Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  

HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU KURSUS

DI LUAR SEKOLAH DENGAN TINGKAT STRES

PADA ANAK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Anugerah

  

NIM : 059114086

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2010

HALAMAN PERSEMBAHAN

  I see trees of green, red roses too I see them bloom, for me and you, and I think to myself what a wonderful world. I see skies of blue, and clouds of white the bright blessed day, the dark sac- red

  what

  night, and I think to myself a wonderful world. The colors o f the rainbow, so pretty in the sky are also on the faces, of people go ing by, I see friend, shaking hands, saying ‘How do you do?’ They really say

ing I lo ve you. I hear babies

cry, I watch them grow They’ll learn much

more, than I’ll ever know and

I think to myself what a wonderful world. and I think to myself what a wonderful world….

  Louis Armstrong

  

HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU KURSUS DI LUAR SEKOLAH

DENGAN TINGKAT STRES PADA ANAK

Anugerah

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara lama waktu kursus

di luar sekolah dengan tingkat stres pada anak. Penelitian ini merupakan jenis

penelitian korelasional dengan dua variabel, yakni variabel lama waktu kursus di

luar sekolah sebagai variabel bebas, dan variabel tingkat stres anak sebagai

variabel tergantung. Variabel lama waktu kursus dicatat dengan mendata jumlah

jam kursus anak setiap minggunya. Variabel ini dimaksudkan sebagai semua

kursus yang diikuti oleh anak di luar jam sekolah. Ekstrakurikuler sekolah juga

dimasukkan di dalam variabel ini karena di sekolah yang bersangkutan,

ekstrakurikuler tidak diwajibkan. Subyek dalam penelitian ini adalah anak kelas 5

SD Tarakanita Bumijo. Subyek try out berjumlah 53 anak. Sedangkan subyek

dalam tes yang sesungguhnya berjumlah 86 anak. Data yang diperoleh, kemudian

diolah dengan menggunakan Product Moment dari Karl Pearson (Pearson’s

Product Moment ). Hasil akhir penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang

signifikan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada

anak. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,108 (0,108 > 0,05).

  

Kata kunci : lama waktu kursus, tingkat stres anak, dan masa akhir anak-

anak

  

THE RELATION BETWEEN THE AMOUNT OF TIME SPENT FOR

STUDYING AT AN OUT OF SCHOOL HOUR COURSE AND THE

STRESS LEVEL IN CHILDREN

Anugerah

ABSTRACT

  This research is aimed at perceiving the correlation between the amount

of time spent for studying at an out of school hour course, and the stress level in

children. It is sort of a relational research using 2 variables; amount of time spent

for studying at an out of school hour course as an independent variable, and

stress level of children as dependent variable. The independent variable is

registered by collecting data of amount of hours spent for studying at an out of

school hour course every week. This variable is meant for all courses taken by

children out of school hours. The extracurricular activities is included in this

variable since in the subject school, the extracurricular activities is not

th

compulsory. Subject in this research are 5 grade school children in Tarakanita

Bumijo elementary school. The try out subjects are 53 children, while subjects in

the real test are 86 children. The data are analyzed using Product Moment by

Karl Pearson (Pearson’s Product Moment). The final result of this research

reflect that there is no significant correlation between amount of time spent for

studying at an out of school hour course and stress level in children. This showed

by the significant value 0,108 (0,108 > 0,05).

  

Keywords : stress level, amount of time spent for studying at an out of school

hour course, end of childhood

KATA PENGANTAR

  Skripsi yang berjudul ‘hubungan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada anak’ ini saya mulai dengan mencoba mengamati hal-

hal menarik apa yang ada di lingkungan saya. Kebetulan sebagai guru les, kerap

kali saya berhubungan langsung dengan anak-anak, mulai dari anak kelas 2 SD

hingga SMP. Dunia anak sangatlah unik, setiap anak memiliki ciri khas. Ciri khas

dalam hobi, berperilaku, mengatasi masalah, ataupun dalam proses belajarnya.

  Saya melihat bahwa anak adalah seseorang yang penuh tanda tanya akan

dunia. Anak selalu mencari jawaban atas sesuatu yang menurutnya menarik atau

membuatnya penasaran. Sudah sepantasnya apabila orang yang lebih dewasa

mencoba memfasilitasi mereka dengan berbagai hal yang mendukung proses

pembelajarannya, atau dengan kata lain proses pencarian jawaban atas

pertanyaan-pertanyaannya tentang dunia ini.

  Orang dewasa bukanlah orang yang tahu segalanya. Orang dewasa

hanyalah orang yang secara kebetulan lahir terlebih dahulu ketimbang anak-anak.

  

Sehingga menurut saya orang dewasa sebaiknya tidak memperlakukan anak

sesuai apa yang ia pikirkan. Orang dewasa dan anak-anak adalah sama, mereka

sama-sama manusia yang hidup dan sedang dalam pencarian jawaban atas dunia

ini. Sebaiknya orang dewasa tidak ‘membuatkan’ jawaban pada pencarian anak,

tetapi hanya ‘mengantarkannya’ ke jalan yang akan dilaluinya sendiri.

  Untuk itu, anak sangat memerlukan dukungan dari orang dewasa. Dan

dukungan yang paling penting adalah dukungan moral. Anak sangat

  

membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua secara langsung. Saya

pribadi lebih menghargai orang tua yang bertingkat ekonomi pas-pasan, tetapi

memperhatikan anaknya secara langsung, ketimbang orang tua dengan tingkat

ekonomi tinggi tetapi hanya memberikan perhatian melalui pembiayaan sekolah

dan les-les bagi anaknya.

  Mengenai hal yang terakhir tersebut, saya memiliki beberapa pengalaman

yang sangat menarik. Seorang anak laki-laki kelas 2 SD, yang kebetulan memiliki

orang tua dengan status ekonomi cukup tinggi. Ia memiliki banyak sekali

kegiatan, mulai dari sekolah hingga berbagai macam kursus. Dan yang unik

adalah, orang tua anak tersebut sama sekali tidak hafal akan jadwal anaknya

sendiri. Perasaan yang muncul di diri saya adalah saya merasa kasihan terhadap

anak itu. Sebagai guru lesnya, tentu saja saya memiliki target, tetapi melihat

kondisi anak yang memiliki jadwal ‘kerja’ seperti itu, saya menjadi kasihan dan

tidak mau menuntut banyak dari dia. Saya malah cenderung mengajaknya

bermain, dengan harapan ia menjadi lebih rileks dan bisa melanjutkan

aktivitasnya dengan ceria.

  Selain hal tersebut, saya juga bertemu dengan beberapa pengalaman lain.

Baik yang saya alami sendiri, hingga yang saya temui lewat diskusi dengan

beberapa teman pengajar maupun mahasiswa. Sebuah hal yang menurut saya

menarik dan saya coba angkat menjadi judul skripsi saya.

  Di dalam perjalanan panjang penyusunan skripsi ini, saya telah

mendapatkan banyak sekali bantuan dari pihak-pihak lain. Terima kasih banyak

saya ucapkan kepada :

  • • Bapak, Ibu, Adek, Mbak Sari, Ndut. Keluargaku yang luar biasa. Aku

    benar-benar beruntung bisa ada di rumah yang indah ini.
  • • Ibu Dewayani, dosen pembimbing skripsi, yang teliti dan selalu

    mengangkat saya dengan caranya yang khas, untuk lebih yakin dan siap dalam penggarapan skripsi.
  • • Ibu Ari, dosen pembimbing akademik, yang dengan tersenyum terus

    menerus menemani mahasiswanya, mulai dari ‘mengetok pintu’ sampai ‘pamitan’.
  • • Bapak Eddy Suhartanto, dekan Fakultas Psikologi. Terima kasih atas

    bimbingan dan bantuan dalam melakukan penelitian ini.
  • • Ibu Tanti Arini, dosen Psikologi Kesehatan. Terima kasih atas kesempatan

    diskusi mengenai topik yang saya angkat dalam penelitian ini.
  • • Bapak Agung Santoso dan Ibu Nimas Eki Suprawati, terima kasih atas

    diskusi yang sangat membantu.
  • • Semua dosen dan karyawan Fakultas Psikologi. Terima kasih untuk semua

    proses yang sudah berjalan di fakultas ini. Proses yang saya rasakan sangat manusiawi dan nyaman sekali.
  • • Koordinator Kepala Sekolah SD Tarakanita Bumijo, Bapak Agus Y.

  Purnama. Terima kasih atas izin dan sambutan dari sekolah Bapak.

  • • Mbak Venny dan Mbak Sari, guru BK di SD Tarakanita Bumijo. Terima

    kasih banyak untuk bantuan-bantuannya.
  • • Semua guru dan karyawan SD Tarakanita Bumijo. Terima kasih atas

  • • Semua murid kelas V SD Tarakanita Bumijo. Terima kasih atas sambutan

    yang ramah dan bantuan dalam mengerjakan penelitian ini.
  • • Norman Mahardika, terima kasih untuk gambar kartun yang sangat

    membantu.
  • • Sahabat baikku, Thomas Fajar Adi Nugroho dan Agung Sudarmanto, ayo

    semangat garap skripsi, bro!. I Rai Hardika, yang sudah melangkah jauh lebih dulu. Sukses untuk ke depan!
  • • Ellen, gek ndang nyusul! Ayo semangat garap skripsi, kita maju bersama

    ya! Sukses buat kita!
  • • Mas Mbong (Pancasona Adji), pelatih PSM Cantus Firmus, Universitas

    Sanata Dharma. Terima kasih untuk semua pendampingan, proses belajar, dan diskusi yang sangat menarik tentang topik penelitian ini.
  • • Ibu Susana Sri Anggorowati, pengajar Bahasa Indonesia dan paduan suara

    di SD Johannes don Bosco, Baciro. Terima kasih untuk semua bantuan dan dukungan Ibu.
  • • Arya (2005), Krisna dan Oik (2007), terima kasih untuk pinjaman buku

    yang sangat membantu.
  • • Mas Pam-pam, Mbak Mia, Adi, dan Aryo, terima kasih untuk saran yang

    sangat berharga.
  • • Andy Gomez, pianis dan musisi Jazz. Terima kasih untuk bimbingan dan

    permainannya.
  • Kelompok musik Dialogue, sukses selalu!

  • • Dito, musisi dari gereja Baciro, terima kasih untuk semua dukungan,

    semoga sukses selalu. Ayo nyusul, bro!
  • • B-flat. Kelompok musik yang unik. Kita tunjukkan pada dunia kalau PSM

    punya pemusik yang tidak kalah dari Andy Gomez Quintet.
  • • Bagong, Tristan, Soemar, Rezka, dan teman-teman PSF Angel’s Voice,

    terima kasih untuk kesempatan membantu mempersembahkan sebuah musik bersama untuk teman-teman kita.
  • • Semua teman-teman angkatan 2005, bimbingan akademik Ibu Kristiana

    Dewayani dan Ibu Maria Laksmi Anantasari, terima kasih untuk semua kebersamaan kita.
  • • Semua teman-teman Fakultas Psikologi, teman-teman Eksis, terima kasih

    untuk semua pembelajaran yang sangat menarik di sini.
  • • Teman-teman PSM Cantus Firmus angkatan lama hingga angkatan baru.

  Terima kasih untuk semuanya.

  • • Akhirnya, terima kasih juga untuk Emelia Dwianita Satriavi beserta

    seluruh keluarganya. Terima kasih atas pendampingan dan semua proses belajar selama ini.

  

Saya menyadari bahwa penelitian maupun penyusunan hasil penelitian ini

masih jauh dari sempurna. Namun demikian, semoga karya ini bisa berguna bagi siapa saja yang membutuhkan, terutama yang tertarik pada bidang ini. Semoga pendidikan untuk anak menjadi lebih baik ke depannya, tidak hanya menjadikan anak memiliki ‘otak’, tetapi juga menjadikan anak seorang ‘manusia’ yang utuh.

  Yogyakarta, Oktober 2009

  DAFTAR ISI Halaman Judul …………………………………………………………. i Halaman Persetujuan Pembimbing ……………………………………. ii Halaman Pengesahan …………………………………………………... iii Halaman Persembahan ………………………………………………… iv Halaman Pernyataan Keaslian Karya ………………………………….. v Abstrak ………………………………………………………………… vi

Abstract ………………………………………………………………... vii

Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk

Kepentingan Akademis .............................................................................. viii

Kata Pengantar ………………………………………………………… ix

Daftar Isi ………………………………………………………………. xv

Daftar Tabel …………………………………………………………… xviii

Daftar Lampiran ……………………………………………………….. xix

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………...

  1 A. Latar Belakang Masalah ……………………………………….

  1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………...

  6 C. Tujuan Penelitian ………………………………………………

  6 D. Manfaat Penelitian ……………………………………………..

  7

  BAB II DASAR TEORI ………………………………………………..

  18 D. Hipotesis Penelitian .....................................................................

  28 H. Prosedur Penelitian ……………………………………………...

  27 G. Metode Analisis Data …………………………………………...

  24 F. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ………………………..

  24 E. Metode Pengumpulan Data ……………………………………..

  22 D. Subyek Penelitian ……………………………………………….

  22 C. Definisi Operasional Variabel ………………………………….

  22 B. Identifikasi Variabel ……………………………………………

  22 A. Jenis Penelitian ………………………………………………....

  21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………

  16 C. Hubungan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada anak ………………………………....

  8 A. Stres pada Anak ………………………………………………...

  15 3. Faktor di dalam kursus yang bisa mereduksi stres ...................

  2. Kursus sebagai penyebab stres pada anak ……………………

  14

  14 1. Definisi ……………………………………………………….

  11 B. Kursus di Luar Sekolah ………………………………………....

  10 4. Masa akhir anak-anak ………………………………………..

  3. Aspek-aspek respon stres pada anak …………………………

  9

  8 2. Faktor stres pada anak ……………………………………….

  8 1. Pengertian stres ……………………………………………...

  29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………….. 31 A. Persiapan Penelitian …………………………………………….. 31 B. Pelaksanaan Penelitian …………………………………………..

  32

  1. Waktu pelaksanaan penelitian ………………………………... 32

2. Cara pelaksanaan penelitian ………………………………….. 32

C. Hasil Penelitian …………………………………………………. 33

  1. Deskripsi data penelitian dan kategorisasi tingkat stres subyek ………………………………………...........................

  33

2. Uji asumsi penelitian …………………………………………. 35

  3. Uji hipotesis …………………………………………………... 36

D. Pembahasan ………………………………………………………

  37 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………. 44

  A. Kesimpulan ………………………………………………………. 44 B. Saran ……………………………………………………………...

  44 Daftar Pustaka …………………………………………………………… 47 Lampiran-lampiran ………………………………………………………. 52

  DAFTAR TABEL

  

1. Tabel 1. Kisi-kisi skala tingkat stres anak sebelum try out .................... 26

  2. Tabel 2. Kisi-kisi skala tingkat stres anak dalam tes yang sesungguhnya (setelah try out) …………………........................ 26

  

3. Tabel 3. Keterangan waktu pengambilan data ………………………... 32

  

4. Tabel 4. Deskripsi data penelitian ........................................……........... 33

  

5. Tabel 5. Tampilan Scatterplot data hasil penelitian ................................ 34

  

6. Tabel 6. Persamaan kategorisasi .............................................................. 34

  

7. Tabel 7. Kategorisasi tingkat stres pada anak .......................................... 35

  

8. Tabel 8. Rangkuman perhitungan uji normalitas ………………….... 35

  

9. Tabel 9. Rangkuman perhitungan uji linearitas ……………………….. 36

  

10. Tabel 10. Rangkuman perhitungan uji hipotesis ……………………….. 37

DAFTAR LAMPIRAN

  1. Lampiran 1. Pertanyaan pengontrol faktor penyebab stres dan skala tingkat stres anak (try out) ................................................. 49

  

2. Lampiran 2. Data hasil uji coba skala tingkat stres anak ……………... 58

  3. Lampiran 3. Data reliabilitas dan seleksi aitem skala tingkat stres anak ……............................................... 64

  4. Lampiran 4. Pertanyaan pengontrol faktor penyebab stres dan skala tingkat stres anak (tes yang sesungguhnya) ……………... 65

  

5. Lampiran 5. Data hasil penelitian tingkat stres anak ………………….. 73

  

6. Lampiran 6. Deskripsi data penelitian dan tampilan Scatterplot ……… 81

  7. Lampiran 7. Uji asumsi (uji normalitas dan uji linearitas) dan uji hipotesis (Pearson’s Product Moment) ………………….. 82

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan, seorang anak membutuhkan bantuan dari orang dewasa

  

untuk membantunya dan membimbingnya dalam berbagai hal untuk menuju

kedewasaan. Masa-masa seperti itu merupakan masa yang sangat panjang bagi

seorang anak. Anak seyogyanya menggunakan kesempatan tersebut sebaik

mungkin untuk memperoleh berbagai kebiasaan, kemampuan menggunakan

pikiran, ilmu pengetahuan, keterampilan fisik, dan lain sebagainya. Tujuannya

agar kelak bisa hidup mandiri, mampu menyelesaikan berbagai permasalahan

yang ada di dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam keluarga, pekerjaan,

maupun di masyarakat (Pohan, 1986).

  Fenomena yang terjadi adalah bahwa anak zaman sekarang sangat sibuk.

Di sekolah, selain mengikuti pelajaran di kelas, biasanya anak juga diwajibkan

untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Hal itu masih ditambah lagi dengan

pendidikan di tempat kursus. Tidak sedikit anak yang diikutkan berbagai macam

kursus, seperti kursus matematika, bahasa asing, kesenian, olah raga, robotik atau

mesin, dan berbagai macam kursus lainnya.

  Anak-anak zaman sekarang sama sibuknya seperti buruh. Banyak anak

tingkat sekolah dasar yang memulai kegiatannya sejak pagi-pagi sekali, dan baru

mengakhirinya pada sore menjelang malam hari. Selain sekolah, mereka juga

mengikuti les bahasa asing, les balet dan piano atau bidang kesenian lainnya, les

  2

olahraga, lalu setelah selesai semua itu kembali ke rumah dengan segudang tugas

dan pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan (www.hyper-parenting.com).

Hal serupa juga diungkapkan oleh sebuah sumber sebagai berikut :

  “Susahnya, tekanan terhadap anak tak hanya terjadi di satu lingkungan saja seperti sekolah. Banyak orang tua mengisi waktu anak sepulang sekolah dengan berbagai les, mulai dari les musik, balet, les matematika, sampai les olahraga. Waktu yang begitu mendesak, bahkan untuk sekadar mengisi perut sering kali tanpa disadari menaikkan adrenalin. Jika sampai di tempat les, dia dituntut lagi untuk berkompetisi dengan teman-teman lainnya, lengkap sudah tekanan yang dialaminya.” (Kompas, Maret 2004).

  Susana Sri Anggorowati (wawancara pribadi, 18 April 2009), seorang

guru paduan suara dan bahasa Indonesia di sekolah dasar Kanisius Baciro,

memberikan gambaran singkat mengenai kondisi anak-anak saat ini, dalam

hubungannya dengan mengikuti kursus. Beliau mengatakan bahwa mengikuti

kursus memang merupakan hal yang baik untuk perkembangan anak-anak. Anak

akan mempunyai spesialisasi di bidangnya sendiri dan juga mempunyai teman

yang lebih banyak ketimbang hanya teman di sekolah dan di rumah. Tetapi

masalahnya akan berbeda ketika anak mengikuti terlalu banyak kursus, sehingga

memiliki waktu kursus yang lama.

  Beliau mengatakan bahwa hal tersebut menjadi trend orang tua zaman

sekarang. Orang tua akan bangga apabila anaknya menguasai berbagai macam hal

dan memiliki prestasi yang lebih menonjol dibanding teman-teman lainnya, dan

untuk mengejar itu, anak diikutkan berbagai macam kursus. Anak mengalami

tekanan yang besar dengan berbagai beban dari sekolah dan kursus-kursus yang

diikutinya. Akibatnya adalah bahwa anak tidak bisa menikmati waktunya sebagai

  3

seorang anak-anak. Anak akan kehilangan waktunya untuk bermain, belajar

bersosialisasi, belajar berekspresi, dan lain-lainnya.

  Ibu Susana juga menambahkan bahwa di sekolah, anak-anak yang

mengikuti terlalu banyak kursus tersebut menunjukkan gejala-gejala anak yang

tertekan dan memiliki tingkat stres yang tinggi, seperti mudah mengantuk, kurang

bisa berfokus pada hal yang sedang dikerjakannya, temperamen yang kurang

stabil, dan memiliki kecenderungan perilaku membangkang atau tidak patuh pada

orang yang lebih dewasa.

  Masa akhir anak-anak adalah masa bermain bagi anak-anak. Anak

membutuhkan banyak aktivitas bermain untuk mengembangkan keterampilan-

keterampilan mereka. Namun, yang terjadi justru seringkali sebaliknya, anak

malah cenderung meninggalkan aktivitas permainan fisik. Terlalu banyak

memasukkan anak ke berbagai lembaga kursus, tentu saja akan menyita banyak

sekali waktu anak. Waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk bermain,

sekarang menjadi harus tersita untuk mengikuti kursus dan mengerjakan berbagai

tugas dari tempat kursus. Padahal menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2007),

justru melalui aktivitas bermain anak akan belajar banyak hal, mulai dari

bersosialisasi dengan teman seusia, belajar mengembangkan kemampuan motorik,

hingga mengasah kemampuan kognitif dan kecerdasan emosinya.

  Masa akhir anak-anak juga adalah masa sekolah. Pendidikan formal di

sekolah memang merupakan hal yang sebaiknya dilakoni oleh anak-anak, karena

di sana mereka bisa mengembangkan berbagai aspek di dalam dirinya. Namun

tugas dari mayoritas anak-anak zaman sekarang ternyata tidak berhenti sampai di

  4

situ. Mereka juga masih harus menyelesaikan pendidikan di berbagai tempat

kursus. Dan tidak sedikit pula anak yang diikutkan kursus oleh orang tuanya lebih

dari satu macam kursus. Pelajaran di sekolah, ditambah ekstrakurikuler, dan

pelajaran dari tempat-tempat kursus, masih ditambah dengan tugas dari masing-

masing tempat tersebut, membuat kehidupan anak-anak menjadi sangat sibuk.

  Di tempat kursus, anak mendapatkan tekanan yang tidak kecil. Mulai dari

tekanan untuk berprestasi dari orang tua atau dari guru kursus, persaingan dengan

teman-teman lainnya, adanya ujian kenaikan tingkat, dan tugas-tugas untuk dilatih

atau dikerjakan di rumah. Dalam mengikuti kursus, anak mendapatkan materi-

materi pelajaran sesuai bidang kursus tersebut. Situasi tersebut selalu menuntut

anak untuk berkonsentrasi, sehingga anak pun menjadi lelah. Anak dengan waktu

kursus yang lama akan menghadapi tekanan yang lebih kompleks lagi. Anak

dengan waktu kursus yang lama, akan lebih sering berada dalam situasi menerima

materi pelajaran. Keletihan karena harus berada dalam situasi belajar terus

menerus, harus dialami oleh anak dalam usia yang relatif masih kecil.

  Tugas dan materi pelajaran dalam proses pendidikan kursus akan terus

berkembang, persaingan semakin menguat, dan tekanan untuk berprestasi tentu

juga semakin besar. Bagi anak dengan waktu kursus yang lama, hal ini berarti

bahwa tekanan yang ada akan menjadi jauh lebih besar.

  Stres adalah suatu keadaan yang tertekan (Chaplin, 1981). Suatu kondisi

dimana terdapat sebuah hal yang memberikan tekanan, dan individu tersebut tidak

mampu untuk mengatasi tekanan tersebut. Stres bisa berdampak pada berbagai

  5

aspek dalam diri seseorang, yaitu aspek fisik dan psikologis, yang meliputi aspek

kognitif, emosi, dan perilaku (Sarafino, 1990).

  Secara fisik, terdapat beberapa hal yang mungkin terjadi pada seseorang

yang mengalami stres. Contohnya seperti sakit kepala, capai, lelah, sakit perut,

mual-mual, berdebar-debar, dada sakit, dan keringat dingin keluar (Iswinarti &

Haditono, 1999). Anak dengan waktu kursus yang lama, akan merasakan

kelelahan pada fisiknya. Karena dengan waktu kursus yang lama, waktu istirahat

anak menjadi berkurang.

  Susana Sri Anggorowati (wawancara pribadi, 18 April 2009) juga

menyampaikan beberapa hal mengenai akibat jangka panjang pada anak yang

mengalami stres, berdasarkan pengalaman beliau. Pada aspek kognitif, anak akan

mengalami kesulitan untuk berfokus pada pekerjaan yang sedang dilakukannya.

  

Konsentrasi anak pada suatu hal tidak tahan lama, melainkan cepat beralih ke hal

lainnya. Hal tersebut bisa mengakibatkan hasil belajar anak pun tidak maksimal.

  Kecenderungan perilaku membangkang pada anak bisa muncul dalam dua

bentuk. Yang pertama adalah anak akan menjadi lebih agresif dan menunjukkan

perilaku yang cenderung memberontak terhadap orang dewasa. Atau yang kedua,

anak malah menjadi lebih pasif, namun memunculkan kecenderungan perilaku

membangkang lewat cara-cara yang tidak terduga di kemudian hari.

  Sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Karlina (2003), yang melihat

perbedaan tingkat stres pada anak yang mengikuti kursus dan yang tidak

mengikuti kursus, mendapatkan hasil akhir penelitian bahwa tidak terdapat

perbedaan tingkat stres yang signifikan antara anak yang mengikuti dan yang

  6

tidak mengikuti kursus di luar sekolah. Meskipun begitu, hasil observasi di sebuah

tempat kursus, dan hasil wawancara dengan beberapa orang guru sekolah dasar

maupun guru kursus memberikan data yang berbeda dengan hasil penelitian

tersebut. Dalam proses pencarian data awal ditemukan tidak sedikit anak yang

menunjukkan gejala-gejala anak stres, seperti tingkah laku yang agresif atau

sebaliknya sangat pasif, perilaku melamun dan sulit berkonsentrasi, mudah lelah,

dan beberapa gejala lainnya. Oleh karena itu, peneliti berniat untuk tetap

melakukan penelitian ini, namun dengan memperhatikan beberapa catatan yang

ditulis peneliti sebelumnya.

  Penelitian kali ini ingin lebih mendalami hasil penelitian tersebut,

terutama berfokus hanya pada anak-anak yang mengikuti kursus. Penelitian ini

ingin melihat hubungan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat

stres pada anak.

  B. Rumusan Masalah Masalah yang diangkat di dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi :

“Apakah ada hubungan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat

stres pada anak?”

  C. Tujuan Penelitian Terdapat dua buah tujuan dari penelitian ini, yakni :

1. Mengetahui apakah ada hubungan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada anak.

  7

2. Mengetahui besarnya pengaruh dan kemampuan prediksi dari jenis kursus terhadap tingkat stres pada anak.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

  

a. Penelitian ini dapat menambah khazanah teoritis di bidang Psikologi

Perkembangan Anak dan Psikologi Kesehatan, terutama masalah

perkembangan masa akhir anak-anak dalam hubungannya dengan stres.

  

b. Penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan di bidang pendidikan anak

terutama pendidikan non-formal.

  

c. Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pengaruh dan prediksi

terhadap tingkat stres pada anak berdasarkan jenis kursus yang diikuti.

2. Manfaat Praktis

  

a. Menjadikan bahan refleksi dan informasi untuk orang tua dalam memberi

bekal pendidikan pada anak agar sesuai dengan kemampuan dan tugas perkembangan anak.

  

b. Memberikan informasi pada orang tua mengenai kondisi anak yang

sebenarnya dalam proses mengikuti kursus

BAB II LANDASAN TEORI A. Stres pada Anak

  1. Pengertian stres Sarafino (1990), mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang

disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan, yang menimbulkan

kesenjangan jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi, dengan

sumber daya sistem biologis, psikologis, dan sosial dari seorang individu. Hans

Selye (dalam Blom, Cheney, Snoddy, 1986) mengungkapkan bahwa stres adalah

bagian yang alami dari kehidupan.

  Blom et al. (1986), mengatakan bahwa terdapat 2 komponen di dalam

stres, yakni stresor dan respon individu terhadap stresor tersebut. Stresor adalah

kejadian-kejadian di dalam kehidupan yang menyebabkan ketidakseimbangan di

dalam diri individu. Ketidakseimbangan ini akan mendorong individu untuk

melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri terhadap stresor tersebut disebut

dengan respon. Saat terdapat sebuah stresor dan respon terhadap stresor tersebut,

bisa disimpulkan bahwa tingkat stres mulai meningkat.

  Stres bukanlah suatu kondisi yang hanya bisa dirasakan oleh orang

dewasa, anak-anak juga bisa merasakan stres (Iswinarti & Haditono, 1999). Hans

Selye mengatakan bahwa semua anak pasti akan menghadapi situasi yang

potensial menjadi sebuah stresor atau potential stressor (Blom et al., 1986).

  9 Secara umum bisa disimpulkan bahwa stres adalah kondisi tertekan pada

seorang individu dengan dua aspek, yakni stresor dan respon terhadap stresor itu

sendiri, yang disebabkan oleh adanya tuntutan dari lingkungan yang tidak sesuai

dengan kemampuan di dalam diri individu. Bayi, anak, remaja, dan dewasa semua

bisa mengalami stres. Sumber penyebab stres mungkin berubah-ubah seiring

perkembangan manusia, tetapi kondisi stres bisa muncul kapan saja sepanjang

hidup manusia (Sarafino, 1990).

  2. Faktor stres pada anak Blom et al. (1986) mengatakan bahwa secara umum, terdapat beberapa hal

yang berpotensi menjadi stresor bagi diri anak. Beberapa hal tersebut antara lain

relasi dengan orang lain, bentuk tubuh, lingkungan fisik, dan pengalaman psikis

personal. Berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa faktor stres tersebut :

  a. Relasi dengan orang lain Relasi manusia pada diri anak berpusat di keluarga dekatnya seperti orang

tua dan saudara kandungnya. Seiring pertumbuhan diri anak, relasinya dengan

orang lain semakin meluas dan bertambah luas pulalah stresor potensial yang ada

di sekelilingnya.

  b. Bentuk tubuh (body experiences) Terdapat stresor potensial di dalam tubuh anak-anak, contohnya seperti

hal-hal yang berhubungan dengan pertumbuhan, penyakit, kecacatan, dan cedera

berkepanjangan. Masalah pertumbuhan, seperti menjadi anak laki-laki dengan

  10

tinggi badan paling rendah di kelas, atau memiliki tubuh yang cacat, bisa menjadi

stresor potensial bagi diri seorang anak.

  c. Lingkungan fisik Lingkungan fisik digambarkan sebagai lingkungan tempat di mana anak

tinggal atau banyak beraktivitas. Lingkungan yang kurang nyaman bagi anak, dan

sering menimbulkan gangguan dalam beraktivitas bisa menjadi stresor yang

potensial juga bagi diri anak.

  d. Pengalaman psikis personal (personal psychological experiences) Faktor ini melingkupi berbagai hal yang bisa memberikan perasaan tidak

nyaman atau bahkan ketakutan dalam diri anak, seperti mimpi buruk, tersesat dan

hilang dari penjagaan orang tua, kehilangan teman dekat, dan mengalami tekanan

untuk selalu berprestasi.

  3. Aspek-aspek respon stres pada anak Respon-respon stres terdiri dari 2 komponen, yakni : a. Komponen Psikologis 1) Kognitif

  Tingkat stres yang tinggi dapat mengurangi fungsi memori (memory) dan

perhatian (attention) individu dalam aktivitas yang banyak menggunakan fungsi

kognitif (Sarafino, 1990) .

  2) Emosi Tingkat stres yang tinggi dapat menyebabkan perasaan yang tidak bahagia,

sering marah, merasa putus asa, terlihat tidak bergairah dan pasif, menunjukkan

  11

gangguan pola makan dan tidur, dan memiliki penghargaan diri yang rendah serta

sering menyalahkan diri mereka sendiri atas masalah yang terjadi (Rosenhan &

Seligman, dalam Sarafino, 1990).

  3) Perilaku Individu dengan tingkat stres tinggi akan cenderung menghindari

komunikasi dengan orang lain, menjadi lebih mementingkan diri sendiri, dan

memiliki perilaku yang lebih agresif (Sarafino, 1990). Anak sering menggigit

kuku, menggertakkan gigi, menarik telinga, rambut, atau pakaian, makan atau

tidur secara berlebihan atau malah kesulitan, tidak sabar dan terburu-buru,

mencari perhatian yang berlebihan, tertawa atau malah tegang secara berlebihan,

cengeng, mudah terkejut, kehilangan minat untuk sekolah, cemas atau gemetaran,

mengompol, mimpi buruk, sering menuntut pembenaran, dan sering melamun

(Kompas, 21 Maret 2004).

  b. Komponen Fisik Tingkat stres yang tinggi akan meningkatkan rangsangan-rangsangan

fisik, contohnya seperti meningkatnya detak jantung, keringat dingin keluar,

pusing, lelah, sakit perut, frekuensi buang air kecil dan besar meningkat, mual

atau muntah-muntah (Iswinarti & Haditono, 1999).

  4. Masa akhir anak-anak Masa akhir anak-anak dimulai sejak anak memasuki usia 6 tahun sampai

sekitar 11 tahun, atau lebih tepatnya hingga ia matang secara seksual. Berikut ini