Pengaruh konsentrasi CMC-NA sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel ekstrak pegagan (Centella asiatica (L.) Urban).

(1)

INTISARI

Asiatikosida dalam pegagan memiliki aktivitas antiselulit. Ekstrak pegagan yang diformulasikan dalam bentuk sediaan gel topikal sesuai untuk perawatan selulit. Gelling agent dan humektan dalam formula gel adalah variabel penting yang menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik gel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi CMC-Na (gelling agent) dan propilen glikol (humektan) terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel ekstrak pegagan.

Pada penelitian dibuat lima formula dengan perbandingan CMC-Na:propilen glikol pada FI (2%:16%), FII (2,25%:15,75%), FIII (2,5%:15,5%), FIV (2,75%:15,25%), dan FV (3%:15%). Formulasi dilakukan dengan mencampur bahan-bahan dalam formula hingga homogen menggunakan mixer. Pengujian meliputi pengamatan organoleptis, pH, viskositas, dan daya sebar untuk mengetahui sifat fisik, serta pengamatan perubahan viskositas dan daya sebar setelah cycling test sebagai parameter stabilitas fisik. Analisis data dilakukan dengan one way ANOVA untuk mengetahui kebermaknaan pengaruh variabel terhadap respon. Variabel dikatakan berpengaruh terhadap respon jika nilai p (probability value) <0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan konsentrasi CMC-Na (yang diikuti penurunan propilen glikol) akan meningkatkan viskositas dan menurunkan daya sebar gel ekstrak pegagan. Perbedaan konsentrasi kedua variabel tidak berpengaruh pada organoleptis dan pH gel. Formula I (CMC-Na 2% b/b dan propilen glikol 16% b/b) memenuhi semua kriteria uji sehingga menghasilkan gel dengan kualitas terbaik. Gel ekstrak pegagan dinyatakan stabil setelah dilakukan cycling test selama enam siklus pada suhu 00C dan 250C, dimana kondisi gel di awal (siklus 0) dan akhir periode uji (siklus 6) tidak berbeda signifikan (p-value>0,05).

Kata kunci: gel, Centella asiatica (L.) Urban, CMC-Na, propilen glikol, sifat fisik gel, stabilitas fisik gel, cycling test


(2)

ABSTRACT

Asiaticoside in gotu kola (Centella asiatica (L.) Urban) has an anti-cellulite activity. Gotu kola extract that formulated in a topical gel suitable for the treatment of cellulite. Gelling agent and humectant in gel formula are an important variables that determines the physical properties and physical stability of the gel. This study aimed to determine the effect of the concentration of CMC-Na (gelling agent) and propylene glycol (humectant) on the physical properties and physical stability of gotu kola extract gel.

In the study made five formulas with a ratio of CMC-Na:propylene glycol in FI (2%:16%), FII (2,25%:15,75%), FIII (2,5%:15,5%), FIV (2,75%: 15,25%), and FV (3%:15%). Formulation made by mixing the ingredients in the formula until homogeneous using a mixer. Testing was conducted by observating the organoleptic, pH, viscosity, and the spreadability to determine the physical properties, as well as observation the changes of viscosity and spreadability after cycling test as physical stability parameter. Statistical analysis was performed with one way ANOVA to determine the significance of variables influence the response. Said variables affect the response if the p-value (probability value) <0.05 with a 95% confidence level.

Results showed increased concentrations of CMC-Na (followed by a decrease in propylene glycol) will increase the viscosity and reduce the spreadability of gotu kola extract gel. The variables has no effect on the organoleptic and pH gel. Formula I (2% w/w concentration of CMC-Na and 16% w/w of propylene glycol) meets all the test criteria so it produce the finest gel. Gotu kola extract gel declared stable after six cycles of cycling test at 00C and 250C, where the condition of the gel at the beginning (cycle 0) and end of the test period (cycle 6) did not differ significantly (p values> 0.05).

Key words: gel, Centella asiatica (L.) Urban, CMC-Na, propylene glycol, the physical properties of the gel, the physical stability of the gel, cycling test


(3)

PENGARUH KONSENTRASI CMC-Na SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI HUMEKTAN

TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK GEL EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Patricia Valentina Hendriana NIM : 128114057

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH KONSENTRASI CMC-Na SEBAGAI GELLING AGENT

DAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI HUMEKTAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK GEL EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Patricia Valentina Hendriana NIM : 128114057

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

Halaman Persembahan

Kamu tidak pernah tau apa yang akan terjadi sebelum kamu menjalaninya.

Kupersembahkan karya ini kepada Papa, Mama, dan Kakak tercinta Terima kasih doa dan dukungannya


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh konsentrasi CMC-Na sebagai Gelling Agent dan Propilen Glikol sebagai Humektan terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama proses penelitian, penyusunan, dan penyelesaian skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan doa, semangat, dukungan, saran, serta kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Aris Widayati, M.Si, Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, diskusi, kritik, dan saran kepada penulis mulai dari proposal hingga penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya

meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji dan memberikan pengarahan, kritik, dan saran kepada penulis.

4. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji dan memberikan pengarahan, kritik, dan saran kepada penulis.


(11)

viii

5. Bapak Musrifin selaku laboran lab. FTSF dan Mas Agung selaku laboran lab. Farmasi Fisika, Bapak-bapak satpam, dan semua karyawan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu selama penelitian.

6. Bapak Bibit, selaku laboran lab. Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang telah membantu selama penelitian. 7. Teman-teman satu angkatan 2012, terutama anggota seperjuangan skripsi

bidang formulasi angkatan 2012, atas kebersamaannya selama praktikum. 8. Semua pihak yang telah membantu secara fisik dan memberi dukungan moral

selama proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak karena penulis memiliki keterbatasan kemampuan dan pengetahuan pada skripsi ini. Penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang farmasi.


(12)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan Masalah ... 3

2. Keaslian Penelitian... 3

3. Manfaat Penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6


(13)

x

1. Klasifikasi ... 6

2. Kandungan Kimia ... 6

3. Simplisia Herba Pegagan ... 8

4. Pembuatan Ekstrak Kental Herba Pegagan ... 9

5. Sediaan ... 9

B. Selulit ... 9

C. Gel ... 10

1. Karakteristik Gel ... 10

2. Bahan Penyusun Formula Sediaan Gel ... 11

3. Sifat Alir Gel ... 12

D. Gelling Agent... 13

E. Humektan ... 13

F. Bahan Pengawet ... 14

G. Uraian Bahan ... 14

1. Carboxymethylcellulose sodium (CMC-Na) ... 14

2. Propilen Glikol ... 15

3. Metilparaben ... 16

H. Kontrol Kualitas Gel ... 17

1. Uji Organoleptis... 18

2. Pengukuran pH ... 18

3. Uji Homogenitas dan Pemisahan Gel ... 18

4. Uji Viskositas ... 19


(14)

xi

6. Uji Daya Sebar ... 19

7. Uji Kestabilan Fisik ... 20

I. Rheosys Merlin II... 21

J. Landasan Teori ... 23

K. Hipotesis ... 24

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 25

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 25

B. Variabel dalam Penelitian ... 25

C. Definisi Operasional ... 25

D. Alat dan Bahan Penelitian ... 27

E. Tata Cara Penelitian ... 28

1. Perolehan Simplisia Pegagan ... 28

2. Pembuatan Ekstrak Kental Pegagan ... 28

3. Pengujian Ekstrak Kental Pegagan ... 28

4. Pembuatan Formula Gel Ekstrak Pegagan ... 30

5. Pembuatan Gel Ekstrak Pegagan ... 31

6. Evaluasi Sediaan Gel ... 32

a. Uji Sifat Fisik Gel ... 32

b. Uji Stabilitas Gel ... 33

F. Analisis Data ... 34

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Determinasi Simplisia ... 36


(15)

xii

C. Pembuatan Gel Ekstrak Pegagan ... 40

D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 40

1. Uji Sifat Fisik Gel Pegagan ... 41

a. Uji Organoleptis ... 41

b. Uji pH ... 42

c. Uji Viskositas ... 43

d. Uji Daya Sebar ... 45

2. Uji Stabilitas Fisik Gel Pegagan ... 47

a. Perubahan Viskositas setelah Cycling Test ... 47

b. Perubahan Daya Sebar setelah Cycling Test ... 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 58


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Tingkat Penggunaan Centelloids Pegagan ... 7

Tabel II. Aplikasi Produk Ekstrak Pegagan dalam Kosmetik ... 7

Tabel III. Formula Standar Gel Basis CMC-Na ... 30

Tabel IV. Formula Optimasi Propilen Glikol ... 30

Tabel V. Level Faktor ... 31

Tabel VI. Formula Gel Ekstrak Pegagan Hasil Modifikasi ... 31

Tabel VII. Keterangan Simplisia ... 36

Tabel VIII. Hasil Determinasi Simplisia ... 37

Tabel IX. Hasil Uji Ekstrak Kental Herba Pegagan ... 38

Tabel X. Hasil Uji Organoleptis ... 41

Tabel XI. Hasil Pengukuran Viskositas ... 43

Tabel XII. Kriteria Daya Sebar Penelitian ... 46

Tabel XIII. Hasil Pengukuran Daya Sebar ... 46

Tabel XIV. Perubahan Viskositas ... 49


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Pegagan ... 6

Gambar 2. Struktur Asiatikosida ... 7

Gambar 3. Simplisia Herba Pegagan ... 8

Gambar 4. Struktur Kimia Carboxymethylcellulose ... 15

Gambar 5. Struktur Kimia Propilen Glikol ... 16

Gambar 6. Struktur Kimia Metilparaben ... 17

Gambar 7. Rheosys Merlin II dengan Spindle Cone-Plate... 22

Gambar 8. Hasil Uji Organoleptis ... 41

Gambar 9. Hasil Uji pH ... 43

Gambar 10. Grafik Sifat Alir Pseudoplastis ... 45

Grafik 1. Grafik Perubahan Viskositas ... 48


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Simplisia Pegagan ... 58

Lampiran 2. Surat Keterangan Determinasi ... 59

Lampiran 3. Dokumentasi Proses Ekstraksi ... 60

Lampiran 4. Laporan Hasil Uji Ekstrak Kental Herba Pegagan... 61

Lampiran 5. Program Control pada Rheosys Micra ... 66

Lampiran 6. Output Rheosys Orientasi (Viskositas Produk) ... 67

Lampiran 7. Dokumentasi Formulasi Gel Ekstrak Pegagan ... 69

Lampiran 8. Dokumentasi Hasil Uji Sifat Fisik ... 70

Lampiran 9. Uji Stabilitas Gel ... 75

Lampiran 10. Legalisasi Program SPSS Statistics 22 ... 80

Lampiran 11. CoA Bahan ... 81


(19)

xvi INTISARI

Asiatikosida dalam pegagan memiliki aktivitas antiselulit. Ekstrak pegagan yang diformulasikan dalam bentuk sediaan gel topikal sesuai untuk perawatan selulit. Gelling agent dan humektan dalam formula gel adalah variabel penting yang menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik gel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi CMC-Na (gelling agent) dan propilen glikol (humektan) terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel ekstrak pegagan.

Pada penelitian dibuat lima formula dengan perbandingan CMC-Na:propilen glikol pada FI (2%:16%), FII (2,25%:15,75%), FIII (2,5%:15,5%), FIV (2,75%:15,25%), dan FV (3%:15%). Formulasi dilakukan dengan mencampur bahan-bahan dalam formula hingga homogen menggunakan mixer. Pengujian meliputi pengamatan organoleptis, pH, viskositas, dan daya sebar untuk mengetahui sifat fisik, serta pengamatan perubahan viskositas dan daya sebar setelah cycling test sebagai parameter stabilitas fisik. Analisis data dilakukan dengan one way ANOVA untuk mengetahui kebermaknaan pengaruh variabel terhadap respon. Variabel dikatakan berpengaruh terhadap respon jika nilai p (probability value) <0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan konsentrasi CMC-Na (yang diikuti penurunan propilen glikol) akan meningkatkan viskositas dan menurunkan daya sebar gel ekstrak pegagan. Perbedaan konsentrasi kedua variabel tidak berpengaruh pada organoleptis dan pH gel. Formula I (CMC-Na 2% b/b dan propilen glikol 16% b/b) memenuhi semua kriteria uji sehingga menghasilkan gel dengan kualitas terbaik. Gel ekstrak pegagan dinyatakan stabil setelah dilakukan cycling test selama enam siklus pada suhu 00C dan 250C, dimana kondisi gel di awal (siklus 0) dan akhir periode uji (siklus 6) tidak berbeda signifikan (p-value>0,05).

Kata kunci: gel, Centella asiatica (L.) Urban, CMC-Na, propilen glikol, sifat fisik gel, stabilitas fisik gel, cycling test


(20)

xvii ABSTRACT

Asiaticoside in gotu kola (Centella asiatica (L.) Urban) has an anti-cellulite activity. Gotu kola extract that formulated in a topical gel suitable for the treatment of cellulite. Gelling agent and humectant in gel formula are an important variables that determines the physical properties and physical stability of the gel. This study aimed to determine the effect of the concentration of CMC-Na (gelling agent) and propylene glycol (humectant) on the physical properties and physical stability of gotu kola extract gel.

In the study made five formulas with a ratio of CMC-Na:propylene glycol in FI (2%:16%), FII (2,25%:15,75%), FIII (2,5%:15,5%), FIV (2,75%: 15,25%), and FV (3%:15%). Formulation made by mixing the ingredients in the formula until homogeneous using a mixer. Testing was conducted by observating the organoleptic, pH, viscosity, and the spreadability to determine the physical properties, as well as observation the changes of viscosity and spreadability after cycling test as physical stability parameter. Statistical analysis was performed with one way ANOVA to determine the significance of variables influence the response. Said variables affect the response if the p-value (probability value) <0.05 with a 95% confidence level.

Results showed increased concentrations of CMC-Na (followed by a decrease in propylene glycol) will increase the viscosity and reduce the spreadability of gotu kola extract gel. The variables has no effect on the organoleptic and pH gel. Formula I (2% w/w concentration of CMC-Na and 16% w/w of propylene glycol) meets all the test criteria so it produce the finest gel. Gotu kola extract gel declared stable after six cycles of cycling test at 00C and 250C, where the condition of the gel at the beginning (cycle 0) and end of the test period (cycle 6) did not differ significantly (p values> 0.05).

Key words: gel, Centella asiatica (L.) Urban, CMC-Na, propylene glycol, the physical properties of the gel, the physical stability of the gel, cycling test


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selulit atau liposklerosis adalah perubahan non-inflamasi pada jaringan adiposa subdermal yang menghasilkan sel lemak yang “menggelembung” hingga tampak pada epidermis. Selulit diderita oleh 85% wanita di dunia (Bylka, Znajdek-Awizen, Studzinska-Sroka, dan Brzezinska, 2013). Rawlings (2006) mengatakan selulit menjadi perhatian khusus para wanita karena penampakannya seperti kulit jeruk pada permukaan kulit sehingga dirasa mengganggu penampilan.

Menurut Elsner dan Howard (2000), akhir-akhir ini banyak dikembangkan penelitian yang berfokus pada bahan alam, termasuk penelitian di bidang kosmetik. Tumbuhan yang biasa digunakan dalam perawatan selulit adalah pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Kandungan triterpenoid terutama asiatikosida dari pegagan mampu memicu sintesis kolagen pada kulit.

Sediaan gel disenangi oleh masyarakat karena kelebihannya dibanding sediaan topikal lain, yaitu tampilannya yang menarik (jernih), tidak lengket, mudah merata saat dioleskan, dan memberikan efek dingin (Nairn, 1997). Ekstrak pegagan sebagai antiselulit dinilai cocok diformulasikan dalam bentuk gel karena lebih cepat sampai ke tempat aksi (lapisan subdermal) daripada dalam bentuk sediaan oral.


(22)

Sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan gel dipengaruhi oleh komponen penyusun formula-nya. Gelling agent (basis gel) dan humektan merupakan komponen yang sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan gel. Gelling agent akan membentuk jaringan struktural yang merupakan faktor penting dalam sistem gel, sedangkan humektan akan menjaga stabilitas gel dengan mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari sediaan (Zath dan Kushla, 1996).

Dalam penelitian ini, carboxymethylcellulose sodium (CMC-Na) sebagai gelling agent dipilih menjadi salah satu variabel yang diteliti karena merupakan penentu terbentuknya konsistensi sediaan (viskositas) gel ekstrak pegagan. CMC-Na akan memberikan viskositas yang stabil pada sediaan (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009). Variabel kedua yang diteliti adalah propilen glikol sebagai humektan sebab menurut pendapat Rowe, dkk. (2009) penggunaan humektan dalam suatu sistem gel dapat meningkatkan stabilitas dari sediaan tersebut.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mempelajari pengaruh gelling agent dan humektan terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan gel. Pada formulasi gel dietilammonium diklofenak dilakukan optimasi konsentrasi carbopol ETD 2020 dan propilen glikol (Melani, Purwanti, dan Soeratri, 2005). Pada formulasi gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dilakukan optimasi konsentrasi CMC-Na dan propilen glikol (Wijayanti, 2008). Pada formulasi gel antiinflamasi ekstrak daun cocor bebek dilakukan optimasi konsentrasi CMC-Na sebagai gelling agent, serta propilen glikol sebagai humektan (Ambarani, 2015).


(23)

Sejauh ini, penelitian untuk mengetahui pengaruh CMC-Na dan propilen glikol terhadap sifat fisik dan stabilitas gel ekstrak pegagan belum pernah dilakukan. Melihat peran penting CMC-Na dan propilen glikol dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik gel, perlu dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh konsentrasi kedua variabel dalam formula gel ekstrak pegagan.

Evaluasi hasil dilakukan dengan berbagai pengujian, yaitu uji sifat fisik gel (organoleptis, pH, viskositas, dan daya sebar), dan uji stabilitas gel (perubahan viskositas dan daya sebar setelah cycling test). Pengukuran viskositas menggunakan instrumen Rheosys Merlin II. Analisis data dilakukan dengan one way ANOVA aplikasi program SPSS versi 22.

1. Rumusan masalah

a. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi CMC-Na sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan terhadap sifat fisik dan stabilitas gel ekstrak pegagan?

b. Berapakah konsentrasi CMC-Na dan propilen glikol yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas fisik gel ekstrak pegagan yang baik?

c. Bagaimanakah stabilitas fisik gel ekstrak pegagan setelah dilakukan cycling test?

2. Keaslian penelitian

Beberapa penelitian mengenai optimasi konsentrasi gelling agent dan humektan dalam formula gel yang pernah dilakukan sebelumnya, antara lain: 1. Melani, dkk. (2005) menggunakan carbopol ETD 2020 sebagai gelling agent


(24)

gel dietilammonium diklofenak, dan didapat konsentrasi optimal propilen glikol sebesar 15% b/b.

2. Wijayanti (2008) mengoptimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dengan CMC sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dengan metode desain faktorial, dan didapat area optimal CMC antara 4-5% b/b dan propilen glikol antara 11-15% b/b. CMC Na merupakan faktor dominan yang menentukan sifat fisik dan stabilitas gel yang dibuat. 3. Ambarani (2015) mengoptimasi formula gel antiinflamasi ekstrak daun cocor

bebek dengan CMC-Na sebagai gelling agent serta propilen glikol sebagai humektan dengan metode desain faktorial, dan didapat area optimal CMC Na antara 6-7,5% b/b dan propilen glikol antara 20-30% b/b. CMC Na adalah faktor dominan yang menentukan sifat fisik dan stabilitas gel yang dibuat.

Hasil penelusuran pustaka cetak ataupun online, tidak ditemukan penelitian tentang formulasi gel ekstrak pegagan dengan kombinasi CMC-Na sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu kefarmasian di bidang formulasi, khusunya untuk mengetahui pengaruh kombinasi CMC-Na dan propilen glikol terhadap sifat fisik dan stabilitas gel ekstrak pegagan serta konsentrasi kedua komponen yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas gel yang baik.


(25)

b. Manfaat praktis

Bagi industri farmasi di Indonesia, hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi dasar untuk pengembangan produk baru berupa gel ekstrak pegagan.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi CMC-Na sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel ekstrak pegagan.

2. Mengetahui konsentrasi CMC-Na dan propilen glikol yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas fisik gel ekstrak pegagan yang baik.


(26)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pegagan 1. Klasifikasi

Kingdom : Plantae Divisi : Tracheopyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Apiales

Familia : Apiaceae Genus : Centella

Spesies : Centella asiatica (L.) Urban

(ITIS, 2016)

Gambar 1. Tanaman pegagan(Indena, 2012) 2. Kandungan kimia

Kandungan kimiawi utama dari pegagan adalah senyawa triterpenoid yang dikenal dengan nama centelloids, terdiri dari asiaticoside, asiatic acid, madecassoside dan madecassic acid. Jumlah centelloids sekitar 1-8% dari total komponen tanaman pegagan. Senyawa ini bersifat nonpolar sehingga larut dengan baik dalam etanol. Pegagan biasa digunakan dalam perawatan selulit karena


(27)

kandungan triterpenoid terutama asiaticoside dari pegagan mampu merevitalisasi pembuluh darah subkutan dan memicu sintesis kolagen pada kulit (Elsner dan Howard, 2000).

Gambar 2. Struktur asiatikosida (Indena, 2012)

Tabel I. Tingkat penggunaan centelloids pegagan dan aksinya terhadap kolagen Centelloids Tingkat Penggunaan Aksi terhadap Kolagen

Asiaticoside 0,1-0,5% Memicu sintesis kolagen

tipe I

Madecassoside 0,1-0,5% Memicu sintesis kolagen

tipe III Asiatic acid dan madecassic

acid

0,1-1% Memicu sintesis kolagen

tipe I

(Indena, 2012). Tabel II. Aplikasi produk ekstrak pegagan dalam kosmetik

(James dan Dubery, 2009)

Ekstrak Kandungan kimia Aplikasi

Asiatic acid >95% asiatic acid Anti-aging Titrated Extract of Centella

Asiatica (TECA)

55-66% genins 34-44% asiaticoside

Anti selulit, strecth marks, scarred skin, anti-aging

Kosmetik TECA >40% genins

>36% asiaticoside

Anti selulit, strecth marks, scarred skin, anti-aging Heteroside >55% madecassoside

>14% asiaticoside

Anti-aging Asiaticoside >95% asiaticoside Anti inflamasi

Genins >25% asiatic acid

>60% madecassic acid

Antibacterial, antibiotik alami


(28)

3. Simplisia Herba Pegagan

Herba pegagan adalah seluruh bagian pegagan yang berada di atas tanah. herba pegagan mengandung tidak kurang dari 0,07% asiatikosida. Simplisia herba pegagan berupa lembaran daun berbentuk ginjal atau bundar yang menggulung dan tangkai daun yang terlepas, berwarna hijau kelabu, berbau aromatik lemah (Dirjen POM, 2008).

Pembuatan simplisia pegagan dimulai dengan pemanenan saat pegagan mencapai umur 3-4 bulan. Herba pegagan dipanen dengan cara dipangkas bagian daun dan batangnya setiap dua bulan sekali. Setelah dipanen, dilakukan sortasi basah untuk memisahkan herba dari kotoran yang terbawa saat pemanenan. Herba kemudian dicuci lalu dijemur di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Pengeringan di musim hujan dilakukan dengan oven pada suhu 50-600C selama satu sampai dua hari. Lama pengeringan tergantung cuaca dan kadar air yang diinginkan (Darwati, Pribadi, dan Makmun, 2012).


(29)

4. Pembuatan Ekstrak Kental Herba Pegagan

Ekstrak kental herba pegagan adalah ekstrak yang dibuat dari herba pegagan, mengandung tidak kurang dari 0,90% asiatikosida, berwarna coklat tua, dan berbau tidak khas. Syarat hasil ekstraksi antara lain: rendemen sebesar 7,2%, kadar air tidak lebih dari 10%, dan kadar abu total tidak lebih dari 16,6% (Dirjen POM, 2008).

Untuk membuat ekstrak kental herba pegagan, simplisia pegagan diserbuk kemudian dilakukan maserasi dengan etanol 70% selama minimal 48 jam. Larutan kemudian disaring hingga menghasilkan maserat. Pelarut dalam maserat dihilangkan dengan cara diuapkan (Darwati, dkk., 2012).

5. Sediaan

Sediaan dari pegagan yang beredar di Indonesia bernama dagang Madecassol®, berisi ekstrak pegagan (TECA) yang mengandung 40% asiaticoside, 30% asiatic acid, dan 1% madecassic acid. Sediaan ini tersedia dalam bentuk tablet, serbuk tabur, kasa steril, dan salep (Kartnig, 1988). Tidak tersedia dalam bentuk gel. Dosis topikal asiatikosida untuk sediaan topikal sebesar 0,1-0,5%, maksimal 1% b/b dari berat sediaan (Kartnig, 1988).

B. Selulit

Salah satu masalah estetika kulit yang dialami 85% wanita usia di atas 20 tahun adalah selulit. Selulit biasanya muncul di daerah pinggul, pantat, perut, paha, dan lengan dengan penampakan seperti kulit jeruk. Selulit dapat terbentuk karena peningkatan ukuran sel adiposa di bawah kulit. Jaringan yang berkonstriksi


(30)

akan menyebabkan sel lemak terjebak dan menggelembung hingga nampak ke epidermis. Matriks ekstraseluler dan kolagen yang tidak diproduksi dengan baik akan semakin memicu timbulnya selulit. Pengobatan sinergis dari dalam (obat oral) dan perawatan dari luar (topikal) adalah cara terbaik untuk memperbaiki tanda dan gejala selulit (Rawlings, 2006).

C. Gel

Gel merupakan sistem semi padat, penampakannya jernih dan tembus cahaya. Gel mempunyai kekakuan yang disebabkan oleh jaringan yang saling menganyam, yaitu fase terdispers yang berikatan dengan medium pendispers. (Ansel, 1989).

Hidrogel adalah gel dengan pelarut air. Hidrogel terbentuk dari molekul polimer hidrofilik yang sambung-menyambung melalui ikatan kimia atau gaya kohesi. Gel tipe ini bersifat lembut dan lunak sehingga meminimalkan iritasi pada kulit, biasanya berpenampilan jernih, memberi efek dingin pada kulit saat diaplikasikan, mempunyai daya sebar yang baik pada kulit, serta tidak lengket dan mudah dicuci dengan air. Pada pemakaian di kulit, setelah kering gel akan meninggalkan lapisan film yang transparan. Viskositasnya hidrogel cenderung rendah sehingga diperlukan optimasi formula untuk menghasilkan hidrogel dengan viskositas yang baik (Lieberman, dkk., 1989).

1. Karakteristik gel

Lieberman, Rieger, dan Banker (1989) menyampaikan beberapa karakteristik gel, seperti swelling yaitu mengembangnya gel karena gelling agent


(31)

dapat mengabsorpsi larutan, dan sineresis yaitu peristiwa keluarnya cairan (larutan) ke permukaan gel. Hal ini terjadi karena kekuatan ikatan pada matriks gel berkurang sehingga jarak antar matriks berubah. Gel biasanya terbentuk melalui penurunan suhu, namun dapat juga terbentuk dengan pemanasan hingga suhu tertentu. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase gel karena peningkatan suhu disebut thermogelation. Perubahan temperatur dapat menyebabkan gel kehilangan viskositasnya.

Gel memiliki sifat tiksotropi yang membuat gel menjadi encer setelah pengadukan dan menjadi semi padat kembali setelah didiamkan beberapa saat. Tiksotropi adalah sifat yang diinginkan dalam suatu sistem sediaan farmasetis untuk mendapatkan sediaan dengan viskositas tinggi namun dapat dituang dari wadahnya dan memiliki daya sebar yang baik (Ansel, 1989).

2. Bahan penyusun formula sediaan gel

Secara umum formula gel terdiri dari zat aktif, gelling agent, humektan, serta bahan tambahan misalnya pengawet (Voigt, 1995). Bahan antioksidan bisa ditambahkan untuk mencegah terjadinya oksidasi yang dapat merusak gel. Antioksidan yang biasa digunakan pada gel berbasis air adalah asam askorbat dan natrium sulfit, sedangkan untuk basis minyak digunakan alfatoker (vitamin E) atau BHA (buthylated hydroxyanisole). Chelating agent seperti EDTA dapat ditambahkan untuk mengikat ion logam yang berpotensi merusak kestabilan gel. Bahan penambah aroma ditambahkan untuk menutupi bau dari zat aktif atau obat yang kurang menyenangkan. Dapat digunakan essence dari bunga atau buah. Hal-hal yang hendaknya diperhatikan dalam formulasi gel topikal antara lain


(32)

pemilihan gelling agent dan pelarut, serta inkompatibilitas antar komponen dalam formula (Ansel, 1989).

3. Sifat alir gel

Rheologi pertama kali digunakan untuk menggambarkan aliran cairan. Hal yang berhubungan dengan rheologi adalah viskositas dan elastisitas. Viskositas adalah suatu tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi viskositas makan tahanannya akan semakin besar. Air memiliki viskositas tetapi tidak memiliki elastisitas sehingga disebut cairan Newton (Mitsui, 1993). Viskositas bervariasi pada setiap kecepatan geser, sehingga untuk melihat sifat alirnya dilakukan pengukuran pada beberapa kecepatan geser menggunakan viskometer (Martin, Swarbrick, dan Cammarata, 1993).

Martin, dkk. (1993) menyatakan, umumnya sediaan semisolid memiliki sifat alir sistem non-Newton, yaitu aliran yang tidak mengikuti persamaan aliran Newton. Cairan non-Newton yang tidak dipengaruhi waktu dibagi manjadi tiga yaitu:

a. Plastis

Cairan ini tidak akan mengalir sebelum ada gaya tertentu yang dilampauinya, disebut yield value. Yield value disebabkan oleh kontak antar partikel-partikel berdekatan yang harus dipecah untuk menghasilkan aliran. Kurvanya tidak melalui titik (0,0) tetapi memotong shearing stress pada yield value.


(33)

b. Pseudoplastis

Sediaan farmasi seperti polimer menunjukkan aliran pseudoplastis. Aliran ini tidak mempunyai yield value. Viskositas akan berkurang dengan meningkatnya rate of share. Kurva aliran ini melalui titik (0,0).

c. Dilatan

Viskositas cairan ini akan meningkat seiiring dengan peningkatan rate of share karena volume dari sediaan akan naik jika rate of share ditingkatkan.

D. Gelling Agent

Gelling agent atau basis gel digunakan sebagai bahan pengikat pada sediaan semisolid. Bahan pengikat ini akan meningkatkan viskositas sediaan dengan cara meningkatkan viskositas fase cair sehingga dapat mencegah pemisahan komponen padat dari cairan (medium dispers), terutama pada saat penyimpanan. Penggunaannya juga dapat mencegah terjadinya sineresis. Gelling agent dapat berupa gum alam atau gum sintetis, resin, atau hidrokoloid lain. Gelling agent yang sering digunakan adalah karbopol dan Sodium Carboxymethylcellulose (CMC-Na) (Lieberman, dkk., 1989).

E. Humektan

Humektan adalah bahan yang ditambahkan dalam formula untuk mencegah hilangnya kelembapan produk. Gel diformulasikan dengan konsentrasi humektan maksimal 80%, umumnya 10-20%. Macam-macam humektan antara lain sorbitol, gliserol dan propilen glikol. Glikol sering ditambahkan untuk


(34)

mencegah penguapan pelarut pada hidrogel, melihat sifat hidrogel yang mudah diaplikasikan serta memberikan kelembapan instan tetapi dalam penggunaan jangka panjang menyebabkan tempat aplikasi menjadi kering karena evaporasi pelarut (Lieberman, dkk., 1989).

F. Bahan Pengawet

Bahan pengawet yang ditambahkan dalam formula harus memenuhi kriteria: mempunyai aktivitas terhadap mikroorganisme seperti fungi; ragi; dan bakteri, toksisitas rendah, stabil dalam pemanasan dan penyimpanan, serta kompatibel secara kimia dengan bahan lain dalam formula. Penambahan bahan pengawet dalam formula gel berguna untuk mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri yang dapat merusak gel (Lieberman, dkk., 1989).

G. Uraian Bahan 1. Carboxymethylcellulose sodium (CMC-Na)

USP mendeskripsikan CMC-Na sebagai garam natrium dari asam selulosa glikol. CMC-Na berbentuk granul berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa; praktis tidak larut dalam aseton, etanol 95%, eter, dan toluen; mudah terdispersi dalam air di segala suhu. CMC-Na stabil pada pH 2-10. Konsentrasi 3-6% b/b biasa digunakan untuk menghasilkan gel. Naiknya konsentrasi CMC-Na akan menaikkan viskositas (Rowe, dkk., 2009).

CMC-Na berfungsi sebagai suspending agent, stabilizing agent, water-absorbing agent, gelling agent, serta disintegran tablet dan kapsul. Sebagai


(35)

gelling agent, CMC-Na akan memberikan viskositas yang stabil. CMC-Na akan membentuk massa gel, meningkatkan viskositas, dan membentuk sifat alir sediaan gel pada sediaan. Dengan menggunaan basis CMC-Na, tidak diperlukan penambahan basa untuk menetralkan keasaman untuk dapat membentuk massa gel, seperti jika menggunakan karbopol.

Gambar 4. Struktur kimia carboxymethylcellulose (Rowe, dkk., 2009) 2. Propilen glikol

Propilen glikol adalah cairan kental jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dengan rasa manis sedikit pedas mirip gliserin. Propilen glikol larut dalam air, etanol 95%, aseton, dan kloroform, tidak larut dalam mineral oil. Propilen glikol memiliki stabilitas yang baik pada pH 3-6. Sebagai humektan dari sediaan topikal, propilen glikol digunakan sebanyak ± 15% dari total berat sediaan. (Allen, 2002).

Propilen glikol merupakan humektan dengan viskositas tinggi sehingga dapat mempertahankan stabilitas gel. Selain sebagai humektan, propilen glikol dapat digunakan sebagai solvent atau cosolvent, dan pengawet. Dibandingkan dengan gliserol, dibutuhkan propilen glikol dengan jumlah yang lebih sedikit untuk menjalankan fungsi yang sama.


(36)

Gambar 5. Struktur kimia propilen glikol (Rowe, dkk., 2009)

3. Metilparaben

Metilparaben dikenal di pasaran dengan nama nipagin. Metilparaben berupa serbuk kristal putih, tidak berbau, larut dalam etanol, gliserol, propilen glikol dan air. Untuk pengawet sediaan topikal, metilparaben yang biasa ditambahkan sebesar 0,02-0,3%. Efikasinya akan meningkat jika ditambah dengan propilen glikol sebesar 2-5% atau dikombinasikan dengan golongan paraben lain. Untuk gel dengan gelling agent CMC-Na biasa digunakan metilparaben (nipagin) sebesar 0,18% b/b dan propilparaben (nipasol) sebesar 0,02% b/b (Rowe, dkk., 2009).

Penggunaan basis gel derivat selulosa seperti CMC-Na rentan terhadap degradasi enzimatik oleh mikroorganisme yang dapat menyebabkan depolimerisasi sehingga polimer gel menjadi rusak dan viskositas gel menjadi turun. Penambahan metil paraben berguna untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme sehingga gel bertahan lebih lama dalam keadaan stabil (Lieberman, dkk., 1989).


(37)

Gambar 6. Struktur kimia metilparaben (Rowe, dkk., 2009)

H. Kontrol Kualitas Gel

Sifat fisik dengan data kuantitatif dapat digunakan untuk mengevaluasi sediaan gel yang dihasilkan. Evaluasi sifat fisik gel harus mencakup paling tidak: penampilan sediaan, pH dan viskositas. Parameter-parameter tersebut harus direkam untuk evaluasi stabilitas pada kondisi penyimpanan dengan interval waktu tertentu (Lieberman, dkk., 1989).

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan. Untuk memperoleh nilai kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetik dalam waktu singkat, dapat dilakukan uji stabilitas dipercepat untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dengan waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sampel pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan yang biasanya terjadi pada kondisi normal (Djajadisastra, 2004).


(38)

Stabilitas fisik dari sediaan semisolid, seperti gel, penting untuk dievaluasi. Formula gel yang tidak stabil dapat mengalami perubahan yang irreversibel pada viskositas dan rheologinya. Sineresis merupakan salah satu contoh bentuk ketidakstabilan gel, yaitu pemisahan fase cair sehingga bentuk gel berubah dari semisolid menjadi cairan dan menyebabkan perubahan viskositas (Djajadisastra, 2004).

Sifat fisik dan stabilitas fisik gel dapat diketahui dengan melakukan berbagai uji, yaitu:

1. Uji organoleptis

Gel diamati organoleptisnya pada suhu kamar (27oC), meliputi warna, bau, dan sineresis (Lieberman dkk., 1989). Warna gel tidak boleh berubah, bau gel tidak boleh menjadi tengik, serta tidak boleh mengalami sineresis selama masa penyimpanan.

2. Pengukuran pH

Pengukuran pH penting dilakukan untuk sediaan topikal karena pH yang terlalu asam atau basa akan mengiritasi kulit. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kertas indikator pH universal yang dicelupkan kedalam sediaan. pH gel harus berkisar antara 5,5-10 agar dapat diterima kulit (Sari dan Istidiartuti, 2006).

3. Uji homogenitas dan pemisahan

Salah satu syarat sediaan gel adalah homogen dan tidak terjadi pemisahan. Homogenitas sediaan gel dapat dilihat secara visual dengan melihat


(39)

gel yang dihasilkan memiliki warna merata serta tidak ada partikel dalam gel (Syamsuni, 2006).

4. Uji viskositas

Viskositas gel tidak boleh berubah selama masa penyimpanan. Pengamatan dilakukan selama beberapa waktu untuk melihat stabilitas gel. Suatu sediaan dianggap memiliki stabilitas yang baik jika memiliki persentase perubahan viskositas <15% (Zath dan Kushla, 1996).

5. Uji daya lekat

Peningkatan viskositas gel akan meningkatkan daya lekat gel. Uji daya lekat dilakukan dengan mengoleskan 0,5 gram gel diantara dua plat kaca. Kedua plat disatukan, ditekan dengan beban seberat 1 kg selama 5 menit, kemudian beban dilepaskan. Kedua plat dilepaskan, waktu untuk kedua plat saling lepas dicatat (Voigt, 1995).

6. Uji daya sebar

Daya sebar bukan merupakan data absolut karena tidak ada literatur yang menyatakan angka pastinya. Jadi, data hasil daya sebar merupakan data yang relatif (Suardi, Armenia dan Maryawati, 2008). Uji daya sebar dilakukan dengan menaruh 1 gram gel ditengah kaca bulat, kemudian diatas gel diletakkan kaca bulat lainnya, didiamkan satu menit lalu diukur diameter gel yang menyebar. Beban 50 gram diletakkan diatas kaca bulat , didiamkan satu menit lalu diukur diameter gel yang menyebar. Dilakukan berulang hingga penambahan beban sebesar 125 gram (Voigt, 1995).


(40)

7. Uji kestabilan fisik

Djajadisastra (2004) menyebutkan tiga cara uji kestabilan fisik gel yaitu: a. Uji kestabilan jangka panjang (real time study)

Uji ini dilakukan sampai waktu kadaluarsa sediaan. Dilakukan pada suhu 25±20C untuk sediaan dengan penyimpanan di suhu sejuk, dan pada 30±20C untuk sediaan dengan penyimpanan di suhu kamar. RH diatur pada 75±5%. Uji kestabilan jangka panjang dan jangka pendek dilakukan untuk menentukan tanggal kadaluarsa sediaan gel.

b. Uji kestabilan jangka pendek / dipercepat (accelerated study)

Uji ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dengan waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sampel pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan yang biasanya terjadi pada kondisi normal. Uji biasa dilakukan selama enam atau tiga bulan dengan suhu dan kelembapan ektrim.

1.) Elevated temperature

Setiap kenaikan 10oC akan mempercepat reaksi dua sampe tiga kalinya, namun cara ini terbatas karena suhu yang jauh diatas normal akan menyebabkan perubahan yang tidak pernah terjadi pada suhu normal. Biasa dilakukan pada suhu 40±20C RH 75±5%.. Jika diperoleh hasil yang baik, maka sediaan tersebut akan stabil pada penyimpanan suhu kamar selama setahun.


(41)

2.) Elevated humidities

Umumnya uji ini dilakukan untuk menguji kemasan produk. Jika terjadi perubahan pada produk dalam kemasan karena pengaruh kelembapan, hal ini menandakan bahwa kemasannya tidak memberikan perlindungan yang cukup terhadap udara.

c. Cycling Test

Cycling test biasa ditujukan untuk menguji terjadinya sineresis pada gel. Sineresis terjadi karena sebagian cairan antarsel keluar ke permukaan dan menyebabkan gel mengkerut. Pengujian ini dilakukan dalam interval waktu (siklus), suhu, dan kelembapan tertentu, yang biasanya lebih ekstrim dari kondisi penyimpanan normal.

Angela (2012) melakukan uji stabilitas terhadap gel yang dibuat dengan metode cycling test untuk melihat potensi terjadinya sineresis dan perubahan organoleptis selama 6 siklus (12 hari). Uji dilakukan pada suhu rendah 4±20C dan suhu tinggi 40±20C. Satu siklus berarti gel disimpan pada suhu rendah selama 24 jam, kemudian dipindahkan ke dalam oven selama 24 jam.

I. Rheosys Merlin II

Rheosys Merlin II adalah instrumen yang dapat mengukur viskositas secara otomatis sehingga memaksimalkan akurasi, reliabilitas, dan efisiensi kerja. Hasil pengukuran Rheosys Merlin II diolah oleh software Rheosys Micra yang dapat menyajikan data viskositas sekaligus kurva aliran. Rheosys Micra memungkinkan operator untuk mengontrol program agar variabel uji sesuai


(42)

kebutuhan, seperti shear rate dalam RPM, suhu, jumlah titik pengukuran (no. steps), dan interval waktu pengukuran tiap steps. Penyajian data secara otomatis dapat meminimalisir kesalahan operator dalam pengambilan data (Rheosys LLC, 2008).

Rheosys Merlin II dilengkapi dengan dua sistem pengukuran dan spindle, yaitu cup-bob dan cone-plate. Pada penelitian ini, digunakan spindle cone-plate dengan sistem mengukuran Cone&Plate 5/30mm (sistem 6) karena viskositas gel pegagan yang dihasilkan cukup kental untuk diukur menggunakan cone-plate. Untuk melihat profil reologi, digunakan stepped shear rate yang berarti pengukuran dilakukan dalam berbagai kecepatan putar (RPM) secara bertahap (semakin cepat). Di akhir pengukuran, akan didapatkan data viskositas dalam tabel dan tipe reologi dalam kurva aliran dari gel yang diuji (Rheosys LLC, 2008).


(43)

J. Landasan Teori

Bentuk sediaan gel cocok digunakan untuk terapi topikal selulit karena kelebihannya dibanding bentuk sediaan oral, yaitu lebih cepat sampai ke tempat aksi (lapisan subdermal). Selain itu, gel memiliki kelebihan dibanding bentuk sediaan topikal lainnya: tampilan fisik menarik (jernih), tidak lengket, mudah merata saat dioleskan, dan memberikan efek dingin saat diaplikasikan.

Gelling agent adalah salah satu komponen utama dalam formula sediaan gel karena merupakan bahan yang menentukan terbentuknya viskositas sediaan. Carboxymethylcellulose sodium (CMC-Na) sebagai gelling agent akan memberikan viskositas yang stabil pada sediaan. Konsentrasi 3-6% b/b digunakan untuk menghasilkan gel. Propilen glikol sebagai humektan dalam suatu sistem gel dapat meningkatkan stabilitas dari sediaan tersebut (Rowe, dkk., 2009). Sebagai humektan dari sediaan topikal, propilen glikol digunakan sebanyak ±15% dari total berat sediaan (Allen, 2002).

Cycling test adalah salah satu cara untuk menguji kestabilan gel. Uji ini dilakukan dalam interval waktu (siklus), suhu, dan kelembapan tertentu, yang biasanya lebih ekstrim dari kondisi penyimpanan normal (Djajadisastra, 2004). Viskositas sediaan gel dapat berubah jika terjadi perubahan kondisi lingkungan selama periode peyimpanan. Gel basis CMC-Na akan mengalami penurunan viskositas jika terjadi perubahan pH atau disimpan dalam suhu tinggi (Tranggono, 2007).


(44)

Pengukuran viskositas untuk melihat sifat fisik dan stabilitas gel pegagan yang dihasilkan menggunakan instrumen Rheosys Merlin II yang dioperasikan dengan software Rheosys Micra.

Penentuan level rendah dan level tinggi kedua faktor berdasarkan studi literatur, hasil penelitian terdahulu, dan hasil orientasi, kemudian dibuat lima formula untuk mendapatkan formula yang paling baik berdasarkan data sifat fisik dan stabilitas fisik gel ekstrak pegagan.

Mengingat pentingnya peran gelling agent dan humektan terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan gel yang dihasilkan, maka dilakukan penelitian dengan tujuan mengetahui pengaruh kosentrasi CMC-Na dan propilen glikol terhadap sifat fisik dan stabilitas gel ekstrak pegagan, mengetahui rasio konsentrasi kedua variabel yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas gel yang baik, dan mengetahui stabilitas gel setelah dilakukan cycling test.

K. HIPOTESIS

1. Konsentrasi CMC-Na dan propilen glikol dalam formula gel berpengaruh terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel ekstrak pegagan.

2. Gel ekstrak pegagan dengan sifat fisik dan stabilitas yang baik dihasilkan oleh formula III, yaitu kombinasi CMC-Na sebesar 2,5% b/b dan propilen glikol sebesar 15,5% b/b.

3. Formula gel ekstrak pegagan stabil setelah dilakukan cycling test (sesuai kriteria kestabilan yang ditentukan dalam penelitian).


(45)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis rancangan eksperimental murni.

B. Variabel dalam Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi CMC-Na dan propilen glikol dalam formula gel ekstrak pegagan.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (organoleptis, pH, daya sebar, dan viskositas) dan stabilitas gel (perubahan viskositas dan daya sebar).

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan putar mixer, lama proses mixing gel, suhu inkubator dan kulkas.

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kualitas simplisia, suhu dan kelembapan ruangan pembuatan gel.

C. Definisi Operasional

1. Gel adalah sediaan semisolid yang terdiri dari suspensi yang terbuat dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan; penampakannya jernih dan tembus cahaya.


(46)

2. Ekstrak kental herba pegagan adalah ekstrak yang berasal dari herba pegagan, mengandung asiatikosida tidak kurang dari 0,90%; kadar air <10%; dan kadar abu <16,6% (Dirjen POM, 2008).

3. Gelling agent atau basis gel adalah pembentuk massa gel (viskositas gel), merupakan komponen utama dalam formulasi sediaan gel.

4. Konsentrasi CMC-Na adalah banyaknya CMC-Na yang berada dalam formula sediaan, ditulis dengan satuan %b/b (bobot CMC-Na dibanding bobot sediaan). Konsentrasi CMC-Na akan divariasikan pada penelitian ini.

5. Humektan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah drying out (lepasnya air dari sediaan) serta mengabsorsi lembab dari lingkungan. Humektan yang digunakan dalam percobaan ini adalah propilen glikol.

6. Konsentrasi propilen glikol adalah banyaknya propilen glikol yang berada dalam formula sediaan, ditulis dengan satuan %b/b (bobot propilen glikol dibanding bobot sediaan). Konsentrasi propilen glikol akan divariasikan pada penelitian ini.

7. Sifat fisik gel adalah salah satu parameter untuk melihat kualitas sediaan gel. Dalam penelitian ini meliputi organoleptis, pH, daya sebar, dan viskositas. 8. Stabilitas gel adalah kemampuan sediaan gel untuk bertahan pada kriteria yang

ditetapkan selama periode penggunaan atau penyimpanan guna menjamin kualitas sediaan gel. Dalam penelitian ini ditentukan dari besarnya nilai perubahan viskositas dan daya sebar setelah penyimpanan selama enam siklus pada cycling test dengan metode freeze-thaw.


(47)

9. Organoleptis adalah parameter yang diidentifikasi menggunakan panca indra manusia. Dalam penelitian ini meliputi warna, bau, dan sineresis (keluarnya pelarut ke permukaan gel).

10.pH adalah log negatif dari ion hidrogen dalam larutan. Skala pH adalah 0-14, pH 7 dikatakan netral, pH dibawah 7 disebut asam dan pH diatas 7 disebut basa. Sediaan gel topikal yang dihasilkan harus berada pada range pH yang aman bagi kulit yaitu 4,5-6,5.

11.Daya sebar gel adalah kemampuan gel untuk menyebar di permukaan kulit, dihitung dalam satuan luas (cm2).

12.Viskositas (kekentalan) adalah parameter tahanan suatu sediaan untuk dapat mengalir. Dalam penelitian ini diukur menggunakan viskometer Rheosys Merlin II.

13.Variabel (bebas) adalah besaran yang dapat divariasikan, dalam penelitian ini adalah konsentrasi CMC-Na dan konsentrasi propilen glikol.

14.Respon adalah besaran yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Respon dalam penelitian ini adalah hasil uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel. Dalam penelitian ini disebut juga variabel tergantung.

15.Pengaruh adalah respon yang dihasilkan karena adanya variasi level variabel.

D. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan meliputi Glassware (Pyrex-Germany), neraca analitik (OHAUS), centrifuge, mixer (Miyako HM-330 190 W 200 V), kaca bulat berskala, satu set beban, inkubator, dan viskometer Rheosys Merlin II (USA).


(48)

Bahan-bahan yang digunakan adalah ekstrak kental herba pegagan, CMC-Na (kualitas farmasetis), propilenglikol (kualitas farmasetis), metil paraben (kualitas farmasetis), aquadest, kertas indikator pH universal.

E. Tata Cara Penelitian 1. Perolehan simplisia herba pegagan

Simplisia tanaman herba pegagan diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal yang telah dikeringkan dengan panas matahari selama 4 hari. Selanjutnya, dilakukan determinasi simplisia untuk memastikan kebenaran bahan yang diperoleh.

2. Pembuatan ekstrak kental herba pegagan

Sebelum diekstrak, simplisia dikeringkan dalam oven suhu 400C selama 24 jam untuk menyamakan tingkat kekeringan simplisia. Setelah itu, simplisia diserbuk dengan grinder dan diayak dengan ayakan nomor mesh 60 hingga diperoleh serbuk halus. Kemudian 350 gram serbuk dimaserasi menggunakan 7 liter etanol 96% selama 48 jam. Hasil maserasi kemudian difiltrasi untuk selanjutnya diuapkan pelarutnya hingga diperoleh ekstrak kental herba pegagan.

3. Pengujian ekstrak kental herba pegagan

Pengujian terhadap ekstrak kental yang dihasilkan meliputi kadar air, kadar abu, dan kadar asiatikosida. Uji kadar air dan kadar abu menggunakan gravimetri, sedangkan uji penetapan kadar asiatikosida menggunakan kromatografi lapis tipis densitometri.


(49)

a. Uji kadar air dan kadar abu

Penetapan kadar air dan kadar abu menggunakan gravimetri (Lampiran 4c). Cawan kosong ditimbang (A). Sampel ditimbang seberat 0,75 g (B), kemudian dimasukkan ke dalam cawan. Cawan dipanaskan dalam oven suhu 1050C selama tiga jam hingga berat konstan. Dimasukkan ke dalam eksikator, kemudian ditimbang (C). Cawan porselen ditutup lalu dimasukkan ke dalam furnace suhu 6000C selama delapan jam hingga menjadi abu, sampai berat konstan. Dimasukkan ke dalam eksikator, ditimbang (D).

Kadar air dihitung dengan perhitungan : A+B −C

B x 100% Kadar abu dihitung dengan perhitungan : D−A

B x 100% b. Uji asiatikosida

Analisis kualitatif ekstrak kental pegagan dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel 60 F254 dan fase gerak kloroform:asam asetat glasial:metanol:air (60:32:12:8) serta deteksi bercak dengan pereaksi anisaldesid asam sulfat. Standar yang digunakan adalah asiatikosida 0,0135 g / 10 mL (diencerkan 4x hingga setara 3,375 mg / 10 mL). Penetapan kadar asiatikosida dilakukan dengan mengukur luas area di bawah kurva (AUC) secara densitometri pada panjang gelombang 360 nm (Lampiran 4b).

Sampel ditimbang seberat 0,05 g dengan seksama, kemudian diekstraksi dengan 2 mL etanol. Hasil ekstraksi divortex selama dua menit dan disentrifugasi selama tiga menit, diambil fase metanolnya. Fase metanol


(50)

dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL, add metanol hingga batas tanda. Sebanyak 50 µL sampel ditotolkan pada fase diam, demikian pula standar asiatikosida, dan dimasukkan ke dalam chamber berisi fase gerak. Dielusi hingga batas tanda, lalu disemprot dengan pereaksi. Rf sampel dan standar dibandingkan. Untuk penetapan kadar diukur AUC pada panjang gelombang 360 nm.

4. Pembuatan Formula gel ekstrak pegagan

Formula standar gel dengan basis CMC-Na (dalam %b/b) menurut Hamzah (2006) tertulis dalam tabel III.

Tabel III. Formula standar gel basis CMC-Na menurut Hamzah (2006) Bahan Komposisi

CMC-Na 5%

Gliserin 10% Propilen glikol 5% Aquadest ad 100 g

Formula gel dietilammonium diklofenak dengan propilen glikol sebagai humektan menurut Melani, Purwanti, dan Soeratri (2005) tertulis dalam tabel IV.

Tabel IV. Formula optimasi propilen glikol pada gel dietilammonium diklofenak menurut Melani dkk. (2005)

Bahan Komposisi (gram)

I II III IV Dietilammonium

diklofenak

1 1 1 1

Carbopol ETD 2002 0,5 0,5 0,5 0,5 Propilen glikol 0 10 15 20

NaOH 10% 1,5 1,5 1,5 1,5

EDTA 0,1 0,1 0,1 0,1

Aquadest ad 100 100 100 100

Selain studi pustaka dan studi hasil penelitian sebelumnya, peneliti melakukan uji pendahuluan (orientasi) dengan mencoba berbagai rasio


(51)

konsentrasi CMC-Na dan propilen glikol dalam formula, kemudian membandingkan viskositasnya dengan produk Slimming Gel (gel antiselulit ekstrak pegagan dari Mustika Ratu). Hal ini dilakukan dengan harapan gel estrak pegagan hasil penelitian memiliki sifat fisik dan stabilitias fisik yang dapat diterima konsumen.

Berdasarkan studi pustaka, studi hasil penelitian sebelumnya, dan uji pendahuluan (orientasi), dibuat formula gel ekstrak pegagan yang tertera pada tabel V.

Tabel V. Level faktor

Tabel VI. Formula gel ekstrak pegagan hasil modifikasi (%b/b)

Komposisi Bahan Formula (%)

I II III IV V

Ekstrak pegagan 1 1 1 1 1

CMC-Na 2 2,25 2,5 2,75 3

Propilen glikol 16 15,75 15,5 15,25 15

Metil paraben 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Aquadest ad 100 g 100 g 100 g 100 g 100 g

5. Pembuatan gel ekstrak pegagan

Langkah pembuatan gel ekstrak pegagan adalah sebagai berikut:

a. Aquadest dimasukkan ke dalam wadah pertama (I), kemudian CMC-Na ditaburkan (dikembangkan) ke dalamnya dan didiamkan selama 24 jam (campuran A)

Level Faktor

CMC-Na Propilen glikol

Level rendah 2% 15%


(52)

b. Propilen glikol dimasukkan ke dalam wadah kedua (II), kemudian ditambahkan ekstrak kental pegagan dan metil paraben ke dalamnya, diaduk hingga homogen (campuran B)

c. Campuran B disentrifugasi untuk mengendapkan partikel yang tidak larut dalam propilen glikol

d. Campuran B ditambahkan ke dalam A kemudian dicampur hingga homogen dengan menggunakan mixer kecepatan rendah (skala 1) selama 5 menit. e. Dimasukkan ke dalam wadah kaca dan diberi label.

f. Dilakukan 3 kali replikasi untuk masing-masing formula.

6. Evaluasi sediaan gel : uji sifat fisik dan stabilitas gel estrak pegagan

Uji dilakukan 48 jam setelah gel dibuat. Data uji ini disebut data siklus 0 dan dijadikan kontrol terhadap data siklus lain dalam uji stabilitas fisik. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Uji sifat fisik gel 1.) Uji organoleptis

Pada uji ini gel diamati organoleptisnya, meliputi warna, bau, dan sineresis.

2.) Pengukuran pH

Pengukuran dilakukan dengan uji menggunakan kertas indikator pH universal yang dicelupkan kedalam sediaan gel, didiamkan sesaat dan dicatat pH nya.


(53)

3.) Uji daya sebar

Uji daya sebar dilakukan dengan menaruh 1 gram gel ditengah kaca bulat berskala, kemudian diatas gel diletakkan kaca bulat tanpa skala. Didiamkan satu menit. Beban 50 gram diletakkan diatas kaca bulat, didiamkan satu menit. Dilakukan berulang hingga penambahan beban sebesar ±125 gram, kemudian diukur diameter gel yang menyebar menggunakan penggaris dan dihitung luas sebarannya dengan rumus luas lingkaran.

4.) Uji viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan viskometer Rheosys Merlin dengan spindle cone and plate 5/30mm, dengan cara sebagai berikut: Rheosys Merlin dipastikan online (terhubung dengan software Micra pada komputer). Sejumlah gel pegagan dioleskan ke plate, kemudian cone diposisikan untuk memulai pengukuran. Sistem pengukuran, kecepatan putar spindle, jumlah titik pengukuran, interval waktu pengukuran antartitik, dan suhu diatur pada “test definition” (Lampiran 5). Pengukuran viskositas dimulai dengan menekan start dan berlangsung dalam waktu tertentu. Viskositas gel dan kurva aliran gel dihasilkan secara otomatis.

b. Uji stabilitas gel

Uji stabilitas gel dilakukan dengan mengukur perubahan viskositas dan daya sebar pada jangka waktu yang ditentukan.


(54)

Uji stabilitas dilakukan dengan cycling test metode freeze-thaw. Sediaan disimpan dalam kulkas bersuhu 0oC selama 24 jam, kemudian dipindahkan ke dalam inkubator bersuhu 25oC selama 24 jam. Kedua perlakuan ini adalah satu siklus. Percobaan diulang sebanyak enam siklus.

Pada tiap siklus diamati sifat fisik (organoleptis dan pH) serta diukur daya sebar dan viskositas. Untuk tiap formula, hasil pengukuran pada tiap siklus dibandingkan dengan pengukuran pada siklus 0 (sebelum diberi perlakuan freeze-thaw). Perubahan viskositas dihitung dengan rumus sebagai berikut:

� ℎ � � = � � � 0− � � � 6

� � � 0 � 100%

F. Analisis Data

Data yang dapat dikuantifikasi akan dianalisis, meliputi data uji sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dan data uji stabilitas fisik (perubahan viskositas dan daya sebar). Analisis statistik dilakukan menggunakan software SPSS versi 22, meliputi uji Shapiro-Wilk yang digunakan untuk mengetahui normalitas distribusi data. Apabila data terdistribusi normal (p>0,05), berarti data memenuhi persyaratan uji statistik parametrik, maka dilanjutkan dengan uji one way ANOVA dan Levene test untuk melihat homogenitas variansi data. Uji Levene diikuti uji Post Hoc: Tukey untuk nilai p>0,05; sedangkan untuk nilai P>0,05 diikuti uji Post Hoc: Games Howel. Variabel dikatakan berpengaruh jika nilai p (probability value) <0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.

Apabila data tidak terdistribusi normal (p<0,05) berarti data tidak memenuhi persyaratan uji statistik parametrik, maka dilanjutkan dengan uji


(55)

nonparametrik Kruskal-Wallis dengan Mann Whitney. Dikatakan terdapat perbedaan yang bermakna apabila nilai p<0,05 dan dikatakan berbeda tidak bermakna apabila nilai p>0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.


(56)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang dikeringkan dan belum mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain. Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku ekstrak tanaman obat. Ekstrak ini digunakan sebagai bahan baku obat tradisional atau bahan baku produk yang dibuat dari bahan alam. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatis yang dapat mengurangi mutu simplisia. Mengolah bahan alam menjadi simplisia akan membuatnya tidak mudah rusak dan dapat disimpan lebih lama, paling tidak sampai panen kembali dilakukan (Dirjen POM, 1995).

Setelah dipanen, herba pegagan dicuci lalu dijemur di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Pengeringan di musim hujan dilakukan dengan oven pada suhu 50-600C selama satu sampai dua hari. Lama pengeringan tergantung cuaca dan kadar air yang diinginkan (Darwati, dkk., 2012).

Tabel VII menyatakan keterangan dari CV. Merapi Farma Herbal terkait simplisia yang digunakan dalam penelitian.

Tabel VII. Keterangan simplisia

Asal Simplisia Keterangan

Nama tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.))

Bahan yang diambil Herba

Lama pengeringan 4 hari

Proses pengeringan Oven dalam ruangan dengan cahaya matahari


(57)

Berdasarkan surat keterangan yang didapat dari CV. Merapi Farma Herbal, simplisia kering yang digunakan dalam penelitian berasal dari herba pegagan yang ditanam di daerah sejuk dan dikeringkan selama empat hari dengan panas alami (Lampiran 1).

Determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran identitas simplisia. Untuk mendeterminasi simplisia pegagan diperlukan pengetahuan mengenai morfologi simplisia pegagan. Dirjen POM (2008) dalam Farmakope Herbal Indonesia memerikan simplisia pegagan secara makroskopik yaitu berupa lembaran daun yang menggulung dan berkeriput disertai tangkai daun yang terlepas, warna hijau kelabu, helai daun berbentuk ginjal atau bundar, tulang daun menjari; pangkal helai daun berlekuk, ujung daun membundar, pinggir daun beringgir sampai bergerigi; stolon dan tangkai daun berwarna cokelat kelabu dan berambut halus.

Hasil determinasi sampel (simplisia) terdapat dalam tabel VIII. Tabel VIII. Hasil determinasi simplisia

Jenis Suku

Centella asiatica (L.) Urban Apiaceae

Hasil determinasi simplisia memastikan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah pegagan, suku Apiaceae (Lampiran 2).

B. Pembuatan dan Pengujian Ekstrak Kental Herba Pegagan

Untuk menghasilkan ekstrak kental dalam penelitian, simplisia diserbuk kemudian dimaserasi menggunakan pelarut etanol 96% selama 48 jam. Hasil maserasi kemudian difiltrasi untuk selanjutnya diuapkan pelarutnya dan diperoleh


(58)

ekstrak kental herba pegagan. Maserasi dipilih karena prosesnya relatif mudah, tidak memerlukan keahlian khusus, alat yang digunakan sedikit dan sederhana (Ansel, 1989). Etanol umum digunakan pada ekstraksi karena dapat menarik senyawa non polar dan polar. Etanol 96% dipilih karena asiatikosida dalam pegagan bersifat nonpolar sehingga larut didalamnya.

Penetapan kadar asiatikosida dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) densitometri, sedangkan penetapan kadar air dan kadar abu menggunakan gravimetri. KLT dipilih karena dapat digunakan untuk analisis kualitatif sekaligus kuantitatif, alatnya sederhana, preparasi sampel mudah, pelarut yang dibutuhkan sedikit, dan biaya terjangkau (Gandjar dan Rohman, 2013). Gravimetri merupakan cara pengeringan langsung tanpa menggunakan reagen dalam prosesnya. Gravimetri dipilih karena dalam pegagan tidak mengandung zat volatile dalam jumlah banyak dan tidak mengandung karbohidrat tinggi yang dapat menyebabkan karamelisasi (membentuk kerak) selama proses pengeringan.

Hasil uji ekstrak kental pegagan yang dibuat tertulis dalam tabel IX (Lampiran 4).

Tabel IX. Hasil uji ekstrak kental herba pegagan Parameter

Standar Mutu

Ekstrak Kental Herba Pegagan (%b/b) Farmakope Herbal

Indonesia (Dirjen POM, 2008)

Ekstrak Kental Pegagan Hasil Ekstraksi

Rendemen ≥7,2% 5%

Kadar air ≤10% 14,7%

Kadar abu ≤16,6% 11,4%


(59)

Dari tabel IX diketahui bahwa ekstrak kental herba pegagan dalam penelitian memenuhi standar mutu kadar abu, namun tidak memenuhi standar rendemen, kadar air, dan kadar asiatikosida. Rendemen yang kurang dari standar disebabkan oleh proses pembuatan ekstrak kental yang tidak terkontrol, yaitu tidak dilakukan pengecekan bobot tetap. Kadar air yang melebihi batas dan kadar asiatikosida yang kurang dari standar disebabkan karena metode ekstraksi tidak dilakukan sesuai standar FHI. Ekstraksi herba pegagan dilakukan dengan maserasi menggunakan etanol 70% selama 6 jam sambil diaduk dan didiamkan selama 18 jam, kemudian difiltrasi dan diuapkan pelarutnya menggunakan rotary vacuum evaporator (FHI, 2008). Penggunaan rotary vacuum evaporator akan meminimalkan kerusakan ekstrak akibat suhu saat penguapan pelarut karena suhu yang digunakan (400C) lebih rendah dari titik didih etanol 70% (±78,50C).

Selain metode ekstraksi, beberapa hal terkait tanaman pegagan yang dapat mempengaruhi kadar asiatikosida adalah kondisi budidaya, umur tanaman, waktu panen, dan kondisi lingkungan (cuaca). Pemanenan pegagan saat mencapai umur 3-4 bulan, dimana pegagan memiliki zat aktif dalam jumlah besar. Pegagan dipanen dengan cara dipangkas bagian daun dan batangnya setiap dua bulan sekali (Darwati, dkk., 2012). Kadar senyawa aktif dalam ekstrak pegagan, termasuk asiatikosida, menentukan efek farmakologis yang dapat dihasilkan. Efek farmakologis gel pegagan yang diinginkan dalam penelitian ini adalah antiselulit. Efek tersebut dapat dicapai dengan penambahan jumlah ekstrak hingga kadar asiatikosida dalam formula mencapai 0,9%. Namun, penambahan jumlah ekstrak


(60)

yang terlalu banyak dapat berdampak pada penurunan tampilan fisik gel dan peningkatan viskositas gel.

C. Pembuatan Gel Ekstrak Pegagan

Konsentrasi CMC-Na yang digunakan sebesar 2-3% b/b, sedangkan konsentrasi propilen glikol yang digunakan sebesar 15-16% b/b. Jika kedua variabel dengan konsentrasi tersebut dikombinasikan akan menghasilkan viskositas dan daya sebar yang mendekati kriteria uji.

Komposisi ekstrak pegagan yang digunakan dalam formula sebesar 1%, didasarkan pada penelitian Rismana (2010) yang menggunakan ekstrak pegagan sebanyak 0,5% b/b dalam formula gel yang dibuat. Jumlah yang digunakan lebih besar karena dalam penelitian tidak melakukan uji efek sediaan, sehingga dengan menaikkan komposisi ekstrak diharapkan efek yang dihasilkan tidak berbeda jauh.

Dalam proses pembuatan, setelah propilen glikol; ekstrak; dan metil paraben tercampur, dilakukan sentrifugasi untuk mengendapkan partikel padat yang tidak larut dalam propilen glikol. Partikel padat tidak larut ini kemungkinan berasal dari abu dalam ekstrak kental. Jika tidak dilakukan sentrifugasi akan mempengaruhi tampilan fisik gel yang menjadi tidak jernih dan berpotensi mengiritasi kulit. Untuk meningkatkan reprodusibilitas, pencampuran basis dengan bahan lain menggunakan mixer dengan kecepatan dan lama pencampuran yang diatur. Untuk menjamin akurasi data, dilakukan replikasi pembuatan sebanyak tiga kali untuk masing-masing formula.


(61)

D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel 1. Uji sifat fisik gel pegagan

Sifat fisik gel pegagan hasil formulasi dilihat dengan melakukan pengamatan organoleptis, pengukuran pH, viskositas, dan daya sebar. Semua uji dilakukan 48 jam setelah gel dibuat untuk meminimalkan bias pengukuran karena pengaruh suhu dan gaya yang timbul akibat pencampuran dengan mixer yang dapat menurunkan viskositas gel. Sifat tiksotropi akan membantu mengembalikan konsistentsi gel hingga akhirnya terbentuk sistem yang stabil setelah pendiaman selama 48 jam.

a. Uji organoleptis

Uji organoleptis dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan cara mengamati bentuk, warna, dan bau dari sediaan yang telah dibuat (Allen, 2002). Pada penelitian ini, uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan sineresis pada gel pegagan. Hasil uji organoleptis kelima formula tersaji dalam tabel X.

Tabel X. Hasil uji organoleptis

Parameter Hasil

Warna Hijau khas herba pegagan Bau Khas herba pegagan Sineresis Tidak terjadi sineresis


(62)

Hasil uji organoleptis pada kelima formula tidak berbeda. Semua gel berwarna hijau dan berbau khas herba pegagan, serta tidak terjadi sineresis. Warna yang dihasilkan sesuai dengan teori FHI yang mengatakan simplisia herba pegagan berwarna kelabu dan ekstrak kental herba pegagan berwarna hijau-kecoklatan, sehingga setelah diformulasikan dalam gel warna yang timbul tidak jauh berbeda dari teori. Warna gel tidak berbeda karena jumlah ekstrak kental yang ditambahkan dalam tiap formula sama. Sineresis tidak terjadi menandakan proporsi CMC-Na dan propilen glikol pada kelima formula mampu mempertahankan ketegaran matriks gel sehingga pelarut tidak keluar ke permukaan gel.

b. Uji pH

Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan gel guna menjamin gel yang dihasilkan tidak mengiritasi kulit. Secara teori, pH sediaan topikal yang memenuhi kriteria pH kulit, yaitu dalam interval 4,5-6,5 (Tranggono, 2007). Dalam penelitian ini, pH gel pegagan diukur menggunakan stik pH universal. Hasil uji pH menunjukkan seluruh gel pegagan yang dibuat memiliki pH 6. Berarti, variasi konsentrasi CMC-Na dan propilen glikol tidak berpengaruh pada pH gel pegagan yang dibuat. Gel ekstrak pegagan dalam penelitian memenuhi kriteria pH yang diinginkan dan berpotensi rendah untuk menyebabkan iritasi pada kulit.


(63)

Gambar 9. Hasil uji pH c. Uji viskositas

Viskositas merupakan tahanan suatu sediaan untuk mengalir. Semakin besar viskositas atau semakin kental sediaan, maka semakin besar tahanannya (Mitsui, 1993). Viskositas berhubungan dengan sifat alir. Pengukuran viskositas dapat dilakukan dengan berbagai jenis viskometer sesuai kebutuhan. Dalam penelitian ini digunakan Rheosys Merlin II untuk mengukur viskositas gel pegagan ekaligus melihat sifat alirnya.

Dalam penelitian ditetapkan kriteria viskositas dengan mengukur viskositas produk pembanding, yaitu Slimming Gel Mustika Ratu. Produk ini merupakan produk gel topikal antiselulit yang beredar di pasaran. Pengukuran viskositas produk menggunakan Rheosys Merlin II (Lampiran 6). Kriteria viskositas dalam penelitian ditetapkan sebesar 0,09263-0,73832 Pa.S.

Hasil pengukuran viskositas dari kelima formula gel setelah 48 jam dibuat tersaji dalam tabel XI.

Tabel XI. Hasil pengukuran viskositas

Formula Konsentrasi

CMC-Na : propilen glikol X ±SD (Pa.S)

FI 2% : 16% 0,11171±0,004

FII 2,25% : 15,75% 0,14688±0,013 FIII 2,5% : 15,5% 0,18107±0,010 FIV 2,75% : 15,25% 0,22624±0,023


(64)

Nilai viskositas pada tabel di atas menunjukkan bahwa formula I sampai V memenuhi kriteria viskositas yang diinginkan sesuai parameter produk pembanding. Semakin tinggi konsentrasi CMC-Na dalam formula, yang diikuti oleh berkurangnya konsentrasi propilen glikol, akan menaikkan viskositas gel yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan teori, dimana jika konsentrasi CMC-Na semakin tinggi, maka semakin banyak pelarut yang diabsorbsi sehingga semakin banyak jaringan yang berikatan membentuk matriks gel dan berdampak kepada peningkatan viskositas. Propilen glikol dapat membantu mempertahankan viskositas gel dengan mencegah penguapan air dari sediaan serta mencegah penyerapan air dari sediaan oleh ekstrak sehingga tidak terjadi perubahan viskositas sediaan secara signifikan (Ansel, 1989).

Untuk melihat kebermaknaan perbedaan viskositas yang dihasilkan tiap formula, dilakukan analisis statistik (Lampiran 8c). Nilai probabilitas hasil analisis menunjukkan bahwa antarformula memiliki perbedaan viskositas yang bermakna (p<0,05). Artinya, dengan interval konsentrasi CMC-Na dan propilen glikol sebesar 0,25% perbedaan viskositasnya berarti. Dengan kata lain, variasi konsentrasi variabel memberikan pengaruh yang signifikan pada respon viskositas.

Selain mendapatkan nilai viskositas, dengan menggunakan Rheosys Merlin II didapatkan pula grafik yang menunjukkan sifat alir gel yang dibuat. Dari keseluruhan hasil uji viskositas, gel yang dibuat mengikuti tipe aliran non-Newtonian pseudoplastis. Artinya, dengan peningkatan kecepatan putar, nilai viskositasnya akan turun. Oleh karena itu, data viskositas yang diambil harus


(65)

berasal dari satu titik kecepatan putar (pada penelitian diambil rpm 600). Hasil ini sesuai dengan teori yang disampaikan Martin, dkk. (1993) yang mengatakan umumnya sediaan semisolid memiliki sifat alir non-Newton dan sediaan farmasi berbasis polimer seperti gel menunjukkan aliran pseudoplastis.

Gambar 10. Grafik sifat alir pseudoplastis d. Uji daya sebar

Nilai daya sebar suatu sediaan biasanya berbanding terbalik dengan viskositasnya. Semakin tinggi viskositas sediaan, maka nilai daya sebar semakin rendah. Uji daya sebar dilakukan untuk menjamin pemerataan gel saat diaplikasikan pada kulit. Dalam penelitian ini, digunakan metode plat paralel menggunakan kaca bulat berskala untuk pengukuran daya sebar gel ekstrak pegagan. Metode ini paling sering digunakan karena prosesnya sederhana, mudah dilakukan, dan tidak memerlukan banyak biaya. Namun, metode ini kurang sensitif karena dilakukan secara manual. Kriteria daya sebar dalam penelitian dibuat berdasarkan literatur dan pengukuran daya sebar produk pembanding, kemudian diambil nilai tertinggi dan terendah dari dua data tersebut sebagai kriteria daya sebar dalam penelitian.


(66)

Tabel XII. Kriteria daya sebar penelitian Daya Sebar (cm2)

Teori (Garg, dkk., 2002) Produk Slimming Gel Mustika Ratu Kriteria Daya Sebar dalam Penelitian (cm2) 19,63-38,48 37,94-38,76 19,63-38,76

Tabel XIII menunjukkan hasil pengukuran daya sebar dari kelima formula gel setelah 48 jam dibuat.

Tabel XIII. Hasil pengukuran daya sebar

Formula Konsentrasi

CMC-Na : propilen glikol X ±SD (cm

2

)

FI 2% : 16% 38,39±0,88

FII 2,25% : 15,75% 32,76±1,68

FIII 2,5% : 15,5% 25,37±0,26

FIV 2,75% : 15,25% 22,76±0,44

FV 3% : 15% 19,50±0,88

Hasil pada tabel XIII menunjukkan bahwa formula I sampai IV memenuhi kriteria daya sebar yang diinginkan, baik secara teoritis maupun parameter produk pembanding. Formula V memiliki daya sebar dibawah nilai kriteria yang menunjukkan gel terlalu kental. Semakin tinggi konsentrasi CMC-Na dalam formula, yang diikuti oleh berkurangnya konsentrasi propilen glikol, akan menurunkan daya sebar gel yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan teori, dimana jika konsentrasi CMC-Na semakin tinggi, maka semakin banyak matriks gel yang terbentuk dan berdampak penurunan kemampuan gel untuk menyebar. Hasil uji daya sebar ini berbanding terbalik dengan hasil uji viskositas, dimana semakin tinggi viskositas gel (semakin kental), daya sebarnya semakin rendah.

Untuk melihat kebermaknaan perbedaan daya sebar antarformula, dilakukan analisis statistik (Lampiran 8d). Nilai probabilitas hasil analisis


(67)

menunjukkan bahwa antarformula memiliki perbedaan daya sebar yang bermakna. Artinya, dengan interval konsentrasi CMC-Na dan propilen glikol sebesar 0,25% perbedaan daya sebarnya berarti. Dengan kata lain, variasi konsentrasi variabel memberikan pengaruh yang signifikan pada respon daya sebar.

2. Uji stabilitas fisik gel pegagan

Pengukuran stabilitas sediaan dilakukan untuk melihat ketahanan sifat fisik sediaan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan setelah diberi perlakuan tertentu. Pengukuran stabilitas dalam penelitian dilakukan dengan mengukur perubahan viskositas dan daya sebar setelah mendapat perlakuan cycling test sebanyak enam siklus (12 hari). Alat yang digunakan sama seperti pada pengukuran viskositas dan daya sebar untuk sifat fisik, yaitu Rheosys untuk viskositas dan kaca bulat untuk daya sebar. Pada akhir pengujian (siklus 6) diamati pula organoleptis gel dan dilakukan pengukuran pH.

Analisis statistik dilakukan untuk melihat kebermaknaan perubahan sifat fisik tersebut. Analisis statistik ini akan membandingkan perubahan viskositas antar siklus pada tiap formula. Parameter yang digunakan adalah nilai probabilitas, dimana jika nilai p<0,05 perbedaan dianggap bermakna yang mengindikasikan gel tidak stabil. Sebaliknya, jika nilai p>0,05 perbedaan viskositas dianggap tidak bermakna dan mengindikasikan gel stabil. Analisis dilakukan pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 9).

a. Perubahan viskositas gel setelah cycling test

Perubahan viskositas kelima formula selama cycling test terangkum dalam grafik 1.


(68)

Grafik 1. Grafik perubahan viskositas

Dari grafik 1 dapat dilihat bahwa pada kelima formula terjadi perubahan viskositas selama periode cycling test. Gel cenderung mengalami kenaikan viskositas yang signifikan hingga siklus 3 (p<0,05), kemudian mengalami penurunan viskositas yang signifikan pula hingga akhir periode uji (p<0,05). Sepanjang siklus 1-5, gel formula III dan IV mengalami perubahan viskositas yang signifikan antar formula, sedangkan pada formula I, II, dan V perubahan viskositas gel cenderung tidak signifikan antar formula. Pada awal periode uji (siklus 0) dan akhir periode uji (siklus 6) perubahan viskositas tidak signifikan (p>0,05) sehingga kelima formula dinilai stabil secara viskositas. Formula I memenuhi kriteria viskositas sepanjang periode cycling test, sementara formula lain menunjukkan viskositas di atas kriteria uji sepanjang siklus 1-5.

Sediaan gel dianggap memiliki stabilitas yang baik jika memiliki persentase perubahan viskositas <15% (Zath dan Kushla, 1996). Tabel XIV menunjukkan perubahan viskositas tiap formula.

0,00000 0,20000 0,40000 0,60000 0,80000 1,00000 1,20000 1,40000 1,60000

0 1 2 3 4 5 6

V IS K O S ITA S (P a. S ) SIKLUS

formula I formula II formula III formula IV formula V


(1)

D.SEBAR SIKLUS 2 3 2,83 8,50

SIKLUS 4 3 4,17 12,50

Total 6

Test Statisticsb

D.SEBAR

Mann-Whitney U 2,500

Wilcoxon W 8,500

Z -,943

Asymp. Sig. (2-tailed) ,346 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,400a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: SIKLUS

Mann-Whitney Test

Ranks

SIKLUS N Mean Rank Sum of Ranks

D.SEBAR SIKLUS 2 3 5,00 15,00

SIKLUS 5 3 2,00 6,00

Total 6

Test Statisticsb

D.SEBAR

Mann-Whitney U ,000

Wilcoxon W 6,000

Z -2,023

Asymp. Sig. (2-tailed) ,043 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,100a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: SIKLUS

Mann-Whitney Test

Ranks

SIKLUS N Mean Rank Sum of Ranks

D.SEBAR SIKLUS 2 3 3,00 9,00

SIKLUS 6 3 4,00 12,00


(2)

b. Grouping Variable: SIKLUS

Mann-Whitney Test

Ranks

SIKLUS N Mean Rank Sum of Ranks

D.SEBAR SIKLUS 3 3 3,00 9,00

SIKLUS 4 3 4,00 12,00

Total 6

Test Statisticsb

D.SEBAR

Mann-Whitney U 3,000

Wilcoxon W 9,000

Z -,655

Asymp. Sig. (2-tailed) ,513 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: SIKLUS

Mann-Whitney Test

Ranks

SIKLUS N Mean Rank Sum of Ranks

D.SEBAR SIKLUS 3 3 5,00 15,00

SIKLUS 5 3 2,00 6,00


(3)

Test Statisticsb

D.SEBAR

Mann-Whitney U ,000

Wilcoxon W 6,000

Z -1,993

Asymp. Sig. (2-tailed) ,046 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,100a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: SIKLUS

Mann-Whitney Test

Ranks

SIKLUS N Mean Rank Sum of Ranks

D.SEBAR SIKLUS 3 3 2,83 8,50

SIKLUS 6 3 4,17 12,50

Total 6

Test Statisticsb

D.SEBAR

Mann-Whitney U 2,500

Wilcoxon W 8,500

Z -,886

Asymp. Sig. (2-tailed) ,376 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,400a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: SIKLUS

Mann-Whitney Test

Ranks

SIKLUS N Mean Rank Sum of Ranks

D.SEBAR SIKLUS 4 3 5,00 15,00

SIKLUS 5 3 2,00 6,00

Total 6

Test Statisticsb

D.SEBAR

Mann-Whitney U ,000


(4)

Ranks

SIKLUS N Mean Rank Sum of Ranks

D.SEBAR SIKLUS 4 3 3,17 9,50

SIKLUS 6 3 3,83 11,50

Total 6

Test Statisticsb

D.SEBAR

Mann-Whitney U 3,500

Wilcoxon W 9,500

Z -,443

Asymp. Sig. (2-tailed) ,658 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: SIKLUS

Mann-Whitney Test

Ranks

SIKLUS N Mean Rank Sum of Ranks

D.SEBAR SIKLUS 5 3 2,00 6,00

SIKLUS 6 3 5,00 15,00


(5)

Test Statisticsb

D.SEBAR

Mann-Whitney U ,000

Wilcoxon W 6,000

Z -1,993

Asymp. Sig. (2-tailed) ,046 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,100a a. Not corrected for ties.


(6)

(2004-2006), SMP Susteran Purwokerto (2006-2009),

SMAN 1 Purwokerto (2009-2012). Pada tahun 2012,

penulis melanjutkan kuliah program S1 di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama kuliah penulis pernah menjadi asisten

praktikum Botani Farmasi tahun ajaran 2013/2014, asisten praktikum Bentuk

Sediaan Farmasi tahun ajaran 2014/2015 dan tahun ajaran 2015/2016.


Dokumen yang terkait

UJI EFEK PENYEMBUHAN LUKA BAKAR GEL EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella asiatica L. URBAN) DENGAN GELLING AGENT Uji Efek Penyembuhan Luka Bakar Gel Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica L. Urban) Dengan Gelling Agent Carbopol 934 Pada Kulit Punggung Kelin

1 5 15

FORMULASI SEDIAAN GEL EKSTRAK HERBA PEGAGAN (CENTELLA ASIATICA L. URBAN) DENGAN HPMC SH 60 Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Herba Pegagan (Centella Asiatica L. Urban) Dengan HPMC SH 60 Sebagai Gelling Agent Dan Uji Penyembuhan Luka Bakar Pada Kulit Punggung

2 4 12

Pengaruh konsentrasi hpmc dan propilen glikol terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan gel ekstrak pegagan (Centella asiatica (L.) Urban).

6 45 123

Formulasi dan evaluasi sifat fisik sediaan gel ekstrak pegagan (Centella Asiatica (L.) Urban) dengan gelling agent karpobol 940 dan humektan propilen glikol.

5 44 95

Pengaruh Konsentrasi HPMC sebagai Gelling Agent terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

0 0 8

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI CMC NA SEBAGAI GELLING AGENT TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA GEL ANTISEPTIK TANGAN EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L.)

0 0 16

Pengaruh variasi jumlah CMC-Na sebagai gelling agent terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas (pluchea indica (l.) less) - USD Repository

0 0 134

Pengaruh konsentrasi cmc-na sebagai gelling agent terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan gel hand sanitizer minyak atsiri daun mint (oleum mentha piperita l.) - USD Repository

0 0 86

Pengaruh konsentrasi propilen glikol sebagai humektan terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel ekstrak kulit buah manggis (garcinia mangostana l.) - USD Repository

0 0 120

Pengaruh penambahan konsentrasi CMC-Na sebagai gelling agent pada sediaan sunscreen gel ekstrak temugiring (Curcuma heyneana Val.) terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan dengan propilen glikol sebagai humectant - USD Repository

0 0 110