Penetapan Kadar Seng (Zn) pada Saus Cabai Menggunakan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cabai (Capsicum sp.)
Cabai (Capsicum sp.) adalah salah satu jenis sayuran yang berasal dari
benua Amerika. Penyebarannya segera meluas ke berbagai tempat sejak
Columbus menemukan benua ini. Kini tak kurang benua Asia, Afrika, dan
sebagian Eropa sudah akrab mengenal sayuran penyedap rasa ini. Tanaman cabai
berbentuk semak dengan buah yang beraneka bentuk, ukuran, warna, maupun rasa
pedasnya (Novary, 1999).
2.1.1 Saus Cabai
Saus cabai merupakan bahan pelengkap yang digunakan sebagai tambahan
makanan untuk menambah kelezatan makanan dapat berupa cairan kental (pasta)
yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai
aroma dan rasa yang merangsang (dengan atau tanpa rasa pedas), mempunyai
daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam dan seringkali
pengawet (Putra, dkk., 2011).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-2976 tahun 2006,
saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum Sp), baik
yang diolah dengan penambahan bumbu-bumbu dengan atau tanpa penambahan
bahan makanan lain dengan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

2.1.2 Persyaratan Saus Cabe
Persyaratan mutu pada saus cabai, dapat dilihat pada Tabel 2.1.

3
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1Persyaratan mutu saus cabai
No.
Jenis Uji
Satuan
1.
Keadaan:
1.1
Bau
1.2
Rasa
2.
3.
4.
5.


6.

7.
8

Jumlah padatan
terlarut
Mikroskopis
PH
Bahan
tambahan
pangan :
5.1 Pewarna
5.2 Pengawet
5. Pemanis buatan
Cemaran logam:
6.1 Timbal (Pb)
6.2 Tembaga (Cu)
6.3 Seng (Zn)

6.4 Timah (Sn)
6.5 Raksa ( Hg)
Cemaran arsen (As)
Cemaran mikroba:
8.1Angka lempeng
total
8.2Bakteri koliform
8.3Kapang

Persyaratan
normal
normal

%(b/b)

Min 20
Cabe positip
Maks 4

%(b/b)

Sesuai peraturan di bidang
makanan yang berlaku

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

Maks 2,0
Maks 5,0
Maks 40,0
Maks 40,0/ 250
Maks 0,03
Maks 1,0

Koloni/g

Maks 1 x 104


APM/g
Koloni/g

5
gr/cm3) dan logam ringan (berat jenis < 5 gr/cm3), logam esensial dan tidak
esensial, dan logam yang terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam kerak
bumi (≤1000 ppm) (Palar, 2008; Soemirat, 2003).
Siklus perputaran logam adalah dari kerak bumi yang kemudian kelapisan
tanah, kemudian ke makhluk hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan) lalu kedalam
air, mengendap dan akhirnya kembali ke kerak bumi. Adapun logam yang dapat
menyebabkan keracunan adalah jenis logam berat, logam ini termasuk logam
esensial seperti Cu dan Zn (Darmono, 1995).

5
Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Seng (Zn)
Seng (Zn) merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, memiliki titik
lebur 410⁰C dan mendidih pada 906⁰C, sangat mudah larut dalam asam klorida

encer dan asam sulfat encer. Seng dapat diidentifikasi dengan beberapa reaksi
yaitu dengan menggunakan uji ditizon akan membentuk senyawa kompleks
berwarna merah yang dapat di ekstraksi dengan tetraklorida (Vogel, 1985).
Seng dialam tidak berada dalam keadaan bebas, namun dalam bentuk
terikat dengan unsur lainnya berupa mineral sepertiZnCo3, Zn2SiO4 dan ZnO.
Seperti halnya unsur tembaga, seng memasuki tatanan lingkungan secara alamiah
melalui proses erosi dan secara tidak alamiah terjadi oleh factor limbah industry
(Widowati,dkk., 2008).
Seng bersifat esensial untuk kehidupan telah diketahui sejak lebih dari
seratus tahun yang lalu. Peranannya dalam pertumbuhan normal pada hewan telah
didemonstrasikan pada tahun 1930 an. McCance dan Widdowson pada tahun
1930 an dan awal tahun 1970an diperoleh laporan pertama tentang kegagalan
pertumbuhan pada remaja di Delta Sungai Nil di Mesir tahun terakhir
menghasilkan pengertian lebih baik tentang peranan Bio Kimia Seng di dalam
tubuh dan gejala klinik yang timbul akibat defesiensi Seng pada manusia
(Almatsier, 2001).
Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar dihampir semua sel.
Sebagian besar sel berada didalam hati, pangkreas, ginjal, otot, dan tulang.
Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar
prostat, spermatozoa, kulit, rambut, dan kuku.Di dalam cairan tubuh seng

terutama merupakan ion intraseluler. Seng di dalam plasma hanya merupakan

6
Universitas Sumatera Utara

0,1% dari seluruh seng didalam tubuh yang mempunyai dalam masa pergantian
tubuh yang cepat (Almatsier, 2001).
2.2.2 Keracunan Logam
Kejadian keracunan logam paling sering disebabkan pengaruh pencemaran
lingkungandari logam berat, seperti penggunaan logam untuk pembasmi hama
(pestisida), pemupukan ataulimbah buangan pabrik yang menggunakan logam.
Logam tembaga dan seng termasuk logam esensial yang dalam dosis
tertentudibutuhkan sebagai unsur nutrisi pada hewan, namun bila kadar logam ini
melebihi jumlah dosis tertentu akan menyebabkan keracunan (Darmono, 1995).
Sumber keracunan logam juga dapat terjadi akibat dari penggunaan bahanbahan rumah tangga, seperti penggunaan alat masak atau wadah tempat
penyimpanan makanan atau minuman dapat melarutkan logam, umumnya karena
makanantersebut bersifat asam, seperti logam kadnium, tembaga dan seng.
Makanan yang bersifat basa juga dapat melarutkan logam, antara lain aluminium
atau seng (Sartono, 2002).
Senyawa garam


seng yang larut dalam air, biasanya digunakan pada

generator asap dan pengelasan, keracunan biasanya terjadi karena menghirup uap
seng tersebut, selain itu keracunan juga terjadi dari pemotongan logam, dan
melelehkan logam campuran seng. Akibat keracunan logam seng terutama iritasi
saluran pernafasan yang dapat menyebabkan edema paru dan kerusakan saluran
nafas. Batas paparan uap seng adalah 5 gr/cm3, dan batasan paparan uap seng
klorida 1 mg/meter3 (Sartono, 2002). Namun logam seng juga merupakan logam
esensial, karena seng merupakan logam yang terbanyak yang berkaitan dengan
enzim dimana sekitar 200 jenis enzim mengandung seng (Darmono, 1995).

7
Universitas Sumatera Utara

2.3 Spektrofotometri Serapan atom
2.3.1. Pengertian Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk
mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini mengandalkan nyala
untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam

berbentuk gas. Metode ini secara luas digunakan untuk analisis kuantitatif logam
dalam matriks yang kompleks. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada
penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya
sinar tampak atau sinar ultraviolet (Bender, 1987; Gandjar dan Rohman, 2007).
Spektrofotometri Serapan Atom merupakan metode yang digunakan untuk
menentukan kadar logam dalam suatu sampel. Metode ini dipilih karena
mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm),
pelaksanaannya relatif sederhana, waktu pengerjaan yang cepat, alatnya yang
sensitive, dan sangat spesifik untuk unsure yang akan dianalisis (Haris &
Gunawan 1992 ; Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3.2 Prinsip Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) didasarkan pada prinsip
absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang
gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh, Zinkum
menyerap pada 213,9 nm, uranium pada 358,5nm, sementara kalium menyerap
pada panjang gelombang 766,5 nm,. Cahaya pada panjang gelombangg ini
mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom yang
mana transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan menyerap suatu

8

Universitas Sumatera Utara

energy, maka atom akan memperoleh energy sehingga suatu atom pada keadaan
dasar ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi (Gandjar dan Rohman,2007).
Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, dan hal itu
tergantung dari unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu memiliki
energi yang cukup untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dengan adanya
absorbsi energi, berarti diperoleh energi yang lebih banyak sehingga suatu atom
yang berada pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi
(Khopkar, 1985).
Spektrofotometri Serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur logam dalam jumlah kecil dan sangat kecil. Cara analisis ini memberikan
kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk
molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis logam
karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm),
pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energy panas, energi
radiasi, energi kimia, dan energi listrik selalu memberikan sifat-sifat yang spesifik
untuk setiap unsur. Besarnya perubahan yang terjadi biasanya sebanding dengan
jumlah unsur atau persenyawaan yang terdapat didalamnya. Proses interaksi ini

mendasari analisis spektrofotometri atom yang dapat berupa emisi dan absorbsi
(Gandjar dan Rohman, 2007).

9
Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom
1. Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat
dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu, tabung logam ini diisi dengan gas
mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah yang jika diberikan tegangan pada
arus tertentu, katoda akan memancarkan elektron-elektron yang bergerak menuju
anoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi. Elektron dengan energi yang
tinggi ini akan bertabrakan dengan gas mulia sehingga gas mulia kehilangan
elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion gas mulia bermuatan positif akan
bergerak menuju katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi sehingga
menabrak unsur-unsur yang terdapat pada katoda. Akibat tabarakan ini, unsurunsur akan terlempar ke luar permukaan katodadan mengalami eksitasi ke tingkat
energi

elektron yang lebih tinggi. Salah satu kelemahan penggunaan lampu

katoda berongga adalah satu lampu digunakan untuk satu unsure, akan tetapi saat
ini telah banyak dijumpai suatu lampu katoda berongga kombinasi, yakni satu

10
Universitas Sumatera Utara

lampu dilapisi dengan beberapa unsure sehingga dapat digunakan untuk analisis
beberapa unsure sekaligus (Gandjar dan Rohman, 2007).
1.

Tempat Sampel
Dalam analisis dengan Spektrofotometri Serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam alat
yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom
yaitu dengan nyala (flame) dan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman,
2007).
Teknik atomisasi dengan nyala bergantung pada suhu yang dapat dicapai
oleh gas-gas yang digunakan. Untuk gas batubara-udara suhunya kira-kira sebesar
1800⁰C, gas alam-udara 1700⁰C, gas asetilen-udara 2200⁰C, dan gas dinitrogen
oksida sebesar 3000⁰C. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah
campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Teknik atomisasi tanpa nyala dapat dilakukan dengan meletakkan
sejumlah sampel didalam tungku dari grafit kemudian dipanaskan dengan system
elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada tabung grafit. Akibat pemanasan
ini, zat yang akan dianalisis akan berubah menjadi atom-atom netral dan
dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadi
proses penyerapan energi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.

Monokromator
Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator berfungsi untuk

memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan untuk analisis. Di

11
Universitas Sumatera Utara

dalam monokromator, terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan
panjang gelombang yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2007).
3.

Detektor
Detektor digunakan untuk mengatur intensitas cahaya yang melalui tempat

pengatoman. Biasanya, detektor yang digunakan adalah tabung penggandaan
foton (photomultiplier tube) (Gandjar dan Rohman, 2007).
4.

Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

system pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah
terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbs. Hasil pembacaan dapat
berupa angka atau kurva dari suatu alat perekam yang menggambarkan absorbansi
dan intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3.4 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom
adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang
dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan
konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang terjadi
pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah :
1.

Gangguan yang berasal dari matriks

sampel yang mana dapat

mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.
2.

Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom
yang terjadi didalam nyala.

12
Universitas Sumatera Utara

3.

Gangguan oleh arsorbansiyang disebabkan bukan oleh absorbansi atom
yang dianalisi, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak
terdisosiasidi dalam nyala.

2.4Destruksi
Untuk menentukan kandungan mineral bahan makanan, bahan harus
dihancurkan atau didestruksi dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan
kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut
tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di
dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan
(Apriantono, dkk., 1989).
Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral.
Cara ini membutuhkan sedikit ketelitian dan mampu menganalisis bahan lebih
banyak daripada pengabuan basah. Pengabuan basah memberikan beberapa
keuntungan. Suhu yang digunakan tidak melebihi titik didih larutan dan pada
umumnya karbon lebih cepat hancur daripada menggunakan cara pengabuan
kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat
untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari
kehilangan mineral akibat penguapan, pada tahap selanjutnya proses sering kali
berlangsung sangat cepat akibat penambahan asam perklorat atau hidrogen
peroksida (Apriantono, dkk., 1989).
Menurut Sony (2009) penetapan kadar logam dapat dilakukan dengan
tahap destruksi sampel terlebih dahulu yang kemudian dapat dilarutkan dengan
menggunakan pelarut yang sesuai seperti asam nitrat yang kemudian dapat
dilanjutkan dengan pengukuran menggunakan spektrofotometri serapan atom.

13
Universitas Sumatera Utara