Formulasi dan evaluasi sifat fisik sediaan gel ekstrak pegagan (Centella Asiatica (L.) Urban) dengan gelling agent karpobol 940 dan humektan propilen glikol.

(1)

karbopol s40-propilen glikol terkadap sifat fisik gel dan mengetakui komposisi optimum yang dapat mengkasilkan gel ekstrak pegagan dengan karakteristik fisik yang baik.

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan Stmplex Latttce Destgn dengan 2 faktor (karbopol s40 dan propilen glikol). Gel ekstrak pegagan dibuat dalam 5 formula dengan variasi konsentrasi karbopol-propilen glikol yang berbeda, yaitu F I (0,5% : 15,5%), F II (0,75% : 15,25%), F III (1% : 15%), F IV (1,25% : 14,75%), dan F V (1,5% : 14,5%). Uji yang dilakukan terkadap sediaan gel ekstrak pegagan meliputi uji sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas freeze thaw cycle. Hasil uji sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dianalisis dengan menggunakan Destgn Expert 9.0.4 trtal dan stabilitas freeze thaw cycle dianalisis ANOVA dengan taraf kepercayaan s5%.

Konsentrasi karbopol s40 yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan viskositas, namun dapat menurunkan daya sebar. Penambakan propilen glikol dapat meningkatkan daya sebar. Formula optimum sediaan gel ekstrak pegagan pada komposisi karbopol s40 1 gram dan propilen glikol 15 gram.


(2)

ABTRACT

Gotu kola (Centella asiatica L.) kas asiaticoside compound tkat is used to stimulate collagen formation. Tke purpose of tkis study to determine tke effect of tke combination of carbopol s40-propylene glycol gel on tke pkysical properties and determine tke optimal composition tkat can produce gotu kola extract gel witk good pkysical ckaracteristics.

Tkis researck uses experimental design Simplex Lattice Design witk 2 factors (carbopol s40 and propylene glycol). Gel Centella asiatica extract made witkin 5 formula witk varying concentrations of different carbopol-propylene glycol, FI (0.5%: 15.5%), F II (0.75%: 15.25%), F III (1% : 15%), F IV (1.25%: 14.75%), and FV (1.5%: 14.5%). Test conducted on gotu kola extract gel covers pkysical properties (viscosity and spreading) and stability of tke freeze tkaw cycle. Tke test results of pkysical properties (viscosity and spreading) analyzed by Design Expert s.0.4 trial and stability of tke freeze tkaw cycle is analyzed by ANOVA witk confidence level s5%.

Carbopol s40 concentration increasing cause increased viscosity, but can reduce spreading. Tke addition of propylene glycol can improve spreading. Tke optimum formula gotu kola extract gel on tke composition of carbopol s40 1 gram and 15 grams of propylene glycol.


(3)

940 DAN HUMEKTAN PROPILEN GLIKOL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Putri Wulandari NIM : 128114030

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

i

FORMULASI DAN EVALUASI SIFAT FISIK SEDIAAN GEL EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban) DENGAN GELLING AGENT

KARPOBOL 940 DAN HUMEKTAN PROPILEN GLIKOL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Putri Wulandari NIM : 128114030

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahan untuk

My Lord, My Savior, My King, My One and Only Jesus Christ Bapak, Mama, Mbak Rina dan

Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma MUJIZAT TIDAK AKAN PERNAH TERJADI DI ZONA NYAMAN

KELUARLAH DARI SANA DAN LAKUKANLAH PERBUATAN BESAR BAGI TUHAN -Kezia Warouw-

SEGALA PERKARA DAPAT KUTANGGUNG DI DALAM DIA YANG MEMBERIKAN KEKUATAN BAGIKU


(8)

(9)

(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih, kebaikan dan penyertaan-Nya yang sempurna dalam kehidupan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Formulasi dan Evaluasi Sifat Fisik dan Stabilitas Sediaan Gel Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L. Urban)

dengan gelling agent Karbopol 940 dan humektan Propilen Glikol dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Selama menyelesaikan perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini peneliti mendapatkan dukungan, semangat kritik dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Aris Widyawati M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Dr. T.N. Saifullah Sulaiman M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran, masukan dan kritik mulai dari penulisan proposal, penelitian hingga penulisan naskah skripsi

3. Ibu Damiana Sapta Candrasari S.Si., M.Sc., selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran, masukan dan kritik bagi penulis

4. Ibu Wahyuning Setyani M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran, masukan dan kritik bagi penulis

5. Bapak Enade Perdana Istyatono Ph.D., Apt. selaku DosenPembimbing Akademik yang telah mendampingi selama perkuliahan


(11)

viii

6. Ibu Phebe Hendra, Ibu Beti Pujiastuti, Ibu Yuli, Ibu Iin atas masukan yang diberikan selama penulisan proposal, penelitian hingga penulisan naskah

7. Orang tua dan keluarga yang telah mendukung, memberikan semangat dan motivasi selama penelitian dan penulisan naskah

8. Bapak Musrifin selaku laboran Laboratorium FTSF, Mas Agung selaku laboran Laboratorium Farmasi Fisik dan laboran serta karyawan lain yang telah membantu penulis

9. Teman-teman pejuang skripsi formulasi lantai 1 atas kebersamaan dan keceriaan selama melakukan penelitian

10. Semua teman-teman angkatan 2012 terutama FSM A 2012 dan FST A 2012 atas kebersamaan yang luar biasa selama perkuliahan

11. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan, motivasi dan saran yang diberikan kepada penulis

Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan yang dilakukan selama penelitian ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun tentang penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat berguna untuk seluruh pihak, terutama di bidang kefarmasian.

Yogyakarta, 15 Februari 2015


(12)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

BAB II PENELAHAAN PUSTAKA... 6

A. Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) ... 6

B. Sediaan Gel ... 9


(13)

x

2. Mekanisme pembentukan gel ... 11

3. Bahan-bahan dalam gel ... 11

C. Monografi Bahan ... 14

1. Karbopol 940 ... 14

2. Propilen glikol ... 17

3. Triethanolamin ... 18

4. Metil paraben ... 18

D. Uji Sifat Fisik Sediaan Gel ... 19

1. pH ... 19

2. Homogenitas ... 19

3. Viskositas ... 19

4. Daya sebar ... 21

5. Daya lekat... 21

6. Konsistensi ... 21

E. Simplex Lattice Design ... 22

F. Landasan Teori ... 24

G. Hipotesis ... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 27

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian ... 27

C. Definisi Operasional... 27

D. Bahan Penelitian... 28


(14)

xi

F. Tata Cara Penelitian ... 29

G. Pembuatan ekstrak pegagan ... 29

1. Peroleh dan pengolahan herba pegagan ... 29

2. Determinasi herba pegagan ... 29

3. Karakterisasi ekstrak pegagan ... 29

4. Pembuatan gel ekstrak pegagan ... 32

H. Uji sifat fisik ekstrak pegagan ... 34

I. Uji stabilitas freeze thaw cycle ... 35

J. Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Karakterisasi Ekstrak Pegagan ... 36

B. Pengujian Sifat Fisik Gel Ekstrak Pegagan ... 38

1. Uji organoleptis dan pH ... 39

2. Viskositas ... 40

3. Daya sebar ... 43

C. Pengujian Stabilitas Gel Ekstrak Pegagan Selama Penyimpanana Freeze Thaw Cycle ... 44

1. Stabilitas organoleptis dan pH setelah cycling test ... 45

2. Viskositas setelah cycling test ... 47

3. Daya sebar setelah cycling test ... 49

D. Optimasi Formula ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52


(15)

xii

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 56


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula acuan ... 32

Tabel II. Rancangan formula gel ekstrak pegagan ... 33

Tabel III. Karakterisasi ekstrak pegagan ... 36

Tabel IV. Pengamatan sifat fisik sediaan gel ekstrak pegagan ... 39

Tabel V. Hasil pengujian viskositas setelah cycling test... 48


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur karbopol ... 15

Gambar 2. Struktur molekul polimer karbopol pada sistem coil ... 15

Gambar 3. Struktur molekul polimer karbopol pada sistem uncoil ... 16

Gambar 4. Struktur propilen glikol ... 17

Gambar 5. Struktur triethanolamin ... 18

Gambar 6. Struktur metil paraben ... 18

Gambar 7. Ekstrak pegagan ... 33

Gambar 8. Contour plot viskositas... 38

Gambar 9. Contour plot daya sebar ... 40

Gambar 10. Uji hasil organoleptis sebelum dan setelah cycling test ... 45

Gambar 11. Uji pH setelah cycling test ... 46

Gambar 12. Grafik viskositas setelah cycling test ... 47

Gambar 13. Grafik daya sebar setelah cycling test ... 49

Gambar 14. Grafik desirability ... 50


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat keterangan determinasi... 57

Lampiran 2. Sertifikat karakterisasi ekstrak pegagan ... 58

Lampiran 3. Data pengukuran viskositas gel ekstrak pegagan ... 59

Lampiran 4. Data pengukuran daya sebar gel ekstrak pegagan ... 66

Lampiran 5. Organoleptis gel ekstrak pegagan sebelum dan setelah penyimpanan cycling test ... 74


(19)

xvi

INTI SARI

Pegagan (Centella asiatica L.) memiliki senyawa asiatikosida yang digunakan untuk menstimulasi pembentukan kolagen. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kombinasi karbopol 940-propilen glikol terhadap sifat fisik gel dan mengetahui komposisi optimum yang dapat menghasilkan gel ekstrak pegagan dengan karakteristik fisik yang baik.

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan Simplex Lattice Design

dengan 2 faktor (karbopol 940 dan propilen glikol). Gel ekstrak pegagan dibuat dalam 5 formula dengan variasi konsentrasi karbopol-propilen glikol yang berbeda, yaitu F I (0,5% : 15,5%), F II (0,75% : 15,25%), F III (1% : 15%), F IV (1,25% : 14,75%), dan F V (1,5% : 14,5%). Uji yang dilakukan terhadap sediaan gel ekstrak pegagan meliputi uji sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas freeze thaw cycle. Hasil uji sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dianalisis dengan menggunakan Design Expert 9.0.4 trial dan stabilitas freeze thaw cycle dianalisis ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.

Konsentrasi karbopol 940 yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan viskositas, namun dapat menurunkan daya sebar. Penambahan propilen glikol dapat meningkatkan daya sebar. Formula optimum sediaan gel ekstrak pegagan pada komposisi karbopol 940 1 gram dan propilen glikol 15 gram.

Kata kunci : Centella asiatica L., karbopol 940, propilen glikol, gel, Simplex Lattice Design


(20)

xvii

ABTRACT

Gotu kola (Centella asiatica L.) has asiaticoside compound that is used to stimulate collagen formation. The purpose of this study to determine the effect of the combination of carbopol 940-propylene glycol gel on the physical properties and determine the optimal composition that can produce gotu kola extract gel with good physical characteristics.

This research uses experimental design Simplex Lattice Design with 2 factors (carbopol 940 and propylene glycol). Gel Centella asiatica extract made within 5 formula with varying concentrations of different carbopol-propylene glycol, FI (0.5%: 15.5%), F II (0.75%: 15.25%), F III (1% : 15%), F IV (1.25%: 14.75%), and FV (1.5%: 14.5%). Test conducted on gotu kola extract gel covers physical properties (viscosity and spreading) and stability of the freeze thaw cycle. The test results of physical properties (viscosity and spreading) analyzed by Design Expert 9.0.4 trial and stability of the freeze thaw cycle is analyzed by ANOVA with confidence level 95%.

Carbopol 940 concentration increasing cause increased viscosity, but can reduce spreading. The addition of propylene glycol can improve spreading. The optimum formula gotu kola extract gel on the composition of carbopol 940 1 gram and 15 grams of propylene glycol.

Keywords: Centella asiatica L., carbopol 940, propylene glycol, gel, Simplex Lattice Design


(21)

1

BAB I

LATAR BELAKANG

Salah satu ancaman permasalahan kulit yang sering dialami kaum wanita merupakan masalah selulit. Selulit atau juga yang biasa disebut liposklerosis, adalah perubahan non inflamasi dalam jaringan adiposa subkutan yang disebabkan oleh peningkatan volume sel-sel lemak hingga tampak pada epidermis. Selulit biasanya terjadi di sekitar pinggul, pantat, perut, paha dan lengan (Knobloch, 2009).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa herba pegagan dapat menormalkan metabolisme yang terjadi dalam sel-sel jaringan ikat dan dapat mengatur mikrosirkulasi menjadi lebih baik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Goldman, Bacci, Leibaschoff (2006) menegaskan bahwa terdapat pengaruh triterpen dari herba pegagan mampu memicu sintesis kolagen pada kulit. Penelitian studi klinis dengan menggunakan beberapa metodologi yang berbeda menunjukkan bahwa pada pasien yang memakai herba pegagan secara oral mengalami penurunan diameter sel-sel lemak (adiposa) (Rossi dan Vergnanini, 2000).

Formulasi yang dipilih untuk herba pegagan adalah gel. Gel mempunyai berbagai keuntungan, seperti: mudah diaplikasikan, absorsi pada kulit jauh lebih baik dibandingkan dengan krim serta daya penetrasinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan krim, mudah dicuci dan mudah saat diaplikasikan pada kulit.


(22)

Sifat fisik dan stabilitas suatu gel ditentukan oleh gelling agent dan

humektan yang digunakan. Gelling agent dapat membentuk jaringan struktur matriks tiga dimensi yang merupakan faktor yang penting dalam sistem gel. Semakin banyak jumlah gelling agent yang digunakan maka akan berpengaruh pada peningkatan viskositas sediaan (Zats dan Kushla, 1996). Komposisi dari

gelling agent harus diperhatikan agar dapat menghasilkan sistem sediaan yang memiliki stabilitas dan sifat fisik yang baik. Dalam penelitian ini, gelling agent

yang digunakan adalah karbopol 940 karena polimer karbopol dapat menyerap air dalam jumlah yang banyak serta aman dan efektif karena mempunyai potensi iritan yang rendah dan tidak menyebabkan kulit menjadi sensitif pada pemakaian yang berulang serta stabilitasnya yang tinggi. Karbopol 940 juga memiliki sifat yang baik dalam hal pelepasan zat aktif (Madan dan Singh, 2010).

Humektan berfungsi untuk menjaga kandungan air pada sediaan gel karena humektan dapat menarik kelembaban dari lingkungan sehingga kepadatan dan kelekatan dari sediaan tetap terpelihara dan permukaan kulit tetap basah (Barel, Paye, Maibach, 2009). Dalam penelitian ini humektan yang digunakan adalah propilen glikol karena memiliki sifat dapat mempertahankan kandungan air pada lapisan kulit terluar sehingga dapat mempertahankan kelembaban saat diaplikasikan dipermukaan kulit (Zocchi, 2011). Selain itu, propilen glikol dipilih karena dapat digunakan sebagai pelarut ekstrak. Asiatikosida yang merupakan senyawa yang berperan sebagai antiselulit larut dalam propilen glikol (Indena, 2013).


(23)

Berdasarkan alasan tersebut maka peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh gelling agent dan humektan terhadap sifat fisik dan stabilitas gel.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaruh konsentrasi karbopol 940 dan propilen glikol pada sifat fisik dan stabilitas sediaan gel ekstrak pegagan?

b. Berapa komposisi optimum gelling agent karpobol dan humektan propilen glikol untuk mendapatkan gel ekstrak pegagan dengan sifat fisik dan stabilitas yang baik?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Karbopol 940 sebagai gelling agent, propilen glikol sebagai humektan dan menggunakan ekstrak pegagan yang sudah pernah dilakukan adalah Optimasi Karbopol 940 sebagai Gelling agent dan Propilen glikol sebagai Humektan dalam Sediaan Emulgel Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) : aplikasi desain faktorial (Yosua, 2015 ) dan Uji Efek Penyembuhan Luka Bakar Gel Ekstrak Herba Pegagan dengan Gelling agent Karbopol 934 pada Kulit Punggung Kelinci Jantan (Redita, 2013). Pada penelitian Redita (2013) diperoleh kesimpulan bahwa dengan kenaikan konsentrasi karbopol 934 menyebabkan kenaikkan viskositas gel dan daya lekat, namun terjadi penurunan


(24)

daya lekat sedangkan pada penelitian Yosua (2015) diperoleh kesimpulan bahwa interaksi dari karbopol 940 dengan propilen glikol tidak memberikan efek yang signifikan terhadap stabilitas fisik.

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh peneliti, penelitian tentang Formulasi dan Evaluasi Fisik Sediaan Gel Ekstrak Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) dengan Karbopol 940 sebagai Gelling agent dan Propilen glikol sebagai Humektan belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan mengenai bentuk sediaan gel ekstrak pegagan.

b. Manfaat Praktis

Menghasilkan bentuk sediaan kosmetik berupa gel ekstrak pegagan dengan sifat fisik dan stabilitas yang baik dengan kombinasi karbopol 940 sebagai

gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan.

4. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan gel ekstrak pegagan yang yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabilitas yang baik.


(25)

b. Tujuan Khusus

1) Mengetahui pengaruh konsentrasi karbopol 940 dan propilen glikol pada sediaan gel ekstrak pegagan terhadap sifat fisik dan stabilitas gel menggunakan rancangan simplex lattice design.

2) Mendapatkan komposisi optimum karbopol dan propilen glikol dalam formula gel ekstrak pegagan dengan sifat fisik dan stabilitas yang baik.


(26)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pegagan 1. Klasifikasi Ilmiah

Divisio : Spermathophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dycotyledonae Ordo : Umbillates Familia : Umbelliferae Genus : Centella

Spesies : Centella asiatica (L.) Urban

(Backer dan Van Der Brick, 1986)

2. Kandungan Kimia

Penggunaan tumbuhan sebagai obat, berkaitan dengan kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan tersebut terutama zat bioaktif. Tanpa adanya suatu senyawa bioaktif dalam tumbuhan maka secara umum tumbuhan itu tidak dapat digunakan sebagai obat. Penelitian yang dilakukan Noverita dan Marline (2012) menyebutkan hasil uji fitokimia daun pegagan terdapat kandungan triterpenoid. Pegagan mengandung bahan aktif seperti triterpenoid glikosida (terutama asiatikosida, asam asiatik, asam madekasik, madekasosida (Hashim, 2011), flavonoid (kaemferol dan kuersetin), volatil oil (valerin, kamfor, siniole dan sterol tumbuhan seperti kamfesterol, stigmasterol,


(27)

sitosterol), pektin, asam amino, alkaloid hidrokotilin, miositol, asam brahmik, asam centelik, asam isobrahmik, asam betulik, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Glikosida triterpenoid yang disebut asiatikosida bermanfaat dapat menstimulasi sintesis kolagen dan

glycosaminoglycan.

3. Kegunaan dan Khasiat

Menurut Kumar dan Gupta (2006), secara umum kandungan bahan aktif yang ditemukan dalam herba pegagan meliputi: triterpenoid saponin, triterpenoid genin, minyak essensial, flavonoid, fitrosterol dan bahan aktif lainnya. Bahan–bahan aktif tersebut secara umum terdapat pada organ daun tepatnya pada jaringan palisade parenkim. Kandungan bahan aktif utama dari pegagan adalah golongan triterpenoid saponin. Kandungan triterpenoid saponin dalam pegagan berkisar 1-8%. Unsur utama yang terdapat dalam triterpenoid saponin adalah asiatikosida dan madekosida (Kumar dan Gupta, 2006).

Asam asiatik, asam madekosid, dan asiatikosida telah terbukti digunakan untuk merangsang sintesis kolagen. Titrited Exctract Centella asiatica (TECA), asam asiatik dan asiatikosida yang telah terbukti mempercepat pemulihan matriks kolagen setelah luka, dengan cara stimulasi kolagen dan sintesis glikosaminoglikan. Asiatikosida yang diisolasi dari pegagan meningkatkan kandungan hidroksiprolin, elastisitas kulit dan kandungan kolagen pada bekas luka setelah pemberian topikal pada hewan percobaan. Peningkatan proliferasi sel dan sintesis kolagen diamati di lokasi luka setelah pengobatan dengan ekstrak oral pegagan. Asiatikosida adalah


(28)

salah satu komponen aktif dalam saponin yang dapat menginduksi sintesis kolagen tipe I dalam sel dermal fibroblas pada manusia. Molekul yang terlibat

dalam mekanisme ini adalah SB43 1542, yang merupakan inhibitor dari TGFβ

reseptor I kinase, yang diketahui sebagai aktivator dari Smad pathway (Park dkk., 2006). Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dilaporkan bahwa triterpenoid saponin yang termasuk madekosida, asiatikosida dan asam asiatik mempunyai aktifitas dapat meningkatkan cellular hyperplasia, produksi kolagen dan level granulasi jaringan pada DNA protein, total kolagen, hexosamin, mempercepat maturasi dan cross-linking dari kolagen (Chandrakasan, Shetty, Sivakumar, Suguna, 2006).

Madekosida yang diisolasi dari tumbuhan pegagan diketahui mempunyai aktifitas dapat menginduksi expresi dari kolagen dan memodulasi mediator inflammatory. Pembuktian penelitian ini dilakukan dengan melakukan randomized double blind clinical trial dan hasilnya pegagan dapat meningkatkan clinical score dari kerutan, elastisitas kulit dan hidrasi dari kulit (Haftek, Mac, Le Bitoux, Creidi, Rougier, Humbert, 2008). Formulasi sediaan topikal ekstrak pegagan menunjukan bahwa sediaan dapat meningkatkan proliferasi sel dan meningkatkan sintesis kolagen pada tikus yang kulitnya terluka. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak pegagan dapat meningkatkan sintesis kolagen dan elastisitas dari kulit (Kumar, Parameshwaraiah, Shivakumar, 1998).


(29)

B. Sediaan Gel

1. Definisi Gel

Gel merupakan sistem yang terdiri dari suspensi yang terbuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul anorganik yang besar, terpenetrasi dalam cairan (Depkes RI, 1995). Gel mengandung larutan bahan aktif tunggal atau campuran dengan pembawa yang bersifat hidrofilik maupun hidrofobik. Basis dari gel merupakan senyawa hidrofilik sehingga memiliki konsistensi lembut. Efek penguapan kandungan air yang terdapat pada basis gel memberikan sensasi dingin saat diaplikasikan pada kulit. Sediaan gel hidrofilik memiliki sifat daya sebar yang baik pada permukaan kulit. Keuntungan dari gel adalah pelepasan obat dari sediaan dinilai baik, zat aktif dilepaskan dalam waktu yang singkat dan nyaris semua zat aktif dilepaskan dari pembawanya (Voight, 1994).

Gel yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : (Lieberman dkk, 1996; Martin, Swabrick, dan Cammarata, 2012).

1. Homogen

Bahan obat dan dasar gel harus mudah larut atau terdispersi dalam air atau pelarut yang cocok atau menjamin homogenitas sehingga pembagian dosis sesuai dengan tujuan terapi yang diharapkan.

2. Bahan dasar yang cocok dengan zat aktif

Bila ditinjau dari sifat fisika dan kimia bahan dasar yang digunakan harus cocok dengan bahan obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang diinginkan.


(30)

3. Konsistensi gel menghasilkan aliran pseudoplastis tiksotropik

Karena sifat aliran ini sangat penting pada penyebaran sediaan. Sediaan akan mudah dioleskan pada kulit tanpa penekanan yang berarti dan mudah dikeluarkan dari wadah misalnya tube.

4. Stabil

Gel harus stabil dari pengaruh lembab dan suhu selama penggunaan dan penyimpanan.

Secara umum gel diklasifikasikan menjadi 4 yaitu, gel organik, gel anorganik, hidrogel, dan organogel (Allen, 2002). Hidrogel merupakan polimer hidrofilik yang mengandung 85–95% air atau campuran air dengan alkohol. Setelah pemakaian, hidrogel memberikan sensasi dingin pada kulit karena adanya pelarut yang menguap. Selain itu, hidrogel akan meninggalkan lapisan film tipis transparan elastis dengan daya lekat yang tinggi, tidak menyumbat pori kulit, tidak menghambat fungsi fisiologi kulit serta mudah dicuci air (Voight, 1994). Komposisi utama dalam sediaan gel adalah air (85-95%) dan

gelling agent. Konsistensi gel berasal dari gelling agent yang biasanya berbentuk polimer dan membentuk struktur tiga dimensi.

Gel biasanya berwarna transparan, warna transparan tersebut didapat apabila semua bahan terlarut atau terdispersi secara koloidal, misalnya sampai dalam ukuran submikron.

2. Mekanisme Pembentukan Gel

Senyawa polimer yang bersifat hidrofil/hidrokoloid didispersikan ke dalam air maka akan mengembang, kemudian terjadi proses hidrasi molekul air


(31)

melalui pembentukan ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air akan terjebak dalam struktur molekul kompleks tersebut dan akan membentuk massa gel yang kenyal (Lieberman, Rieger, dan Banker, 1996).

Parameter kritis dalam proses pembentukan gel adalah

1. Temperatur akan berpengaruh pada kemampuan mengembang senyawa polimer saat didispersikan ke dalam air.

2. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel karena apabila daya adhesi antar pelarut dan gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka dapat merusak sistem gel.

3. Kecepatan dan lama pengadukan, pengadukan yang terlalu kuat dan cepat dapat mengakibatkan banyaknya gelembung udara yang terjebak dalam sistem polimer.

3. Bahan-Bahan dalam Gel

a. Gelling agent

Faktor penting yang ada dalam sistem gel adalah gelling agent. Fungsi utama dari gelling agent untuk menjaga konsistensi cairan dan padatan dalam suatu bentuk gel. Gelling agent membentuk jaringan struktur gel. Peningkatan jumlah gelling agent dalam suatu formula gel akan meningkatan kekuatan dari jaringan struktur gel sehingga terjadi kenaikan viskositas. Gelling agent yang sering digunakan sebagai basis dalam formula adalah gum alami, gum sintesis, resin, selulosa, dan hidrokoloidal lain seperti karbopol. Setiap jenis gelling agent memiliki efek yang berbeda dalam memberikan pengaruh terhadap formula gel. Besar konsentrasi


(32)

gelling agent yang digunakan dalam formula menentukan pula karakteristik sediaan gel seperti kekuatan dan elastisitas (Zats dan Kushla, 1996). Penggunaan gelling agent dengan konsentrasi yang terlalu tinggi atau penggunaan gelling agent dengan bobot molekul yang terlalu besar akan menghasilkan sediaan gel yang sulit diaplikasikan pada kulit karena viskositas gel yang dihasilkan akan terlalu tinggi sehingga akan sulit menyebar secara merata pada saat diaplikasikan (Zats dan Kushla, 1996).

Gelling agent akan bergabung, saling menjerat, dan membentuk struktur jaringan koloidal tiga dimensi sesaat saat didispersikan dengan pelarut yang sesuai. Jaringan koloid ini akan menjebak zat aktif dan membatasi aliran cair dengan mengurangi pergerakan molekul pelarut. Struktur jaringan ini menahan deformasi sediaan dan sangat berpengaruh terhadap viskositas gel (Pena, 1990).

Gelling agent harus inert, aman dan tidak reaktif terhadap komponen yang lainnya. Gel dari polisakarida alam akan mudah mengalami degradasi mikrobia sehingga diformulasikan dengan pengawet untuk mencegah hilangnya karakteristik gel akibat mikrobia (Zats dan Kushla, 1996).

b. Humektan

Humektan dapat meningkatkan kelembaban kulit dan menjaga agar kulit tidak mengalami hidrasi. Sediaan dengan kandungan air yang tinggi berpotensi mengikat dan menyerap air dari permukaan kulit untuk menggantikan air dari sediaan yang telah menguap, menyebabkan kulit


(33)

menjadi kering. Penggunaan gel dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan permukaan kulit menjadi kering, untuk menjaga kelembaban kulit pada formula gel sering ditambahkan humektan. Humektan

ditambahkan untuk mencegah sediaan menjadi kering dan kehilangan kandungan air dalam jumlah besar. Lapisan humektan yang tipis akan terbentuk untuk mempertahankan kelembaban dan mencegah kulit kering (Mukul, Surabhi, dan Atul, 2011).

Cara kerja humektan dalam menjaga kestabilan sediaan gel adalah dengan mengabsorbsi lembab dari lingkungan, selain itu dapat mempertahankan kadar air pada permukaan kulit. Humektan yang sering digunakan pada sediaan gel adalah gliserin dan propilen glikol (Mukul dkk, 2011).

c. Pengawet

Penambahan bahan pengawet harus dilakukan untuk mencegah pertumbuhan mikroba pada sediaan karena kandungan air yang sangat banyak merupakan media pertumbuhan mikroba yang baik. (Barel dkk, 2009). Formulasi dengan hidrogel harus menggunakan pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroba.

d. Fragrance

Tujuan ditambahkan fragrance adalah untuk menutupi bau yang tidak enak yang ditimbulkan oleh zat aktif atau obat (Ansel, 2002).

Fragrance dapat disesuaikan dengan rasa dan warna sediaan dapat berupa bau essence dari buah-buahan atau bunga.


(34)

e. Antioksidan

Antioksidan ditambahkan pada sediaan semipadat untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat oksidasi. Antioksidan biasa digunakan pada konsentrasi 0,001% - 0,1% (Lachman dkk, 1994). Antioksidan yang banyak digunakan pada preparat air diantaranya natrium sulfit, asam hipofostorus, dan asam askorbat. Minyak yang dapat digunakan dalam preparat diantaranya alfatokoferol (vitamin E), BHA (Butil hidroksitoluen) dan askorbil palmitat (Ansel, 2002 ).

C. Monografi Bahan

1. Karbopol

Gambar 1. Struktur kimia karbopol (Rowe, Shasker, dan Quinn, 2009)

Gelling agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbopol. Karbopol merupakan polimer asam akrilat dengan berat molekul tinggi yang membentuk rantai cross-link dengan polialkenil eter, alil sukrosa, atau divinil alkohol. Karbopol dalam penggunaannya sebagai gelling agent dalam rentang konsentrasi 0,5% - 2% (Rowe dkk, 2009). Karbopol memiliki viskositas 40.000–60.000 cP pada 0,5% larutan dengan pH 7,5. Karbopol memiliki kemampuan thickening paling baik pada viskositas yang tinggi, dan pada


(35)

formulasi gel topikal hidroalkoholik karpobol menghasilkan warna yang jernih (Rowe dkk, 2009).

Polimer karbopol mempunyai kemampuan untuk menyerap air dalam jumlah banyak. Pada pH asam karbopol akan membentuk polimer fleksibel dan struktur random coil. Polimer ini akan mengembang sampai 1000 kali dari volume asal dan diameternya ikut mengembang sampai 10 kali dalam bentuk gel ketika dilarutkan dalam air dengan pH di atas pKa 6 (Rowe dkk, 2009). Ketika karbopol didispersikan ke dalam air, karbopol terhidrasi dan sebagian gelungannya terbuka (uncoiled). Karbopol akan berfungsi dengan baik apabila dalam bentuk uncoiled (Noveon, 2002).

Gambar 2. Struktur molekul polimer karbopol pada sistem coil (Noveon, 2002)

Gambar 3. Struktur molekul polimer karbopol pada sistem uncoil setelah dinetralisasi (Noveon, 2002)


(36)

Mekanisme karbopol 940 untuk uncoiled adalah penetralan gugus asam karboksilat pada rantai polimer dengan basa yang sesuai. Penetralan tersebut akan mengakibatkan terbentuknya muatan negatif di sepanjang rantai polimer. Gaya tolak-menolak antar muatan negatif menyebabkan karbopol menjadi uncoiled ke dalam struktur yang lebih bebas. Namun, rantai karbopol akan tetap terikat satu sama lain menghasilkan matriks tiga dimensi membentuk sistem gel yang sangat kental dalam waktu seketika (Namita, Sheetal, dan Ravindra, 2013).

Karbopol merupakan bahan yang stabil dan higroskopis yang dapat dipanaskan hingga temperatur dibawah 1040C selama 2 jam tanpa mempengaruhi viskositas. Pemanasan yang berlebihan akan menyebabkan perubahan warna dan penurunan stabilitas. Karbopol dapat mengalami dekomposisi pada suhu 2600C selama 30 menit. Karbopol yang berbentuk serbuk tidak mendukung tumbuhnya jamur dan kapang. Karbopol yang telah didispersikan dengan air maka ada kemungkinan tumbuhnya jamur dan kapang karena terdapat media air sebagai media tumbuh. Pengawet ditambahkan untuk mencegah pertumbuhan jamur dan kapang pada sediaan gel.

Viskositas dispersi karbopol dapat terjaga selama penyimpanan pada suhu kamar dan tingkat kelembaban ruangan yang normal. Penyimpanan dihindarkan dari sinar matahari atau penambahan antioksidan dapat menjaga viskositas dispersi. Paparan sinar matahari menyebabkan oksidasi terhadap dispersi karbomer ditunjukan dengan penurunan viskositas dispersi. Sediaan


(37)

topikal dengan gelling agent karbopol tidak menunjukan reaksi hipersensitif pada manusia (Rowe dkk., 2009).

2. Propilen Glikol

Gambar 4. Struktur kimia propilen glikol (Rowe dkk, 2009)

Propilen glikol berbentuk cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau. Propilen glikol dapat berfungsi sebagai pengawet, disinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, stabilizing agent, dan kosolven water-miscible. Pada formulasi sediaan topikal propilen glikol digunakan sebagai humektan

dengan konsentrasi ≈ 15 %. Pada suhu ruangan dan suhu dingin propilen glikol akan stabil, namun jika dipanaskan pada suhu yang tinggi akan teroksidasi menjadi propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat. Propilen glikol dapat larut dan stabil pada etanol 95%, gliserin, atau air (Rowe dkk, 2009).

3. Triethanolamin


(38)

Triethanolamin atau TEA merupakan amin tersier yang mengandung gugus hidroksi. TEA berbentuk cairan jernih, sedikit kental, dan sedikit berbau amoniak dengan pH sebesar 10,5. TEA yang bersifat basa digunakan untuk netralisasi karbopol. Penambahan TEA pada karbopol akan membentuk garam yang larut. Sebelum netralisasi, karbopol di dalam air akan ada dalam bentuk tak terion pada pH sekitar 3. Pada pH ini, polimer akan sangat fleksibel dan strukturnya random coil. Penambahan TEA akan menggeser kesetimbangan ionik membentuk garam yang larut. Hasilnya adalah ion yang tolak menolak dari gugus karboksilat dan polimer menjadi kaku dan rigid, sehingga meningkatkan viskositas (Osborne, 1990). TEA biasanya digunakan untuk formulasi sediaan secara topikal. TEA memiliki titik leleh 20-210C (Rowe dkk, 2009).

4. Metil paraben

Gambar 6. Struktur kimia metilparaben (Rowe dkk, 2009)

Metil paraben merupakan pengawet berbentuk padat, kristal tidak berwarna dan tidak berbau. Metil paraben termasuk dalam antimikroba spektrum luas tetapi lebih efektif terhadap kapang atau khamir. Aktifitas antimikroba metil paraben berada pada rentang pH 4-8. Semakin tinggi sistem pH, maka aktifitas antimikroba akan menurun (Haley, 2009).


(39)

D. Uji Fisik Sediaan Gel

1. pH

Menurut Walters dan Roberts (2008) pH kulit manusia ialah sekitar 4,5-6,5. pH yang terlalu asam dapat mengiritasi kulit, sedangkan apabila terlalu basa dapat menyebabkan kulit kering. Berdasarkan hal tersebut maka sediaan yang berkaitan dengan kulit manusia perlu disesuaikan dengan pH kulit tersebut.

2. Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat sediaan gel homogen atau tidak. Homogenitas sediaan ditunjukan dengan ada tidaknya butiran kasar. Homogenitas penting dalam sediaan berkaitan dengan keseragaman kandungan jumlah zat aktif dalam setiap penggunaan (Dirjen POM, 1995).

3. Viskositas

Viskositas merupakan pernyataan tahanan untuk mengalir dari suatu sistem dibawah stress yang digunakan (Martin dkk, 2012). Viskositas ditunjukkan dengan persamaan :

η

=

� (1)

η: Viskositas

�: Gaya geser (shearing stress)

�: Kecepatan geser (shearing rate)

Peningkatan gaya geser akan berbanding lurus dengan peningkatan viskositas. Hal ini berlaku untuk senyawa yang termasuk tipe Newtonian


(40)

(Martin dkk, 2012). Pada tipe non-Newtonian viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan gaya geser. Tipe non-Newtonian antara lain plastis, pseudoplastis, dan dilatan (Lieberman dkk, 1996).

Tipe pseudoplastis menunjukan penurunan viskositas seiring meningkatnya kecepatan gaya geser. Pada suatu larutan, molekul dengan berat molekul besar serta struktur panjang akan saling terpilin dan terperangkap bersama-sama dengan solvent yang tidak bergerak. Gaya geser menyebabkan molekul terbebas dan menyusun diri secara terarah kemudian mengalir. Dengan demikian molekul akan memiliki sedikit tahanan untuk mengalir dan viskositas akan menurun (Aulton, 2001).

Semakin kental suatu cairan maka semakin besar kekuatan yang diperlukan untuk cairan tersebut dapat mengalir dengan laju tertentu (Martin dkk, 2012). Peningkatan viskositas akan meningkatkan waktu retensi pada tempat aplikasi, tetapi menurunkan daya sebar (Garg, Aggarwal, Singla, 2002).

Penggunaan karbopol sebagai basis gel pada konsentrasi 0,2% pH 7,5 viskositas karbopol dapat mencapai 200–300 mPas. Viskositas gel karbopol stabil dalam perubahan suhu karena adanya struktur cross-linked dari mikrogel. Penambahan bahan humektan seperti propilen glikol dapat memodifikasi ikatan hidrogen antara air, pelarut, dan polimer sehingga dapat mempengaruhi sifat viskoelastis dari karbopol (Islam, 2004).

4. Daya sebar

Daya sebar adalah kemampuan dari suatu sediaan untuk menyebar di tempat aplikasi. Hal ini berhubungan dengan sudut kontak dari sediaan dengan


(41)

tempat aplikasinya. Daya sebar merupakan salah satu karakteristik yang bertanggung jawab dalam keefektifan dalam pelepasan zat aktif dan penerimaan konsumen dalam penggunaan sediaan semisolid. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya sebar yaitu viskositas sediaan, lama tekanan, temperatur tempat aksi (Garg dkk, 2002).

5. Daya lekat

Kemampuan sediaan untuk melekat di tempat aplikasi sangat penting. Daya lekat merupakan salah satu karakteristik yang bertanggung jawab terhadap keefektifan sediaan dalam memberikan efek farmakologis. Semakin lama daya lekat suatu sediaan pada tempat aplikasi maka efek farmakologis yang dihasilkan semakin besar.

6. Konsistensi

Uji konsistensi dilakukan untuk mengetahui stabilitas sediaan gel yang dibuat dengan cara mengamati perubahan konsistensi sediaan setelah disentrifugasi. Uji konsistensi biasanya dilakukan dengan cara mekanik menggunakan sentrifugator dengan cara disentrifugasi pada kecepatan 3800 rpm selama 5 jam. Perubahan fisik yang diamati adalah terjadinya pemisahan antara bahan pembentuk gel dan pembawanya yaitu air dan pengujian dilakukan pada awal evaluasi (Djajadisastra, 2009).

E. Simplex Lattice Design

Penggunaan desain penelitian merupakan salah satu cara yang efisien dalam perencanaan penelitian sehingga data yang diperoleh dapat dianalisis untuk


(42)

mendapatkan hasil yang valid dan kesimpulan yang objektif. Penentuan desain penelitian dimulai dari penentuan tujuan penelitian dan pemilihan faktor penelitian. Pemilihan desain penelitian yang baik akan memberikan informasi yang cukup sehingga dapat menjelskan hasil penelitian yang baik dan dapat mempelajari efek dari faktor yang berbeda sesuai kondisi dan interaksi repon yang diamati dalam penelitian (Ladani dkk, 2010).

Beberapa keuntungan penggunaan desain penelitian antara lain data yang diperoleh dapat dianalisis secara optimal sehingga faktor, respon dan interkasi dapat teramati secara lebih efektif; respon yang diinginkan masih dapat diprediksikan pada keterbatasan interaksi; kesimpulan yang diambil dapat diterapkan pada rentang kondisi yang luas sesuai dengan level faktor (Ladani dkk, 2010).

Simplex lattice design merupakan suatu desain penelitian bagian dari

mixture design yang digunakan untuk menentukan proporsi relatif komponen dalam suatu formula sehingga dapat dihasilkan komposisi terbaik dari campuran tersebut. Faktor yang ada merupakan komponen berbeda dalam suatu campuran. Faktor yang ada merupakan komponen berbeda dalam suatu campuran. Total komponen harus berjumlah 100% sehingga apabila salah satu komponen ditingkatkan maka komponen lain akan diturunkan (Lewis, 1999).

Dasar penerapan Simplex Lattice Design adalah penelitian dasar terdiri dari berbagai kelarutan zat pada pelarut A saja (100% - 1 bagian), pada pelarut B saja (100% - 1 bagian), dan campuran pelarut A dan B masing-masing 50%


(43)

(masing-masing 0,5 bagian). Dalam pendekatan yang sederhana akan dihasilkan persamaan sebagai berikut :

Y = a (A) + b (B) + ab (A)(B) (2) Dengan keterangan sebagai berikut :

Y = respon (hasil penelitian) (A) = kadar proporsi komponen A (B) = kadar proporsi komponen B

a, b, ab = koefisien yang dihitung dari pengamatan penelitian

Formula yang dibutuhkan untuk mendapatkan persamaan tersebut sebanyak tiga formula, ketiga formula tersebut adalah I menggunakan 100% pelarut A, II menggunakan 100% pelarut B, dan III menggunakan 50% pelarut A dan 50% pelarut B. Contoh penerapan Simplex Lattice Design adalah sebagai berikut, misalnya :

Percobaan 1 = percobaan yang menggunakan pelarut 100% A, dari hasil percobaan dapat melarutkan zat 10 mg/ml.

Percobaan 2 = percobaan yang menggunakan pelarut 100% B, dari hasil percobaan dapat melarutkan zat 15 mg/ml.

Percobaan 3 = percobaan yang menggunakan pelarut campuran 50% A dan 50% B, dari hasil percoban dapat melarutkan zat 20 mg/ml.

Contoh dari hasil percobaan tersebut diperoleh persamaan Y = 10(A) + 15(B) + 30 (A)(B), dari hasil persamaan tersebut dapat diperkirakan komposisi pelarut yang dapat menghasilkan kadar tertinggi, sehingga dapat digambarkan profil antara campuran biner pelarut terhadap jumlah zat yang terlarut. Dari profil tersebut dapat secara teoritis diketahui diprediksi campuran pelarut A dan


(44)

beberapa bagian pelarut B yang dapat menghasilkan jumlah zat yang terlarut secara optimum. Hasil teoritis ini perlu dicek dengan percobaan (Bolton, 1991).

F. Landasan Teori

Ekstrak pegagan terbukti dapat meningkatkan sintesis pembentukan kolagen serta memperbaiki mikrosirkulasi. Kandungan aktif yang terdapat dalam ekstrak pegagan adalah triterpenoid saponin. Triterpenoid saponin terdiri dari asiatikosida dan madekosida yang memiliki peranan penting dalam merangsang sintesis kolagen dan memperbaiki kerusakan sel (Kumar dan Gupta, 2006).

Ekstrak pegagan diformulasikan menjadi sediaan gel agar mudah digunakan dan acceptable. Sediaan gel mempunyai keuntungan memiliki daya absorsi dan penetrasi yang baik, penampilannya yang menarik, warnanya yang transparan, dan menimbulkan sensasi dingin ketika diaplikasikan pada kulit sehingga cocok digunakan sebagai anti selulit.

Komponen penting yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas sediaan gel adalah gelling agent dan humektan (Rowe dkk, 2009). Peningkatan jumlah

gelling agent dalam suatu formula gel akan meningkatkan kekuatan dari jaringan struktur gel sehingga terjadi kenaikan viskositas sehingga apabila penggunaan

gelling agent terlalu besar akan menyebabkan gel sulit diaplikasikan pada kulit.

Gelling agent akan bergabung, saling menjerat, dan membentuk struktur jaringan koloidal tiga dimensi sesaat saat didispersikan dengan pelarut yang sesuai. Jaringan koloid ini akan menjebak zat aktif dan membatasi aliran cair dengan mengurangi pergerakan molekul pelarut. Struktur jaringan ini menahan deformasi


(45)

sediaan dan sangat berpengaruh terhadap viskositas gel. Humektan berfungsi untuk mencegah hilangnya kandungan air dalam sediaan yang membuat sediaan menjadi kering.

Karbopol 940 pada penggunaan semakin tinggi konsentrasi yang digunakan dapat menaikkan viskositas karena polimer yang terbentuk semakin kaku dan rigid. Propilen glikol yang digunakan dapat membuat sediaan menjadi lebih encer karena bentuk propilen glikol yang encer sehingga membuat sediaan menjadi lebih encer apabila digunakan dalam konsentrasi besar dan hal ini dapat mempengaruhi sifat fisik sediaan (Zat dan Kushla, 1996). Peningkatan nilai viskositas akan menurunkan daya sebar, karena semakin besar tahanan sediaan untuk mengalir maka kekuatan untuk penyebaran dari sediaan semakin kecil (Garg dkk, 2002).

Penentuan penggunaan konsentrasi karbopol 940 dan propilen glikol yang digunakan berdasarkan studi literatur dan hasil orientasi. Menurut Rowe dkk., (2009) konsentrasi karbopol 940 sebagai gelling agent adalah 0,5-2% dan konsentrasi propilen glikol sebagai humektan adalah 15%. Pada hasil orientasi yang telah dilakukan, formula dengan karbopol 940 sebanyak 0,75 gram dan propilen glikol sebanyak 15,25 memiliki nilai viskositas dan daya sebar mendekati nilai viskositas dan daya sebar produk yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Produk acuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Slimming gel® dan memiliki nilai viskositas 1,61 Pa.s.


(46)

G. Hipotesis

Semakin meningkat konsentrasi karbopol 940 yang digunakan dalam sediaan gel viskositas sediaan gel semakin meningkat dan menyebabkan daya sebar menurun. Semakin tinggi propilen glikol yang digunakan maka meningkatkan daya sebar. Formula optimum dengan kombinasi karbopol sebanyak 0,75 gram dan propilen glikol sebanyak 15,25 gram dapat menghasilkan sediaan gel dengan sifat fisik dan stabilitas yang baik.


(47)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang formulasi dan evaluasi sifat fisik dan stabilitas sediaan gel ekstrak pegagan (Centella asiatica (L). Urban) dengan gelling agent karbopol 940 dan humektan propilen glikol merupakan jenis penelitian eksperimental murni menggunakan rancangan percobaan simplex lattice design.

B. Variabel

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi karbopol 940 dan propilen glikol.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik dari sediaan gel meliputi organoleptis, pH, viskositas, dan daya sebar.

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama pencampuran, kecepatan pencampuran, suhu inkubator dan kulkas.

d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban saat pembuatan sediaan.

C. Definisi Operasional

a. Gel adalah sediaan dengan bahan penyusun utama gelling agent dan humektan sebagai bahan yang menentukkan sifat fisik dan stabilitas sediaan gel.


(48)

b. Ekstrak pegagan adalah ekstrak yang berasal dari tanaman herba pegagan dengan kandungan asiatikosida > 0,90% (Dirjen POM, 2008).

c. Gelling agent adalah bahan yang digunakan untuk membentuk massa gel. Dalam penelitian ini gelling agent yang digunakan adalah karbopol 940

d. Konsentrasi karbopol 940 adalah jumlah karbopol 940 yang digunakan dalam setiap formula yang dinyatakan dalam satuan %b/b. Konsentrasi karbopol 940 divariasikan dalam penelitian.

e. Humektan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah kehilangan air pada sediaan. Humektan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propilen glikol. f. Konsentrasi propilen glikol adalah jumlah propilen glikol yang digunakan dalam formula dinyatakan dengan satuan %b/b. Konsentrasi propilen glikol divariasikan dalam penelitian.

g. Sifat fisik adalah parameter yang akan diamati untuk mengamati sifat fisik (organoleptis, pH, viskositas dan daya sebar)

h. Organoleptis adalah parameter yang dievaluasi secara visual. Dalam penelitian ini meliputi warna, bau dan bentuk.

i. pH adalah log negatif dari ion hidrogen dalam larutan. Sediaan gel topikal yang dihasilkan harus sesuai dengan pH fisiologis kulit yaitu 4,5-6,5.

j. Viskositas adalah tahanan suatu sediaan untuk dapat mengalir. Nilai viskositas diukur dengan Rheosys Merlin II. Satuan viskositas adalah Pa.s.

k. Daya sebar adalah kemampuan gel untuk menyebar setelah diaplikasikan di permukaan kulit. Daya sebar dihitung dengan satuan luas (cm2).


(49)

l. Stabilitas gel adalah kemampuan sediaan gel untuk tetap ada dalam kriteria yang telah ditetapkan selama penggunaan dan penyimpanan untuk menjamin kualitas dari sediaan. Parameter stabilitas gel diukur dengan perubahan viskositas setelah penyimpanan cycling test selama 6 siklus < 15 %.

m.Respon adalah besaran yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Respon dalam penelitian ini adalah hasil uji sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas sediaan gel.

n. Area optimum adalah area dari komposisi karbopol dan propilen glikol yang memberikan daya sebar 6,25-12,25 cm2 dan viskositas 1,5–3,5 Pa.s pada 200 rpm.

o. Simplex Lattice Design merupakan suatu desain penelitian yang digunakan untuk mengevaluasi efek suatu faktor dan interaksi dalam waktu yang bersamaan.

D. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak pegagan,

karbopol 940 (kualitas farmasetis), propilen glikol (kualitas farmasetis), triethanolamin (kualitas farmasetis), metil paraben (kualitas farmasetis), dan aquadest

(kualitas farmasetis).

E. Alat

Alat penelitian yang digunakan adalah timbangan analitik (Ohaus), mixer (Miyako HM-330 190 W 200 V), lemari es (Samsung), inkubator, alat-alat gelas (pyrex), stopwatch, indikator pH universal (pH stik), seperangkat alat uji daya sebar,


(50)

alat uji viskositas Rheosys Merlin II (USA), software Design Expert 9.0.4 trial dan

software R 3.2.3.

F. Tata Cara Penelitian 1. Perolehan dan pengolahan herba pegagan

Tanaman pegagan diperoleh dari CV. Merapi Farma Herba. Tanaman pegagan yang dikehendaki adalah herba yang segar. Pembuatan Ekstrak pegagan dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk membuktikan kebenaran tanaman pegagan yang digunakan. Determinasi tanaman dilakukan oleh bagian Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

3. Pembuatan ekstrak pegagan

Tanaman pegagan yang diperoleh dari CV. Merapi Farma Herba sebanyak 1 kg dicuci dengan air bersih dan dikeringkan. Tanaman yang telah setengah kering dipotong kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 400 C sampai kering (48 jam). Simplisia yang telah kering kemudian digiling untuk menjadi simplisia serbuk. Simplisia serbuk direndam dalam 1 L pelarut etanol 96% dan didiamkan selama 48 jam. Ekstrak cair disaring menggunakan corong


(51)

cara diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan tekanan 175 mBar sampai pelarut menguap seluruhnya sehingga diperoleh ekstrak kental.

4. Pengujian kadar ekstrak pegagan

Ekstrak yang telah dibuat selanjutnya dilakukan karakterisasi. Karakterisasi dilakukkan di LPPT Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pengujian yang dilakukan meliputi organoleptis, kadar abu, kadar air dan kadar asiatikosida. Kadar air dan kadar abu diuji dengan metode gravimetri. Kadar asiatikosida diuji dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Densitometri. a. Uji kadar air dan kadar abu

Penetapan kadar air dan kadar abu menggunakan gravimetri. Cawan kosong ditimbang (A). Sampel ditimbang seberat 0,75 g (B) kemudian dimasukkan ke dalam cawan. Cawan dipanaskan dalam oven suhu 1050 C selama tiga hari hingga berat konstan. Cawan porselen dimasukkan ke dalam eskikator, kemudian ditimbang (C). Cawan porselen ditutup lalu dimasukkan ke dalam furnace suhu 6000 C selama 8 jam hingga menjadi abu sampai beratnya konstan. Cawan dimasukkan ke dalam eksikator ditimbang (D).

Kadar air dihitung dengan perhitungan : + − � % Kadar abu dihitung dengan perhitungan : − � % b. Uji asiatikosida

Analisis kualitatif ekstrak kental herba pegagan dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel 60 F254 dan fase gerak kloroform:asam asetat glasial:metanol:air (60:32:12:8) serta deteksi bercak dengan pereaksi anisaldesid asam sulfat. Standar yang digunakan adalah


(52)

asiatikosida 0,0135 g/10 mL diencerkan 4x dengan mengukur luas area di bawah area under kurva (AUC) secara densitometri pada panjang gelombang 360 nm.

Sampel ditimbang seberat 0,05 g dengan seksama, kemudiaan diekstraksi dengan 2 mL etanol. Hasil ekstraksi divortex selama dua menit dan disentrifugasi selama 3 menit, diambil fase metanolnya. Fase metanol dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL add metanol hingga tanda batas. Sebanyak 50 µL sampel ditotolkan pada fase diam, demikian pula standar asiatikosida dan dimasukkan ke dalam chamber berisi fase geral. Dielusi hingga tanda batas, lalu disemprot dengan pereksi. Rf sampel dan standar dibandingkan. Untuk penetapan kadar diukur AUC pada panjang gelombang 360 nm.

5. Pembuatan gel ekstrak pegagan

a. Desain Formula

Formula yang digunakan mengacu pada Allen, Popovich, dan Ansel, (2011) yaitu clean aqueous gel dengan dimetikon. Tabel I menunjukkan formula acuan yang digunakan dalam formulasi gel ekstrak pegagan

Tabel I. Formula Acuan (Allen, Popovich, dan Ansel, 2011)

Bahan Komposisi (%)

Aquadest Carbomer Triethanolamin Gliserol Propilen Glikol Dimetikon copoliol 59,8 0,5 1,2 34,2 2,0 2,3


(53)

Pada penelitian dilakukan modifikasi formula dengan menggunakan jenis humektan hanya satu yaitu propilen glikol, dan menghilangkan dimetikon copoliol dalam formula serta menambahkan pengawet metil paraben dalam sediaan yang ditunjukkan pada tabel II.

Tabel II. Formula gel ekstrak pegagan

Bahan

Formula

1 2 3 4 5

Ekstrak pegagan (%) 1 1 1 1 1

Karbopol 940 (g) 0,5 0,75 1 1,25 1,5

Propilenglikol (g) 15,5 15,25 15 14,75 14,5

Metil paraben (g) 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Triethanolamin (g) 2 2 2 2 2

Akuades (g) 82,9 82,9 82,9 82,9 82,9

b. Formulasi gel ekstrak pegagan

Cara pembuatan gel karbopol 940 adalah dengan menaburkan karbopol 940 dengan jumlah sesuai dengan masing-masing formula pada akuades 80 g dari formula dalam Beker glass didiamkan selama 24 jam (campuran 1). Metil paraben sebanyak 0,1 g dilarutkan ke dalam propilen glikol selanjutnya ekstrak pegagan sejumlah 1 g dilarutkan didalam campuran propilen glikol dengan metil paraben (campuran 2). Campuran 1 dimixing dengan mixer kecepatan 250 rpm selama 1 menit kemudian ditambahkan TEA pada campuran 1 sebanyak 2 g hingga mencapai pH 5-7 kemudian dicampur dengan mixer selama 3 menit. pH sediaan gel dicek menggunakan kertas indikator pH dengan cara sediaan diambil sedikit dengan sendok kemudian dicek dengan mencelupkan pH indikator dalam sediaan ditunggu sekitar 10 detik hingga pH indikator menunjukan nilai


(54)

pH dari sediaan. Campuran 2 dimasukkan kemudian dicampur homogen dengan mixer dengan skala 1 selama 5 menit. Sediaan kemudian dimasukkan ke dalam wadah.

4.Uji sifat fisik sediaan gel ekstrak pegagan

c. Uji organoleptis dan pH

Uji organoleptis dilakukan adalah pengujian bentuk, warna dan bau secara visual. Formula I,II,III,IV, dan V diukur nilai pH dengan menggunakan kertas indikator pH. Pengujiaan dilakukan setelah 48 jam dari pembuataan.

d. Uji Viskositas

Alat yang digunakan untuk uji viskositas adalah Rheosys viskometer. Sampel diletakkan diatas plate untuk selanjutnya diuji viskositas sediaan gel. Data viskositas dibaca pada rpm 200 dengan

interval time 10 detik. Viskositas yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah 1,5–3,5 Pa.s pada 200 rpm. Pengukuran dilakukan setelah 48 jam dari pembuatan gel ekstrak pegagan.

e. Uji daya sebar

Gel ditimbang 1 gram gel dan diletakkan di tengah kaca bundar yang berskala dan ditutup dengan kaca penutup yang sudah ditimbang. Beban seberat 125 gram diletakkan di atas kaca penutup dan didiamkan selama 1 menit dan diukur diameter penyebaran yang terbentuk. Percobaan


(55)

diulangi sebanyak 3 kali untuk tiap formula dengan prosedur yang sama dan dilakukan pada 48 jam setelah formulasi.

5. Uji Stabilitas Freeze Thaw Cycle

Pengujian stabilitas dilakukan dengan metode cycling test (freeze-thaw

test). Masing-masing formula disimpan pada suhu 40 ± 20 C selama 24 jam lalu disimpan pada 250 ± 20 C untuk 24 jam berikutnya (1 siklus). Pengujian dilakukan selama 6 siklus dan setiap akhir siklus dilakukan pengamatan pH, daya sebar, dan viskositas dengan cara pengujian yang sama pada uji sifat fisik (Thanasukarn, Pengsawatmanit dan McClements, 2004). Gel yang stabil memiliki perubahan viskositas dan daya sebar yang berbeda tidak bermakna (p-value > 0,05).

G. Analisis Data

Data sifat fisik dan stabilitas sediaan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data uji pH, viskositas, dan stabilitas fisik. Pengaruh faktor terhadap respon diintepretasikan dari analisis menggunakan Design Expert 9.0.4® trial dan

software R 2.3.2 yaitu dengan analisis statistika ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%. Apabila nilai p < 0,05, maka faktor dianggap signifikan mempengaruhi respon.


(56)

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Ekstrak Pegagan

Gambar 7. Ekstrak Pegagan

Tujuan dari karakterisasi adalah untuk melihat sifat ekstrak pegagan yang digunakan. Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji organoleptis (bentuk, warna dan bau), kadar air, kadar abu dan kadar asiatikosida. Hasil karakterisasi ekstrak pegagan tercantum pada tabel III.

Tabel III. Karakterisasi ekstrak pegagan

Parameter Hasil pengamatan Farmakope Herbal Indonesia (Dirjen POM,

2008)

Bentuk Kental Kental

Warna Hijau kehitaman Coklat tua

Bau Khas Khas

Kadar air (%) 14,70 < 10,00

Kadar abu (%) 11,40 < 16,60

Kadar asiatikosida (%) 0,14 > 0,90

Berdasarkan tabel III, ekstrak pegagan yang dihasilkan memiliki bentuk kental dan bau yang khas dari pegagan sudah sesuai dengan kriteria ekstrak pegagan yang tercantum dalam Farmakope Herbal Indonesia. Pada warna ekstrak terdapat perbedaan pada hasil ekstrak yang dibuat dengan Farmakope Herbal


(57)

Indonesia. Ekstrak pegagan yang dihasilkan berwarna hijau kehitaman sedangkan pada Farmakope Herbal Indonesia berwarna coklat tua. Perbedaan warna ekstrak disebabkan karena kandungan klorofil yang terdapat dalam herba pegagan. Pada metode ekstraksi tidak dilakukan proses penghilangan klorofil sehingga warna hijau kehitaman dari ekstrak pegagan diperoleh dari warna hijau klorofil.

Kadar abu pada dari ekstrak pegagan yang dihasilkan sebesar 11,40%, kadar ini sudah sesuai dengan persyaratan kadar abu pada Farmakope Herbal Indonesia yang tidak lebih dari 16,60%. Ekstrak pegagan yang dihasilkan melebihi batas kadar air persyaratan yang tercantum dalam Farmakope Herbal Indonesia yaitu <10,00%. Kadar air pada ekstrak yang dihasilkan yaitu sebesar 14,70%. Pada hasil uji kadar asiatikosida ekstrak pegagan yang digunakan dalam penelitian diperoleh hasil bahwa kadar asiatikosida dibawah persyaratan yang tercantum Farmakope Herbal Indonesia, kadar asiatikosida ekstrak pegagan sebesar 0,14% sedangkan pada Farmakope Herbal Indonesia lebih dari 0,90%.

Perbedaan kadar air disebabkan karena proses pengeringan herba pegagan yang dilakukan belum dapat mengeringkan seluruh herba sehingga kadar air melebihi batas. Perbedaan kadar asiatikosida disebabkan perbedaan cara ekstraksi yang tidak sesuai dengan standar FHI. Ekstraksi dilakukan dengan maserasi menggunakan etanol 70 % selama 6 jam sambil diaduk dan didiamkan selama 18 jam, kemudian difiltrasi dan diuapkan pelarutnya menggunakan rotary vacuum evaporator (Dirjen POM, 2008).

Hal lain yang berpengaruh terhadap perbedaan kadar asiatikosida adalah umur panen tanaman, tempat tumbuh tanaman dan pengolahan pasca panen. Pada


(58)

pegagan kandungan asiatikosida pada umur 4,5 dan 6 minggu setelah tanam tidak sama dan relatif lebih tinggi pada 6 minggu setelah tanam. Perbedaan umur panen menyebabkan perbedaan kandungan kimia pada herba pegagan (Noverita dan Marline, 2013). Tempat tumbuh mempengaruhi kandungan kimia yang terkandung pada herba pegagan. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah tinggi tempat dan jenis tanah. Ketinggian tempat optimum untuk tanaman pegagan adalah 200 – 800 mdpl. Ketinggian tempat yang lebih dari 1000 mdpl menyebabkan mutu dan kandungan kimia tanaman menjadi lebih rendah (Depkes RI, 1977). Jenis tanah Latosol dengan kandungan tanah liat sedang membuat tanaman tumbuh subur dan kandungan bahan aktif cukup baik (Depkes RI, 1977). Pengolahan pasca panen tidak tepat menyebabkan penurunan mutu kualitas herba pegagan.

Pada penelitian ini ekstrak pegagan tetap digunakan karena pada penelitian yang dilakukan Redita (2013) pada penggunaan ekstrak pegagan 0,5%, dengan metode ekstraksi yang sama yaitu maserasi dengan pelarut yang sama yaitu etanol 96%, spesies tanaman yang sama yaitu Centella asiatica L. Urban dengan suku Apiaceae dan sumber tanaman yang sama yaitu dari CV. Merapi Herba Farma, sudah dapat memberikan efek menstimulasi sintesis kolagen.

B. Pengujian Sifat Fisik Gel Ekstrak Pegagan

Sifat fisik gel ekstrak pegagan yang dievaluasi adalah organoleptis, pH, viskositas, dan daya sebar. Pengujian terhadap sifat fisik perlu dilakukan karena hal ini berhubungan dengan kualitas dari produk yang dihasilkan. Kualitas dari


(59)

sediaan berhubungan dengan penerimaan konsumen terhadap sediaan. Pengujian dilakukan setelah 48 jam karena dianggap sudah tidak ada lagi pengaruh gaya atau energi yang diberikan selama proses pembuatan sediaan yang dapat mempengaruhi hasil respon dan struktur tiga dimensi dari polimer telah tersusun dengan baik.

Tabel IV. Pengamatan sifat fisik sediaan gel ekstrak pegagan

FI FII FIII FIV FV

Bentuk Kental Kental Kental Kental Kental

Warna Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan

Bau Khas Khas Khas Khas Khas

pH 6 6 6 6 6

Viskositas (Pa.s)

1,59 ± 0,07 2,10 ± 0,08 2,52 ± 0,11 2,07 ± 0,07 3,41 ± 0,08 Daya sebar

(cm2)

10,67±0,37 9,61 ± 0,31 7,29 ± 0,17 7,38 ± 0,16 6,50 ± 0,26

a. Organoleptis dan pH

Evaluasi terhadap organoleptis dan pH perlu dilakukan karena hal ini terkait dengan penerimaan konsumen terhadap produk. Organoleptis terkait dengan warna, bau dan bentuk yang dihasilkan dengan sediaan. Selain itu, evaluasi juga dilakukan untuk mengamati terjadinya permisahan fase dan perubahan warna.

Berdasarkan tabel IV, warna yang dihasilkan oleh sediaan gel ekstrak pegagan setiap formula sama yaitu hijau kekuningan. Warna hijau kekuningan diperoleh dari ekstrak pegagan yang dilarutkan dengan propilen glikol. Warna kuning dihasilkan dari asiatikosida yang larut dalam propilen glikol dan warna hijau berasal dari klorofil yang terkandung pada herba pegagan karena klorofil


(60)

yang terkandung dalam herba tidak dihilangkan. Menurut The Department of Health Great Britain (2001) asiatikosida berwarna kuning sehingga ketika dilarutkan dengan propilen glikol yang jernih akan menyebabkan warna propilen glikol berubah menjadi kuning. Sediaan gel ekstrak pegagan setiap formula memiliki bau khas, yaitu pegagan. Hal ini disebabkan karena pada sediaan gel tidak diberikan tambahan pewangi untuk menghilangkan bau pegagan.

Hasil pengujian pH yang dilakukan menunjukkan bahwa setiap formula sediaan gel ekstrak pegagan memiliki pH 6. pH berperan penting dalam tolak menolak muatan yang berperan dalam pembentukan gel, viskositas dan kekuatan gel (Swarbrick dan Boylan, 2007). Gel karbopol dapat terbentuk dengan netralisasi pada pH antara 5-10 dengan menggunakan basa amina seperti triethanolamin. Netralisasi meningkatkan rantai panjang karbopol melalui tolak menolak muatan untuk membuat jaringan gel terjerap. Selain itu, pH sediaan juga terkait dengan keamanan konsumen saat pengaplikasian. Sediaan gel harus sesuai dengan pH fisiologis kulit agar tidak mengiritasi, pH fisiologis kulit memiliki rentang 4,5-6,5 (Walters dan Robert, 2008).

b. Viskositas

Pengukuran viskositas perlu dilakukan karena dapat mempengaruhi mudah tidaknya sediaan mengalir keluar dari wadah, mudah tidaknya zat aktif keluar dari pembawa dan mudah tidaknya sediaan untuk diaplikasikan. Semakin tinggi nilai viskositas sediaan maka tahanan untuk mengalir semakin


(61)

besar yang membuat suatu sediaan sukar untuk mengalir keluar dari wadah dan sukar untuk diaplikasikan.

Menurut teori semakin meningkat konsentrasi gelling agent yang digunakan maka viskositas sediaan akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya jaringan koloidal tiga dimensi yang terbentuk sehingga gel semakin rigid dan kaku. Berdasarkan tabel IV, nilai viskositas sediaan gel pada formula 1 hingga formula 5 terjadi peningkatan kecuali pada formula 4. Hal ini disebabkan oleh random error yang terjadi dalam penelitian ini sehingga menyebabkan terjadi penurunan viskositas pada formula 4.

Persamaan Simplex Lattice Design yang diperoleh dari respon viskositas memiliki p-value < 0,05 yang berarti bahwa hasil pemodelan signifikan terhadap respon viskositas. Persamaan yang diperoleh sebagai berikut :

Y = 1,47A + 0,06B (2)

Y merupakan viskositas (Pa.s), A merupakan faktor karbopol 940, B faktor propilen glikol.


(62)

Gambar 8. Contour plot viskositas

Berdasarkan gambar 8, kurva contour plot menghasilkan garis linier untuk respon viskositas yang berarti semakin meningkat konsentrasi karbopol 940 dan menurunnya konsentrasi propilen glikol menyebabkan nilai viskositas semakin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya netralisasi pada sediaan gel dengan penambahan triethanolamin. Karbopol terdispersi dalam air membentuk larutan koloid asam yang mempunyai viskositas rendah. Penetralan gel menyebabkan gel semakin mengental karena adanya gaya tolak menolak antar gugus yang terion yang menyebabkan ikatan hidrogen pada gugus hidroksil merenggang sehingga terjadi peningkatan viskositas. Viskositas hasil netralisasi gel karbopol tinggi pada pH 6-11 (Madan dan Singh, 2010).

Karbopol 940 menghasilkan respon positif yang berarti karbopol 940 mempunyai pengaruh dapat meningkatkan viskositas sediaan. Karbopol 940 memiliki nilai respon sebesar 1,47 dan memiliki pengaruh yang signifikan ( p-value < 0,05) terhadap respon viskositas. Viskositas akan meningkat pada


(63)

formula dengan konsentrasi karbopol 940 yang besar. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsentrasi karbopol 940 dalam formula akan meningkatan kekuatan dari jaringan struktur gel menjadi lebih rigid dan kaku sehingga nilai viskositas semakin besar. Faktor propilen glikol memiliki nilai respon positif yaitu sebesar 0,06 dan memberikan pengaruh yang signifikan (p-value < 0,05) dapat meningkatkan viskositas sediaan gel walaupun pengaruhnya lebih kecil dibandingkan dengan karbopol 940 karena nilai respon propilen glikol yang lebih kecil dibandingkan dengan karbopol 940. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa masing-masing komponen penyusun sediaan gel (karbopol 940 dan propilen glikol) dapat meningkatkan viskositas dengan faktor karbopol lebih signifikan, tetapi tidak terjadi interaksi antar kedua komponen penyusun sediaan gel.

c. Daya sebar

Tujuan pengujian daya sebar terhadap gel ekstrak pegagan untuk mengetahui kemampuan sediaan menyebar di tempat aksi. Daya sebar bertanggung jawab terhadap kemudahan penggunaan sediaan gel. Daya sebar yang baik menyebabkan sediaan mudah menyebar sehingga memudahkan konsumen dalam pengaplikaannya pada kulit. Semakin besar nilai daya sebar suatu sediaan maka kemampuan menyebar sediaan semakin besar, sebaliknya apabila nilai daya sebar sediaan semakin kecil maka kemampuan menyebar sediaan ditempat aksi semakin kecil.


(64)

Persamaan Simplex Lattice Design yang diperoleh untuk respon daya sebar memiliki p-value < 0,05 sehingga hasil pemodelan signifikan pada respon daya sebar. Persamaan yang diperoleh sebagai berikut :

Y = -3,44A + 0,78B (3)

Y merupakan respon daya sebar (cm2), A merupakan faktor karbopol 940, B faktor propilen glikol.

Gambar 9. Contour plot daya sebar

Berdasarkan contour plot viskositas pada gambar 9, kurva membentuk garis linier. Hal ini berarti semakin meningkatnya konsentrasi karbopol 940 dan menurunnya konsentrasi propilen glikol menyebabkan daya sebar menurun. Daya sebar dipengaruhi oleh viskositas. Nilai viskositas berbanding terbalik dengan nilai daya sebar sediaan, semakin besar nilai viskositas sediaan maka nilai daya sebar akan semakin kecil begitu pula sebaliknya (Garg dkk, 2002). Hal ini disebabkan karena semakin besar tahanan suatu sediaan untuk mengalir maka semakin sukar suatu sediaan untuk dapat menyebar.


(65)

Karbopol 940 memberikan respon negatif sebesar - 3,44 terhadap daya sebar. Nilai negatif menunjukan bahwa karbopol 940 dapat menurunkan respon daya sebar sediaan gel. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya konsentrasi karbopol 940 menyebabkan struktur gel yang semakin rigid dan kaku sehingga gel semakin sukar untuk menyebar. Propilen glikol mempunyai pengaruh dominan dapat meningkatkan daya sebar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai positif yang dihasilkan pada respon daya sebar. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa faktor propilen glikol dapat meningkatkan daya sebar sedangkan faktor karbopol 940 menurunkan daya sebar, tetapi pada kedua komponen penyusun gel tidak terjadi interaksi.

C. Pengujian Stabilitas Gel Ekstrak Pegagan Setelah Freeze Thaw Cycle

Uji stabilitas dengan freeze thaw cycle dilakukan karena pengujian stabilitas pada suhu ruangan selama 30 hari tidak cukup menggambarkan kestabilan gel ekstrak pegagan (ICH, 2003). Penyimpanan pada kondisi ekstrim (suhu freeze 40±20C dan suhu thaw 250±20C) mampu menginduksi terjadinya ketidakstabilan lebih cepat daripada penyimpanan pada suhu ruangan (Thanasukarn, Pengsawatmanit dan McClements, 2004). Pengujian dilakukan dengan 6 siklus (12 hari), uji dilakukan setiap 48 jam sekali.

1. Organoleptis dan pH setelah cycling test


(66)

(c) (d)

(e)

Gambar 10. Organoleptis sebelum (kiri) dan setelah (kanan) cycle test (a) formula 1, (b) formula 2, (c) formula 3, (d) formula 4,

(e) formula 5

Pada pengujian stabilitas selama freeze thaw cycle secara organoleptis tidak terjadi perubahan baik dari warna gel, bau dan tekstur dari gel ekstrak pegagan. Selain itu, tidak terjadi pemisahan fase pada gel ekstrak pegagan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan karbopol 940 dan propilen glikol mampu menghasilkan gel yang stabil secara organoleptis.


(67)

Gel ekstrak pegagan memiliki pH stabil selama pengujian freeze thaw cycle yaitu 6. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan campuran karbopol 940 dan propilen glikol dapat menghasilkan gel ekstrak pegagan dengan pH yang stabil.

2. Viskositas setelah cycling test

Perubahan viskositas selama freeze thaw cycle perlu diamati dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh freeze thaw cycle terhadap perubahan viskositas gel.

Gambar 12. Grafik stabilitas viskositas gel ekstrak pegagan selama cycling test

Berdasarkan gambar 12, viskositas selama masa freeze thaw cycle

menunjukkan adanya kenaikkan untuk setiap formula namun pada siklus ke-4 atau pada hari ke-10 setelah pembuatan gel ekstrak pegagan mengalami penurunan.Perubahan viskositas yang terjadi berbeda tidak signifikan (p-value >0,05) kecuali pada formula 1 yang menunjukkan perbedaan viskositas yang signifikan (p-value < 0,05). Perbedaan viskositas bermakna terjadi pada siklus

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

0 2 4 6 8

Vi sko si tas (Pa.s ) Siklus formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5


(68)

5 dan siklus 0 dengan nilai p-value < 0,05. Hal ini disebabkan karena konsetrasi karbopol 940 yang digunakan paling kecil dan konsentrasi propilen glikol yang digunakan besar. Penggunaan konsetrasi karbopol 940 yang terlalu kecil menyebabkan ketegaran dari sediaan gel kurang karena struktur jaringan koloidal tiga dimensi yang terbentuk sedikit sehingga sediaan kurang bisa menjerap air dalam waktu yang lama pada penyimpanan suhu rendah. Semakin kecil konsentrasi karbopol yang digunakan pada suatu sediaan maka sediaan semakin tidak stabil dalam penyimpanan, sedangkan suatu sediaan yang memiliki konsentrasi karbopol yang tinggi cenderung akan stabil dalam penyimpanan.

Tabel V. Perubahan viskositas pada siklus 6 terhadap siklus 0

Formula Perubahan Viskositas (%)

1 13,75

2 6,39

3 9,65

4 20,34

5 13,56

Menurut Zats dan Kushla (1996), perubahan viskositas yang baik adalah < 15%. Berdasarkan tabel V, perubahan viskositas yang baik terjadi pada formula 2 karena nilai perubahan viskositas <10% sehingga dapat dikatakan bahwa sediaan gel formula 1, 2, 3 dan formula 5 stabil dalam penyimpanan dibandingkan dengan formula 4. Ketidakstabilan pada formula 4 disebabkan oleh random error

dalam penelitian karena pada teori disebutkan bahwa sediaan gel dengan gelling agent karbopol 940 memiliki stabilitas yang baik dalam penyimpanan. Perubahan suhu yang terjadi tidak mempengaruhi viskositas sediaan (Lubrizol Corporation, 2011). Pada penelitian ini suhu yang digunakan adalah 40 C dan 250 C, sehingga


(69)

menurut teori, cycling test yang dilakukan tidak memberikan pengaruh terhadap ketidakstabilan yang terjadi pada formula 4.

3. Daya Sebar setelah cycling test

Perubahan daya sebar perlu diamati karena hal ini terkait dengan kemudahan sediaan untuk diaplikasikan.

Gambar 13. Grafik stabilitas daya sebar selama freeze thaw cycle

Hasil pengukuran daya sebar selama freeze thaw cycle pada gambar 13, menunjukkan adanya perubahan daya sebar yang signifikan pada semua formula (p-value < 0,05). Hal ini disebabkan oleh perubahan tahanan yang terjadi pada gel sehingga mengubah konsistensi dari sediaan gel yang berakibat pada berubahnya nilai daya sebar sediaan. Semakin tinggi nilai perubahan kenaikkan viskositas dapat menyebabkan semakin tinggi nilai perubahan penurunan daya sebar dan sebaliknya.

D. Optimasi Formula

Sediaan gel menunjukkan sifat fisik dan stabilitas yang masuk dalam area yang diinginkan. Komposisi optimum faktor karbopol 940 dan propilen glikol

0 2 4 6 8 10 12

0 2 4 6 8

D ay a S e b ar (c m 2) Siklus formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5


(70)

diperoleh dengan melakukan optimasi formula. Komposisi optimum diharapkan dapat memenuhi sifat fisik yang dikehendaki. Formula yang dipilih harus memenuhi kriteria range dari parameter yang ditetapkan yaitu viskositas dan daya sebar. Range parameter viskositas yang ditetapkan adalah 1,5-3,5 Pa.s sedangkan

range parameter untuk daya sebar adalah 6,25-12,25 cm2. Nilai range viskositas dan daya sebar yang ditetapkan dinilai dapat menghasilkan sediaan gel yang mudah diaplikasikan dan stabil dalam penyimpanan.

Prediksi formula optimum diperoleh dari software Design Expert 9.0.4 trial dengan range viskositas dan daya sebar yang telah ditentukan. Formula dipilih dari 100 solusi yang ditampilkan secara acak. Formula yang dipilih memiliki komposisi karbopol 940 dan propilen glikol dengan desirability

mendekati nilai 1,0.

Gambar 14. Grafik desirability berdasarkan simplex lattice design

Berdasarkan analisis gambar grafik desirability, titik optimum diperoleh dengan penambahan karbopol 940 sebanyak 0,6 g – 1,2 g dan propilen glikol sebanyak 15,4 g – 14,8 g karena memiliki desirability 1,0.


(71)

Sediaan gel ekstrak pegagan dengan titik optimum dipilih salah satu yaitu dengan komposisi karbopol 940 sebanyak 1 g dan propilen glikol sebanyak 15 g, diuji kembali sifat fisiknya. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Hasil pengujian formula optimum

Hasil pengamatan Teoritis p-value

Viskositas (Pa.s) 2,48 ± 0,15 2,39 0,6438 Daya sebar (cm2) 8,13 ± 0,09 8,29 0,8776

Berdasarkan tabel VII diperoleh hasil p-value > 0,05 yang berarti hasil berbeda tidak signifikan. Perbandingan antara hasil pengujian dan prediksi dilakukan dengan menggunakan uji T. Hal ini berarti bahwa model persamaan yang diperoleh dapat digunakan untuk mendapatkan formula sesuai dengan kriteria yang diinginkan.


(72)

52

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Karbopol 940 merupakan faktor mempengaruhi peningkatan viskositas dan penurunan nilai daya sebar, sedangkan propilen glikol faktor yang dominan menaikkan daya sebar.

2. Formula optimum diperoleh dengan komposisi karbopol 940 sebanyak 0,6 g – 1,2 g dan propilen glikol sebanyak 15,4 g – 14,8 g.

B. Saran

1. Validasi formula optimum sebaiknya dilakukan pada banyak titik yang memiliki nilai desirability 1 sehingga dapat menggambarkan sifat fisik pada daerah optimum secara keseluruhan

2. Perlu dilakukan uji efikasi in vitro untuk dapat mengetahui aktifitas ekstrak pegagan dalam sediaan gel

3. Sebaiknya perlu dilakukan optimasi pelarut untuk ekstraksi sehingga dapat diperoleh kadar asiatikosida yang lebih tinggi


(73)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, L.V., 2002, The Art, Science, and Techology of Pharmaceutical Compounding, 2nd edition, America Pharmaceutical Association, Washington D.C, pp. 302.

Aulton, M.E., 2001, Pharmaceutical: The Science of Dosage Form Design, Secon Edition, Chrurchill Livingstone, UK, hal. 250, 346.

Backer,C.A., Van der Brick, R. C. B., 1986, Flora of Java, Vol III N. V., P., Noordh of Groniergen, The Netherlands.

Barel, A.O., Paye, M., Maibach, H.I., 2009, Handbook of Cosmetic Science and Technology, 1th edition, Marcel Dekker, Inc., NewYork, pp. 453 – 455. Bolton, S., dan Bon, C., 2010, Pharmaceutical Statistics Practical and Clinical

Applications, 5th ed., Informa Healthcare USA, Inc., New York, hal 222-237.

Collet, W.W., dan Aulton M.E., 1990, Pharmaceutical Practice, Educational-Low-Priced Books Scheme, British, hal. 109-115.

Colley, M.M., 2005, Remington The Science and Practice of Pharmacy, 21th ed., Lappincot Williams and Wilkins, New York, hal.326.

Das, S., Haldar, P. K. and Pramanik, G., 2011, Formulation and Evaluation of Herbal Gel Containing Clerodendron infortunatum Leaves Extract,

InternationalJournal Of PharmTech Research, 3(1), 140-143. Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, pp. 7 – 8.

Dirjen POM, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid VI, Depkes RI, Jakarta, Indonesia, hal. 58-62

Dirjen POM, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Depkes RI, Jakarta, Indonesia, hal. 109,110,113,114.

Djajadisastra, J., A. Mun’im, dan Dessy. N.P., 2009, Formulasi Gel Topikal dari Ekstrak Nerii Folium Dalam Sediaan Anti Jerawat, Jurnal Farmasi Indonesia.4(4):210-216.

Flory, P. J., 1953, The Principles Of Polymer Chemistry, Cornel University Press, Ithica, New York, in : Lu, G. and Jun, H. W., 1998, Diffusion Studies Of Methotrexate In Carbopol and Poloxamer Gels, International Journal of Pharmaceutics, 1 (1) :1-6.

Garg, A., Anggarwal, D., Garg, S., dan Singla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid Formulation : An Update, Pharmaceutical Technology, USA, pp. 84-104.


(1)

Uji homogenitas

Formula p-value

1 0,189*

2 0,9877*

3 0,9267*

4 0,9505*

5 0,876*

Nilai uji p-value ANAVA

Formula p-value

1 8,290,6** 2 0,003** 3 0,002** 4 3,110,5** 5 9,240,6**

Bila *p-value > 0,05 maka data berbeda tidak bermakna; **p-value< 0,05 maka data berbeda bermakna


(2)

Uji Tukey HSD formula 1

Uji Tukey HSD formula 2


(3)

Uji Tukey HSD formula 4


(4)

Formula Organoleptis 48 jam Organoleptis setelah cycling test

I

II

III

IV


(5)

Uji daya sebar

Uji daya sebar


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Putri Wulandari lahir di Sleman pada tanggal 5 Desember 1994. Putri dari pasangan Petrus Sarjio dan Yusiva Siti Irwati memiliki satu saudara kandung bernama Rina Puspita Dewi. Penulis memulai pendidikan di TK Tunas Harapan Yogyakarta pada tahun 1999-2000, dilanjutkan di SD Tlacap Sleman pada tahun 2000-2006, SMP N 6 Yogyakarta pada tahun 2006-2009, dan SMF

“INDONESIA” Yogyakarta pada tahun 2009-2012. Selanjutnya penulis

menanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tahun 2012-2016. Selama menempus pendidikan S1, penulis pernah mengikuti kepanitian Titrasi (2013) sebagai sie dana dan usaha; Pelepasan Wisuda (2013 dan 2014) sebagai koordinator sie dana dan usaha dan sekertaris; dan Ketua organisasi Orang Muda Katholik periode 2014-2016.


Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Penghambatan Pembentukan Batu Ginjal (Anti Nefrolitiasis) Ekstrak Etanol dari Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) pada Tikus Putih Jantan

0 61 88

UJI EFEK PENYEMBUHAN LUKA BAKAR GEL EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella asiatica L. URBAN) DENGAN Uji Efek Penyembuhan Luka Bakar Gel Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica L. Urban) Dengan Gelling Agent Carbopol 934 Pada Kulit Punggung Kelinci Jantan.

0 1 13

UJI EFEK PENYEMBUHAN LUKA BAKAR GEL EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella asiatica L. URBAN) DENGAN GELLING AGENT Uji Efek Penyembuhan Luka Bakar Gel Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica L. Urban) Dengan Gelling Agent Carbopol 934 Pada Kulit Punggung Kelin

1 5 15

FORMULASI SEDIAAN GEL EKSTRAK HERBA PEGAGAN (CENTELLA ASIATICA L. URBAN) DENGAN HPMC SH 60 Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Herba Pegagan (Centella Asiatica L. Urban) Dengan HPMC SH 60 Sebagai Gelling Agent Dan Uji Penyembuhan Luka Bakar Pada Kulit Punggung

2 4 12

PENDAHULUAN Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Herba Pegagan (Centella Asiatica L. Urban) Dengan HPMC SH 60 Sebagai Gelling Agent Dan Uji Penyembuhan Luka Bakar Pada Kulit Punggung Kelinci Jantan.

0 1 10

DAFTAR PUSTAKA Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Herba Pegagan (Centella Asiatica L. Urban) Dengan HPMC SH 60 Sebagai Gelling Agent Dan Uji Penyembuhan Luka Bakar Pada Kulit Punggung Kelinci Jantan.

0 0 4

FORMULASI SEDIAAN GEL EKSTRAK HERBA PEGAGAN (CENTELLA ASIATICA L. URBAN) DENGAN HPMC SH 60 Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Herba Pegagan (Centella Asiatica L. Urban) Dengan HPMC SH 60 Sebagai Gelling Agent Dan Uji Penyembuhan Luka Bakar Pada Kulit Punggung

0 1 16

Pengaruh konsentrasi hpmc dan propilen glikol terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan gel ekstrak pegagan (Centella asiatica (L.) Urban).

6 45 123

Pengaruh konsentrasi CMC-NA sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel ekstrak pegagan (Centella asiatica (L.) Urban).

4 22 139

Optimasi gelling agent carbopol dan humektan propilen glikol dalam formulasi sediaan gel ekstrak etanol daun binahong (Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis).

4 16 120