Unduh IERO | Macroeconomic Dashboard
INDONESIAN ECONOMIC
REVIEW AND OUTLOOK
NO.1/TAHUN VI/APRIL 2017
(2)
Kata Pengantar
Selamat membaca
Muhammad Edhie Purnawan
Head of Researcher
Macroeconomic Dashboard
Selamat datang di IERO edisi ke-1 tahun 2017. Kali ini, kami
mengangkat tema Ambiguitas Pemulihan Ekonomi. Isu ini kami
pilih seiring kondisi perekonomian global yang penuh dengan
perubahan, ketidaktentuan, dan kompleksitas di tengah proses
pemulihan ekonomi.
IERO terbagi ke dalam sepuluh bagian. Pada bagian pertama
hingga bagian keenam akan disajikan
review
perekonomian
Indonesia dalam tiga bulan terakhir. Pada bagian ketujuh akan
membahas perkembangan ekonomi global dan perkembangan
komoditas. Pada bagian kedelapan, redaksi akan menyajikan
dua artikel opini dari mahasiswa dan dosen Jurusan Ilmu
Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, masing-masing
adalah “Telaah Risiko Perekonomian Indonesia di Tahun 2017”
dan .... Pada bagian kesembilan dan kesepuluh, redaksi akan membahas proyeksi dan
prospek perekonomian Indonesia. Secara khusus, dalam proyeksi ekonomi redaksi akan
menyajikan GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI), yang merupakan instrumen
proyeksi perekonomian satu kuartal ke depan yang dikembangkan secara autentik oleh tim
Macroeconomic Dashboard yang masih terus mengalami penyerpurnaan seiring waktu.
Akhir kata, kami berharap hasil analisis kami dapat memberi manfaat dan menjadi opini
alternatif untuk para pengambil kebijakan, praktisi bisnis, peneliti akademisi mahasiswa
dan masyarakat secara umum. Semoga kondisi ekonomi yang tidak menentu ini
tidak menyurutkan harapan akan perekonomian Indonesia yang semakin kokoh dan
berkelanjutan.
(3)
DAFTAR ISI
1
2
2
4
5
5
12
12
15
15
16
16
18
18
20
20
20
21
21
24
25
25
28
Ringkasan Eksekutif...
A.Perkembangan Perekonomian dan Fiskal...
1. Tahun 2016 Ditutup dengan Percepatan Pertumbuhan Ekonomi...
2. Perkembangan Fiskal...
B.Pasar Finansial dan Sektor Moneter...
1. Suku Bunga Deposito Menurun, IHSG Menguat Tajam Disokong Investor
Non-Residen, Kinerja Reksadana Menguat...
C.Sektor Perbankan...
1. Ketahanan sistem Perbankan tetap stabil di tengah ketidakpastian ekonomi...
D. Inlasi dan Ketenagakerjaan
...
1. Inlasi Tahunan per Maret 2017 turun...
2. Inlasi Regional...
3. Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia Memburuk...
E.Neraca Pembayaran Indonesia...
1. Neraca Pembayaran Indonesia mengalami penurunan surplus...
F.Indikator Krisis...
1. Tekanan pada pasar valuta asing cenderung meningkat pada Maret 2016...
2. Tekanan di Sektor Perbankan Indonesia Menurun...
G.Perkembangan Ekonomi Global dan Pasar Komoditas...
1. Secara umum baik negara maju maupun negara berkembang tumbuh lebih lambat
dibandingkan tahun 2015...
H.GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI)...
I.Isu Terkini...
Telaah Risiko Perekonomian Indonesia di Tahun 2017...
J.ECONOMIC OUTLOOK...
(4)
Indonesian Economic Review and Outlook iv
DAFTAR ISTILAH
APBN APBNP BI BOPO BPD BPI bps BUSN CAR CDS DJPPR DPK DSR ECB EMPI EYI FOMC FSI GAIKINDO GAMA LEI IBPA ICP IDMA IDR IGB CPI IHSG IKK IPR ITB ITK JIBOR JISDOR KK KMK LAR LDR LNPRT LPS Migas m-t-m NAB NDF NIM NPI NPL OIS OJK OPEC PDB PMTB PNBP pp PUAB q-t-q RAPBN REER RHS ROA SBI SBN SPN TPAK TPT ULN USD y-o-y y-t-d
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Bank Indonesia
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional Bank Pembangunan Daerah
Banking Pressure Index basis points
Bank Umum Swasta Nasional
Capital Adequacy Ratio Credit Default Swap
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Dana Pihak Ketiga
Debt-Service Ratio
European Central Bank
Exchange Market Pressure Index Effective Yield Index
Federal Open Market Committee
Financial Stability Index
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia
Gadjah Mada Leading Economic Indicator
Indonesian Bond Pricing Agency
Indonesia Crude Price
Inter Dealer Market Agency Indonesian Rupiah
Indonesian Global Bond Clean Price Index
Indeks Harga Saham Gabungan Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Penjualan Riil Indeks Tendensi Bisnis Indeks Tendensi Konsumen Jakarta Interbank Offer Rate Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Kredit Konsumsi
Kredit Modal Kerja
Liquidity Assets Ratio Loan to Deposit Ratio
Lembaga Non-proit Pembantu Rumah
Tangga
Lembaga Penjamin Simpanan Minyak dan gas
month to month
Nilai Aktiva Bersih
Nondeliverable Forward Net Interest Income
Neraca Pembayaran Indonesia
Nonperforming Loan Overnight Indexed Swap
Otoritas Jasa Keuangan
Organization of The Petroleum Exporting Countries
Produk Domestik Bruto
Pembentukan Modal Total Bruto Penerimaan Negara Bukan Pajak
percentage point
Pasar Uang Antar Bank
quarter to quarter
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Real Effective Exchange Rate
Right Hand Side (Sumbu vertikal kanan)
Return On Asset
Sertiikat Bank Indonesia
Surat Berharga Negara Surat Perbendaharaan Negara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka Utang Luar Negeri
United States Dollar
year on year year to date
(5)
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perekonomian Indonesia pada Kuartal IV-2016 tumbuh 4,94 persen, lebih rendah daripada kuartal
sebelumnya (5.01 persen) atau tahun sebelumnya (5.17 persen). Akan tetapi, secara tahunan perekonomian
Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya. Secara sektoral, pertumbuhan jasa
keuangan adalah paling inggi diantara sektor lainnya, yaitu sebesar 8,90 persen. Pengeluaran konsumsi
juga masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi dan diperkirakan akan terus berlanjut hingga awal
2017. Hal ini ditunjukkan oleh senimen konsumen terhadap pasar dan indikator penjualan yang menguat.
Dari segi iskal, realisasi APBN-P 2016 berada di bawah target. Deisit anggaran tercatat berkurang
dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan belanja pemerintah dalam PDB terkontraksi paling dalam
sejak lima tahun terakhir. Dibandingkan dengan asumsi makro APBN-P 2016, kondisi perekonomian
Indonesia
underperformed
dari ekspektasi awal pemerintah dalam hal pertumbuhan ekonomi, liting
minyak, inlasi, dan nilai tukar.
Secara sepintas, sektor keuangan dan perbankan berada dalam kondisi yang sehat. Bursa efek Indonesia
kebanjiran likuiditas dari investor non-residen menyebabkan IHSG mencapai rekor teringginya pada Maret
2017. Sebaliknya, suku bunga deposito dan
yield
SBN mengalami penurunan. Sektor perbankan terpantau
cukup terkendali dengan peningkatan pertumbuhan kredit perbankan dan nilai CAR yang terjaga. Hingga
Maret 2017, inlasi masih dalam rentang target Bank Indonesia tahun 2017.
Dari sisi eksternal, neraca perdagangan barang Kuartal IV-2016 mencetak surplus yang teringgi selama
iga tahun terakhir. Ekspor barang non-migas meningkat seiring dengan meningkatnya harga komoditas
primer di pasar global. Akan tetapi, neraca pembayaran mengalami penurunan akibat investasi porfolio
yang deisit. Larinya dana-dana asing dari Indonesia terjadi bersamaan dengan perisiwa terpilihnya
Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat. Investasi langsung juga mengalami penurunan akibat aksi
withdrawal
sejumlah perusahaan swasta pertambangan.
Dari kedua indikator krisis, EMPI dan BPI, Indonesia masih dalam taraf normal. EMPI menunjukkan
kecenderungan meningkat, tetapi relaif normal karena masih berada dalam batas amannya. BPI
menunjukkan penurunan tekanan sektor perbankan per Maret 2017, terlihat dari nilainya yang mendekai
100.
Selama 2016, perekonomian global belum menunjukkan pembalikan ke arah posiif yang mencolok.
Sejumlah negara-negara maju mencatatkan pertumbuhan posiif tetapi dengan pertumbuhan yang lebih
rendah. Amerika Serikat mencatatkan pertumbuhan ekonomi 1,6 persen pada 2016, ingkat paling rendah
selama empat tahun terakhir. Beberapa negara
emerging markets
justru berada dalam resesi. Indonesia
merupakan satu-satunya negara
emerging market
dengan pertumbuhan yang inggi.
Setelah merangkak naik jelang akhir tahun 2016 dan awal 2017, harga beberapa komoditas global mulai
menurun per Maret 2017. Harga minyak dunia mulai menurun, demikian pula mayoritas harga logam,
coklat, dan kopi. Kenaikan ini menunjukkan ambiguitas keadaan perekonomian global saat ini.
Yang terakhir, indikator GAMA LEI memproyeksikan berbaliknya arah siklus ekonomi menjadi posiif pada
Kuartal I-2017. Akan tetapi, seperi pada umumnya siklus musiman perekonomian tahunan, Kuartal I idak
akan mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih inggi dari kuartal-kuartal setelahnya.
(6)
Indonesian Economic Review and Outlook 2
A. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAN FISKAL
1. Tahun 2016 Ditutup dengan Percepatan Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 1 Pertumbuhan PDB atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha, 2014 – 2016
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2016 turun
Catatan:
Sektor Primer: (1) Pertanian Kehutanan dan Perikanan; (2) Pertambangan dan Penggalian
Sektor Industri: Industri Pengolahan
Sektor Jasa: (1) Pengadaan Listrik dan Gas; (2) Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; (3) Konstruksi; (4) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; (5) Transportasi dan Pergudangan; (6) Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; (7) Informasi dan Komunikasi; (8) Jasa Keuangan dan Asuransi; (9) Real Estat; (10) Jasa Perusahaan; (11) Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; (12) Jasa Pendidikan; (13) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; (14) Jasa Lainnya. Sumber: BPS dan CEIC (2017)
Gambar 2 Pertumbuhan PDB atas Dasar Harga Konstan Menurut Pengeluaran, 2014 – 2016
Belanja LNPRT tumbuh tertinggi
Sumber: BPS dan CEIC (2017)
Pada Kuartal-IV 2016, ekonomi Indonesia tumbuh 4,94
persen secara year on year. Bila dilihat secara kuartalan, terjadi
kontraksi, bila dibandingkan pertumbuhan pada Kuartal-III 2016 (5,01 persen) maupun dengan Kuartal-IV 2015 (5,17 persen). Pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor jasa, yang tumbuh 4,67 persen. Dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, pertumbuhan ekonomi kali ini terkontraksi hingga 1,77 persen.
Sektor primer menjadi satu-satunya lapangan usaha yang
tidak mengalami perlambatan maupun kontraksi. Sektor
primer secara agregat tercatat tumbuh 3,70 persen. Bila didisagregasi, sektor pertanian tumbuh pesat ke level 5,31 persen dan sektor pertambangan terlihat berangsur-angsur membaik dengan tumbuh hingga 1,60 persen—tertinggi sejak sejak tahun 2014. Di sisi lain, sektor industri manufaktur terkontraksi 0,29 persen di kuartal ini—pertama kalinya sejak sejak lima tahun
terakhir. Hal ini salah satunya dipicu oleh luktuasi kepercayaan
konsumen terhadap pasar selama periode Kuartal-III 2016 hingga Kuartal-IV 2016.
Secara tahunan, ekonomi Indonesia Tahun 2016 justru
tumbuh 5,02 persen lebih tinggi dibandingkan Tahun
2015. Perekonomian Indonesia Tahun 2016 secara keseluruhan
tercatat membaik bila dibandingkan dengan tahun lalu dengan mencatatkan percepatan pertumbuhan hingga 0,22 persen
year on year. Hal ini salah satunya didorong oleh pertumbuhan lapangan usaha jasa keuangan sebesar 8,90 persen dan naiknya tren penjualan ritel dan kepercayaan pasar sepanjang tahun 2016
Meneruskan tren kuartal sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal ini tidak didominasi oleh pertumbuhan pos
pengeluaran konsumsi rumah tangga. Komponen pengeluaran
belanja Lembaga Nonproit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT)
tumbuh tertinggi dengan mencatatkan pertumbuhan 6,72 persen
secara year on year. Angka tersebut merupakan yang tertinggi
selama kurun waktu setahun terakhir. Pos pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh tertinggi kedua (4,99 persen). Di sisi lain, kontraksi ekspor berkurang drastis sebesar 11,68 persen, salah satunya didorong oleh tren penguatan dolar AS selama periode Oktober-Desember 2016 hingga berada di kisaran 13.400 hingga 13.500 rupiah di penutupan tahun.
Yang menarik, belanja pemerintah terkontraksi hingga 4,05
persen—merupakan kontraksi terdalam, baik selama periode
teramati maupun sejak lima tahun terakhir. Sepanjang tahun
2016, pertumbuhan pos belanja pemerintah luktuatif dan sempat
mencapai puncaknya pada Kuartal-II 2016 (6,23 persen). Turunnya pengeluaran pemerintah pada kuartal ini dimotori oleh beberapa hal, yaitu 1.) Penghematan subsidi energi dan non-energi dan 2.) dimulailanya penerapan sistem penyaluran subsidi terbatas, dan 3.) rasionalisasi target anggaran pada APBN-P 2016.
(7)
Gambar 3 Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini, dan Indeks Ekspektasi Konsumen, Maret 2012–Maret 2017
Optimisme konsumen secara umum meningkat
Sumber: Bank Indonesia & CEIC (2017)
Gambar 4 Indeks Penjualan Eceran Riil, Maret 2012‒2017
Pertumbuhan penjualan eceran per Maret 2017 melambat
Sumber: Bank Indonesia & CEIC (2017)
Gambar 5 Penjualan Motor, Mobil, dan Semen, Maret 2012 – Maret 2017
Seluruh indikator penjualan meningkat
Sumber: Astra International, GAIKINDO, Asosiasi Semen Indonesia (2017)
Per Maret 2017, sentimen konsumen terhadap pasar
meningkat. Hal ini dterindikasi dari naiknya Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) hingga 4,4 poin ke level 121,5. Angka indeks ini lebih tinggi dibandingkan Februari 2017 (117,1) maupun Maret 2016 (109,8). Naiknya IKK disebabkan oleh kenaikan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang merupakan komponen pembentuk IKK. Selama kuartal awal tahun ini (Januari hingga Maret 2017), IKK menunjukkan tren positif dengan augmentasi sekitar 2 hingga 4 poin antarbulan. Ini kontras dengan tren awal tahun 2016 ketika optimisme konsumen
terpantau luktuatif di kisaran 109-112 poin. Membaiknya
optimisme konsumen pada periode ini salah satunya disebabkan oleh meningkatnya ketersediaan lapangan kerja yang menaikkan daya beli masyarakat.
Indeks Penjualan Riil (IPR) Eceran per Maret 2017, menguat
3,7 poin ke level 200,8. Selama periode Februari-Maret 2017, IPR
tumbuh 2,61 persen secara year on year. Angka ini merupakan
yang terendah selama kurun waktu awal 2017. Sementara itu,
secara month-to-month, IPR tumbuh 1,88 persen setelah selama
dua bulan sebelumnya tercatat tumbuh negatif. Dibandingkan dengan Maret 2016 (2,95 persen), pertumbuhan IPR bulan ini
tercatat masih lebih rendah. Sedangkan secara year-to-date,
pertumbuhanIPR mengalami kontraksi 3,09 persen. Hal ini salah
satunya didorong oleh perlambatan penjualan eceran pada kelompok makanan dan non makanan.
Pada Maret 2017, seluruh indikator penjualan tercatat
tumbuh positif. Dibandingkan Februari 2017, penjualan motor
bertambah paling banyak sekitar 20 ribu unit. Angka penjualan mobil bertambah 7 ribu unit, sedangkan penjualan semen bertambah 538 ribu ton. Selama periode Februari hingga Maret 2017, penjualan semen tumbuh tertinggi sebesar 11,6 persen. Penjualan mobil tumbuh 7,47 persen, sementara penjualan motor
tumbuh 4,43 persen. Secara year-to date, angka penjualan motor
merupakan satu-satunya indikator penjualan yang mengalami kontraksi. Jumlah motor yang terjual secara agregat tumbuh negatif sebesar 15,87 persen. Di sisi lain, penjualan mobil dan penjualan semen masing-masing tercatat tumbuh 8,38 persen dan 8,28 persen. Naiknya seluruh angka penjualan ini dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya 1.) meningkatnya optimisme konsumen selama periode Januari-Maret 2017 serta 2.) menurunnya tekanan harga yang ditunjukkan dengan turunnya
(8)
Indonesian Economic Review and Outlook 4
2. Perkembangan Fiskal
Tabel 1 Realisasi Indikator Makroekonomi 2015 dan 2016
Beberapa asumsi makro mengalami perubahan
Indikator
2016 2017
APBNP Realisasi Sementara per Desember 2016 Realisasi Sementara per
Januari 2017 APBN
Pertumbuhan Ekonomi (% y-o-y) 5,2 5,01 4,94 5,3
Inlasi (% y-o-y) 4,0 3,02 3,49 4,0
Tingkat Bunga SPN 3 bulan rata-rata (%) 5,5 5,60 5,11 5,3 Nilai Tukar (IDR/USD) 13.5 13.436 13.343 13.3 Harga Minyak Mentah Indonesia (USD/barrel) 40 51,09 51,88 45 Lifting Minyak (Ribu barel per hari) 820 822 735,76 815 Lifting Gas Bumi (Ribu barel per hari) 1.150 1.195,0 1.199,76 1,150
Sumber: Kementerian Keuangan (2017)
Tabel 2 Ringkasan Realisasi APBNP 2016 dan APBN 2017 (Triliun Rupiah)
Rasionalisasi Target APBN 2017 menjadikan dan menurunnya
deisit anggaran Uraian 2016 2017 APBNP Realisasi Sementara per Desember 2016 APBN Realisasi Sementara per Januari 2017
Pendapatan Negara 1.786,2 1.555,1 1.750,3 87,9
Pendapatan dalam negeri 1.784,2 1.546,9 1.498,9 87,9
Penerimaan Perpajakan 1.539,2 1.285 1.498,9 73,6
Penerimaan Negara Bukan Pajak 245,1 261,9
250 14,3
Penerimaan Hibah 2,0 8,2 1,4 0,0
Belanja Negara 2.082,9 1.860,3 2.080,5 133,3
Belanja pemerintah pusat 1.319,5 1.150,1 1.315,5 57,6
Transfer ke daerah dan dana desa 664,6 710,3 764,9 75,6
Surplus/(Deisit) anggaran -225,5 -305,2 -330.2 -45.4
% Surplus/(Deisit) terhadap PDB 1,9 2,46 2,41 0,33
Sumber: Kementerian Keuangan (2017)
Realisasi Asumsi Makro APBN-P 2016 per Desember 2016
secara umum tercatat prospektif. Perkembangan terbaru
menunjukkan pertumbuhan ekonomi APBNP 2016 masih berada
jauh di bawah target APBN-P 2016 sebesar 5,2 persen year on
year. Inlasi dan nilai tukar per Desember 2016 pun jauh terdeviasi
dari asumsi makro. Di sisi lain, tingkat bunga SPN 3 bulan
rata-rata sudah melampaui target hingga 0,1 percentage point. Meski
begitu, data per Januari 2017 mengindikasikan tren negatif yield
jenis sekuritas ini. Sebabnya adalah turunnya minat terhadap SPN 3 Bulan. Pada APBN 2017, pemerintah berupaya menurunkan harga SPN 3 Bulan secara terbatas dengan meningkatkan frekuensi lelang semenjak awal tahun. Turunnya harga SPN 3
Bulan dimaksudkan untuk meningkatkan yield instrumen ini, agar
kebutuhan APBN 2017 dapat terpenuhi. Harga minyak mentah Indonesia tahun 2016 mencapai 51,09 dolar AS per barel—jauh melebihi target APBN Perubahan—lebih rendah dibandingkan Desember 2016 di level 40 dolar AS per barel. Naiknya harga minyak mentah selama Desember 2016-Januari 2017 dipicu
oleh penurunan volume lifting minyak dari 822 ribu barel per
hari menjadi 735,76 ribu barel per hari. Lifting gas bumi pada
Desember 2016 dan Januari 2017 sudah melebihi target APBN-P 2016 dan APBN 2017.
Realisasi pendapatan belanja negara per Desember 2016
tercatat mencapai 1.555,1 triliun rupiah, masih lebih rendah dari pagu APBNP 2016 sebesar 1.786,2 triliun rupiah atau
sebesar 87,06 persen. Capaian ini masih lebih tinggi dari
persentase realisasi APBNP 2015 pada periode yang sama, yakni 85,4 persen. Naiknya capaian realisasi ini didorong oleh beberapa faktor. Pertama, naiknya realisasi penerimaan pajak dan PNBP masing-masing hingga 50 triliun rupiah dan 8 triliun rupiah. Penerimaan pajak tercatat sebesar 1.285 triliun rupiah atau 83,48 persen terhadap APBN Perubahan 2016. Realisasi penerimaan
hibah tercatat naik drastis dari sebelumnya hanya mencapai
3,3 triliun pada Desember 2015 menjadi 8,2 triliun rupiah pada Desember 2016.
Realisasi belanja per Desember 2016 meningkat sekitar 50 triliun rupiah menjadi 1.860,3 triliun rupiah dibandingkan
tahun 2015 (1.810). Belanja pemerintah pusat hanya mampu
mencapai 1.150,1 triliun rupiah—masih belum mencapai target APBNP 2016 sebesar 1.319,5 triliun rupiah.
Deisit anggaran Januari 2017 tercatat sebesar 305,2 triliun rupiah atau sebesar 2,46 persen terhadap PDB. Turunnya deisit
anggaran dibandingkan tahun 2015 (2,8 persen terhadap PDB) ini disebabkan oleh peningkatan penerimaan perpajakan dan PNBP.
Transfer dana ke desa juga terindikasi meningkat dan melampaui pagu APBNP 2016. Penyempitan deisit ini salah satunya didorong oleh
(9)
B. Pasar Finansial dan Sektor Moneter
1. Suku Bunga Deposito Menurun, IHSG Menguat Tajam Disokong Investor Non-Residen, Kinerja ReksadanaMenguat
Gambar 6 Suku Bunga Deposito, LPS, dan 7-Days Reverse Repo Rate 2012 – 2017
BI 7-days reverse repo rate dan suku bunga acuan tetap, suku bunga deposito menurun
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2017)
Gambar 7 Pergerakan IHSG, Maret 2012 – Maret 2017
IHSG bullish dipompa aksi net beli investor non-residen
Sumber: BEI dan CEIC (2017)
Gambar 8 Kapitalisasi Pasar IHSG Maret 2012 – Maret 2017
Pembelian asing mendongkrak kapitalisasi IHSG
Sumber: BEI dan CEIC (2017)
Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan 7-days reverse repo rate sebesar 4,75 persen hingga April 2017.
Tingkat ini belum berubah sejak BI menurunkan 7-days repo rate pada Oktober 2016. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan
perkembangan ekonomi global yang terus membaik, inlasi bulanan yang masih dalam target, dan kondisi pasar inansial dan perbankan
yang dinilai tetap stabil. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik pada Kuartal I-2017 akan tetap baik yang ditandai oleh net ekspor yang positif dan perbaikan investasi.
Suku bunga deposito kembali mengalami penurunan. Rata-rata tertimbang suku bunga deposito pada Februari 2017 menunjukkan
penurunan sebesar 90 bps dibandingkan Februari 2016. Hal ini didukung dengan jumlah deposito yang mencatatkan pertumbuhan
sebesar 7,7 persen y-o-y pada Januari 2017, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan deposito tahun sebelumnya yang hanya sebesar
2,7 persen. Selain itu, LPS tetap mempertahankan suku bunga penjaminan di level 6,25 persen sejak September 2016.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak tajam dan
mencetak angka tertingginya pada bulan Maret dengan nilai
bulanan 5.568 poin. IHSG melanjutkan tren bullish-nya sejak
awal tahun 2017 dan telah mencatatkan peningkatan 5,1 persen
y-t-d. Sentimen positif mengemuka di antara pelaku pasar asing akibat membaiknya perekonomian Indonesia Kuartal I-2017 dan rilis laba emiten bursa tahun 2016. Selain itu, para pelaku pasar
tengah dipenuhi sentimen positif dari antisipasi kenaikan rating
yang akan diberikan lembaga pemeringkat S&P. Akan tetapi,
beberapa perkembangan negatif geopolitik global seperti konlik
militer Suriah dan Korea Utara perlu diantisipasi karena berpotensi menyebarkan sentimen negatif atas pasar modal.
Investor non-residen membukukan pembelian bersih yang
sangat besar. Selama Maret 2017, investor non-residen melakukan
pembelian bersih sejumlah Rp10,12 triliun, atau Rp8,35 triliun sepanjang Kuartal I-2017. Masuknya dana asing ini mendongkrak harga IHSG dan kapitalisasi pasarnya. Nilai total kapitalisasi pasar pada Maret 2017 adalah Rp6.055 triliun, tumbuh 17,7 persen dari Maret 2016. Nilai kapitalisasi total masih berpotensi untuk terus
naik ditopang rencana initial public offering beberapa emiten baru
pada tahun 2017, kinerja positif IHSG selama tahun 2016, dan berbagai kampanye investasi bursa efek yang digaungkan Bursa Efek Indonesia.
(10)
Indonesian Economic Review and Outlook 6
Gambar 9 MSCI Equity Benchmark Index April 2012 – April 2017
Pasar global, baik Asia maupun negara-negara developed countries, menunjukkan tren bullish sejak awal tahun 2017.
Sumber: Bloomberg (2017)
Gambar 10 Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Maret 2012 – Maret 2017
Kinerja reksadana menguat mengikuti tren bullish bursa efek
Sumber: Aplikasi Industri Reksa Dana BAPEPAM / OJK (2017)
Positifnya kinerja bursa efek Indonesia berbarengan
dengan sentimen positif global. Hal ini tereleksikan dalam
perkembangan indeks komposit pasar ekuitas global MSCI. Pasar
emerging market Asia menunjukkan tren bullish semenjak akhir tahun 2016, ditunjukkan dengan indeks MSCI Emerging Asia
pada 31 Maret 2017 yang naik 11,1 persen y-t-d. Hal ini juga
berbarengan dengan indeks MSCI Emerging Markets yang hingga
Maret 2017 telah naik 13,2 persen y-t-d dan MSCI All-Country
World yang juga naik 6,4 persen y-t-d. Tren bullish pasar modal
global ini berimbas pada besarnya dana asing yang masuk ke Bursa Efek Indonesia semenjak awal 2016.
Kinerja bursa efek diikuti dengan peningkatan nilai aktiva
bersih (NAB) reksadana. Nilai aktiva bersih reksadana naik
menjadi Rp353.504 miliar atau tumbuh 2,45 persen y-t-d. Hal ini
disumbang oleh tren bullish IHSG mengingat aset berupa efek
menempati porsi 35 persen dari komposisi efek reksadana per
Maret 2017. Jumlah unit outstanding reksadana, yang pada Maret
2017 naik 1,07 persen m-t-m atau 33 persen y-o-y menjadi 259
miliar unit, menandakan aksi beli reksadana yang masih sangat kuat di pasar. Di balik penguatan ini, harap dicermati penurunan
yield SBN dan ketidakpastian perkembangan geopolitik global
(11)
Pasar Finansial dan Sektor Moneter
Gambar 11 Kurs Rupiah terhadap Dolar AS*, Maret 2011 – Maret 2016
Kondisi Rupiah relatif stabil pada Maret 2017
Catatan: * = mulai Mei 2013, data kurs menggunakan JISDOR Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2017, diolah)
Gambar 12 Real Effective Exchange Rate, Maret 2012 – Maret 2017
Rupiah mengalami apresiasi dibandingkan dengan basket mata
uang lainnya
Sumber: BIS dan CEIC (2017)
Pada Desember 2016 kurs rupiah terhadap dollar AS tercatat
berada pada Rp 13.321/US$. Nilai rupiah ini terapresiasi 0,19
persen m-t-m dan 0,16 persen q-t-q. Selama kuartal I-2017
pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS relatif stabil— secara rata-rata selama kuartal I-2017 nilai tukar rupiah terhadap dollar berada pada level Rp 13.337/US$ dengan standar deviasi sebesar 14 poin, lebih rendah dibandingkan standar deviasi pada
kuartal IV-2016 yakni sebesar 266,611. Iklim investasi yang lebih
baik (dengan pembagunan infrastruktur penunjang yang terus berlangsung), mulai meningkatnya harga komoditas serta mulai masuknya dana amnesti pajak ke pasar keuangan menjadi faktor penyebab apresiasi dan stabilnya nilai rupiah pada kuartal I-2017.
1 Sedangkan rata-rata pada kuartal IV-2016 adalah sebesar Rp13.350/US$
Rupiah kembali terapresiasi terhadap grup mata uang
negara-negara lainnya. Pada Maret 2017 indeks Real Effective Exchange
Rate (REER) berada pada level 111,74 nilai indeks. REER pada Maret 2017 lebih tinggi 5,3 poin dibandingkan rata-rata jangka
panjangnya—yakni 106,44 nilai indeks—atau overvalued 4,98
persen. Besaran overvalued REER rupiah pada Maret 2017 tercatat
lebih rendah dibandingkan Februari 2017 (lebih rendah 0,31 pp)
maupun Desember 2016 (kuartal IV-2016, lebih rendah 0,54 pp).
Terdapat beberapa implikasi dari pergerakan REER pada Maret 2017. Pertama, nilai tukar rupiah efektif terhadap negara-negara
rekan dagang/basket mata uang lainnya mengalami apresiasi.
Kedua, mengecilnya overvalued rupiah menunjukkan tanda-tanda
(12)
Indonesian Economic Review and Outlook 8
Gambar 13 Cadangan Devisa, Maret 2012 – Maret 2017
Cadangan devisa kembali mengalami peningkatan
Sumber: CEIC (2017)
Gambar 14 Utang Luar Negeri Indonesia (Juta USD), Februari 2012-Februari 2017**
ULN sektor publik meningkat, ULN sektor swasta masih tertekan
Sumber: Statistik Utang Luar Negeri Bank Indonesia (2017)
Perkembangan ULN hingga Februari 2017 ditandai oleh peningkatan ULN sektor publik dan penurunan ULN sektor
swasta. Peningkatan pertumbuhan ULN sektor publik sejalan
dengan deisit APBN 2017 dan peningkatan target pembiayaan
utang luar negerinya. Di lain sisi, sektor swasta masih melanjutkan tren penurunan pertumbuhan ULN tahunannya yang sudah dimulai sejak awal tahun 2016.
Jumlah total utang luar negeri (ULN) pada Februari 2017 adalah
US$ 371.704 juta yang terdiri dari ULN sektor swasta sebesar US$ 159.733 juta dan ULN sektor publik sebesar US$ 161.970 juta. Dilihat dari proporsinya, ULN pemerintah mendominasi dengan sumbangannya sebesar 50,3 persen terhadap total ULN
Indonesia. Total ULN naik sebesar 2,71 persen y-o-y atau 0,24
persen secara m-t-m. ULN sektor publik naik sebesar 10,28 persen
y-o-y atau 0,46 persendari bulan sebelumnya. ULN sektor swasta masih melanjutkan tren penurunannya dengan menurun 4 persen
y-o-y atau naik 0,03 persen dari bulan sebelumnya.
Cadangan devisa Indonesia pada Maret 2017 tercatat berada
pada US$ 121,81 miliar. Nilai cadangan devisa ini meningkat
1,62 persen m-t-m dan 4,68 persen q-t-q. Cadangan devisa
Indonesia pada Maret 2017 merupakan capaian cadangan devisa tertinggi selama periode amatan. Pendapatan devisa ekspor
migas, penerbitan global bonds pemerintah serta program
amnesti pajak oleh pemerintah mendorong kenaikan cadangan devisa Indonesia. Besaran cadangan devisa pada Maret 2017 cukup untuk membiayai impor dan utang pemerintah selama 8,6 bulan—melampaui standar kecukupan internasional yakni 3 bulan.
Program pengampunan pajak yang dilakukan oleh pemerintah (tax amnesty) merupakan salah satu alasan utama kenaikan cadangan devisa. Selain itu, ketidakpastian iklim perekonomian di negara maju juga berkontribusi terhadap kenaikan cadangan devisa Indonesia pada Desember 2016. Besarnya cadangan devisa pada Desember 2016 cukup untuk membiayai impor dan utang pemerintah selama 8,4 bulan—lebih tinggi dari standar kecukupan internasional yakni 3 bulan.
(13)
Pasar Finansial dan Sektor Moneter
Gambar 15 Utang Luar Negeri Indonesia Berdasarkan Jangka Waktunya (Juta USD) (remaining maturity), Februari 2012 – Februari 2017**
ULN masih didominasi ULN jangka panjang dengan pertumbuhan yang terkendali
Sumber: Statistik Utang Luar Negeri Bank Indonesia (2017)
Gambar 16 Indikator Utang Luar Negeri Indonesia (%) Kuartal IV-2014 – Kuartal IV-2016**
Indikator ULN Indonesia menunjukkan perbaikan
Sumber: Statistik Utang Luar Negeri Bank Indonesia (2017)
DSR Tier 1 merupakan pembayaran pokok dan bunga atas utang jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang jangka pendek.
DSR Tier 2 meliputi pembayaran pokok dan bunga atas utang dalam rangka investasi langsung selain dari anak perusahaan di luar negeri, serta pinjaman dan utang dagang kepada non-ailiasi.
Dilihat dari jangka waktunya, ULN Indonesia disumbang oleh ULN jangka panjang sebesar 85 persen pada Februari 2017.
Sektor swasta mendominasi ULN jangka pendek Indonesia dengan pangsa 85 persen. Di lain sisi, ULN jangka panjang didominasi oleh sektor publik yang menyumbang 57 persen ULN jangka panjang. Sektor publik masih cenderung memilih pembiayaan luar negeri dengan tenor yang lebih panjang dibandingkan sektor swasta.
Total ULN jangka panjang meningkat 3,2 persen y-o-y, lebih
besar dibandingkan peningkatan ULN jangka pendek sebesar
0,5 persen y-o-y. Pertumbuhan kelompok ULN jangka pendek
banyak disumbangkan oleh pertumbuhan ULN pemerintah
sebesar 18,3 persen y-o-y dan pengurangan ULN bank sentral
hingga 55 persen y-o-y. Pada kelompok ULN jangka panjang,
ULN sektor publik mencatatkan pertumbuhan 10,9 persen y-o-y
di tengah penurunan ULN swasta sebesar 5,7 persen y-o-y. Hal ini menunjukkan masih terkendalinya perkembangan paparan resiko atas utang jangka pendek Indonesia.
Secara umum, indikator-indikator ULN Indonesia
menunjukkan peningkatan kemampuan pembayaran ULN
dan penurunan vulnerabilitas eksternal. Rasio debt-service-ratio
(DSR) yang menunjukkan kemampuan pembayaran kembali ULN mengalami penurunan, menandakan pembaikan kemampuan
Indonesia dalam membayar kembali ULN-nya. DSR Tier 1 dan DSR
Tier 2 menurun sebesar 1,89 persen dan 11,72 persen q-t-q, secara berurutan. Rasio utang terhadap ekspor menurun sebesar 5,29 persen, disumbangkan oleh perbaikan kinerja ekspor Indonesia selama akhir tahun 2016. Rasio utang terhadap PDB pada kuartal IV-2016 adalah 33,98 persen, menurun 8,59 persen dari kuartal sebelumnya.
(14)
Indonesian Economic Review and Outlook 10
Gambar 17 Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia Outstanding (Triliun IDR), 2012 – 2017
Jumlah SBN outstanding meningkat dengan dominasi SBN tradeable
Sumber: DJPPR Kementerian Keuangan (2017)
Gambar 18 Kepemilikan SBN Tradeable (Triliun IDR), Maret 2012 – Maret 2017
Non-residen masih mendominasi kepemilikan SBN tradeable
Sumber: DJPPR Kementerian Keuangan (2017)
Jumlah SBN outstanding terus meningkat dengan
peningkatan jumlah SBN tradeable dan penurunan jumlah non-tradable hingga Maret 2017. Jumlah outstanding sebesar Rp2.918 triliun ini meningkat 17 persen dibandingkan posisi tahun
sebelumnya, atau meningkat 2 persen m-t-m. SBN tradeable
terus mendominasi jumlah SBN dengan total nilai Rp2.683 triliun,
meningkat 20,8 persen y-o-y atau 2,3 persen m-t-m. Sedangkan,
total SBN non-tradeable hanya senilai Rp235 triliun, menurun
9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pemerintah terus
menerus menerbitkan SBN tradeable sebagai sumber pembiayaan
APBN yang pada tahun 2017 ditargetkan terbit senilai neto Rp399,99 triliun.
Dilihat dari entitas pemilik, non-residen masih mendominasi
kepemilikan SBN outstanding tradeable dengan pangsa 56
persen pada Maret 2017. Jumlah kepemilikan ini senilai Rp723
triliun, meningkat 19,3 persen y-o-y. Institusi bank di Indonesia
hanya memegang 38 persen senilai Rp495.92 triliun, meningkat
hanya 9 persen y-o-y. Peningkatan kepemilikan investor
non-residen dalam SBN tradeable menunjukkan kenaikan risiko capital
light yang meningkat jika yield SBN semakin menurun atau
kondisi perekonomian Indonesia dinilai kurang menarik. Akan
tetapi, pemberian outlook positif dari lembaga pemeringkat Moody’s pada Februari 2017 telah memberikan keyakinan bagi dunia global atas kondisi obligasi Indonesia sehingga ancaman
(15)
Pasar Finansial dan Sektor Moneter
Gambar 19 Imbal Hasil (Yield) SBN Indonesia Maret 2012 – Maret 2017
Imbal hasil Indonesia berangsur kembali menurun akibat kenaikan harga yang dipicu peningkatan permintaan
Sumber: CEIC (2017)
Gambar 20 Credit Default Swap dan Indeks Yield Obligasi Indonesia Maret 2015 – Maret 2017
Penurunan yield dipicu oleh penurunan resiko obligasi Indonesia secara umum
Sumber: Bloomberg (2017)
Setelah mengalami peningkatan sementara bersamaan dengan pemilu AS di akhir 2016, imbal hasil SBN Indonesia
kembali menurun. Penurunan ini mengikuti tren penurunan
yang terjadi sejak awal tahun 2016 sejalan dengan peningkatan permintaan SBN, penurunan imbal hasil obligasi global dan penurunan persepsi resiko atas instrumen obligasi negara Indonesia. Peningkatan permintaan atas SBN salah satunya disumbangkan oleh peraturan OJK mengenai kewajiban investasi SBN minimal pada lembaga keuangan non-bank. Di sisi lain, penurunan persepsi resiko atas obligasi Indonesia ditopang oleh membaiknya kondisi perekonomian dan optimisme akan pasar
inansial Indonesia.
Kondisi ini mendorong para pelaku pasar mengubah
rancangan portofolio investasi. Penurunan imbal hasil SBN akan
mengakibatkan penurunan return yang diperoleh dari investasi
dalam aset bebas resiko ini. Sehingga, investor kemungkinan akan mengalokasikan dananya keluar dari SBN. Penurunan persepsi risiko umum atas pasar obligasi Indonesia membuka peluang bagi pelaku pasar untuk mengalihkan dananya ke aset-aset yang setingkat lebih beresiko dalam rangka menjaga tingkat imbal hasil portofolio investasi.
Penurunan yield obligasi Indonesia secara umum
disumbangkan oleh persepsi resiko atas obligasi Indonesia
yang menurun. Yield obligasi Indonesia yang dihitung
berdasarkan IBPA Effective Yield Index pada Maret 2017 adalah
7.20 persen, menurun 69 bps dari Desember 2016. Hal ini sejalan
dengan harga credit default swap atas obligasi 5 tahun Indonesia
yang menurun 30,35 poin dari Desember 2016. Penurunan credit
default swap menunjukkan penurunan persepsi risiko default dan kembalinya kepercayaan para pelaku pasar terhadap fundamental perekonomian Indonesia pada awal tahun 2017.
(16)
Indonesian Economic Review and Outlook 12
C. SEKTOR PERBANKAN
1. Ketahanan sistem Perbankan tetap stabil di tengah ketidakpastian ekonomi
Gambar 21 Pertumbuhan kredit Perbankan Februari 2015 – Februari 2017 y-o-y
Pertumbuhan kredit meningkat tipis
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (2017)
Gambar 22 Perkembangan pertumbuhan Dana Pihak ketiga (DPK) Bank Umum, Februari 2016 – Februari 2017
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Februari 2017 menurun
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (2017)
Pertumbuhan kredit perbankan Februari 2017 meningkat. Pertumbuhan kredit pada Februari 2017 tercatat meningkat
sebesar 8,62 persen y-o-y, dibandingkan dengan Januari 2017
sebesar 8,28 persen y-o-y. Berdasarkan jenis penggunaan kredit, peningkatan kredit terjadi pada Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi meningkat masing-masing sebesar dari 7,1 persen dan 9,6 persen pada Januari 2017 menjadi 7,6 persen dan 10 persen pada Februari 2017. Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi yang naik disebabkan oleh iklim dunia usaha yang cukup bergairah dengan adanya pengampunan pajak, sehingga pelaku bisnis cukup tertarik untuk melakukan investasi dan belanja modal untuk mendukung usaha tersebut. Di sisi lain, pertumbuhan Kredit Konsumsi justru mengalami penurunan dari 9,1 persen pada Januari 2017 menjadi 8,9 persen pada Februari 2017.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum menurun. Pertumbuhan DPK pada Februari 2017 menurun menjadi 9,2
persen y-o-y, dibandingkan dengan bulan sebelumnya Januari
2017 sebesar 10 persen. Penurunan komponen DPK utamanya
terjadi pada giro yang menurun sebesar 1,41 pp, dibandingkan
dengan bulan Januari 2017. Sementara itu, pertumbuhan tabungan dan deposito juga menurun, yang masing masing
sebesar 0,4 pp dan 0,8 pp, dibandingkan Januari 2017. Penurunan
Dana Pihak Ketiga (DPK) disebabkan oleh ekspektasi turunnya suku bunga yang menurunkan niat nasabah untuk menabung.
(17)
Gambar 23 Perkembangan total aset perbankan di Indonesia, Februari 2012 – Februari 2017
Total aset Bank Umum pada Februari 2017 sedikit meningkat
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (2017)
Gambar 24 Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) per kelompok bank Februari 2012 – Februari 2017
Secara umum CAR Bank Umum masih dalam kondisi yang aman
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (2017)
Pertumbuhan Aset Bank Umum meningkat tipis dibandingkan
bulan sebelumnya. Total aset Bank Umum pada Februari
2017 meningkat tipis menjadi Rp 6.744,3 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan Januari 2017 yakni sebesar Rp 6.707,3 triliun. Menurut kelompok perbankan, BUSN Devisa, BUSN Non-Devisa, BPD, dan Bank Asing mengalami peningkatan aset, sedangkan Bank Campuran Konvensional dan Bank Persero mengalami penurunan jumah aset. BUSN Devisa dan Non-Devisa mengalami peningkatan aset pada Februari 2017 yang masing-masing sebesar 0,71 persen dan 2,22 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Bank BPD dan Bank Asing juga meningkat yang masing-masing menjadi sebesar 3,52 persen dan 0,65 persen dibandingkan Januari 2017. Sementara itu, total aset Bank
Persero pada Februari 2017 menurun sebesar 0,20 persen m-t-m.
Penurunan tipis juga terjadi pada Bank Campuran Konvensional sebesar 0,13 persen dibandingkan Januari 2017.
Nilai Rasio Kecukupan Modal (CAR) perbankan pada Februari
2017 masih terjaga. Rata-rata Rasio Kecukupan Modal (CAR) tercatat menurun tipis menjadi 23,18 persen, lebih rendah dibandingkan Januari 2017 sebesar 23,21 persen. Dari kelompok perbankan, hampir semua perbankan mengalami penurunan kecuali Bank Campuran dan Bank Asing Konvensional yang meningkat tipis. Rata-rata CAR Bank Persero dan BUSN Devisa Februari 2017 tercatat sebesar 20,59 persen dan 20,56 persen—
lebih rendah 0,47 pp dan 0,45 pp dibandingkan Januari 2017. Selain
itu, BPD dan BUSN Non-Devisa Februari 2017 juga menunjukkan
penurunan sebesar 0,31 pp dan 0,32 pp dibandingkan bulan
sebelumnya. Di sisi lain, CAR Bank Campuran dan Bank Asing masing-masing tercatat meningkat menjadi 22,26 persen dan
48,19 persen, lebih tinggi 0,94 pp dan 0,26 pp dibandingkan
Januari 2017. Meskipun terdapat gejolak dan ketidakpastian perekonomian, daya tahan perbankan masih tetap cukup tinggi.
(18)
Indonesian Economic Review and Outlook 14
Gambar 25 Kinerja Bank Umum Februari 2014 – Februari 2017
Rentabilitas perbankan masih relatif baik dan stabil serta Risiko Kredit dan Likuiditas perlu dijaga
Sumber: Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (2017)
Stabilitas perbankan secara umum perlu dijaga. Dari sisi
proitabilitas, laba industri yang ditunjukkan Return of Asset
(ROA) dan Net Interest Margin (NIM) menunjukkan penurunan.
Perkembangan ROA pada Februari 2017 menurun sebesar 0,11 pp
dibandingkan Januari 2017. Perkembangan NIM juga mengalami penurunan pada Februari 2017 menjadi 5,28 persen, lebih rendah
0,11 pp dibandingkan Januari 2017.Menurut kelompok perbankan,
pencetak NIM terbesar berasal dari Bank BPD sebesar 6,69 persen. Sementara itu, NIM terkecil dari Bank Campuran Konvesional
yakni sebesar 3,62 persen. Selain itu,intermediasi dan likuiditas
perbankan yang dicerminkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR)
menunjukkan sedikit penurunan dan Non Performing Loan (NPL)
menunjukkan peningkatan.Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat
sebesar 89,12 persen, menurun sebesar 0,47 pp dibandingkan
Januari 2017. Sedangkan Non Performing Loan (NPL) tercatat
sebesar 3,16 persen, meningkat sebesar 0,07 pp dibandingkan
Januari 2017.Eisisensi industri perbankan yang dicerminkan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) tercatat mengalami penurunan menjadi 81,69 persen, lebih rendah 2,25
(19)
D. INFLASI DAN KEMISKINAN
1. Inlasi Tahunan per 2017 turunGambar 26 Tingkat Inlasi, Maret 2012–Maret 2017 Inlasi menurun di awal tahun
Sumber: BPS dan CEIC, diolah (2017)
Tabel 3 Tingkat Inlasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran, 2011 – 2016 (2012=11, %m-t-m)
Kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas, dan bahan
bakar menjadi penyumbang inlasi terbesar
Tahun Umum (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2014
0.00 0.79 0.71 0.34 0.24 0.22 0.07 0.31
2015
Jan -0.24 0.60 0.65 0.80 0.85 0.66 0.26 -4.04 Feb -0.36 -1.47 0.45 0.41 0.52 0.39 0.14 -1.53 Mar 0.17 -0.73 0.61 0.29 -0.08 0.64 0.10 0.77 Apr 0.36 -0.79 0.50 0.22 0.24 0.38 0.05 1.80 Mei 0.50 1.39 0.50 0.20 0.23 0.34 0.06 0.20 Jun 0.54 1.60 0.55 0.23 0.28 0.32 0.07 0.11 Jul 0.93 2.02 0.51 0.13 0.39 0.36 0.34 1.74 Ags 0.39 0.91 0.71 0.16 0.01 0.70 1.72 -0.58 Sep -0.05 -1.07 0.39 0.20 0.83 0.44 0.89 -0.40 Okt -0.08 -1.06 0.40 0.09 0.25 0.29 0.16 0.02 Nov 0.21 0.33 0.47 0.15 -0.23 0.44 0.05 0.06 Des 0.96 3.20 0.50 0.40 0.09 0.24 0.06 0.45
2016
Jan 0.51 2.20 0.51 0.53 0.26 0.36 0.15 -1.11 Feb -0.09 -0.58 0.63 -0.45 0.64 0.26 0.06 -0.15 Mar 0.19 0.69 0.36 -0.07 0.55 0.30 0.03 -0.22 Apr -0.45 -0.94 0.35 -0.13 0.22 0.31 0.03 -1.60 Mei 0.24 0.30 0.58 0.02 0.44 0.27 0.03 0.21 Jun 0.66 1.62 0.58 0.15 0.70 0.34 0.03 0.63 Jul 0.69 1.12 0.54 0.24 0.44 0.37 0.51 1.22 Aug -0.02 -0.68 0.41 0.41 0.40 0.39 1.18 -1.02 Sep 0.22 -0.07 0.34 0.29 0.13 0.33 0.52 0.19 Oct 0.14 -0.21 0.24 0.56 -0.31 0.29 0.10 -0.03 Nov 0.47 1.66 0.25 0.16 -0.01 0.30 0.02 0.07 Des 0.42 0.50 0.45 0.18 -0.46 0.32 0.05 1.12
Catatan: 2010 – 2013 tahun dasar 2007; 2014 – 2015 tahun dasar 2012
(1) Bahan Makanan; (2) Makanan Olahan, Minuman, Tembakau; (3) Perumahan, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; (4) Sandang; (5) Kesehatan; (6) Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga; (7) Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Sumber: BPS dan CEIC (2017) Per Maret 2017, inlasi umum tercatat 3,61 persen secara year
on year. Inlasi umumtercatat lebih rendah bila dibandingkan
Febuari 2017 maupun Maret 2016 ketika inlasi umum tahunan
tercatat masing-masing sebesar 3,83 persen dan 4,45 persen.
Inlasi inti tercatat sebesar 3,30 persen lebih rendah 0,11 pp
dibandingkan Febuari 2017—yakni sebesar 3,41 persen—dan lebih
rendah dibandingkan Maret 2016 ketika inlasi inti sebesar 3,50 persen. Sementara itu, komponen inlasi harga diatur pemerintah
mencapai 5,50 persen naik 2,44 pp dibanding Maret 2016 dan
memberikan sumbangan inlasi sebesar 0,06 persen. Inlasi harga
diatur pemerintah mencapai angka tertinggi dibanding beberapa
tahun terakhir. Inlasi komponen harga bergejolak mencapai 2,89
persen, turun 6,7 pp dibanding Maret 2016.
Maret 2017, terjadi delasi sebesar 0,016 persen month to month—turun dibandingkan Febuari 2017 (0,23 persen).
Delasi kelompok Bahan Makanan mengalami kenaikan
dibandingkan Febuari 2016 (0,31 persen) menjadi 0,66 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa harga kelompok bahan makanan semakin murah. Kelompok ini memberikan sumbangan terhadap
delasi sebesar 0,14 persen. Kelompok dengan tingkat inlasi
terbesar adalah Kelompok Makanan Olahan, Minuman, Tembakau sebesar 0,31 persen. Selanjutnya, kelompok yang memberikan
kontribusi terbesar kepada inlasi di Bulan Maret 2017 adalah
Kelompok Perumahan Listrik, Gas dan Bahan Bakar, sebesar 0,07 persen.
(20)
Indonesian Economic Review and Outlook 16
2. Inlasi Regional
Tabel 4 Inlasi 33 Ibukota Provinsi Indonesia Inlasi tertinggi terjadi di Kota Ambon
Kota* 2017 ( m-o-m) 2017 ( y-o-y)
Jan Feb Mar Jan Feb Mar
Banda Aceh 0,28 0,19 -0,15 2,79 2,97 3,08
Medan 0,38 -0,64 -0,20 6,05 4,97 3,85
Padang 0,57 -0,13 -0,01 5,60 4,56 3,98
Jambi 0,25 -1,40 0,31 4,36 2,67 2,72
Pekanbaru 1,46 -0,60 0,38 5,45 5,34 5,17
Bengkulu 0,98 0,21 0,23 5,33 5,82 6,01
Palembang 0,53 0,09 -0,10 3,90 4,10 3,77
Bandar Lampung 0,84 0,58 -0,06 3,35 4,48 3,90
Pangkal Pinang 1,72 -1,11 0,38 8,62 7,00 7,13
Jakarta 0,99 0,33 0,05 3,33 3,31 3,06
Bandung 0,49 0,38 -0,02 1,81 2,27 2,10
Yogyakarta 1,24 0,36 -0,06 1,95 2,46 2,20
Semarang 1,11 0,44 -0,14 4,03 4,59 4,42
Surabaya 1,76 0,16 -0,06 4,69 5,17 4,70
Serang 0,78 0,50 0,29 9,22 9,89 10,15
Denpasar 1,39 0,42 0,02 3,87 4,22 4,18
Mataram 1,51 0,40 -0,62 2,88 3,41 2,83
Kupang 0,79 0,18 -0,87 2,32 2,94 2,83
Pontianak 1,82 0,36 -0,26 5,39 5,42 5,22
Palangkaraya 0,85 0,27 0,39 2,61 3,31 3,76
Banjarmasin 0,94 0,20 0,01 4,14 4,17 4,03
Samarinda 1,02 0,13 0,28 3,35 3,44 3,27
Manado 1,10 1,16 0,23 1,63 3,65 3,93
Palu 1,32 0,29 0,25 3,26 4,19 4,05
Makassar 1,14 0,79 -0,16 2,95 3,78 3,45
Kendari 0,88 0,49 -0,24 2,45 2,88 2,40
Gorontalo 1,28 0,32 0,04 3,20 2,84 2,73
Mamuju 0,59 1,07 -0,29 2,89 4,38 4,10
Ambon 0,28 -0,74 1,13 3,28 2,33 3,85
Ternate 0,63 0,03 -0,31 2,02 3,02 2,41
Manokwari 0,09 -0,57 0,05 5,51 5,02 4,94
Jayapura 0,12 -0,77 0,95 3,47 2,50 3,16
Tanjung Pinang 0,97 0,59 -0,64 -2,12 -1,37 -2,28
Catatan: *Kota yang dipilih merupakan Ibukota dari 33 provinsi di Indonesia. Ibukota
Provinsi diharapkan menjadi indikator yang tepat untuk menggambarkan inlasi di
Provinsi tersebut.
3. Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia Memburuk
Gambar 27 Jumlah Penduduk Bekerja dan Pengangguran di Indonesia, Agustus 2011 – Agustus 2016
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menurun, Tingkat Pengangguran Terbuka naik
Sumber: BPS dan CEIC (2016)
Pada Agustus 2016, tingkat pengangguran tercatat berada di
level 7,03 persen. Angka ini lebih tinggi 0,01 percentage point
dibandingkan Februari 2016 (7,02 persen) tetapi lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (7,56 persen). Tingkat pengangguran terbuka (TPT) naik cukup
signiikan sebesar 0,11 percentage point ke 5,61 persen (Agustus 2016) dari 5,5 persen (Februari 2016). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2016 berada pada level 66,34 persen— lebih rendah dibandingkan Februari 2016 (68,06 persen) dan Agustus 2015 (65,76 persen). Jumlah penduduk bekerja berkurang sekitar 2 juta orang dibandingkan Feberuari 2016 ke level 118,41 juta orang. Memburuknya kondisi ketenagakerjaan kali ini ikut
dipengaruhi oleh tren laju inlasi bulanan yang cenderung
menurun pada periode yang bersangkutan.
Berdasarkan perbandingan diantara 33 kota di 33 Provinsi,
Pada Maret 2017 Inlasi month to month tertinggi terjadi di
Kota Ambon sebesar 1,13 persen sedangkan Delasi tertinggi terjadi di Kupang sebesar 0,87%. Berdasarkan perbandingan
inlasi m-t-m di 33 kota, dimana 17 kota mengalami delasi dan 16 kota mengalami inlasi pada Maret 2017. Inlasi tertinggi terjadi di Kota Ambon sebesar 1,13 persen, sedangkan inlasi terendah
terjadi di Kota Banjarmasin sebesar 0,01 persen. Kota Kupang
mengalami Delasi tertinggi sebesar 0,87 persen dan Kota Padang mengalami Delasi terendah sebesar 0,01 persen.
(21)
Inlasi dan Kemiskinan
Gambar 28 Jumlah Pekerja Tidak Penuh, Februari 2011 – Agustus 2016
Jumlah pekerja tidak penuh per Agustus 2016 turun
Sumber: BPS dan CEIC (2017)
Tabel 5 Jumlah Pekerja menurut Lapangan Kerja Utama (Juta Orang), 2013 ‒ 2016
Transformasi Sektoral Mendorong Perkembangan Daya Serap Sektor Jasa
Periode Aug-13 Feb-14 Aug-14 Feb-15 Aug-15 Feb-16 Aug-16
Pertanian 39.22 40.83 38.97 40.12 37.75 38.29 37.77
Pertambangan & Penggalian 1.43 1.62 1.44 1.42 1.32 1.31 1.48
Industri Manufaktur 14.96 15.31 15.25 16.38 15.26 15.98 15.54
Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.25 0.31 0.29 0.31 0.29 0.40 0.36
Konstruksi 6.35 7.21 7.28 7.71 8.21 7.71 7.98
Perdagangan Besar, Perdagangan Eceran,
Restoran, dan Hotel 24.11 25.81 24.83 26.65 25.69 28.50 26.69
Transportasi, pergudangan, dan Komunikasi 5.10 5.32 5.11 5.19 5.11 5.19 5.61
Keuangan, Asuransi, Real Estate, Jasa
Perusahaan 2.90 3.19 3.03 3.64 3.27 3.48 3.53
Jasa Kemasyarakatan 18.45 18.48 18.42 19.41 17.94 19.79 19.46
Total Pekerja 112.76 118.09 114.63 120.85 114.82 120.65 118.41
Sumber: BPS dan CEIC (2017)
Gambar 29 Distribusi Pekerja Sektoral di Indonesia, 2014 ‒ 2016
Transformasi Sektoral Mendorong Perkembangan Daya Serap Sektor Jasa
Sumber: BPS dan CEIC (2017) Persentase jumlah pekerja tidak penuh Indonesia pada
Agustus 2016 menurun sekitar 2,6 percentage point
dibandingkan Februari 2016. Per Agustus 2016, pekerja tidak
penuh Indonesia mencapai angka 32,23 juta orang atau 27,22 persen terhadap yang bekerja. Jumlah ini merupakan yang paling rendah sepanjang periode amatan—kemungkinan merupakan implikasi dari dua kemungkinan. Pertama, berkembangnya sektor formal domestik atau tendensi meningkatnya jumlah pengangguran.. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jumlah pekerja tidak penuh nasional berkurang sebanyak 4 juta orang. Ini sejalan dengan kondisi umum ketenagakerjaan Indonesia yang terpantau memburuk di periode Februari 2016 hingga Agustus 2016. Apabila ditinjau secara jangka panjang, proporsi pekerja tidak penuh terhadap seluruh pekerja menunjukkan tren yang menurun.
Distribusi pekerja pada Agustus 2016 masih terkonsentrasi
di sektor pertanian. Paruh akhir tahun 2016, tercatat sebanyak
37,77 juta orang bekerja di sektor ini. Jumlah tersebut melebihi sepertiga dari keseluruhan pekerja nasional. Meski begitu, tren proporsi pekerja sektor pertanian terpantau menurun selama periode amatan. Dibandingkan Februari 2016 dan Februari 2015, jumlah pekerja di sektor primer tampak berkurang. Di sisi lain, serapan pekerja di sektor lain menunjukkan tren peningkatan. Jumlah pekerja di sektor industri manufaktur turun dibandingkan Februari 2016 maupun periode yang sama tahun sebelumnya, tetapi trennya cenderung meningkat. Begitu juga dengan sektor jasa secara umum, di mana secara garis besar, terdapat beberapa penurunan dibandingkan paruh awal 2016 tetapi menunjukkan pergerakan yang positif.
(22)
Indonesian Economic Review and Outlook 18
E. NERACA PEMBAYARAN INDONESIA
1. Neraca Pembayaran Indonesia mengalami penurunan surplus
Gambar 30 Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal IV-2013 – Kuartal IV-2016
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia mengalami penurunan
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016)
Gambar 31 Neraca Transaksi Berjalan Kuartal IV-2013 – Kuartal IV-2016
Deisit Neraca Transaksi Berjalan Mengecil
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016)
Surplus neraca pembayaran Indonesia (NPI) mengalami
penurunan pada kuartal-IV 2016. NPI berada pada level US$ 4,5
miliar pada kuartal IV-2016, nilai ini lebih rendah 21.1 persen q-t-q
dan 11,5 persen y-o-y. Menurunnya kinerja NPI disebabkan oleh
penurunan tajam surplus neraca tranksaksi inansial.
Pada kuartal IV-2016 tekanan deisit neraca transaksi berjalan
berkurang, akan tetapi surplus neraca tranksaksi modal dan
inansial mengalami penurunan. Neraca tranksaksi berjalan
menunjukkan penurunan deisit. Adapun neraca tranksaksi
modal dan inansial bersaldo positif sebesar US$ 6,8 miliar. Nilai
surplus ini merosot 35,9 persen dibandingkan dengan kuartal
sebelumnya—dan 26,5 persen lebih rendah secara y-t-y.
Deisit neraca tranksaksi berjalan pada kuartal IV-2016 merupakan deisit terendah sepanjang tiga tahun terakhir. Saldo neraca tranksaksi pada kuartal IV-2016 tercatat deisit sebesar US$ 1,81 miliar. Besaran deisit ini lebih rendah 61,27 q-t-q—dan 61,46 persen y-t-y. Beberapa faktor utama yang
memengaruhi penurunan deisit ini umumnya terjadi pada pos
barang—lewat kenaikan ekspor non-migas, yang meningkat 16
persen q-t-q—dan pendapatan primer— lewat penurunan saldo
pembayaran return untuk aset luar negeri.
Neraca perdagangan barang mencatakan peningkatan
surplus pada kuartal IV-2016. Saldo neraca perdagangan
barang pada kuartal IV-2016 adalah sebesar US$ 5,07, nilai ini
lebih tinggi 29,2 persen q-t-q—lebih tinggi 127,1 persen y-o-y.
Bahkan, nilai surplus neraca perdagangan barang pada kuartal IV-2016 merupakan nilai surplus tertinggi selama tiga tahun terakhir. Peningkatan ekspor barang non migas menjadi salah satu penggerak utama peningkatan surplus neraca perdagangan
barang (meningkat 16 persen q-t-q; 21,6 persen y-o-y). Mulai
meningkatnya harga komoditas primer di pasar global menjadi salah satu pendorong utama kenaikan ekspor barang non migas. Pada tahun 2016 neraca perdagangan barang tercatat bersaldo positif sebesar US$ 15,39 miliar, nilai ini lebih tinggi 9,53 persen dibandingkan tahun 2015.
Deisit neraca jasa-jasa di kuartal IV-2016 kembali mengalami penurunan menjadi US$ 1,56 miliar. Nilai deisit ini mengecil 3,5 persen dibandingkan kuartal sebelumnya. Perbaikan kinerja neraca jasa-jasa ini didorong oleh turunnya deisit pada neraca jasa
pemeliharaan dan perbaikan, neraca jasa keuangan, neraca jasa bisnis lainnya—yang masing-masing turun sebesar (32,4 persen,
13,7persen dan 70,2 persen). Adapun selama 2016 neraca-jasa-jasa tercatat deisit sebesar US$ 6,5 miliar, besarnya deisit ini lebih
rendah 25,4 persen dibandingkan tahun 2016.
Tekanan deisit pada neraca pendapatan primer pada kuartal IV-2016 menurun sedangkan surplus neraca pendapatan sekunder
kembali menipis. Neraca pendapatan primer pada kuartal IV-2016 tercatat deisit sebesar US$ 6,27 miliar. Besaran deisit ini lebih rendah
21,7 persen dibandingkan kuartal III-2016. Turunnya pembayaran pendapatan investasi langsung (foreign direct investment/FDI)—
menurun 17,2 persen dibandingkan kuartal III menjadi salah satu penyebab utama relaksasi tekanan deisit pada neraca pendapatan
primer. Penurunan saldo pembayaran pendapatan investasi langsung (FDI) terjadi baik untuk modal ekuitas (seperti saham) maupun
utang/obligasi. Penurunan pembayaran pendapatan investasi langsung ini juga diikuti oleh investasi portofolio—yang mengalami
penurunan 58,1 q-t-q. Adapun surplus neraca pendapatan sekunder kembali mengalami penurunan—meskipun relatif kecil—sebesar
7,32 persen q-t-q (akan tetapi penurunan ini relative besar apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2015 yang
turun 31,36 persen). Faktor utama yang menyebabkan penurunan neraca pendapatan sekunder adalah turunnya penerimaan dari
transfer personal—turun sebesar 4,51 persen q-t-q. Penurunan penerimaan transfer personal ini disebebkan oleh turunnya remitansi
(23)
Gambar 32 Neraca Transaksi Modal dan Finansial Kuartal IV-2013 – Kuartal IV-2016
Neraca Tranksaksi Modal dan Finansial mengalami lonjakan.
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016)
Neraca investasi portofolio pada kuartal IV-2016 berada pada
kondisi yang cukup mengkhawatirkan. Setelah selama empat
kuartal berturut-turut mengalami surplus, pada kuartal IV-2016
lalu neraca investasi portofolio mencatatkan deisit sebesar US$
0,39 miliar. Capaian neraca investasi portofolio ini lebih rendah
20.97 persen q-t-q—dan 399,02 persen lebih rendah secara y-t-y.
Larinya dana-dana asing dari instrument-instrumen keuangan di
Indonesia menjadi penyebab deisit neraca investasi portofolio.
Dari sektor swasta, kewajiban modal ekuitas yang semula bersaldo
positif pada kuartal III-2016 menjadi deisit sebesar US$ 1,2 miliar
pada kuartal IV-2016—atau menurun 179,4 persen q-t-q. Larinya
dana dari instrument ekuitas swasta ini disebabkan oleh kodnisi ketidakpastian global pasca terplihnya Donald Trump sebagai Presiden AS—perekonomian AS yang membaik serta kebijakan proteksinonis Trump membuat pasar portofolio di AS menjadi
lebih menarik. Sektor publik juga tidak terlepas dari outlow yang
dilakukan oleh investor asing. Hal ini dapat terlihat dari menurunnya kewajiban surat utang baik pemerintah maupun BI yang
masing-masing menurun 43,07 persen dan 433,7 persen q-t-q. Hal lain
yang cukup mengkhwatirkan adalah saldo kewajiban surat utang pemerintah jangka pendek menunjukkan nilai negatif US$ 0,57 miliar. Apabila hal ini terus berlangsung maka akan cukup sulit bagi pemerintah untuk menjadi sumber pendanaan lain selain pajak untuk jangka pendek. Meskipun surat utang jangka panjang juga mengalami penurunan namun penurunan tersebut relatif
tidak terlalu besar—turun 21 persen secara q-t-q, penurunan ini
lebih rendah dibandingkan surat utang jangka pendek yang turun 561,3 persen.
Performa neraca investasi langsung turut menurun sedangkan neraca investasi lainnya mencatatkan surplus. Pada kuartal IV-2016
lalu neraca investasi langsung tercatat surplus sebesar US 2,2 miliar. Akan tetapi nilai surplus ini lebih rendah 65,8 persen dibandingkan
kuartal III-2016. Penurunan ini terjadi akibat withdrawal sektor swasta khusunya untuk industri pertambangan. Divestasi
perusahaan-perusahaan mengakibatkan saldo kewajiban bersaldo negatif—khususnya saldo ekuitas. Akan tetapi beberapa sumber dana investasi
langsung (foreign direct investment/FDI) berasal dari dalam negeri (round-tripping FDI), sehingga divestasi yang dilakukan oleh entitas
asing tercatat sebagai aset dalam neraca investasi langsung1—hal inilah yang mengakibatkan saldo neraca investasi langsung masih
bernilai positif. Adapun neraca investasi lainnya berbalik mencatat surplus setelah selama tiga kuartal berturut-turut mencatatkan deisit.
Menurunnya kewajiban pemerintah (turun 74,3 persen q-t-q) dan swasta (turun 11,2 persen q-t-q) menjadi salah satu pendorong utama
surplusnya neraca investasi lainnya. Dari sisi aset, naiknya aset swasta (naik 451,4 persen, yang didorong oleh amnesti pajak) merupakan pendorong surplusnya neraca investasi langsung.
(24)
Indonesian Economic Review and Outlook 20
F. Indikator Krisis
1. Tekanan pada Pasar Valuta Asing Cenderung Meningkat pada Maret 2016
Gambar 33 Indeks Tekanan Pasar Valuta Asing, Maret 2001 – Maret 2017 (skala 0-100)
Tekanan di pasar valuta asing memiliki kecenderungan meningkat akan tetapi tekanan pasar valuta asing masih aman
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016, diolah)
2. Tekanan di Sektor Perbankan Indonesia Menurun
Gambar 34 Indeks Tekanan Perbankan Formula EMPI, 2014– 2017
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2017)
Gambar 35 Indeks Tekanan Perbankan Formula FSI, 2014– 2017
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2017)
Exchange Market Pressure Index merupakan indikator yang menggambarkan kondisi terkini tekanan pada pasar valuta
asing (valas). Indeks ini disusun dari komposit tiga variabel
yaitu nilai tukar rupiah terhadap USD, cadangan devisa, dan suku bunga JIBOR. Semua data dalam frekuensi bulanan dan telah dinormalisasi menggunakan metode yang diterapkan oleh Kaminsky, Lizondo, dan Reinhart (1998,1999). Nilai indeks berada pada rentang skala 0 – 100, semakin mendekati 100 semakin besar tekanan yang diterima oleh pasar valas. Adapun sebaliknya semakin mendekati 0, maka semakin kecil tekanan yang diterima oleh pasar valas.
Tekanan di pasar valuta asing cenderung meningkat, namun
masih dalam batas aman. Pada Maret 2017, EMPI berada pada
level 35,57 nilai skala. Nilai ini lebih tinggi 0,8 poin dibandingkan bulan Februari 2017. Apabila dibandingkan dengan kuartal IV-2016 (Desember 2016) maka nilai EMPI pada bulan Maret 2017 lebih
tinggi 7,43 bps. Meskipun memiliki kecenderungan meningkat,
nilai EMPI pada Maret 2017 masih relatif normal karena belum menembus ambang batas pertama yaitu sebesar 63,66 nilai skala. Relatif rendahnya tekanan pada pasar uang disebabkan oleh nilai rupiah yang terapresiasi 0,19 persen dibandingkan bulan Februari 2017. Selain itu meningkatnya cadangan devisa—meningkat 1,6 persen pada Maret 2017—pada turut berkontribusi pada rendahnya tekanan di pasar valas.
Banking Pressure Index (BPI) adalah indikator yang menunjukkan tekanan yang terjadi di sektor perbankan. BPI dihitung dengan
memperhitungkan tiga indikator di sektor perbankan, yakni Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Liquidity
Assets Ratio (LAR). Seluruh data yang digunakan memiliki frekuensi bulanan dan diolah dengan menggunakan dua macam formula,
yaitu formula yang mengacu pada perhitungan Exchange Market Pressure Index (EMPI) dan formula yang mengacu pada perhitungan
Financial Stability Index (FSI). Nilai indeks berada pada rentang 0 – 100, yang berarti bahwa semakin dekat nilai indeks ke angka 0
semakin besar tekanan yang terjadi di sektor perbankan, vice versa.
Tekanan di sektor perbankan per Maret 2017 menurun. Ini terindikasi dari nilai kedua indeks Per Maret 2017, yaitu ketika BPI Formula
EMPI dan BPI Formula FSI masing-masing naik ke level 65,38 dan 115,61.Jumlah kredit macet (Non-Performing Loan) 0,66 percentage
point sedangkan, CAR turun 0,034 percentage point. Di sisi lain, LAR naik sebesar 0,393 percentage point ke 18,20 persen. Peningkatan
LAR ini menutup turunnya rasio kecukupan modal dan penambahan jumlah kredit macet, sehingga net-effect-nya positif terhadap
nilai indeks. Selama periode amatan, BPI formula EMPI dan BPI formula FSI secara umum menunjukkan tren peningkatan dan semakin menjauhi ambang batas kritis pertama dan kedua. Artinya, selama tiga tahun terakhir risiko sektor perbankan Indonesia dapat dikatakan semakin kecil.
BPI Formula FSI: 98.67 EMPI
Skala 1-100: 35.57
BPI Formula EMPI: 65.04
(25)
1. Secara umum baik negara maju maupun negara berkembang tumbuh lebih lambat dibandingkan tahun 2015
G. PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL DAN PASAR KOMODITAS
Tabel 8 Pertumbuhan Ekonomi Riil Kuartal IV-2015 – Kuartal IV-2016 (% y-o-y)
Negara maju tumbuh positif, pertumbuhan negara berkembang bervariatif.
2015
2016 2015
Negara Maju
Amerika Serikat 1.88 1.57 1.28 1.65 1.96 ↑ 1.61 2.60
Uni Eropa 2.12 1.82 1.81 1.88 1.93 ↑ 1.86 2.15
Jepang 1.21 0.37 0.92 1.07 1.63 ↑ 1.00 1.25
Britania Raya 1.70 1.61 1.73 1.96 1.93 ↓ 1.81 2.20
Emerging Market
Tiongkok 6.80 6.70 6.70 6.70 6.80 ↑ 6.73 6.93
India 6.93 8.62 7.18 7.37 6.96 ↓ 7.53 7.48
Brasil -5.80 -5.45 -3.62 -2.82 -2.48 ↑ -3.59 -3.77
Rusia -3.23 -0.43 -0.48 -0.35 0.30 ↑ -0.24 -2.32
Afrika Selatan 0.50 -1.50 3.20 0.40 -0.30 ↓ 0.45 0.25
Indonesia 5.17 4.92 5.18 5.01 4.94 ↓ 5.02 4.88
Rata-Rata
Kawasan Arah
Perubahan Kuartal
IV Kuartal I Kuartal II Kuartal
III Kuartal
IV 2016
Catatan: Kawasan Uni Eropa mencakup 28 negara yaitu Belanda, Belgia, Italia, Jerman, Luksemburg, Perancis, Britania Raya, Denmark, Irlandia, Yunani, Portugal, Spanyol, Austria, Finlandia, Swedia, Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lituania, Malta, Polandia, Siprus, Slovenia, Slowakia, Bulgaria, Rumania, dan Kroasia.
Sumber: CEIC, Federal State Statistics Service, dan Trading Economics (2016)
Gambar 36 Indeks Komoditas, Maret 2012-2017
Indeks komoditas mulai menurun
Sumber: Bank Dunia (2017) Negara-negara maju tumbuh positif selama 2016 namun
dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah. Amerika
Serikat (AS) tumbuh 1,96 persen pada kuartal IV-2016 pertumbuhan
ini lebih tinggi 0,31 pp lebih tinggi dibandingkan kuartal III-2016.
Selama 2016 AS secara rata-rata tumbuh sebesar 1,6 persen, capaian ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2015. Pada 2015 AS berhasil tumbuh rata-rata sebesar 2,6 persen—bahkan capaian AS selama 2016 merupakan yang terendah selama empat tahun terakhir. Relatif rendahnya pertumbuhan AS selama 2016 dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti (1) telah selesainya
proses recovery pasca krisis namun (2) dapat juga disebabkan
oleh rendahnya produktivitas AS (lihat Isu Terkini pada IERO No.4/Tahun V/Januari 2017). Rendahnya perekonomian AS juga dapat dikarenakan oleh tren secara global. Selama 2016, Jepang, negara-negara Uni Eropa serta Britania Raya turut mengalami pertumbuhan rata-rata yang lebih rendah dibandingkan tahun 2015.
Trend perlambatan tingkat pertumbuhan juga dirasakan
negara-negara emerging markets, bahkan beberapa negara
berkembang masih dalam kondisi resesi. Tiongkok secara
rata-rata tumbuh sebesar 6,73 persen selama tahun 2016,
pertumbuhan ini lebih rendah 0,2 pp dibandingkan tahun 2015. Begitu juga dengan India yang tumbuh 0,05 pp lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan rata-ratanya selama tahun 2015. Brazil masih berada dalam kondisi resesi, walaupun telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Seirama dengan Brazil, Rusia juga menunjukkan tanda keluar dari resesi, bahkan pada kuartal terakhir 2016, Rusia telah
mencatatkan pertumbuhan positif 0,3 persen. Pertumbuhan Rusia selama tahun 2016 juga tercatat lebih tinggi 2,08 pp dibandingkan
rata-rata tahun 2015. Perekonomian Afrika Selatan (Afsel) juga cukup mengkhawatirkan setelah pada kuartal II dan III tahun 2016
tumbuh positif, pada kuartal IV ini Afsel justru tumbuh negatif. Relatif tingginya luktuasi pertumbuhan ekonomi Afsel mengindikasikan
belum begitu stabilnya perekonomian negara tersebut secara umum. Indonesia merupakan satu-satunya negara dalam kelompok ini yang mengalami pertumbuhan positif dengan dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi
Indeks harga komoditas mulai menurun. Pada Maret 2017,
indeks harga komoditas menurun sebesar 3,87 persen dari bulan sebelumnya. Menurunnya indeks harga komoditas ini sebagian besar dipicu oleh penurunan indeks harga minyak mentah sebesar
6,31 persen m-t-m. Sementara itu, indeks harga metal dan
agrikultur mengalami sedikit penurunan masing-masing sebesar 0,97 persen dan 0,19 persen. Akan tetapi, jika nilai indeks harga
komoditas pada Maret 2017 dibandingkan secara y-o-y, maka nilai
indeks harga komoditas naik 11,97 persen, indeks harga minyak mentah naik 36,70 persen, indeks harga metal naik 23,56 persen dan indeks harga agrikultur naik 28,34 persen. Belum pastinya arah pergerakan beberapa indeks komoditas menunjukkan ambiguitas pada pasar komoditas selama kuartal I-2017.
(26)
Indonesian Economic Review and Outlook 22
Gambar 37 Graik Harga Batubara dan Minyak Mentah Jenis Brent dan West Texas Intermediate, Maret 2012-2017
Harga minyak dunia mulai menurun sedangkan, batubara sedikit meningkat
Sumber: Bank Dunia (2017)
Gambar 38 Harga Tembaga, Timah, Nikel dan Bijih Besi, Maret 2012-2017
Mayoritas harga logam menurun
Sumber: Bank Dunia (2017)
Harga minyak dunia turun setelah sempat menunjukkan
tanda kenaikan pada Januari dan Februari 2017. Persediaan
minyak mentah di Amerika Serikat terakumulasi lebih dari yang diperkirakan. Alhasil, harga minyak jenis West Texas Intermediate dan Brent menurun sebesar 7,15 persen dan 6,34 persen dari bulan sebelumnya masing-masing menjadi US$ 49,58 per barel dan US$ 51,97 per barel pada Maret 2017. Turunnya harga minyak pada Maret 2017 juga disebabkan oleh melemahnya permintaan dari negara OECD yang diimbangi penurunan produksi OPEC dan beberapa pemadaman listrik—hal ini mengakibatkan menumpuknya persediaan minyak.
Meskipun harga minyak dunia pada Maret 2017 turun dibandingkan bulan lalu namun harga ini lebih tinggi
dibandingkan tahun 2016. Pada Maret 2017, harga minyak
mentah jenis West Texas Intermediate dan Brent masing-masing
naik 31,27 persen dan 33,02 persensecara y-t-y. Meningkatnya
harga minyak tersebut disebabkan pembatasan produksi yang terus-menerus dilakukan oleh OPEC.
Harga batu bara mengalami kenaikan. Harga batu bara dunia
meningkat 0,26 persen dibandingkan Februari 2017 menjadi US$ 86,37 per metrik ton pada Maret 2017. Peningkatan harga batu bara dunia pada Maret 2017 disebabkan adanya topan Debbie di Australia yang menyebabkan terganggunya operasi tambang. Tren harga juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang batu bara mengalami peningkatan harga—harga batu bara meningkat
54,45 persen y-t-y.
Mayoritas harga logam menurun. Pada Maret 2017, harga
tembaga turun 1,96 persen m-t-m. Penurunan harga tembaga
tersebut dapat dikaitkan dengan akhir pemogokan operasi tambang Escondida, Chile dan Cerro Verde, Peru. Sementara itu,
Grasberg1 akan melanjutkan ekspor tembaga setelah Indonesia
mengeluarkan lisensi penambangan sementara Freeport, yang berlaku selama delapan bulan—yang kemudian akan
meningkatkan supply tembaga. Harga nikel turun 4,12 persen
m-t-m. Stok nikel melimpah karena delapan perusahaan tambang Filipina yang sebelumnya diperintahkan untuk menunda operasi karena alasan lingkungan, pada Maret 2017 ini diberi izin untuk
mengekspor bijih nikel. Harga bijih besi turun 1,8 persen m-t-m.
Penurunan harga bijih besi tersebut karena meningkatnya suku bunga pinjaman perumahan di Beijing guna mengendalikan
pertumbuhan kredit rumah serta pasar properti yang “overheat”.
Adapun, harga timah meningkat 2,2 persen m-t-m.
1 Tambang Grasberg adalah tambang emas terbesar di dunia dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia. Tambang ini terletak di provinsi Papua di Indonesia dan dimiliki oleh Freeport yang berbasis di AS (67,3%), Rio Tinto Group (13%), Pemerintah Indonesia (9,3%) dan PT Indocopper Investama Corporation (9%).
(27)
Pekembangan Ekonomi Global dan Pasar Komoditas
Gambar 39 Harga Jagung, Beras, dan Gandum, Maret 2012-2017
Harga jagung, beras, dan gandum mulai menurun
Sumber: Bank Dunia 2017
Gambar 40 Harga Kedelai, Gula dan Sawit, Maret 2012-2017
Kedelai, gula dan minyak kelapa sawit menurun
Sumber: Bank Dunia (2017)
Gambar 41 Harga Coklat dan Kopi, Maret 2012-2017
Harga cokelat naik, kopi turun
Sumber: Bank Dunia (2017) Harga pangan global jatuh pada Maret 2017 di tengah
besarnya pasokan yang tersedia dan ekspektasi panen yang
kuat. Harga jagung, beras dan gandum mengalami penurunan
masing-masing sebesar 0,11 persen, 0,73 persen dan 10,75 persen
y-o-y. Harga Jagung turun 2,4 persen dari bulan sebelumnya. Hal ini didorong oleh membaiknya cuaca di Amerika Latin serta peningkatan produksi jagung dari 220,7 metrik ton menjadi 223
metrik ton. Kondisi ini mendorong USDA1 untuk meningkatkan
perkiraan panen jagung di Brazil sebesar 6 persen pada Maret 2017. Sedangkan, harga beras cenderung relatif stabil dengan
penurunan hanya 0,20 persen m-t-m. Harga gandum menurun
0,62 persen m-t-m. Tekanan turunnya harga gandum berasal dari
persediaan yang cukup serta prospek panen 2017 yang membaik menyusul cuaca yang menguntungkan pada paruh bulan kedua ini di daerah-daerah penghasil gandum.
1 USDA (United States Department of Agriculture) adalah departemen eksekutif federal pemerintah A.S. yang bertugas membuat dan melaksanakan kebijakan pemerintah mengenai pertanian, kehutanan, dan pangan.
Pada Maret 2017, harga minyak kelapa sawit, kedelai dan
gula menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Harga minyak
sawit turun sebesar 6,15 persen m-t-m menjadi US$ 663,3 per
metrik ton. Harga tersebut merupakan harga terendah yang pernah dicapai sejak Agustus 2016. Penurunan harga disebabkan oleh pemulihan output yang lebih cepat dari perkiraan, setelah tahun lalu terjadi El-Nino. Produksi minyak kelapa sawit Malaysia
naik sebesar 20 persen y-o-y. Persediaan minyak sawit Malaysia
yang lebih tinggi dari perkiraan—tercatat sebesar 1,55 juta metrik ton—serta ekspor minyak sawit yang meningkat—naik 14 persen
m-t-m—berkontribusi terhadap penurunan harga sawit. Harga
kedelai turun sebesar 3,88 persen m-t-m. USDA memprediksi
kenaikan produksi kedelai Brazil sebesar 4 persen pada Maret 2017. Selain itu, persediaan kedelai di Amerika Serikat juga diperkirakan meningkat menjadi 86,4 juta hektar pada Maret
2017. Harga gula juga turun sebesar 11,25 persen m-t-m. Prospek
untuk musim panen mendatang di Brazil menguat karena cuaca yang telah membaik.
Harga cokelat meningkat sedangkan, harga kopi menurun
dari bulan sebelumnya. Pada Maret 2017, harga kopi dunia turun
3,73 persen m-t-m dan 5,03 persen y-t-d. Tetapi, jika dibandingkan
tahun lalu, harga kopi dunia meningkat 1,56 persen y-o-y. Adapun
harga coklat mengalami peningkatan sebesar 1,43 persen m-t-m
pada Maret 2017. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan harga pada komoditas coklat mengingat harga coklat pada Maret 2017
(1)
27 Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
Isu Terkini
Graik di samping dikutip dari Indonesia Economic Review Outlook Kuartal-IV 2016. Dapat dilihat bahwa target penerimaan pajak di tahun 2017 menurun dibandingkan APBNP 2016. APBN 2017 sendiri berjudul “APBN yang lebih kredibel dan berkualitas di tengah ketidakpastian global”. Tahun 2017 fokus dari Kementerian Keuangan adalah mengembalikan kredibiltas APBN. Dikutip dari laman Kementerian Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan bahwa APBN yang kredibel akan menjadi efektif dan pada akhirnya dapat memberikan dampak pada ekonomi dan masyarakat. Namun demikian, melihat tiga tahun ke belakang, kelemahan APBN berada pada penerimaan Negara dengan target yang kurang realistis.
Fundamental perekonomian Indonesia memang semakin kokoh. Namun, berbagai Risiko dari perekonomian global maupun di dalam negeri selalu mengintai Indonesia. Berbagai risiko tersebut menjadi tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi Indonesia. Di tahun 2017, Indonesia harus selalu bersiap agar fondasi perekonomian tetap kokoh dan siap dalam menghadapi segala risiko tersebut.
Sumber : CEIC, 2017
Daftar Pustaka
Bappenas. 2016. Brexit dan Pengaruhnya terhadap Perekonomian Global dan Indonesia. Indonesia: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
Dwyer, Alexandra, George Gardner and Thomas Williams. 2016. Global Commodity Markets-Price Volatility and Financialisation. Australia : Federal Reserve of Australia.
Katadata. 2017. Kuartal I 2017, Penerimaan Pajak Tumbuh 18,13 Persen. Diakses pada 20 April 2017 pada http://katadata.co.id/ berita/2017/04/17/kuartal-i-2017-penerimaan-pajak-tumbuh-1813-persen
Kemenkeu. 2017. APBN Kredibel untuk Masyarakat Adil dan Makmur. Diakses pada 20 April 2017 pada http://www.kemenkeu.go.id/ Berita/apbn-kredibel-untuk-masyarakat-adil-dan-makmur
PT Bursa Efek Indonesia. 2017. IHSG BEI Tembus 5.600 Hari Ini- 03-Apr-2017. Diakses pada 20 April 2017 pada http://www.idx.co.id/ Home/NewsAndAnnouncement/PressRelease/ReadPressRelease/tabid/191/ItemID/8a03250b-5552-4410-8edd-0b2c2567ac08/ language/id-ID/Default.aspx
Roubini, Nouriel. 2017. Trump Republicans Tax Reform Failure. Project Syndicate diakses pada 20 April 2017 pada https://www.project-syndicate.org/commentary/trump-republicans-tax-reform-failure-by-nouriel-roubini-2017-04
Rodrik, Dani. 2017. How Much Europe Can Europe Tolerate? Project Syndicate diakses pada 20 April 2017 pada https://www.project-syndicate.org/commentary/juncker-white-paper-wrong-question-by-dani-rodrik-2017-03
World Bank Group. 2017. Indonesia Economic Quaterly, Staying Course. Jakarta : World Bank’s Jakarta ofice
World Bank Group. 2017. Global Economic Prospects, January 2017 Weak Investment in Uncertain Times. Washington, DC: World Bank. doi:10.1596/978-1-4648-1016-9. License: Creative Commons Attribution CC BY 3.0 IGO
World Bank Group. 2017. Commodity Markets Outlook, January. World Bank, Washington, DC. License: Creative Commons Attribution CC BY 3.0 IGO
(2)
Indonesian Economic Review and Outlook 28
J. ECONOMIC OUTLOOK
Sepanjang tahun 2016 silam, dinamika perekonomian Indonesia banyak terkena dampak dari beberapa peristiwa ekonomi-politik yang menonjol. Pertama, terpilihnya Donald Trump dan kebingungan pasar akan kebijakan perdagangan proteksionis yang kemungkinan diambil oleh administrasinya. Kedua, penyelenggaraan pengampunan pajak oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ketiga, resurgence harga beberapa komoditas di penghujung tahun 2016 setelah selama setahun sebelumnya terus mengalami penurunan. Terakhir, tren perlambatan ataupun stagnasi ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat.
Beralih ke Tahun 2017, major causes tadi diperkirakan masih akan berpengaruh signiikan terhadap kondisi perekonomian domestik. Dari sisi eksternal, kebijakan tarif yang diusung Trump mulai dikhawatirkan akan menjadi tamparan keras bagi perekonomian Tiongkok dan menimbulkan efek domino terhadap Indonesia. Tiongkok yang sejauh ini terpantau tumbuh di kisaran 6,7 hingga 6,8 persen hingga Kuartal-IV 2016, berisiko kembali mengalami perlambatan apabila tarif impor AS yang dikabarkan dapat mencapai 45 persen benar-benar diberlakukan. Pasalnya, struktur tarif tersebut menyerang industri kecil dan menengah yang menjadi tonggak perekonomian Tiongkok selama ini. Ke depan, resiliensi negara-negara mitra dagang utama Indonesia terhadap kebijakan tarif AS akan cukup menentukan stabilitas perekonomian kita.
Dari sisi internal, program pengampunan pajak yang resmi berakhir pada akhir Maret lalu tercatat belum berhasil membukukan dana repatriasi yang ditargetkan sebelumnya, yaitu sejumlah 165 triliun rupiah. Target capaian tersebut sudah terlanjur dimasukkan ke dalam perhitungan APBN 2017, sehingga menimbulkan peluang terjadinya koreksi pada APBN-P 2017 nanti. Apabila selisih dari koreksi tadi tidak dapat ditutupi oleh penerimaan non-pajak, deisit dikhawatirkan akan melampaui pagu pada postur anggaran sebesar 2,41 persen terhadap PDB.
Terlepas dari harga beberapa komoditas yang terpantau turun per Maret 2017, performa ekonomi Indonesia menunjukkan beberapa sinyalemen positif. Sektor keuangan dan perbankan dinilai sehat, surplus perdagangan barang mencapai titik tertinggi selama tiga tahun terakhir, ditambah dengan cadangan devisa yang jauh menguat. Kinerja eksternal yang baik ini dibarengi dengan turunnya tekanan di pasar valas dan sektor perbankan. Berbanding lurus dengan itu, GAMA LEI memprediksi arah positif pada akhir kuartal pertama tahun 2017 ini. Tren positif diperkirakan masih akan berlanjut, mengingat masih bekerjanya efek stimulus dari dana repatriasi sepanjang tahun 2017 ini, serta serapan anggaran yang ditargetkan akan lebih efektif dari periode sebelumnya.
(3)
29 Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
(4)
Indonesian Economic Review and Outlook 30
(5)
31 Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
(6)
MACROECONOMIC DASHBOARD
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pertamina Tower Lt. 4 Ruang 4.4
Jl. Humaniora No.1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Telp: +62 274 548 517 ext 373
Fax: +62 274 551 208
Email: [email protected]
Website: www.macroeconomicdashboard.com
INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOK
TIM MACROECONOMIC DASHBOARD
M. Edhie Purnawan Head of Researcher [email protected] +62 274 548 517 ext 373 Prabaning Tyas Research Assistant [email protected] +62 274 548 517 ext 373 Reza Bangun Research Assistant [email protected] +62 274 548 517 ext 373 Revonanda Avryl Research Assistant [email protected] +62 274 548 517 ext 373
Geraldo Sihotang
Research Assistant & Web Admin [email protected]
+62 274 548 517 ext 373 Saiful Alim Rosyadi Research Assistant [email protected] +62 274 548 517 ext 373 Basu Gede Pangestu Research Assistant [email protected] +62 274 548 517 ext 373 Aswanudin Hamid Layout
[email protected] +62 274 548 517 ext 373