HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini, peneliti akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan dukung sosial keluarga dengan stres pasien stroke yang menjalani rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.
1. Hasil
Penelitian ini telah dilakukan mulai dari tanggal 11 Mei sampai dengan 11 Juni 2015 di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Jumlah responden sebanyak
35 orang responden, responden pada penelitian ini adalah pasien stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan. Tehnik pengumpulan data terhadap responden dengan cara membagikan kuisoner yang berisikan 20 pernyataan tentang dukungan sosial keluarga dan 17 pernyataan tentang stres. Hasil penelitian ini menguraikan karekteristik data distribusi karakteristik demografi, dukungan sosial keluarga, stres pada pasien stroke dan mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien yang menjalani pengobatan rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan
1.1 Data Demografi
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi data demografi berdasarkan karakteristik responden pasien stroke yang menjalani rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan (n=35)
Persentase (%) Usia
0 0 Jenis Kelamin
Laki-laki
19 54.3 Perempuan
16 45.7 Pendidikan Terakhir
19 52.8 Perguruan Tinggi
13 36.1 Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil
14 40 Pegawai Swasta
1 2.9 Tenaga Kesehatan
0 0 Wiraswasta
20 57,1 Riwayat stroke
Dari hasil diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 60 sampai dengan 74 tahun yakni sebanyak 29 responden (69,4%) dengan mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang responden (52,8%). Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan pada jenjang SMP
sebanyak 19 responden (54,3 %). Kemudian mayoritas memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 20 responden (57,1 %) dan sebagian besar dari mereka mempunyai riwayat stroke selama 1 – 3 tahun sebanyak 17 orang (48,6 %).
1.2 Dukungan Sosial Keluarga
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan tingkat dukungan sosial keluarga pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan (n= 35)
Persentase (%) Keluarga Kurang
Dukungan Sosial
Dari hasil pada tabel 5.2 diatas mengenai distribusi frekuensi dan persentase dukungan sosial keluarga pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan, menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memberikan dukungan sosial keluarga yang cukup kepada pasien stroke yaitu sebanyak 18 responden dengan persentase sebanyak 50 %, dan keluarga yang memberikan dukungan sosial yang baik sebanyak 14 orang dengan persentase 38,9 % dan yang menunjukkan dukungan sosial keluarga kurang hanya 3 orang responden dengan persentase 8,3 %.
1.3 Stres pada pasien stroke Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase stres yang terjadi pada
pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan (n=35)
Stres pada pasien stroke
Persentase (%) Ringan
Data distribusi frekuensi stres yang dialami pasien stroke dipoliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan dijelaskan pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas stres yang dialami pasien stroke adalah stres ringan dan sedang, stres ringan yang dialami pasien stroke sebanyak 15 responden dengan persentase 41,7% dan stres sedang yang dialami pasien stroke juga sebanyak
15 responden yaitu dengan persentase 41,7%, sedangkan pasien yang menunjukkan mengalami stres berat sebanyak 5 orang responden dengan persentase 13,9 %.
1.4 Hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.
Tabel 5.4 Hasil analisa hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres
pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada bulan Mei – Juni di Poliklinik RSUD. Dr. Pingadi Medan
Variabel
Dukungan sosial
0.000 keluarga Stres α = 0.01(2-tailed)
Analisa hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan diukur dengan menggunakan uji korelasi spearman rho. Analisa data dilakukan dengan uji korelasi spearman rho didapat koefisien korelasi (r) antara Hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan yaitu (r) -0,845 dengan tingkat signifikan (p) 0,000 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke yang menjalani rawat jalan, dengan kekuatan hubungannya sangat kuat yang berpola negatif dalam arti semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin rendah stres yang dialami pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.
2. Pembahasan
2.1 Dukungan sosial keluarga pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan
Dukungan sosial keluarga merupakan sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan (Friedman, 1998). Dengan adanya dukungan sosial maka individu akan lebih optimis dalam menghadapi kehidupan saat ini atau masa yang akan datang (Hasan dan Rufaidah, 2013).
Hasil analisa data mengenai dukungan sosial keluarga pada penderita stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan terhadap 35 responden, seluruh responden yang ditemukan dalam penelitian ini adalah responden lanjut usia, batas usia pada lanjut usia menurut WHO yaitu: usia pertengahan (middle age)
45- 59 tahun, usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, usia lanjut tua (old) 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) >90 tahun (Nugroho,2006 dalam Wati, 2012). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas memiliki dukungan sosial keluarga yang cukup yaitu sebanyak 18 responden dengan persentase yakni 50%, dan yang memiliki dukungan sosial keluarga baik terdapat sebanyak 14 responden dengan persentase yakni 38,9 %, sedangkan pasien yang memiliki dukungan sosial keluarga yang kurang hanya 3 orang responden dengan persentase yakni 8,3 %. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hasan dan Rufaidah (2013) yang menyatakan bahwa dalam penelitiannya pasien stroke memiliki dukungan sosial keluarga yang cukup dan menurut peneliti bahwa adanya interaksi atau hubungan yang diberikan pada penderita stroke dari lingkungan sosial penderita dalam bentuk pemberian saran, informasi, nasehat, perhatian, dan persetujuan. Dukungan sosial yang cukup bermanfaat untuk menurunkan kemungkinan sakit dan mempercepat kesembuhan baik secara fisik maupun secara psikologis (Rufaida dalam Hasan dan Rufaidah, 2013).
Taylor, Peplau dan Sears ( 2009) menyatakan bahwa dukungan sosial bisa efektif dalam mengatasi tekanan psikologis pada masa-masa sulit dan menekan kemudian dukungan sosial juga dapat menurunkan sakit. Dukungan sosial juga
membantu memperkuat fungsi kekebalan tubuh mengurangi respon fisiologis terhadap stres dan memperkuat fungsi untuk merespon penyakit kronis dan dukungan sosial juga dapat mempengaruhi kebiasaan sehat dan perilaku sehat.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Amelia (2013) bahwa dalam penelitiannya terdapat dukungan keluarga yang baik yang diberikan pada penderita stroke. Dukungan sosial yang baik yang diberikan oleh keluarga akan sangat mempengaruhi proses penyembuhan kesehatan pasien stroke, Menurut Setiadi (2008) efek dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi koqnitif, fisik, dan kesehatan emosi.
Dukungan sosial keluarga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dari karakteristik demografi , dalam penelitian ini karakteristik yang dapat diuraikan peneliti yang berhubungan dengan dukungan sosial keluarga pasien, seperti usia dan riwayat sakit stroke. Karakteristik usia dalam penelitian ini diketahui bahwa terdapat 66,7 % responden dewasa akhir dengan rentang usia
61 tahun sampai 85 tahun, menurut Sarafino (1998 dalam Saputri dan Indrawati, 2011) menyatakan dukungan atau bantuan yang dibutuhkan oleh lanjut usia bisa didapatkan dari bermacam-macam sumber seperti keluarga, teman, dokter atau profesional dan organisasi kemasyarakatan. Dukungan sosial didefinisikan sebagai keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk memberi bantuan, semangat, penerimaan dan perhatian, sehingga bisa
meningkatkan kesejahteraan hidup bagi individu yang bersangkutan. Dalam Pandith, Hamzah dan Anggina (2010) juga mengatakan bahwa faktor usia dapat mempengaruhi dukungan sosial yang diberikan keluarga dimana rentang usia 41-65 tahun menunjukan pada tahap perkembangan dewasa akhir yang sudah mulai menua atau memasuki tahap perkembangan usia lansia. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap penurunan fungsi tubuh sehingga keluarga menjadi semakin khawatir dengan keadaan pasien. Oleh karena itu keluarga mereka merasa sangat memberikan dukungan yang positif terhadap pasien baik dukungan informasional, emosional, instrumental dan penilaian (appraisal)
Riwayat stroke yang di derita pasien stroke mayoritas sebanyak 69,5 % mengalami stroke mulai dari 1 tahun sampai dengan 10 tahun menderita stroke, menurut penelitian Sembiring (2010) menyatakan bahwa penderita stroke yang memiliki riwayat lama terserang stroke dari 1- 10 tahun berdasarkan pemilihan coping individu dalam menyelesaikan masalah responden lebih banyak memilih strategi coping Problem Focused yaitu Coping Stress yang dengan mekanisme penyesuaian diri terhadap tekanan atau kesulitan yang dihadapi dengan cara mencari dukungan sosial, menghambat tingkah laku destruktif dan penggunaan akal yaitu melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih produktif.
2.2. Stres yang dialami pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi
Medan. Stres adalah isu kesehatan utama karena ia menyebabkan tekanan
psikologis dan dapat berpengaruh buruk bagi kesehatan, tetapi stres tidak
tergantung dalam situasi, namun merupakan konsekuensi dari penilaian seseorang atas situasi. Kejadian yang negatif, tidak dapat dikontrol, ambigu, dan tidak dapat dipecahkan adalah kejadian yang paling mungkin dianggap sebagai penyebab stres (Taylor, et all., 2009). Riset menunjukkan bahwa stres dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Situasi stres ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan fisiologis kronis, tetapi stres sedang dan berat dapat menimbulkan risiko penyakit medis atau memburuknya penyakit kronis (Kline-Leidy, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).
Hasil penelitian stres pada penderita stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan terhadap 35 responden didapat bahwa 15 responden mengalami stres ringan dengan persentase 41,7 % dan 15 responden mengalami stres sedang dengan persentase 41,7 % sedangkan pasien stroke yang mengalami stres berat sebanyak 5 responden dengan persentase 13,9 %. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Adienta dan Handayani (2012) mengatakan responden yang mengalami stres ringan dan sedang hampir sama jumlahnya baik penderita stroke berulang maupun tidak berulang, dan peneliti juga mengatakan hasil penelitiannya menggambarkan bahwa penderita stroke berulang lebih banyak mengalami stres dibandingkan penderita stroke tidak berulang, penelitian tersebut mendukung kriteria inklusi penelitian ini dimana yang menjadi responden hanya pasien yang pertama kali terserang stroke.
Sedangkan lima responden yang mengalami stres berat bisa disebabkan oleh beberapa hal, menurut Luckman dan Sorensen (1993 dalam Hariyati at.,all., 2004) menyatakan bahwa Stres dapat pula muncul pasca serangan akut stroke berupa penolakan diri, rendah diri, marah, depresi, dan dihantui bayang- bayang kegagalan fungsi dan kematian. Stres pada pasien dan keluarga umumnya disebabkan karena kecemasan dan ketidaktahuan tentang kondisi penyakitnya, kondisi ini akan lebih berat jika pasien tidak mendapat dukungan dari keluarga. Dari hasil penelitian terlihat bahwa lima orang pasien yang mengalami stres berat mempunyai dukungan sosial keluarga yang cukup dan kurang.
Stres dapat dipengaruhi beberapa faktor dari karakteristik demografi dalam penelitian ini, karakteristik yang dapat diuraikan peneliti adalah usia, stroke dapat terjadi pada setiap usia namun angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Puncak kasus stroke ada pada usia 35-60 tahun, usia juga berpengaruh terhadap terjadi nya stres menurut Indrawati Saputri bahwa usia lanjut lebih rentan terkena depresi diakibat kan tingginya stressor dan peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan.
2.3 Hubugan Dukungan Sosial Keluarga dengan Stres Pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.
Hasil penelitian dukungan sosial keluarga dengan stres pasien stroke yang menjalani rawat jalan menunjukkan bahwa nilai probabilitas (p) dukungan sosial keluarga mempunyai hubungan signifikan p = 0,000 yang berarti
terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan stres yang dialami penderita stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan dan didapat korelasi r = - 0,845 , dengan interpretasi hubungan sangat kuat yang berarti semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin rendah stres yang dialami penderita stroke yang menjalani rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Dari hasil penelitian tersebut terdapat hipotesa alternatif (Ha) diterima dan hipotesa nol (Ho) ditolak yaitu terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan stres penderita stroke yang menjalani rawat jalan.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Abdullah dan Amrulullah (2014) yang membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien hipertensi. Hasil penelitian ini mendukung apa yang dikatakan Niven (2002) bahwa dukungan sosial merupakan faktor penting dalam manejemen stres. Kajian psikologis kesehatan menunjukkan bahwa hubungan suportif secara sosial juga bisa meredam efek stres, membantu orang mengatasi stres dan menambah kesehatan (Sarason dan Gurung, 1997 dalam Taylor, at., all, 2009). Orang- orang dengan dukungan sosial tinggi dapat memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi yang membuat mereka tidak mudah diserang stres. Dukungan dari teman dan keluarga sangat diperlukan oleh seseorang yang mengalami stres dan kecemasan, karena dengan mendapatkan dukungan dari orang lain seseorang yang mengalami stres dan kecemasan tidak sendirian merasakan masalah yang dihadapinya.
Hasil penelitian ini dapat menjadi penambah pemahaman tentang pentingnya menjaga kondisi psikologis penderita stroke, dimana keluarga diharapkan lebih meningkatkan dukungannya kepada penderita stroke hal ini dimaksud kan agar penderita stroke dapat meningkatkan kesehatannya sehingga tidak mengalami keadaan yang berujung stres yang dapat menurunkan kesehatannya dan dapat menimbulkan kan serangan stroke berulang. Terjadinya serangan stroke berulang pada penderita stroke umumnya dipicu dari spikologis pasien yang merasa menyerah terhadap penyakit dan kondisi tubuhnya yang mengalami kecacatan atau kelumpuhan jangka panjang pasca stroke, sehingga penderita tidak dapat melakukan aktivitas dan berperan seperti sebelumnya. Rendahnya motivasi dan harapan sembuh penderita serta kurangnya dukungan keluarga sangat berpotensi menimbulkan beban dan berujung pada stres (Kumolohadi, 2001 dalam Adienta dan Handayani, 2012).