulkan (Wiebe & Williams, 1992 dalam Potter & Perry, 2005)
2.4.2. Indikator Perkembangan Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan
untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Stres berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrim, stres yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan.
2.4.3. Indikator Perilaku Emosional.
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien, stres mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Reaksi terhadap stres yang berkepanjangan di tetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stresor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran , konsep diri dan ketabahan, yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stres.
2.4.4. Indikator Intelektual kemampuan individu untuk mendapatkan pengetahuan atau
keterampilan baru mengalami gangguan dan penilaian koqnitif individu terhadap yang situasi juga mungkin menjadi tidak akurat. Selain itu, kemampuan klien untuk secara efektif memecahkan masalah menurun. Stres intelektual akan menganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah Abdullah & Amrullah (2014).
2.4.5. Indikator Sosial
Mengkaji stresor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya tipe dan kualitas interaksi sosial yang ada.
2.4.6. Indikator Spiritual
orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stres dalam banyak cara, tetapi stres dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stres yang berat dapat mengakibatkan kemarahan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stresor sebagai hukuman.
2.5. Tanda dan Gejala Stres
Looker & Gregson (2005) membagi tanda-tanda stres menjadi dua yaitu tanda stres yang baik (eustress) dan stres yang buruk (distres). Tanda- tanda distress dibagi menjadi tanda fisik dan mental.
a. Tanda fisik yang dirasakan seperti merasakan detak jantung berdebar- debar, sesak nafas, mulut, nausea, diare, sembelit, perut kembung, ketegangan otot kegelisahan, hiperaktif, mengigit kuku, mengetok jari, meremas-remas tangan, lelah, capek, lesu, sulit tidur, merasa sedih, sakit kepala, sering sakit flu, berkeringan khususnya ditelapak tangan dan bibir atas, merasa gerah, tangan dan kaki dingin, sering ingin kencing, makan berlebihan, kehilangan selera makan, lebih banyak merokok.
b. Tanda mental yang muncul seperti cemas, kecewa, menangis, rendah diri, gelisah, depresi, tidak sabar, mudah tersinggung dan berlebihan, frustasi, bosan, merasa salah, tertolak, terabaikan, kehilangan ketertarikan pada penampilan sendiri, kesehatan, makanan, seks, harga diri rendah, polifasis (mengerjakan banyak hal sekaligus), tergesa-gesa,
sulit berfikir jernih, berkonsentrasi dan membuat keputusan, rentan berbuat kesalahan dan melakukan kecelakaan, punya banyak hal untuk dikerjakan dan tidak tahu dimana memulainya sehingga mengakhiri segala sesuatunya tanpa hasil dn beralih dari satu tugas ke tugas lainnya, marah, melawan, agresif, pelupa, kurang kreatif, irrasional, menunda-nunda pekerjaaan, dll.
Kemudian tanda-tanda eustress atau stres yang baik seperti euforik, terangsang, tertantang, bersemangat, membantu, memahami, ramah, akrab, mencintai, bahagia, tenang, terkontrol, yakin, kreatif, efektif, efisien, jelas dan rasional dalam pikiran dan keputusan, bekerja keras, senang, produktif, riang, dan sering tersenyum (Looker & Gregson , 2005)
2.6. Stres dan Penyakit
National Safety Council (2004) menyatakan bahwa hubungan antara stres dan penyakit bukan lah hal baru, selama berabad-abad para dokter telah menduga bahwa emosi dapat mempengaruhi kesehatan seseorang secara berarti, diawal tahun 1970-an ada dugaan bahwa dari semua penyakit dan kesakitan yang terjadi, 60% nya berkaitan dengan stres dan berdasarkan temuan terbaru tentang interaksi pikiran tubuh diperkirakan bahwa sebanyak
80 % dari semua masalah yang berkaitan dengan kesehatan disebabkan atau diperburuk oleh stres.
3.Konsep Stroke
3.1. Definisi
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Menurut National Stroke Association (2007) stroke atau serangan otak terjadi ketika sebuah gumpalan darah menyumbat pembuluh darah arteri (pembuluh darah yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh) atau pembuluh darah vena (sebuah pipa yang memindahkan darah ke jantung dari tubuh) keduanya istirahat, mengganggu aliran darah ke otak.
Shimberg (1998) menyatakan stroke adalah hasil penyumbatan yang tiba- tiba saja terjadi, yang disebabkan oleh penggumpalan, perdarahan, atau penyempitan pada pembuluh darah arteri, sehingga menutup aliran darah ke bagian-bagian otak.
3.2. Etiologi
Stroke disebabkan oleh dua masalah utama pada pembuluh darah otak yaitu terjadinya penyumbatan pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah ke otak biasa disebut dengan stroke iskemik dan dikarenakan adanya perdarahan diotak yang disebabkan oleh pecah nya pembuluh darah otak disebut dengan stroke hemoragik.
Menurut Muttaqin (2008) penyebab terjadinya stroke antara lain:
a. Trombosis Serebral.
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orangtua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk pada
48 jam setelah thrombosis.
b. Hemoragi.
Perdarahan intrakranial atau intra erebral termasuk perdrahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penenkanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah hipertensi yang parah, henti jantung paru-paru dan curah jantung akibat aritmia.
d. Hipoksia Setempat. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid dan vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
3.3. Patofisiologi
Batticaca (2008) menyatakan, setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia, hipoksia yang berlangsung lama ini dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen, sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak. Jika aliran darah ke tiap otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran, sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neoron- neoron, area yang mengalami nekrosis disebut infark.
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Suplai darah ke otak dapat berubah ( makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vascular) atau karena gangguan umum ( hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Ateroskleroris sering sebagai factor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008)
Batticaca (2008) menyatakan, perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau kedalam jaringan otak sendir. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degenaratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan thrombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulang merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7- 10 hari setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulang mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak, perdarahan ini akan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak (Batticaca, 2008)
3.4. Tanda dan Gejala.
Junaidi (2011) menyatakan serangan awal stroke umumnya berupa gangguan kesadaran tidak sadar, bigung, sakit kepala, sulit konsentrasi, disorientasi, atau dalam bentuk lain, gangguan kesadaran dapat muncul dalam bentuk lain berupa perasaan ingin tidur, sulit mengingat, penglihatan kabur, dan sebagainya.
Lumbantobing (2004) menyatakan, bila bagian- bagian dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu, bila bagian yang berpartisipasi dalam berbicara yang terganggu, maka penderitanya menjadi tidak dapat berbicara, demikian juga halnya bila bagian-bagian lain yang terganggu, dapat mengakibatkan penderitanya menjadi lumpuh separuh badan, tidak merasa separuh badan, bicara menjadi pelo, pelupa dan lain sebagainya.
3.5. Dukungan dan Peran Keluarga Pada Penderita Stroke.
Seseorang yang mengalami stroke sering merasa kesepian meskipun ia tidak memperlihatkannya. Ketika fisik dan mentalnya semakin pulih, mungkin ia akan makin khawatir dan mudah tersinggung. Terkadang ia merasakan seperti orang gila saja terutama kejengkelannya tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari dan kata-kata yang diucapkan tidak dimengerti orang lain walaupun pada umumnya tingkat intelejensinya tidak terpengaruh. Untuk itulah anggota keluarga coba untuk memahami apa yang sedang dihadapi pasien. Keluarga diminta untuk menerima keadaan dan adaptasi ulang merupakan hal
yang penting dalam mempertahankan kehidupan keluarga dalam menghadapi keadaan baru (Junaidi, 2011). Kemudian keluarga sangat berperan penting sebagai salah satu sumber pendukung bagi pasien stroke. Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa di sini keluarga dapat memberikan dorongan pada pasien untuk datang ke kelompok stroke yang ada dikomunitas pasien untuk memberikan perasaan saling memiliki dan kebersamaan dengan orang lain, dan berikan dorongan untuk meneruskan hobi, minat –minat rekreasional dan hiburan, serta berhubungan dengan teman untuk mencegah isolasi sosial.
Junaidi (2011) menyatakan, ada beberapa cara yang dapat anda lakukan untuk berkomunikasi dan mengurangi kekuatiran yaitu dengan cara sering berkunjung saja sudah merupakan suatu yang sangat berguna bagi pasien, anda mungkin tidak perlu banyak bicara anda bisa bawakan bahan bacaan untuknya dan mungkin foto keluarga yang juga dapat dibawa, kemudian saat bertemu jangan bicara terus-menerus, tetapi beritahukanlah hal-hal yang terjadi disekitar anda dan dirumah, layaknya anda berbicara kepada orang yang sehat.
3.6. Stres Pada Penderita Stroke
Stroke dapat mengakibatkan dampak yang banyak mengubah kehidupan penderita dari kondisi sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian World Health Organization (2003) menyebutkan bahwa seperlima sampai dengan setengah dari penderita stroke mengalami kecacatan menahun yang mengakibatkan munculnya keputusasaan, merasa diri tak berguna, tidak ada gairah hidup, disertai keinginan berbicara, makan dan bekerja yang menurun selanjutnya
perubahan fisik yang terjadi pada penderita stroke meningkatkan stres, tegang, cemas dan frustasi (Hasan & Rufaidah, 2013).
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian adalah suatu hubungan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang akan diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke di Poliklinik RSUD Dr. Pirngadi Medan. Adapun kerangka penelitian hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres adalah:
Dukungan Sosial Keluarga Pasien Stroke dalam
Stres pada Pasien Stroke: bentuk :
• Ringan Baik
• • Sedang
• Cukup • Berat • Kurang
Skema 3.1 Kerangka penelitian hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan
Ket : : Variabel yang di teliti : Hubungan yang di teliti
2. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.
No Variabel
hasil Ukur Skala .
Definisi Operasional
Alat Ukur
1. Jika skor jawaban Ordinal sosial keluarga adalah dukungan yang kuisioner
1. Dukungan
Dukungan sosial keluarga Menggunakan
responden 0 - 20 pada
dukungan stroke.
pasien nyata
atau
perilaku pernyataan yang maka
seseorang yang diberikan berjumlah
orang dengan pilihan dinyatakan kurang
terdekat terhadap pasien jawaban
tidak
2. Jika skor jawaban
stroke yang bersifat selalu pernah = 0,
responden 21 - 40
memberikan pertolongan kadang-kadang =
sosial keluarga di
keuntungan
emosional Sering sekali =
nyatakan cukup
yang
berpengaruh 3.
terhadap tingkah laku
3. Jika skor jawaban
penerima
dan
responden 41 - 60
menunjukkan peningkatan
sosial keluarga di
penerimannya,yang terdiri
nyatakan baik.
dari beberapa komponen yaitu:
dukungan penilaian.
1. Jika skor jawaban Ordinal pasien Stroke
2. Stres pada Stres merupakan reaksi Kuisioner yang
tubuh seseorang terhadap digunakan terdiri responden
dapat dari
18 maka stres yang dialami
sistem dengan pilihan
tubuh baik secara fisiologi jawaban
tidak
2. Jika skor jawaban responden
18-34
maupun
psikososial, pernah=
maka stres yang
dalam bentuk fisik, kadang-kadang = dialami adalah emosional,
intelektual, 1,sering = 2, sedang
sosial dan spiritual.
sering sekali = 3.
3. Jika skor jawaban responden
35-51 maka stres yang dialami adalah berat
3. Hipotesa Penelitian.
Hipotesa dalam penelitian ini adalah :
- Ho = tidak ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan stres yang di alami pada pasien stroke. - Ha = ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan stres yang di alami pada pasien stroke. Hasil yang diharapkan pada penelitian ini adalah menerima Ha dan
menolak Ho, artinya bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke.
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif yaitu jenis penelitian yang memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap suatu situasi dan menunjukkan hubungan antara berbagai variabel, dengan mengidentifikasi berbagai variabel yang ada pada responden yang sama (Nasution, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan dukungan sosial keluarga terhadap stres pada pasien stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan di Poliklinik RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2. Populasi, Sampel dan Tehnik sampling.
2.1. Populasi Penelitian.
Populasi dalam penelitian merupakan subjek yang memenuhi kriteria yang telah di tetapkan (Nursalam, 2009). Populasi pada penelitian ini adalah pasien stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Diketahui terdapat 623 pasien rawat jalan yang mengunjungi Poli stroke RSUD. Dr. Pirngadi Medan dihitung sejak bulan Januari sampai bulan Oktober 2014, dan perbulannya terhitung ada sekitar 52 pasien rawat jalan baik stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik.
2.2. Sampel dan Tehnik Sampling.
Sampel merupakan bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2009). Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, pengambilan sample secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dilakukan pada pasien yang sedang menjalani pengobatan rawat jalan di Poli Stroke Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan, Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin yaitu :
1 + N( )
Keterangan :
n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi
d = Ketetapan relatif yang ditetapkan oleh peneliti 0,1 (10%) Diketahui :
N = 52
d = 0,1
= 1 + N(d)
Maka sampel pada penelitian ini adalah 35 responden
Kriteria Inklusi sampel adalah :
a. Pasien stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan di Poli Stroke RSUD. Dr. pirngadi.
b. Pasien yang baru pertama kali terserang stroke (stroke hemoragik dan non hemoragik).
c. Pasien stroke yang mampu berkomunikasi dengan baik dan benar.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian.
RSUD. Dr. Pirngadi Medan dipilih sebagai tempat penelitian dengan mempertimbangkan bahwa rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan dari daerah-daerah yang ada di Sumatera Utara sehingga diperkirakan akan mudah untuk medapat kan subjek penelitian, selain itu rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2015.
4. Pertimbangan Etik Penelitian
Pengumpulan data dilakukan setelah terlebih dahulu peneliti mengajukan permohonan ijin pelaksanann penelitian pada institusi pendidikan yaitu di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan kemudian permohonan ijin penelitian yang telah diperoleh dikirimkan ke bagian bidang penelitian yang berada di RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Hidayat (2007) menyatakan bahwa ada pertimbangan etik yang perlu diperhatikan pada saat penelitian yaitu: 1. inform consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta penelitian, maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan, 2. Anonymity, dalam penelitian ini tidak mencantumkan nama responden pada lembar persetujuan data, tetapi memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan, 3.Confidentially, penelitian menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Data- data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
5. Instrumen Penelitian.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan skala likert. Proses penyusunan kuesioner mengacu kepada penelitian- penelitian sebelumnya dan disesuaikan serta dikembangkan oleh peneliti dengan melihat kerangka konsep dan tinjauan pustaka. Instrumen penelitian berupa kuesioner terdiri dari tiga bagian yang berisi data demografi, dukungan sosial keluarga dan kuesioner untuk mengetahui tingkat stres pasien stroke.
5.1. Kuisioner data demografi.
Data demografi digunakan untuk memperoleh data demografi responden yang terdiri dari kode responden, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan lama pasien menderita stroke.
5.2. Kuisioner dukungan keluarga
Pengukuran dalam kuisioner dukungan sosial keluarga menggunakan skala likert. Kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial keluarga yang terjadi pada pasien stroke. Kuisioner dukungan sosial keluarga ini terdiri dari 20 butir pernyataan,yang terbagi dalam 5 pernyataan yaitu dukungan informasi (nomor 1-5), 5 pernyataan dalam dukungan emosional (nomor 6-10), 5 pernyataan dalam dukungan instrumental (nomor 11- 15), dan