Skripsi Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  

KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA

TIGA WILAYAH KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER,

DAN TERSIER

  

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

  Disusun oleh: Evrita Rosari

  089114066

  

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

SKRIPSI

KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH

KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER

  Oleh : Evrita Rosari

  NIM : 089114066 Telah Disetujui Oleh :

  Pembimbing Prof. A. Supratiknya, Ph.D. Tanggal : 17 Januari 2013

  

SKRIPSI

KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH

KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER

  Oleh : Evrita Rosari

  NIM : 089114066 Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 11 Desember 2012

  Dan dinyatakan memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji Penguji I : Prof. A. Supratiknya, Ph.D. …………….

  Penguji II : Dewi Soerna. A, M.Psi. ……………. Penguji III : Monica E.M, M.Psych. …………….

  Yogyakarta, ……… Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

  Dekan, Dr. Christina Siwi Handayani, M. Si.

HALAMAN PERSEMBAHAN

  T his undergraduate thesis is dedicated to M y strength, Jesus Christ and Our Lady

M y best and lovely parents and lovely little

brother

M y mood booster, my sweetheart and his sisters

  “……kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” Roma 5: 3-5

HALAMAN MOTTO

  Kejujuran, Kesabaran, Ketekunan, dan Kesetiaan adalah kunci KEBERHASILAN

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak membuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telash disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta,17 Januari 2013 Penulis

  Evrita Rosari

  

KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH

KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER

Evrita Rosari

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan melihat konsumtivisme wanita dewasa awal pada tiga wilayah

konsumsi, yaitu konsumsi primer (makanan, minuman, minuman beralkohol, kopi, fast food,

cemilan, es krim, rokok, dan diet); sekunder (baju, celana, rok, pakaian dalam, sepatu, sandal, tas,

asesoris, kosmetik wajah, kosmetik rambut dan tubuh, dan salon kecantikan) dan tersier (gadget,

mal, diskotik, dan olahraga). Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang wanita yang terdiri dari

mahasisiwi tingkat akhir dan pekerja di wilayah Yogyakarta dan Jakarta. Pengumpulan data

dilakukan dengan non-scaled questionnaire tentang sikap konsumtif, meliputi komponen kognitif,

afektif, dan perilaku. Pertanyaan yang digunakan pada angket ini adalah pertanyaan terbuka.

Kredibiltas angket konsumtivisme diujikan dengan mengkroscek ulang pertanyaan kepada subjek

mengenai “Apakah mereka konsumtif atau tidak?”. Pengolahan data dilakukan secara manual,

yaitu dengan menghitung jumlah turus dari jawaban subjek yang sudah dikelompokan atau

dikategorisasikan terlebih dahulu oleh peneliti. Data kemudian dianalisis dengan mendeskripsikan

frekuensi/jumlah dan prosentase jawaban yang sesuai dengan kriteria konsumtivisme. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa wanita dewasa awal lebih konsumtif pada konsumsi tersier,

yaitu gadget (smartphone (Blackberry) dan laptop). Kedua, konsumsi sekunder, yaitu pada (baju,

celana, pakaian dalam, sepatu, sandal, tas, asesoris, kosmetik wajah, kosmetik rambut dan tubuh).

Ketiga adalah konsumsi primer, yaitu (fast food, es krim, dan cemilan). Kemudian, hampir rata-

rata responden menghabiskan uang sakunya dalam 1 bulan untuk membeli barang-barang yang

dikonsumsi, seperti uang saku di atas Rp 3.000.000,00 sama besarnya dengan uang pengeluaran

yaitu sebesar (10%), dan uang saku di antara Rp 1.000.000,00-Rp 3.000.000,00 sebesar (56,7%),

dengan jumlah uang yang sama, pengeluarannya sebesar (46,7%).

Kata kunci : konsumtivisme, wanita dewasa awal, tiga wilayah konsumsi (primer, sekunder, dan

tersier)

  

YOUNG ADULT WOMEN’S CONSUMERISM ON THREE

CONSUMPTION AREAS: PRIMARY, SECONDARY, AND TERTIARY

Evrita Rosari

ABSTRACT

  This research aimed to see young adult women’s consumerism on three consumption

areas, the primary consumption (food, drink, alcoholic drink, coffee, fast food, snack, ice cream,

cigarette, and diet), secondary (shirt, pant, skirt, lingerie, shoe, sandal, bag, accessories, facial

cosmetic, hair and body cosmetic, and beauty salon), and tertiary (gadget, mall, disco, and sport).

The subjects of this study were 30 women consisting of university students who were on last year

and workers in Yogyakarta and Jakarta. Data collection was performed with non-scaled

questionnaire about consumer attitudes including the components of cognitive, affective, and

behavior. The question used in this questionnaire is an open question. The consumerism credibility

questionnaire was tested by re-cross check questions to the subject of “Are they consumer or

not?”. Data processing is done manually, by counting the pillar number of the subject answer that

have been classified or categorized in advance by the researcher. Then, the data was analyzed to

describe the frequency/number and the percentage of answer that match the consumerism criteria.

The result of this research indicated that young adult women more consumptive on tertiary

consumption, that is gadget (smartphone (Blackberry) and a laptop). Second, secondary

consumption (shirt, pant, lingerie, shoe, sandal, bag, accessories, facial cosmetic, hair and body

cosmetic). Third is the primary consumption (fast food, ice cream, and snack). Then, almost the

average respondent spends her pocket money in one month to buy goods that are consumed, such

as the allowance above Rp 3,000,000.00 as large as the expenditure of money that is equal to

(10%), and pocket money between Rp 1,000,000.00 - Rp 3,000,000.00 amount (56.7%), with the

same amount of money, expenditure amounted to (46.7%).

  

Keywords: consumerism, young adult women, three areas of consumption (primary, secondary,

and tertiary)

  

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Evrita Rosari NIM : 089114066 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  

KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH

KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER

  Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain., mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin kepada saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya, Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 17 Januari 2013 Yang menyatakan

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kasih dan rahmat dari Tuhan Yesus Kristus yang selalu membimbing penulis dalam menyelesaikan skipsi ini. skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma.

  Penulis menyadari banyak kendala dan keterbatasan yang mengiringi penulisan skripsi ini, namun dengan bantuan dari banyak pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Sadar akan keterbatas itu, maka penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  2. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan candaan, senyuman, bimbingan, arahan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

  3. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang sudah mengajar dan berbagi ilmu kepada penulis.

  4. Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie yang sudah membantu kelancaran pengurusan administrasi kesekretariatan. Mas Muji dan Mas Doni yang sudah membantu dalam praktikum dan kelengkapan bahan bacaan di Fakultas Psikologi.

  5. Ibu Wuryanti (ibu), Bapak Joko Nugoroho (ayah), Adik Petrus Tiberian Rizki (adik) yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  6. Deary Chriesna Setiyadi sebagai sahabat, teman, pacar, yang sudah mengisi hatiku, mengajarkan aku tentang makna hidup, melatih aku untuk bersabar, dan memberi aku semangat. I love you Gembul. Yunita dan Shinta, adik-adik perempuanku yang menerima aku apa adanya. Sayang kalian semua *big hug and kisses*

  7. Teman-teman satu perjuangan satu bimbingan bersama ayah tercinta Agata Dewi S yang banyak membantu aku, selalu bersama-sama menghadapi suka dan duka, terima kasih atas semuanya. Benedictus Anggit dan Veronica Hesti, bersama kita bisa.

  8. Sahabatku dari kecil Anya, Riana, Yuli, Keke, Dewi, yang sudah membantu aku untuk menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman yang lain, yang juga sudah bersedia terlibat dalam skripsiku.

  9. Teman-teman REMPONGERS Sita, Noni, Bora, Dian, Valle, Nina, Cik Grace, Ledita, Selly, Devi, yang selalu rempong di manapun kita berada. I’ll be missing you guys.

  10. Teman-teman Psikologi yang selalu kompak dan suka bergosip Jose, Vincent, Alberto, Dila, Stanley, Vivi, Fla, Stella, Lita, Ade, Arischa, Ana, Arum, mbak Odil.

  11. Teman-teman kosku Onia, Ocha, Enita, Ria, Retha, kalian yang kalian aku belajar banyak bahasa Dayak, tahu makanan khas, pakaian, dll. Buat adikku Laras yang dari TK-kuliah satu almamater, yang suka manja- manjaan sama aku.

  12. Kepada kota Yogyakarta, khususnya Universitas Sanata Dharma, di sini aku jadi punya banyak teman dari berbagai suku, agama, dan ras, belajar mandiri, belajar peduli dan saling berbagi kepada sesama.

  13. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna menunjang kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat dan pembaca sekalian.

  Yogyakarta, Penulis

  Evrita Rosari

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ............................... ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv HALAMAN MOTTO ................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................... vi ABSTRAK ................................................................................................... vii ABSTRACT ................................................................................................. viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... ix KATA PENGANTAR .................................................................................. x DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

  1 A. Latar Belakang ...................................................................................

  1 B. Rumusan Masalah ..............................................................................

  7 C. Tujuan Penelitian ................................................................................

  8 D. Manfaat Penelitian ..............................................................................

  8 1. Manfaat Teoritis..............................................................................

  8 2. Manfaat Praktis ...............................................................................

  8 BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................

  10

  1. Pengertian Konsumtivisme .............................................................

  10 2. Kriteria Konsumtif dan Kriteria Tidak Konsumtif ..........................

  11 3. Konsumtivisme Berdasarkan Teori Sikap .......................................

  12 4. Konsumtivisme Pada Tiga Wilayah Konsumsi ................................

  13

  5. Wanita Dewasa Awal Sebagai Sasaran Produsen Benda-Benda Konsumsi ..................................................................

  17 B. Pencarian Identitas Pada Wanita Dewasa Awal ..................................

  19 C. Konsumtivisme Pada Wanita Dewasa Awal .......................................

  20 BAB III METODE PENELITIAN ...............................................................

  23 A. Jenis Penelitian ..................................................................................

  23 B. Fokus Penelitian ................................................................................

  23 C. Subjek Penelitian dan Lokasi Penelitian .............................................

  26 D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ..................................................

  27 E. Pertanggung Jawaban Mutu Alat Pengumpulan Data .........................

  29 F. Teknik Mengolah dan Analisis Data ...................................................

  30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................

  33 A. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................

  33 B. Deskripsi Subjek ................................................................................

  34 C. Hasil Penelitian ..................................................................................

  34 D. Pembahasan .......................................................................................

  52 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................

  56 A. Kesimpulan .......................................................................................

  56

  DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

  60 LAMPIRAN ................................................................................................

  63

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam

  bidang konsumsi meliputi produk seperti information technology (teknologi informasi), fashion, hiburan, olahraga dan sebagainya. Produk-produk tersebut seperti handphone, laptop, iPad, iPhone, baju, celana, tas, sepatu, kosmetik (Baudrillard, 2011). Barang-barang mahal dari luar negeri yang bermerek terkenal saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Dengan banyaknya pusat pembelanjaan seperti mal, kini masyarakat mudah memenuhi keinginan berbelanjanya dengan bebas. Oleh karena itu, banyak masyarakat mudah terjebak dalam pembelian yang berlebihan dan hanya memenuhi keinginan sesaat tanpa memperhatikan kebutuhannya. Dalam hal ini, tindakan seperti itu lebih dikenal dengan sebutan konsumtivisme (Soedjatmiko, 2008).

  Konsumtivisme adalah berkonsumsi dengan tidak lagi atas pilihan yang rasional berdasarkan kebutuhan, tetapi lebih memperturutkan keinginan (Prehati, dalam Sulaksono, 2012). Penjelasan tersebut juga sejalan dengan penjelasan yang diutarakan oleh Grinder (dalam Lina & Rosyid, 1997) yang memberikan pengertian bahwa konsumtivisme adalah pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata- mata.

  Soejatmiko (2008) menjelaskan bahwa konsumtivisme merupakan motivasi seseorang untuk berbelanja tidak lagi guna memenuhi kebutuhan dasariah yang ia perlukan, melainkan terkait dengan hal lain, yakni identitas. Erikson (dalam Santrock, 2002) percaya bahwa pencarian identitas adalah mengejar siapa diri kita, apa sebenarnya kita, dan ke mana kita akan menuju dalam hidup. Jadi, saat ini seseorang mengkonsumsi suatu produk lebih mengutamakan untuk pencarian identitas diri, karena jati diri manusia terukur dari kemampuan memperoleh sesuatu (Soedjatmiko, 2008).

  Oleh karena itu, pengertian konsumtivisme yaitu sikap atau perilaku membeli secara mendadak karena hanya berdasarkan keinginan sesaat tanpa mempertimbangkan kebutuhan utama.

  Ada beberapa kriteria konsumtivisme menurut beberapa ahli. Kriteria konsumtivisme tersebut sebagai berikut; menurut Grinder (dalam Lina & Rosyid, 1997) apabila seseorang mengkonsumsi barang hanya karena keinginan dan kesenangan semata; Sumartono (dalam Sari, 2009) mengkonsumsi barang dengan harga yang mahal, karena gengsi, dan untuk menjaga penampilan; Heggelson dan Suphelen (dalam Ferinadewi, 2008) suka barang yang bermerek dan mengikuti mode; dan menurut Mahdalena (1998) membeli barang konsumsi lebih dari 4 kali dalam 1 bulan.

  Dalam pemenuhan kebutuhan untuk mengkonsumsi, manusia tidak lepas dari tiga kebutuhan utama yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Douglas dan Isherwood (dalam Featherstone, 2008) mendefinisikan kelas-kelas konsumsi benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, fast

  

food , es krim, dan lainnya). Kedua, kelompok teknologi dan peralatan dasar yang

  terkait dengan sektor produksi sekunder (alat transportasi, pakaian, pakaian dalam, alas kaki, tas, asesoris, kosmetik, dan salon kecantikan). Ketiga, kelompok waktu senggang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier (benda-benda informasi dan komunikasi (gadget), dan pencarian kesenangan seperti ke mal, diskotik, dan olahraga).

  Di dalam pemenuhan ketiga wilayah konsumsi, ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, yang akan menentukan kecenderungan perilaku manusia terhadap sesuatu yang sedang dihadapi, yang disebut dengan fenomena sikap (Azwar, 2010). Sikap merupakan keteraturan komponen-komponen kognitif, afektif, dan perilaku yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek Secord dan Backman (dalam Azwar, 2010). Mann (dalam Azwar, 2010) menjelaskan ketiga komponen sikap tersebut, yaitu komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Komponen perilaku berisi kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

  Sikap yang dimiliki konsumen khususnya wanita, menurut Lindzey (dalam Sulistyowati, 1989) menjelaskan bahwa wanita lebih mudah terpengaruh disebabkan karena penerimaan berita yang lebih efektif pada wanita, sebab pada memperhatikan dan memahami kata-kata yang diucapkan atau ditulis. Oleh karena itu, wanita cenderung sangat mudah terpengaruh oleh rayuan penjual.

  Di dalam masyarakat tertanam citra bahwa kaum wanita sangat lekat dengan konsumtivisme. Ada dua alasan wanita lekat dengan konsumtivisme yaitu pertama, konstruksi sosial menempatkan wanita harus berpenampilan cantik dan menarik, dengan menjaga pola makan, memakai pakaian yang menunjang penampilan, merawat wajah dan tubuhnya. Kedua, banyak produk yang ditawarkan untuk wanita, karena wanita adalah konsumen yang terbesar sehingga menjadi potensi pasar yang menguntungkan bagi produsen (Sulaksono, 2010). Oleh karena itu, banyak produk-produk yang diperuntukkan wanita beredar di pasaran. Contohnya, seperti produk kecantikan dengan berbagai macam jenis merek seperti Pond’s, Maybelline, Sari Ayu, Mustika Ratu, dan lainnya untuk produk kosmetik wajah, kosmetik untuk rambut dan tubuh. Kemudian, merek Logo, Levi’s, Zara, Executive, Nevada, Pierre Cardin dan lainnya untuk pakaian, pakaian dalam, alas kaki, tas dengan berbagai macam jenis dan mode. Selain itu, tempat-tempat salon kecantikan seperti Johhny Andrean, Larissa, London Beauty Center, dan lainnya yang dapat menunjang penampilan mereka.

  Untuk pemasaran benda-benda konsumsi, para produsen menyebarluaskan produknya lewat berbagai macam bentuk media, yaitu melalui media cetak maupun media elektronik. Berbagai macam majalah fashion kini banyak dijumpai hampir di setiap pesisir toko yang ditata apik, rapi, dan menarik oleh para penjual, sehingga membuat masyarakat tertarik untuk membelinya (Baudrillard, 2011). Yes, Cosmopolitan, Gadis dan lain-lain, menampilkan model pakaian dan sepatu yang bermerek terkenal dan mahal dari luar negeri. Akan tetapi, para wanita bisa mendapatkan pakaian dan sepatu yang sedang trend itu di berbagai macam butik dan pusat perbelanjaan seperti mall yang ada di Indonesia. Tempat-tempat tersebut memberikan model pakaian yang hampir sama dengan pakaian dari majalah tersebut dengan harga yang “miring” dan kualitas yang tidak kalah dengan pakaian yang mahal. Kini masyarakat tak lagi mementingkan kebutuhannya dalam membeli barang, tetapi mereka membeli barang-barang yang sedang in saat ini karena gengsi, status sosial, maupun sekedar gaya hidup (life style ) (Soedjatmiko, 2008).

  Zaman sekarang ini wanita yang menjadi korban konsumtivisme sudah mengidap shopaholic sebutan bagi mereka yang keranjingan belanja. Tidak banyak wanita yang dapat mengelak godaan untuk berbelanja saat digelar obral atau diskon besar-besaran, melihat tulisan besar yang memampangkan diskon dengan jumlah besar, setumpuk pakaian di keranjang dengan harga “miring” siapapun orangnya akan tergoda dan menghampiri (YLKI, 2011).

  Selanjutnya, ada beberapa contoh peristiwa yang berkaitan dengan konsumtivisme. Contoh pertama, pada hari Jumat tanggal 25 November 2011 telah terjadi peristiwa di sebuah mall dibilangan Jakarta Pusat, yaitu sekitar 90 orang lebih mengantri Blackberry Bellagia atau 9790 murah di Pacific Place, dirawat di ruang medis di belakang loket penjualan. Hal itu terjadi karena mereka tidak kuat dengan kondisi yang berdesak-desakkan penuh orang (Lampost, 2011). membludak di depan Sony Ericsson Flagship Store di Senayan City Jakarta. Mereka rela mengantri hanya untuk mendapatkan ponsel Xperia Play yang pada hari itu resmi dijual perdana di Indonesia (Chip, 2011).

  Jumlah korban yang banyak pada antrian Blackberry “murah” dan ponsel Sony Erricson xperia Play tersebut merupakan gambaran masyarakat yang terjebak dalam konsumtivisme dalam konsumsi tersier, yaitu gadget. Pengantri tersebut tidak hanya berasal dari kalangan dewasa, namun juga berasal dari kalangan remaja baik perempuan maupun laki-laki. Salah satu yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk membeli adalah iklan produk yang berlabelkan merek barang mahal dan kecanggihan-kecanggihan teknologi yang semakin diperbaharui dengan harga yang “miring”, yang ditampilkan di media cetak maupun media elektronik.

  Dari contoh fenomena-fenomena di atas, terlihat bahwa budaya konsumtivisme semakin lama semakin merasuk dan erat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Saat ini, orang berbelanja bukan lagi karena pertimbangan rasional, tetapi karena emosional seperti gengsi. Berbelanja adalah salah satu perilaku yang menunjukkan dasar keeksistensian manusia dan karakteristik manusia yang hidup di zaman sekarang (Soedjatmiko, 2008). Seperti fenomena pembelian Blackberry dan Sony Ericsson Experia Play, hasrat untuk memiliki produk yang terbaru mendorong orang-orang memiliki gadget tersebut.

  Dari penjelasan latar belakang di atas, peneliti ingin melihat bagaimana konsumtivisme yang terjadi pada wanita dewasa awal pada tiga wilayah yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, fast food, es krim, dan lainnya). Kedua, kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi sekunder (alat transportasi seperti mobil dan motor; pakaian, alas kaki, pakaian dalam, tas, asesoris, kosmetik, salon kecantikan).

  Ketiga, kelompok benda informasi yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier (benda-benda informasi dan komunikasi; dan pencarian kesenangan seperti ke mal, diskotik, dan olahraga).

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang sudah peneliti sampaikan di atas, maka peneliti ingin mengetahui :

  1. Bagaimana konsumtivisme wanita dewasa awal pada kelompok benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, dan lain- lain)?

  2. Bagaimana konsumtivisme wanita dewasa awal pada kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi sekunder (alat transportasi seperti motor dan mobil; pakaian, pakaian dalam, alas kaki, tas, asesoris, kosmetik, dan salon kecantikan) ?

  3. Bagaimana konsumtivisme wanita dewasa awal pada kelompok waktu luang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier (benda-benda informasi dan komunikasi seperti gadget dan pencarian kesenangan seperti ke mal, diskotik, dan olahraga) ?

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui konsumtivisme pada wanita dewasa awal, dalam tiga kelompok benda konsumsi, yaitu:

  1. Kelompok benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, fast food, es krim dan lainnya).

  2. Kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi sekunder (alat transportasi seperti motor dan mobil; pakaian, pakaian dalam, alas kaki, tas, asesoris, kosmetik, dan salon kecantikan).

  3. Kelompok waktu luang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier (benda-benda informasi dan komunikasi seperti gadget, dan pencarian kesenangan seperti ke mal, diskotik, dan olahraga).

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoretis

  a. Memberikan tambahan wacana yang berkaitan dengan ilmu psikologi konsumen dan psikologi perkembangan dewasa awal.

  b. Memperkaya pengetahuan pembaca mengenai konsumtivisme wanita dewasa awal pada ketiga kelompok benda konsumsi.

  2. Manfaat Praktis

  a. Manfaat untuk subjek Wanita pada dewasa awal khususnya yang masih memiliki sifat labil, bisa keputusan dan bertindak dalam mengonsumsi suatu barang, dan supaya tidak terjebak dalam konsumtivisme.

BAB II LANDASAN TEORI A. Konsumtivisme

  1. Pengertian Konsumtivisme Konsumtivisme memiliki dua akar kata yaitu “konsumtif” dan

  “isme”. Konsumtif adalah kata sifat yang memiliki kata dasar “consumptus” (Latin), “consume” (Inggris), konsumsi (Indonesia). Konsumtif adalah sifat mengkonsumsi, memakai, menggunakan, menghabiskan sesuatu. Di dalam bahasa Inggris kata “konsumtif” digunakan untuk menyatakan penggunaan sesuatu hal dengan berlebih-lebihan, memboroskan, obsesif, dan rakus (Ishlahuddin, 2010). Oleh karena itu, konsumtivisme adalah berkonsumsi dengan tidak lagi atas pilihan yang rasional berdasarkan kebutuhan, tetapi lebih memperturutkan keinginannya Prehati (dalam Sulaksono, 2012).

  Grinder (dalam Lina & Rosyid, 1997) memberikan pengertian konsumtivisme sebagai pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesengan semata-mata. Soejatmiko (2008) menjelaskan bahwa konsumtivisme dalam artian mengubah “konsumsi yang seperlunya” menjadi “konsumsi yang mengada- ada”. Hal ini mengartikan bahwa konsumtivisme merupakan motivasi seseorang untuk berbelanja tidak lagi guna memenuhi kebutuhan dasariah yang ia perlukan sebagai manusia, melainkan terkait dengan hal lain, yakni melainkan merek ternama yang terkandung di dalam barang tersebut. Jati diri manusia terukur dari kemampuan memperoleh sesuatu.

  Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsumtivisme adalah suatu sikap yang dimiliki individu dalam mengkonsumsi produk berdasarkan hasrat, keinginan sesaat secara berlebih- lebihan, dan boros, tanpa mementingkan kebutuhan yang utama.

  2. Kriteria Konsumtif dan Kriteria Tidak Konsumtif Ada beberapa kriteria konsumtivisme menurut beberapa ahli.

  Kriteria konsumtivisme tersebut sebagai berikut; menurut Grinder (dalam Lina & Rosyid, 1997) apabila seseorang mengkonsumsi barang hanya karena keinginan dan kesenangan semata; Sumartono (dalam Sari, 2009) mengkonsumsi barang dengan harga yang mahal, karena gengsi, dan untuk menjaga penampilan; Heggelson dan Suphelen (dalam Ferinadewi, 2008) suka barang yang bermerek dan mengikuti mode; dan menurut Mahdalena (1998) membeli barang konsumsi lebih dari 4 kali dalam 1 bulan. Maka, dapat disimpulkan kriteria konsumtivisme adalah :

  1. Mengkonsumsi barang berdasarkan keinginan mendadak atau sesaat

  2. Mengkonsumsi barang hanya karena rasa senang atau tertarik

  3. Mengkonsumsi barang demi gengsi karena bermerek dan mahal

  4. Mengkonsumsi barang demi menjaga penampilan dengan mengikuti mode

  5. Mengkonsumsi barang lebih dari 4x dalam 1 bulan

  Dalam penelitian ini, seseorang dikatakan konsumtivisme apabila memiliki atau memenuhi sekurangnya 2 dari 5 kriteria konsumtivisme yang sudah ditentukan.

  Sedangkan kriteria tidak konsumtif menurut Kusumo (2010) adalah sebagai berikut:

  1. Mengkonsumsi barang sesuai dengan kebutuhan

  2. Mengkonsumsi barang tidak hanya berdasarkan keinginan sesaat

  3. Konsumtivisme Berdasarkan Teori Sikap Salah satu pendekatan psikologis pada konsumtivisme adalah sikap. Sikap merupakan keteraturan komponen-komponen kognitif, afektif, dan perilaku yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek (Secord & Backman, dalam Azwar, 2010).

  Mann (dalam Azwar, 2010) menjelaskan ketiga komponen sikap tersebut dibawah ini:

  1. Komponen Kognitif Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu.

  2. Komponen Afektif Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi.

  3. Komponen Perilaku Komponen perilaku berisi kecenderungan untuk bertindak atau untuk

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu pemikiran, fakta, dan keyakinan yang dimiliki seseorang tentang suatu objek, dan dipengaruhi oleh seluruh perasaan atau emosi yang dimiliki seseorang terhadap pemikirannya tersebut untuk menilai suatu objek yang diinginkannya, maka akan memunculkan suatu perilaku dari orang tersebut untuk bereaksi atau bertindak terhadap objek tersebut (Azwar, 2010).

  4. Konsumtivisme Pada Tiga Wilayah Konsumsi Orang-orang mengkonsumsi barang tidak lagi untuk kebutuhan yang utama pada sekarang ini. Mereka mengkonsumsi barang karena keinginan mendadak atau sesaat, dan rasa senang atau tertarik. Lalu, mengkonsumsi barang demi gengsi karena bermerek dan mahal, demi menjaga penampilan dengan mengikuti mode, dan mengkonsumsi barang lebih dari 4x dalam 1 bulan. Kriteria tersebut saat ini dijadikan orang-orang sebagai “gaya hidup” (lifestyle). Istilah “gaya hidup” ini mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang stilistik (gaya) (Featherstone, 2008). Tubuh, busana, bicara, hiburan saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman, kendaraan, pilihan hiburan, dan seterusnya dipandang sebagai indikator dari individualitas selera serta rasa gaya dari pemiliki/konsumen (Featherstone, 2008).

  Baudrillard (2011) mengatakan bahwa sesungguhnya manusia tidak pernah terpuaskan secara aktual, sehingga segala kebutuhannya pun tidak akan pernah terpuaskan.

  Douglas dan Isherwood (dalam Featherstone, 2008) menyatakan bahwa kelas-kelas konsumsi didefinisikan dalam hubungannya dengan konsumsi tiga kelompok benda, yaitu:

  a. Kelompok benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, dan lainnya).

  1. Makanan memiliki fungsi utama sebagai sumber energi untuk tubuh, sedangkan memberikan rasa enak adalah fungsi tambahan dari makanan. Maka, makanan enak adalah keinginan, bukan kebutuhan (Kusumo, 2010). Berikut ini adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:  Tidak konsumtif : Jika seseorang mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan pengeluaran tanpa mengorbankan kebutuhan lain, seperti makan masakan ibu di rumah, dan tidak makan di restoran .

   Konsumtif : Apabila seseorang mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan hasrat/keinginan yang sesaat dan mengorbankan pengeluaran untuk kebutuhan yang lain, seperti makan di restoran atau kafe yang mewah, jajan makanan kecil, minuman ringan atau ketika berada di mal belanja makanan yang banyak.

  b. Kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi sekunder, yaitu (alat transportasi seperti motor dan mobil; baju, celana, pakaian dalam, rok, sepatu, sandal, tas, asesoris, kosmetik wajah,

  1. Menggunakan alat transportasi adalah salah satu alat yang membantu kegiatan manusia untuk berpergian (Kusumo, 2010). Berikut ini adalah kriteri tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:  Tidak konsumtif : Apabila seseorang mempunyai dan menggunakan kendaraan tersebut sesuai dengan kebutuhannya.

   Konsumtif : Apabila seseorang mempunyai membeli kendaraan dengan harga yang mahal karena gengsi, tanpa digunakan sesuai dengan kebutuhan.

  2. Sandang adalah kebutuhan kita agar terlindung dari cuaca (Kusumo, 2010). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:  Tidak konsumtif : Apabila seseorang membeli pakaian, pakaian dalam, alas kaki, dan asesoris dengan tidak mementingkan hasrat semata, dan sesuai dengan kebutuhan.

   Konsumtif : Jika seseorang membeli pakaian, pakaian dalam, alas kaki, dan asesoris hanya karena keinginan sesaat, gengsi dengan merek terkenal dan mahal, menjaga penampilan dengan mengikuti mode, dan membeli lebih dari 4x dalam 1 bulan.

  3. Kosmetik dan salon kecantikan adalah kebutuhan untuk merawat diri (Kusumo, 2010). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:

   Tidak konsumtif : Apabila seseorang membeli kosmetik dan pergi ke salon sesuai dengan kebutuhannya, digunakan untuk merawat

   Konsumtif : Apabila seseorang menggunakan kosmetik dan pergi ke salon karena gengsi dengan merek terkenal dan mahal, menjaga penampilan dengan mengikuti mode, dan hanya memenuhi keingianan sesaat.

  c. Kelompok waktu luang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier (benda-benda informasi dan komunikasi; dan pencarian kesenangan).

  1. Benda-benda informasi atau lebih sering didengar dengan sebutan

  gadget (alat yang praktis) seperti handphone, tab (tablet), laptop yang

  disertai aplikasi dan fitur Wi-Fi yang memudahkan para penggunanya untuk browsing dan searching informasi yang sedang uptodate (Baudrillard, 2011). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:  Tidak konsumtif : Jika membeli sesuai dengan kebutuhan dan cenderung tidak ganti model.

   Konsumtif : Apabila seseorang membeli gadget dengan merek terkenal dan harga yang mahal, karena gengsi, dan sering ganti mengikuti model produk yang baru.

  2. Saat ini, olahraga dapat dikatakan sebagai sarana “pencarian kesenangan”. Artinya, bahwa kini orang tidak lagi memandang bahwa olahraga itu penting untuk kesehatan, tetapi untuk mempercantik diri (bagi wanita) dan membentuk diri lebih macho (bagi pria)

  (Baudrillard, 2011). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:  Tidak konsumtif : Olahraga untuk kebutuhan kesehatan dan cenderung tidak mengeluarkan biaya seperti jogging, naik sepeda, sit-up , push-up.

   Konsumtif : Olahraga sebagai “gaya hidup” dengan harga yang mahal karena gengsi, tempat yang nyaman dan bagus, seperti fitness, pilates, bellydance, salsa, aerobik, dan bukan lagi hanya sekedar sehat, tetapi juga sebagai ajang untuk “tampil” diri dan karena gengsi.

  3. Selain itu, pergi ke kafe, restoran, diskotik, nonton film di bioskop, tempat karaoke, dan mall adalah sebagai tempat pencarian kesenangan dan sudah menjadi “gaya hidup” saat kini (Soedjatmiko, 2008). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:  Tidak konsumtif : Apabila pergi ke kafe, restoran, diskotik, bioskop, karaoke, mall tidak lebih dari 4 kali dalam 1 bulan.

   Konsumtif : Jika pergi ke kafe, restoran, diskotik, bioskop, mall hanya untuk keinginan sesaat, dan gengsi harus main bersama teman di mal.

  5. Wanita Dewasa Awal Sebagai Sasaran Produsen Benda-Benda Konsumsi Bagi produsen, wanita adalah salah satu pasar yang potensial.

  Alasannya antara lain, karena perempuan Indonesia usia 20-an mulai

  makeup . Polesan kosmetik tersebut gunanya untuk mencari kelebihan pada

  wajah dan menutupi kekurangannya (Zakiya, 2012). Wanita yang berumur antara 17-24 tahun memiliki perilaku serta cara hidup outer-directed yaitu fase hidup dimana mereka mempunyai perilaku bergejolak dan biasanya hanya sebentar. Konsumen ini sifatnya hanya sebagai conformers dan

  innovator dan suka mencoba produk baru (Nandityasari, 2009). Dittmar

  (dalam Fitriana & Koentjoro, 2009) menjelaskan bahwa beberapa orang wanita dewasa, kegiatan berbelanja merupakan kegiatan yang menyenangkan, yaitu sebagai alat untuk mengatur emosi, cara untuk mengekspresikan atau membangun identitas diri.

  Di dalam pemasaran produk, produsen akan menentukan segmentasi pasar untuk membidik sasarannya. Segmentasi pasar dapat didefinisikan sebagai proses membagi pasar menjadi irisan-irisan konsumen yang khas yang mempunyai kebutuhan atau sifat yang sama dan kemudian memilih satu atau lebih segmen yang akan dijadikan sasaran bauran pemasaran yang berbeda (Kasip, 2008). Beberapa contoh produk melalui iklan yang mengarah ke segmen pasar wanita, yaitu kosmetik (merek Maybelin, Pond’s, Red-A, dan lain-lain); pakaian (merek Logo, Lea, dan lain- lain); sepatu (merek New Era, Eagle, dan lain-lain); alat telekomunikasi (handphone Blackberry, Samsung, Nokia, Sony Erricson, dan lain-lain) yang memiliki fitur kamera, jejaring sosial, musik, yang mendukung keeksistensialan wanita; dan alat transportasi (motor dan mobil) yang di

  Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, konsumtivisme menawarkan kebebasan individu untuk memenuhi aspirasi keinginannya tersebut, sehingga para wanita terjebak dalam budaya konsumtivisme yang secara tidak langsung diciptakan oleh produsen.

B. Pencarian Identitas Pada Wanita Dewasa Awal

  Masa dewasa awal (early adulthood) dimulai pada usia 20 tahun sampai 40 tahun (Papalia, Olds, Feldman, 2009). Kenniston (dalam Santrock, 2002) berpendapat bahwa kaum muda tidak menetapkan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya suatu saat akan menentukan masa dewasanya, pertanyaan- pertanyaan tentang hubungan seseorang dengan masyarakat, tentang pekerjaan, tentang peran sosial, dan gaya hidup. Dalam hal ini, kaum muda dapat dikatakan masih dalam perkembangan pencarian identitas.

  Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) menjelaskan bahwa krisis identitas jarang terselesaikan secara penuh di masa remaja, isu-isu yang berkaitan dengan identitas akan muncul lagi berulang kali sepanjang kehidupan masa dewasa.

  Zakiya (2012) menuturkan bahwa survei yang dilakukan pada 3.000 perempuan di 9 kota besar (Medan, Palembang, Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makasar) menunjukkan hasil bahwa di awal usia 20 – 24 tahun, perempuan Indonesia mulai memperhatikan penampilannya dengan eksplorasi mencoba segala jenis makeup. Polesan kosmetik tersebut gunanya untuk mencari kelebihan pada wajah dan menutupi kekurangannya.

  Terkait penelitian ini, pencarian identitas terfokus pada wanita dewasa awal dengan rentang usia 20 – 24 tahun. Sulaksono (2012) menuturkan bahwa meskipun konsumtivisme dapat terjadi pada wanita maupun pria, namun seolah-olah sudah tertanam citra dalam masyarakat bahwa wanita selama ini lekat dengan konsumtivisme. Menurutnya, ada beberapa alasan wanita lekat dengan pola hidup konsumtif. Pertama, konstruksi sosial menempatkan perempuan harus selalu berpenampilan cantik dan menarik untuk mencapai identitas dirinya. Oleh karena itu, banyak produk yang dibutuhkan terkait tiga benda konsumsi (primer, sekunder, dan tersier), seperti produk untuk diet, kosmetik, fashion (pakaian, alas kaki, tas, aksesoris) , ke salon, gadget, berbagai macam bentuk olahraga (aerobic,

  

bellydance , salsa, dan lain-lain). Kedua, banyak produk yang ditawarkan pada

wanita.