PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN STEVIA (STEVIA REBAUDIANA) MENCEGAH DISLIPIDEMIA PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) WISTAR JANTAN YANG DIBERIKAN DIET TINGGI KOLESTEROL.

(1)

(

STEVIA REBAUDIANA

) MENCEGAH DISLIPIDEMIA

PADA TIKUS (

RATTUS NORVEGICUS

) WISTAR

JANTAN YANG DIBERIKAN DIET TINGGI

KOLESTEROL

SISSY YUNITA SURYA NIM.1490761009

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

ii

PADA TIKUS (

RATTUS NORVEGICUS

) WISTAR

JANTAN YANG DIBERIKAN DIET TINGGI

KOLESTEROL

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

SISSY YUNITA SURYA NIM.1490761009

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : ………

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. dr. I.G.M. Aman, Sp.FK Prof. Dr.dr.Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS NIP. 194606191976021001 NIP. 194612131971071001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Dr.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc., Sp.GK NIP. 195805211985031002


(4)

iv

LEMBAR PENETAPAN PENGUJI

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana pada Tanggal ...

Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

No: ………..…..

Tanggal: ……….

Panitia Penguji Tesis adalah:

Ketua : Prof. dr. IGM. Aman, Sp.FK

Sekretaris : Prof. Dr.dr.Wimpie I. Pangkahila, Sp.And.,FAACS

Anggota :

1. Prof. Dr.dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And 2. Dr.dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes


(5)

v

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pemberian Ekstrak Etanol Daun Stevia (Stevia Rebaudiana) Mencegah Dislipidemia pada Tikus (Rattus norvegicus) Wistar Jantan yang Diberikan Diet Tiggi Kolesterol”.

Tulisan ini disusun sebagai syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik, kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Selama penelitian ini, penulis mendapat banyak pelajaran dan pengalaman berharga yang memperkaya wawasan dalam proses pembelajaran hidup penulis, baik dari segi ilmiah maupun aspek nilai sosial. Semua ini tidak lepas dari peran serta orang-orang disekeliling penulis yang senantiasa mendukung dan selalu ada pada saat-saat yang sulit. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat menempuh pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana.

2. Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat menempuh pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana


(6)

vi

Universitas Udayana yang tdengan bijak dan sabar memberikan banyak dorongan, semangat, bimbingan dan masukan kepada penulis selama penyusunan tesis ini.

4. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku pembimbing II yang dengan penuh perhatian telah banyak sekali memberikan dorongan, bimbingan dan masukan yang teliti dan sangat dirasakan manfaatnya oleh penulis selama penyusunan tesis ini

5. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK sebagai penguji dan ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang telah banyak membantu penulis memberikan masukan dan bimbingan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini

6. Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And. selaku penguji, yang telah banyak memberikan saran, semangat, bimbingan dan masukan kepada penulis selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyusunan tesis ini.

7. Dr dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes, selaku penguji yang dengan sangat bersemangat membimbing dan memberi masukan kepada penulis selama penyusunan tesis ini.


(7)

vii penyusunan tesis ini.

9. Pak Gede Wiranatha yang banyak membantu dalam proses penelitian di Animal Laboratory bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

10. Seluruh dosen Pasca Sarjana Biomedik Universitas Udayana yang telah membimbing penulis dalam menempuh pendidikan dari awal hingga selesainya tesis ini

11. Seluruh staf Universitas Udayana khususnya Program Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Anti-Aging Medicine yang selalu siap membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Terimakasih sebesar-besarnya kepada Pak Edy, Geg Wah, Geg Eni, Mbok Ami dan seluruh staf Biomedik yang kebaikannya tidak terkira.

12. Kedua orang tua (Sunaryo Kamto dan Suliati Sandhi), kakak dan adik ( Deni Surya dan Yang-Yang Oetomo Surya), dan seluruh keluarga tercinta serta sahabat penulis yang selalu memberikan dukungan, semangat, serta doa serta pengertian selama penulis menempuh pendidikan.

13. dr. Astrid Tanumihardja, dr. Magdalena Mercyana, dr.Cheria Valentina, dr. Adeline Ivana Dewi, dr. Astrid Karina, dr. Ivonne Kurniawan, dr. Ellen Destrisa Ratnapuri, dr. Monica Pranoto, dan dr Laura Indriana sebagai sejawat


(8)

viii

14. Teman sejawat mahasiswa Program Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Anti-Aging Medicine Angkatan IX atas kekompakannya selama ini, perhatian dan dukungan yang tiada henti untuk menyemangati satu sama lain dalam menyelesaikan tesis.

15. Semua sahabat dan teman sejawat di RSK BIMC yang selalu memberikan dorongan semangat dan dukungan selama proses perkuliahan hingga selesainya tesis ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan masukan membangun dari berbagai pihak sangatlah diharapka. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pribadi, bagi program perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran terutama di bidang Anti Aging Medicine (AAM) serta bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, senantiasa melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada kita semua, Amin.

Denpasar, Juli 2016 Penulis


(9)

ix

JANTAN YANG DIBERIKAN DIET TINGGI KOLESTEROL

Dislipidemia adalah faktor risiko mayor dan primer dari penyakit jantung koroner, bahkan mungkin merupakan salah satu persyaratan terjadinya penyakit jantung koroner sebelum faktor risiko mayor lainnya mulai berperan. Dislipidemia dapat menyebabkan stress oksidatif dalam tubuh, yaitu terjadinya peningkatan produksi radikal oksigen oleh sel endotel. Peningkatan kadar radikal oksigen akan menyebabkan degradasi NO (Nitric Oxide) serta produksi radikal bebas lainnya. Stevia rebaudiana merupakan jenis tanaman asli Amerika Selatan dari famili bunga matahari (Asteraceae), fungsi obat dari tanaman ini terletak pada beberapa zat kimia yang menghasilkan kerja fisiologis pada tubuh manusia, terutama ditemukan pada alkaloid, flavonoid, tannin, dan senyawa fenol. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kegunaan ekstrak daun stevia dalam mencegah dislipidemia pada tikus wistar jantan yang diberikan diet tinggi kolesterol.

Penelitian ini adalah penelitian ekperimental murni dengan menggunakan post test only control group design. Dalam penelitian ini digunakan 36 ekor tikus (Rattus norvegicus) jantan sebagai sampel. Seluruh tikus kemudian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberikan diet tinggi kolesterol dan plasebo yang berupa aquadest serta kelompok perlakuan diberi diet tinggi kolesterol dan ekstrak daun stevia dengan dosis 300mg/kg berat badan. Plasebo dan ekstrak daun stevia diberikan sekali sehari selama 28 hari, kemudian pada hari ke 29 diambil sampel darah untuk pemeriksaan profil lipid setelah tikus dipuasakan selama 18 jam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar kolesterol total sesudah 28 hari perlakuan kelompok kontrol (P0) adalah 218,70±8,53mg/dl dan kelompok perlakuan (P1) adalah 112,12±5,91mg/dl (p<0,05). Rerata kadar trigliserida kelompok kontrol (P0) adalah 149,46±7,73mg/dl dan kelompok P1 adalah 95,00±6,99mg/dl (p<0,05). Rerata kadar kolesterol HDL kelompok kontrol (P0) adalah 26,66±2,29mg/dl dan kelompok P1 adalah 39,07±1,73mg/dl (p<0,05). Rerata kadar kolesterol LDL kelompok kontrol (P0) adalah 67,46±4,08mg/dl dan kelompok P1 adalah 38,95±4,32mg/dl (p<0,05).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun stevia dengan dosis 300mg/ kg berat badan selama 28 hari dapat mencegah dislipidemia pada tikus (Rattus norvegicus) Wistar jantan yang diberi diet tinggi kolesterol. Hasil penelitian ini perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui komponen aktif daun stevia yang berperan dalam pencegahan dislipidemia dan dilanjutkan dengan clinical trial.


(10)

x

REBAUDIANA) PREVENT DYSLIPIDEMIA IN MALE WISTAR RAT (RATTUS NOVERGICUS) WITH HIGH CHOLESTEROL DIET

Dyslipidemia is a major and primary risk factor of coronary heart disease, even one of the requirements of coronary heart disease before other major risk factors begin. Dyslipidemia may cause oxidative stress in the body, which is increased production of oxygen radical by endothelial cells. Increased levels of oxygen radicals will cause the degradation of NO (Nitric Oxide) and production of the other free radical. Stevia rebaudiana is a South America native plant species from sunflower family (Asteraceae), the medicinal function of the plant is originated from some of the chemicals that produce physiological work on the human body, mainly found in alkaloids, flavonoids, tannins and phenolic compounds. The purpose of this study is to determine the benefit of stevia leaf extract in preventing dyslipidemia in male wistar rats with high-cholesterol diet.

This study was a true experimental study using post test only control group design. This study used 36 male rats (Rattus novergicus) sample. The whole of mice were then divided into two groups: the control group which were given high-cholesterol diet and placebo in the form of distilled water and the treatment group which were given high-cholesterol diet and stevia leaf extract at dose of 300mg / kg body weight. Placebo and stevia leaf extract was administered once daily for 28 days, blood samples for lipid profile analysis were taken on day 29 after the mice were fasted for 18 hours.

The study results showed that the mean total cholesterol levels after 28 days of treatment control group was 218.70 ± 8,53mg / dl and the treatment group was 112.12 ± 5,91mg / dl (p <0.05) . Mean triglyceride levels of control group was 149.46 ± 7,73mg / dl and the treatment group was 95.00 ± 6,99mg / dl (p <0.05). The mean levels of HDL cholesterol control group was 26.66 ± 2,29mg / dl and the treatment group was 39.07 ± 1,73mg / dl (p <0.05). The mean levels of LDL cholesterol control group was 67.46 ± 4,08mg / dl and the treatment group was 38.95 ± 4,32mg / dl (p <0.05).

It was concluded that stevia leaf extract at dose of 300mg/ kg body weight for 28 days prevend dyslipidemia in male rat (Ratus novergicus) with high cholesterol diet. This study need to be further investigated to determine the active component of the stevia leaf that prevent dyslipidemia and continue with clinical trial.


(11)

xi

SAMPUL DALAM……….…. i

PRASYARAT GELAR……… ii

LEMBAR PERSETUJUAN………..……….…. iii

LEMBAR ENGESAHAN……….……….…. iv

UCAPAN TERIMA KASIH……….... v

ABSTRAK………....……… ix

ABSTRACT………..…..…... x

DAFTAR ISI……….………… xi

DAFTAR GAMBAR..……….……….………. xiv

DAFTAR TABEL……….……….………... xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG………...………… xvi

DAFTAR LAMPIRAN……… xix

BAB I. PENDAHULUAN……….………... 1

1.1 Latar Belakang……….………. 1

1.2 Rumusan Masalah……….……… 9

1.3 Tujuan Penelitian………...…………... 9

1.4 Manfaat Penelitian……….…….….………… 10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA…..………..……….. 12

β.1 Lipid….………. 12

β.1.1 Metabolisme Lipid………...……… 13

β.1.1.1 Oksidasi Asam Lemak (Oksidasi )……… 16

β.1.1.β Biosintesis Kolesterol….………. 18

β.1.β Transpor Lipid………....………. 20

β.1.γ Kolesterol……….………...………. 22

β.1.4 Lipoprotein…..………...………. 24

β.1.5 Trigliserida…..………. 26

2.1.6 Low Density Lipoprotein (LDL)……….. 27

2.1.7 High Density Lipoprotein (HDL)…..………..…………... 28

2.1.8 Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Intermediate Density Lipoprotein (IDL)………..……….. 28 β.β Dislipidemia…..……… 29

β.β.1 Etiologi Dislipidemia…..………. 30

2.2.2 Diagnosis Dislipidemia……… 32

2.2.3 Penanganan Dislipidemia……… 34


(12)

xii

β.4.β Biomarker Penuaan………....………..

2.4.3 Hubungan Dislipidemia dan Aging…………...………... 46

2.5 Stevia Rebaudiana……..………...……… 48

2.5.1 Kandungan Stevia Rebaudiana……….... 50

2.5.2 Efek Anti Oksidan Stevia Rebaudiana………...………. 56

2.5.3 Stevia Rebaudianadan Dislipidemia..………. 58

2.5.4 Toksisitas Stevia Rebaudiana…………...………... 62

2.6 Hewan Percobaan……..………...……….………… 63

BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS..…….. 66

3.1 Kerangka Berpikir………...………. 66

γ.β Konsep Penelitian………...……….. 68

3.3 Hipotesis Penelitian……….………..……... 69

BAB IV. METODE PENELITIAN……….. 70

4.1 Rancangan Penelitian………...………. 70

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian………... 71

4.β.1 Tempat Penelitian………...………. 71

4.β.β Waktu Penelitian……….. 71

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian………..………….. 72

4.3.1 Populasi Penelitian………...………... 72

4.γ.β Sampel………...……….. 72

4.γ.β.1 Kriteria Inklusi………. 72

4.3.2.2 Kriteria Dropout.………...………….. 72

4.3.3 Penentuan Besar Sampel………...……….. 72

4.4 Variabel Penelitian………...……… 73

4.4.1 Klasifikasi Variabel…………..…….……….. 73

4.4.2 Definisi Operasional Variabel…………...……….. 74

4.5 Bahan Penelitian………...………… 75

4.6 Instrumen Penelitian………...……….. 75

4.7 Prosedur Penelitian………...……… 76

4.8 Alur Penelitian………...………...… 78

4.9 Analisis Data………. 79

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN….……….. 80

5.1 Hasil Penelitian……..………..………. 80

5.1.1 Analisis Deskriptif…...………...………. 80

5.1.β Uji Normalitas Data………..……….. 81


(13)

xiii

5.2.2 Dosis dan Pelarut Ekstrak Daun Stevia Rebaudiana.…. 90 5.2.3 Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Stevia

Rebaudianaterhadap Perbaikan Profil Lipid………..…….. 91

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN….………..……….. 99

DAFTAR PUSTAKA……… 101


(14)

xiv

Halaman

2.1 Ikhtisar metabolisme lemak …..……… 15

2.2 Lintasan Ketogenesis di Hati………...……….. 18

2.3 Tahapan Biosintesis Kolesterol………. 20

2.4 Struktur Dasar Kolesterol………... 24

2.5 Jenis-Jenis Lipoprotein dalam Darah...………... 26

2.6 Stres Oksidatif sebagai Demoninator Mayor Teori Penuaan... 42

2.7 Stevia Rebaudiana…………. 49

2.8 Steviol, Blok Bangunan Dasar dari Glikosida Manis….……... 51

4.1 Bagan Rancangan Penelitian..……….……… 70 5.1 Grafik Perbandingan Rerata Total Kolesterol antar Kelompok

Sesudah Perlakuan.………....

84

5.2 Grafik Perbandingan Rerata Total Kolesterol antar Kelompok Sesudah Perlakuan………....

85

5.3 Grafik Perbandingan Rerata Kolesterol HDL antar Kelompok Sesudah Perlakuan………....

87

5.4 Grafik Perbandingan Rerata Kolesterol LDL antar Kelompok Sesudah Perlakuan………....

88


(15)

xv

Halaman 2.1 Klasifikasi total kolesterol dan LDL kolesterol berdasarkan ATP

III………..……….….. 33

2.2 Klasifikasi serum trigliserida berdasarkan ATP III………... 33

2.3 Klasifikasi HDL kolesterol berdasarkan ATP III……...………..…... 33

2.4 Target terapi LDL kolesterol berdasarkan ATP III…...…..……….... 35

2.5 Kandungan nutrisional dari ekstrak daun steviarebaudiana..……….. 52

2.6 Perkiraan Komposisi SteviaRebaudiana Bertoni...……….... 53

2.7 Tabel Hasil Analisis Ekstrak Daun Stevia……...……...………..…... 55

2.8 Tabel Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Stevia rebaudiana……….... 56

5.1 Hasil Analisis Deskriptif Profil………... 81

5.2 Hasil Uji Normalitas Data antar Kelompok…………..……….. 82

5.3 Hasil Uji Homogenitas Data antar Kelompok…...……….. 83

5.4 Rerata Nilai Kolesterol Total antar Kelompok Sesudah Perlakuan……….. 83

5.5 Rerata Nilai Trigliserida antar Kelompok Sesudah Perlakuan……..……..…... 85

5.6 Rerata Nilai Kolesterol HDL antar Kelompok Sesudah Perlakuan……….…….. 86


(16)

xvi

A.E. = Aqueous Extract

ACC = Acetyl-CoA Carboxylase ACO = Acetyl-CoA Oxidase ACS = Acetyl-CoA Synthase

AIAC = Acid-Insoluble Acylcarnitine

AMPK = Adenosine Monophosphate-Activated Protein Kinase

Apo = Apolipoprotein

ATP = Adenosine Triphosphate

C = Carbon

CAA = Cellular Antioxidant Activity CAD = Coronary Artery Disease

CO2 = Carbon Dioxide

CPT = Carnitine Palmitoyl Transferase CRP = C-Ractive Protein

DNA = Deoxyribonucleic Acid

DPPH = 1,1 -diphenyl-2-picrylhydrazyl

E.E. = Ether Extract

Fabp = Fatty Acid Binding Protein FAD = Flavin Adenine Dinucleotide FADH = Flavin Adenine Dehydrogenase

FFA = Free Fatty Acid

GAE = Gallic Acid Equivalent

GAEAC = Gallic Acid Equivalent Antioxidant Capacity

H2O = Hydrogen Oxygen

HDL = High Density Lipoprotein


(17)

xvii Kap. Antioksidan = Kapasitas Antioksidan

KoA = Koenzim A

LACT = Lecithin-cholesterol acyl transferase

LD = Lethal Dose

LDL = Low Density Lipoprotein

Lp = Lipoprotein

LPL = Lipoprotein Lipase

LSD = Least Significant Difference

Lxr = Liver-X-receptor

M.E. = Methanol Extract

MCP-I = Monocyte Chemotractant Protein-I M-CSF = Monocyte Colony Stimulating Factor mRNA = Messenger Ribonucleic Acid

NAD = Nicotinamide Adenine Dinucleotide NADH = Nicotinamide Adenine Dehydrogenase

NCEP-ATP III = National Cholesterol Education Program – Adult Tratment Panel III

NO = Nitrite Oxide

ORAC = Oxygen Radical Absorbance Capacity

PERKI = Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia PJK = Penyakit Jantung Koroner

PPAR = Peroxisome Proliferator-Activated Receptor

QE = QuarcetinEquivalent

Riskesdas = Riset Kesehatan Dasar RMR = Resting metabolic rate SOD = Super Oksid Dismutase TAE = Tannic Acid Equivalent


(18)

xviii

VLDL = Very Low Density Lipoprotein VSMC = Vascular Smooth Muscle Cell WHO = World Health Organization

DAFTAR LAMBANG

α = Alfa

= Beta


(19)

xix

Halaman

Lampiran 1 Ethical Clearance……….…..……… 108

Lampiran 2 Hasil Analisis Ekstrak Daun Stevia……...………….. 109

Lampiran 3 Analisis Deskriptif……….………. 110

Lampiran 4 Uji Normalitas Data…….………... 111

Lampiran 5 Uji Homogenitas Data………...………... 112

Lampiran 6 Analisis Komparasi..………... 113

Lampiran 7 Hasil Pemeriksaan Profil Lipid Setelah Perlakuan……... 114

Lampiran 8 Data Berat Badan Tikus………....………….. 115

Lampiran 9 Data Sisa Pakan Tikus… ………. 116 Lampiran 10 Analisis Komparasi BB Post Test dan Rerata Sisa Pakan

3 Hari Terakhir ………..


(20)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam proses kehidupan, manusia lahir, berkembang menjadi anak-anak, dewasa dan akhirnya mengalami proses penuaan. Jumlah penduduk lanjut usia di dunia, termasuk di Indonesia, semakin hari semakin meningkat. Peningkatan jumlah penduduk ini belum dibarengi dengan derajat kesehatan dan kualitas hidup yang lebih baik. Dengan semakin majunya dunia kedokteran saat ini diharapkan tenaga medis dapat memberikan pengertian dan kesadaran terhadap masyarakat tentang proses penuaan, pencegahannya, proses untuk menghambat penuaan atau bahkan membalikkannya.

Seiring dengan bertambahnya usia, fungsi seluruh organ tubuh juga mengalami perubahan. Penuaan merupakan proses alami pada kehidupan manusia, dimulai pada usia 25 tahun walaupun belum ada gejala yang muncul. Proses penuaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, hal ini berhubungan dengan terjadinya penyakit terkait penuaan. Faktor internal meliputi radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan tubuh yang menurun dan genetik. Faktor eksternal yang utama adalah gaya hidup tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi, stres serta kemiskinan (Pangkahila, 2007).


(21)

Penuaan adalah kerusakan secara menyeluruh dan progresif terhadap fungsi tubuh yang mengakibatkan hilangnya kemampuan adaptasi terhadap stres dan meningkatnya risiko penyakit terkait usia (Field, 2006). Banyak penyakit kronis yang prevalensinya meningkat seiring dengan penuaan, bahkan sangat umum bagi orang tua untuk memiliki lebih dari satu penyakit kronis (Rader dan Hobbs, 2014).

Saat ini banyak penyakit yang berhubungan dengan pola makan yang tidak sehat, karena pola makan sekarang cenderung mengandung tinggi kalori dan tinggi lemak, serta pola hidup sedentari dimana aktivitas fisik sehari-hari sangat minimal sehingga menyebabkan kelebihan lemak tubuh. Konsumsi Asam lemak jenuh dan kalori yang tinggi dalam menu makanan masyarakat sekarang akan menimbulkan kelainan metabolisme lemak yang dikenal sebagai dislipidemia (Halim, 2006).

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian di dunia yang penyebabnya multifaktorial. Dislipidemia adalah faktor risiko mayor dan primer dari penyakit jantung koroner, bahkan mungkin merupakan salah satu persyaratan terjadinya penyakit jantung koroner sebelum faktor risiko mayor lainnya mulai berperan (Jellinger et al., 2012; PERKI, 2013).

Data di Indonesia berdasarkan Laporan Riskesdas Bidang Biomedis tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi dislipidemia atas dasar konsentrasi kolesterol total >200 mg/dL adalah 39,8%. Beberapa propinsi di Indonesia seperti Nangroe


(22)

Aceh, Sumatra Barat, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau bahkan mempunyai

prevalensi dislipidemia ≥50% (PERKI, 2013).

Pengobatan dislipidemia memegang peranan penting dalam pencegahan primer dan sekunder terhadap penyakit kardiovaskular. Tujuan utama terapi pada dislipidemia adalah untuk mencegah penyakit kardiovaskular dan komplikasinya Penilaian faktor risiko absolut, pengobatan faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan optimalisasi gaya hidup, terutama diet dan olah raga, adalah yang utama dalam penanganan dislipidemia. Pengobatan dislipidemia dapat dibagi menjadi dua yaitu, terapi non farmakologis dan terapi farmakologis (Field et al., 2006; Rader dan Hobbs, 2014).

Keputusan untuk memulai terapi farmakologis tergantung pada level risiko kardiovaskular. NCEP ATP III guidelines merekomendasikan untuk menghitung risiko absolut kejadian kardiovaskular dalam 10 tahun dengan sistem Framingham Heart Study, penderita dengan risiko melebihi 20% dianggap risikonya ekuivalen dengan penyakit jantung koroner sehingga harus ditangani dengan agresif seperti pada penderita dengan penyakit jantung koroner (Rader dan Hobbs, 2014).

Sepanjang abad kedua puluh satu, ilmu kesehatan difokuskan pada penyembuhan penyakit dengan obat-obatan, pemeriksaan diagnostik yang canggih dan terapi yang efektif. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat tren yang mendukung pengembangan suplemen makanan alami dan obat-obatan herbal karena


(23)

adanya bukti ilmiah yang mengkonfirmasi manfaat kesehatan dari ekstrak dan senyawa bioaktif yang diisolasi dari tanaman. Fitokonstituen dengan aktivitas biologis yang signifikan sebagian besar merupakan metabolit sekunder, seperti flavonoid, carothenoids, anthocyanin, protein dan peptida, serta enzim dan vitamin yang diproduksi secara alami oleh tanaman (Sharma et al., 2009; Gawel-Beben et al,. 2015).

Gula merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari makanan sehari-hari kita. Penelitian oleh Welsh et al. (2010) menemukan bahwa peningkatan konsumsi gula yang terjadi di masyarakat belakangan ini terkait dengan peningkatan LDL kolesterol dan trigliserida serta penurunan HDL kolesterol. Pemanis buatan merupakan makanan tambahan yang menyerupai gula dari segi rasanya, namun dengan energi makanan yang lebih rendah. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa pemanis buatan menyebabkan peningkatan berat badan, tumor otak, tumor kandung kencing dan berbagai bahaya kesehatan lainnya (Jahan, 2010; Gupta et al., 2014).

Stevia rebaudiana merupakan jenis tanaman dari famili bunga matahari (Asteraceae) yang sering disebut dengan daun manis ataupun daun gula, tanaman ini berasal dari daerah Brazil dan Paraguay. Walaupun terdapat lebih dari 200 macam spesies dari genus stevia hanya stevia rebaudiana yang memberikan rasa manis. Tanaman ini telah digunakan sejak lebih dari 1500 tahun yang lalu oleh kaum Guirani


(24)

di Paraguay sebagai pemanis ataupun obat-obatan. Daunnya telah banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk diabetes (Sharma et al., 2009; Gupta et al., 2014).

Stevia merupakan pemanis natural yang memiliki rasa manis 200-300 kali dari gula. Stevioside merupakan satu dari delapan glikosida yang memberikan rasa manis pada stevia rebaudiana paling tinggi, memiliki stabilitas kimia yang baik (Jahan, 2010; Gupta et al., 2014).

Ekstrak stevia menjadi sangat populer dan sekarang digunakan sebagai pemanis secara komersial dengan pasar di atas 50%. Stevia digunakan sebagai pemanis mulai dari saus kedelai, sayur–sayuran hingga minuman ringan. Sebagai pemanis tanpa kalori, tanpa penambahan bahan kimia dan tanpa menimbulkan efek samping yang serius, stevia cepat popular di seluruh dunia (Raini dan Isnawati, 2011).

Disamping rasa manis natural yang dimilikinya, stevia tidak memberikan after-taste dan aman dan bersifat non toksik berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang. Stevia memberikan banyak manfaat termasuk efek anti-hipertensi, anti diabetik, melalui perbaikan kerja insulin pada sistem transpor glukosa otot, efek antiinflamasi, anti tumor, antioksidan serta efek imunomodulator (Sharma et al., 2009; McCarty, 2012; Gupta et al., 2014).

Stevia merupakan sumber antioksidan natural, berbagai antioksidan diperoleh dari ekstrak stevia rebaudiana, meliputi opigenin, kaempferol, dan quereitrin yang menghambat kerusakan rantai DNA. Isosteviol yang merupakan turunan dari


(25)

stevioside menghambat pembentukan reactive oxygen species (ROS). Stevia juga kaya beta karoten, asam askorbat, protein, kalsium, zat besi, magnesium, fosfor dan fitokimia lainnya (Gupta et al., 2014).

Banyak penyakit termasuk proses penuaan terkait dengan produksi yang tidak terkontrol dari radikal bebas turunan oksigen. Ketika mekanisme perlindungan antioksidan menjadi tidak seimbang akibat berbagai faktor seperti penuaan, penurunan fungsi fisiologis dapat terjadi berupa timbulnya penyakit ataupun percepatan penuaan. Hal ini menimbulkan ketertarikan yang besar terhadap bahan makanan natural, tanaman obat dan fitokonstituen karena kemampuannya untuk mengikat radikal bebas sebagai antioksidan (Jahan, 2010).

Terdapat dua studi pada tikus diabetes serta satu studi pada tikus dengan diet tinggi lemak yang menunjukkan penurunan level serum lipid dengan pemberian ekstrak daun stevia. Penelitian pada tikus diabetes ditujukan pada efek daun stevia terhadap gula darah dengan pemeriksaan lipid sebagai tambahan. Aktivitas antihiperlipidemik dari steviarebaudiana diduga dikarenakan adanya flavonoid, asam askorbat dan bahan lainnya (Park dan Cha, 2010; Hossain et al., 2011; Singh et al., 2013).

Sebuah studi pemberian ekstrak stevia pada wanita hiperkolesterol menunjukkan penurunan total kolesterol, trigliserida dan LDL kolesterol secara signifikan disertai dengan peningkatan HDL kolesterol dalam angka yang


(26)

memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak stevia memiliki efek hipolipidemik dan dapat digunakan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular di masa depan (Sharma, 2009).

Penelitian lainnya dengan pemberian stevioside, komponen aktif stevia, secara double–blind pada penderita hipertensi menunjukkan tidak terdapat perubahan yang bermakna pada profil lipid dengan pemberian stevioside (Chan et al., 2000). Penelitian oleh Savita, et al (2004) terhadap pemberian ekstrak stevia pada penderita hipertensi dan diabetes juga menunjukkan perbaikan profil lipid, namun tidak bermakna.

Kerja antihiperlipidemik dari stevia diduga terkait dengan kandungan konstituen di dalamnya, meliputi flavonoid, saponin, tannin, triterpin dan alkaloid. Flavonoid telah diketahui memiliki aktivitas biologisnya yang luas termasuk aktivitas hipolipidemik dari kerja antioksidannya. Kapasitas penurunan lipid dari tanaman ini diperkirakan berasal dari konstituennya yang bekerja menghambat enzim hydroxyl-methyl-glutaryl-CoA reductase yang berperan dalam biosintesis kolesterol secara de novo (Hossain et al., 2011).

Penelitian oleh Park dan Cha (2010) menemukan bahwa suplementasi ekstrak stevia meningkatkan ACO, PPAR α, dan level mRNA ACC di hati, sehingga meningkatkan level ACS dan CPT-I mRNA di hati. Penelitian ini menemukan bahwa ekstrak stevia menyebabkan up-regulation proses kode gen enzim pada oksidasi asam


(27)

lemak di hati melalui aktivasi PPAR, sehingga didapatkan bahwa ekstrak stevia mencegah obesitas dan gejala terkait obesitas, termasuk hyperlipidemia dan penyakit kardiovaskular.

Stevioside, kandungan aktif steviarebaudiana, menginduksi Lxr α di jaringan adipose sehingga terjadi peningkatan ekspresi Fabp4 yang memperbaiki metabolisme asam lemak. Stevioside juga memperbaiki pertahanan antioksidan melalui peningkatan ekspresi SOD, yang berhubungan dengan penurunan akumulasi LDL teroksidasi di sirkulasi dan pembuluh darah (Geeraert, 2010).

Beberapa penelitian tentang pemberian ekstrak stevia menunjukkan hasil yang positif terhadap perbaikan profil lipid, namun beberapa lainnya menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Sebagian besar penelitian terdahulu lebih berfokus pada efek stevia pada gula darah dengan menyertakan pemeriksaan profil lipid sebagai tambahan. Hasil penelitian yang masih kontroversial tentang pengaruh daun stevia terhadap profil lipid membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemberian ekstrak daun stevia dalam mencegah dislipidemia, mengingat fungsinya yang luas bagi kesehatan dan bagi anti aging medicine.

Penelitian ini dilakukan pada tikus dengan pertimbangan sudah ada konversi dosis tikus ke manusia yang rasional, dan untuk memudahkan pengendalian faktor-faktor seperti umur, aktivitas fisik, diet, obat-obatan/suplemen dan juga faktor-faktor genetik dan keturunan.


(28)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah ekstrak etanol daun stevia rebaudiana dengan dosis 300mg/kgBB secara oral mencegah peningkatan kadar kolesterol total pada tikus wistar jantan yang diberikan diet tinggi kolesterol?

2. Apakah ekstrak etanol daun stevia rebaudiana dengan dosis 300mg/kgBB secara oral mencegah peningkatan kadar LDL kolesterol pada tikus wistar jantan yang diberikan diet tinggi kolesterol?

3. Apakah ekstrak etanol daun stevia rebaudiana dengan dosis 300mg/kgBB secara oral mencegah peningkatan kadar trigliserida pada tikus wistar jantan yang diberikan diet tinggi kolesterol?

4. Apakah ekstrak etanol daun stevia rebaudiana dengan dosis 300mg/kgBB secara oral mencegah penurunan kadar HDL kolesterol pada tikus wistar jantan yang diberikan diet tinggi kolesterol?

1.3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini ialah untuk membuktikan pemberian ekstrak etanol daun stevia rebaudiana mencegah dislipidemia pada tikus wistar jantan yang diberikan diet tinggi kolesterol.


(29)

I.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Membuktikan pemberian ekstrak etanol daun stevia rebaudiana dengan dosis

300mg/kgBB secara oral mencegah peningkatan kadar kolesterol total pada tikus wistar jantan yang diberikan diet tinggi kolesterol.

2. Membuktikan pemberian ekstrak etanol daun stevia rebaudiana dengan dosis 300mg/kgBB secara oral mencegah peningkatan kadar LDL kolesterol pada tikus wistar jantan yang diberikan diet tinggi kolesterol.

3. Membuktikan pemberian ekstrak etanol daun stevia rebaudiana dengan dosis 300mg/kgBB secara oral mencegah peningkatan kadar trigliserida pada tikus wistar jantan yang diberikan diet tinggi kolesterol.

4. Membuktikan pemberian ekstrak etanol daun stevia rebaudiana dengan dosis 300mg/kgBB secara oral mencegah penurunan kadar HDL kolesterol pada tikus wistar jantan yang diberikan diet tinggi kolesterol.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Ilmiah

Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmiah tentang penggunaan ekstrak etanol daun stevia rebaudiana oral dalam mencegah dislipidemia. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar dan acuan untuk penelitian selanjutnya.


(30)

1.4.2. Manfaat Aplikasi

Karena ekstrak etanol daun stevia mencegah dislipidemia maka hasil penelitian dapat disosialisasikan kepada masyarakat sebagai alternatif pencegahan dislipidemia. Mendukung pengembangan penelitian untuk menggunakan bahan-bahan natural dalam pencegahan dan pengobatan dislipidemia dalam usaha untuk memperlambat penuaan.


(31)

12 2.1. Lipid

Lipid adalah senyawa yang terdiri dari karbon dan hydrogen yang mempunyai sifat umum tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut bipolar. Kelompok lipid mencakup lemak, minyak, malam (wax), dan senyawa-senyawa lainnya (Mayes, 2003a).

Lemak disebut juga lipid, adalah suatu zat yang kaya energy, berfungsi sebagai sumber energy yang utama dalam proses metabolisme tubuh. Lemak yang beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati, yang bisa disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai cadangan energi (Guyton dan Hall, 2007).

Lipid dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

1. Lipid sederhana yaitu senyawa ester asam lemak dengan berbagai alcohol, termasuk di dalamnya lemak dan malam (wax)

2. Lipid kompleks yaitu asam lemak yang mengandung gugus lain selain alcohol dan asam lemak. Dapat dikelompokkan lagi menjadi fosfolipid, glikolipid dan lipid kompleks lainnya, lipoprotein termasuk dalam kelompok ini.

3. Prekursor dan derivate lipid, bentuk ini mencakup asam lemak, gliserol, steroid, senyawa alcohol disamping gliserol serta sterol, aldehid lemak, badan keton, hidrokarbon, vitamin larut lemak serta berbagai hormon (Mayes, 2003a).


(32)

2.1.1. Metabolisme Lipid

Lipid dari intestinal akan diangkut oleh lipoprotein sebagai kilomikron dan dari hati sebagai VLDL, untuk kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh untuk dioksidasi dan ke jaringan adiposa untuk penyimpanan. Kemudian lipid dari jaringan adiposa akan diangkut sebagai asam lemak bebas yang terikat dengan albumin serum (Mayes, 2003b).

Di dalam sel-sel hati dan jaringan adiposa, kilomikron segera dipecah menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam-asam lemak dan gliserol tersebut, dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida. Proses pembentukan trigliserida ini dinamakan esterifikasi. Sewaktu-waktu jika kita membutuhkan energi dari lemak, trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel untuk dioksidasi menjadi energi. Proses pemecahan lemak jaringan ini dinamakan lipolisis (Guyton dan Hall 2007).

Asam lemak tersebut ditransportasikan oleh albumin ke jaringan yang memerlukan dan disebut sebagai asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Tidak semua asam lemak bebas berasal melalui lipolisis, dan digunakan sebagai energi. Asam lemak bebas yang tidak dioksidasi akan mengalami reesterifikasi menjadi trigleserida didalam jaringan adiposa maupun hepar atau disimpan intramuskular (Guyton dan Hall 2007).

Asam lemak bebas yang digunakan untuk energi diaktifkan oleh enzim asil-KoA sintetase (tiokinase), kemudian dibawa ke dalam mitokondria dengan diubah


(33)

oleh CPT (Carnitine Palmitoyl Transferase) I menjadi asilkarnitin, kemudian CPT II mengubah kembali asilkarnitin menjadi KoA dengan melepaskan karnitin. Asil-KoA mengalami oksidasi β menjadi asetil-KoA. Asetil-KoA masuk ke dalam siklus asam sitrat untuk menghasilkan energi. Di sisi lain, jika kebutuhan energi sudah mencukupi, asetil KoA dapat mengalami lipogenesis menjadi asam lemak dan selanjutnya dapat disimpan kembali sebagai trigliserida (Guyton dan Hall 2007; Mayes, 2003d).

Langkah-langkah masuknya asil KoA ke dalam mitokondria dijelaskan sebagai berikut (Kathleen et al., 2006):

1. Asam lemak bebas (FFA) diaktifkan menjadi asil-KoA dengan dikatalisir oleh enzim tiokinase.

2. Setelah menjadi bentuk aktif, asil-KoA dikonversikan oleh enzim karnitin palmitoil transferase I (CPT I) yang terdapat pada membran eksterna mitokondria menjadi asil karnitin. Setelah menjadi asil karnitin, barulah senyawa tersebut bisa menembus membran interna mitokondria.

3. Pada membran interna mitokondria terdapat enzim karnitin asil karnitin translokase yang bertindak sebagai pengangkut asil karnitin ke dalam dan karnitin keluar.

4. Asil karnitin yang masuk ke dalam mitokondria selanjutnya bereaksi dengan KoA (Ko-enzim A) dengan dikatalisir oleh enzim karnitin palmitoil transferase II (CPT II) yang ada di membran interna mitokondria menjadi Asil KoA dan karnitin dibebaskan.


(34)

5. Asil KoA yang sudah berada dalam mitokondria ini selanjutnya masuk dalam

proses oksidasi β.

Asetil-KoA yang dihasilkan oleh oksidasi β ini selanjutnya akan masuk siklus asam sitrat. Sebagian dari Asetil KoA mengalami kolesterogenesis menjadi kolesterol. Selanjutnya kolesterol mengalami steroidogenesis membentuk steroid. Asetil KoA sebagai hasil oksidasi asam lemak juga berpotensi menghasilkan badan-badan keton (aseto asetat, hidroksi butirat dan aseton). Proses ini dinamakan ketogenesis (Guyton dan Hall, 2007).

Gambar 2.1. Ikhtisar Metabolisme Lemak

Kolesterol

Aseto asetat

hidroksi butirat Aseton Steroid Steroidogenesis Kolesterogenesis Ketogenesis Diet Lemak Karbohidrat Protein Asam lemak Trigliserida Asetil-KoA Esterifikasi Lipolisis

Lipogenesis Oksidasi beta

Siklus asam sitrat

ATP

CO2

H2O + ATP Gliserol


(35)

2.1.1.1 Oksidasi Asam Lemak (Oksidasi β)

Asam lemak bebas dioksidasi di mitokondria untuk memperoleh energi dalam

proses oksidasi β. Pada oksidasi β, asam lemak bebas masuk ke dalam rangkaian

siklus dengan 4 tahapan proses dan pada setiap proses, 2 atom C diangkat dengan hasil akhir berupa asetil KoA. Selanjutnya asetil KoA masuk ke dalam siklus asam sitrat (Kathleen et al., 2006).

Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut (Kathleen et al., 2006) : 1. Reaksi pertama adalah reaksi pembentukan enoil KoA dengan cara oksidasi.

Enzim asil KoA dehidrogenase berperan sebagai katalis dalam reaksi ini. Koenzim yang dibutuhkan dalam reaksi ini adalah FAD yang berperan sebagai akseptor hidrogen. Dua molekul ATP dibentuk untuk tiap pasang elektron yang ditransportasikan dari molekul FADH2 melalui sistem transport elektron.

2. Pada reaksi kedua, enzim enoil KoA hidratase merupakan katalis yang menghasilkan L-hidroksiasil KoA. Reaksi ini ialah reaksi hidrasi terhadap ikatan rangkap antara C-2 dan C-3.

3. Reaksi ketiga adalah reaksi oksidasi yang mengubah hidroksiasil koenzim A menjadi ketoasil koenzim A. Enzim L-hidrokdiasil koenzim A dehidrogenase melibatkan NAD yang direduksi menjadi NADH.

4. Tahap keempat adalah reaksi pemecahan ikatan C-C, sehingga menghasilkan asetil koenzim A dan asil koenzim A yang mempunyai jumlah atom C dua buah lebih pendek dari molekul semula.


(36)

Asil KoA yang terbentuk pada reaksi tahap 4, mengalami metabolisme lebih lanjut melalui reaksi tahap 1 hingga tahap 4 dan demikian seterusnya sampai rantai C pada asam lemak bebas terpecah menjadi molekul-molekul asetil KoA yang mengandung 2 atom C dan asil-KoA yang telah kehilangan 2 atom C. Demikian seterusnya hingga hasil yang terakhir adalah 2 asetil-KoA. Asetil-KoA yang

dihasilkan oleh oksidasi β ini kemudian akan masuk siklus asam sitrat (Kathleen et al., 2006; Guyton dan Hall, 2007).

Sebagian dari asetil-KoA akan berubah menjadi asetoasetat, selanjutnya asetoasetat berubah menjadi hidroksi butirat dan aseton atau badan-badan keton, proses ini dinamakan ketogenesis. Sebagian lain dari asetil KoA dapat diubah menjadi kolesterol melalui proses kolesterogenesis yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk disintetik menjadi steroid melalui proses steroidogenesis (Guyton dan Hall, 2008).


(37)

Gambar 2.2.Lintasan Ketogenesis di Hati (Dikutip dari : Guyton dan Hall, 2008).

2.1.1.2. Biosintesis Kolesterol

Pada hakekatnya semua jaringan tubuh yang mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol. Banyak faktor mempengaruhi keseimbangan kolesterol dalam jaringan. Peningkatan terjadi akibat ambilan lipoprotein yang mengandung kolesterol oleh reseptor, ambilan kolesterol bebas dari lipoprotein yang kaya kolesterol ke membrane sel, sinstesis kolesterol dan hidrolosis ester kolesteril oleh enzim ester kolesteril hidrolase. Penurunan terjadi akibat aliran keluar kolesterol dari membrane sel ke lipoprotein yang potensial kolesterolnya rendah, esterifikasi


(38)

kolesterol oleh enzim asil ko-A transferase dan penggunaan kolesterol untuk sintesis senyawa steroid lainnya di hati (Mayes, 2003c).

Struktur dasar kolesterol adalah inti sterol. Inti sterol seluruhnya dibentuk dari molekul asetil-KoA. Selanjutnya, inti sterol dapat dimodifikasi dengan berbagai rantai samping untuk membentuk kolesterol, asam kolat (merupakan dasar dari asam empedu yang dibentuk di hati), dan beberapa hormon steroid penting yang diskresi oleh korteks adrenal, ovarium dan testis (Guyton dan Hall, 2008).

Terdapat lima tahapan utama dalam biosintesis kolesterol yaitu (Mayes, 2003c):

1. Konversi asetil-KoA menjadi 3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA (HMG KoA) dan mevalonat

2. Fosforilasi mevalonat menjadi molekul isoprenoid aktif yaitu isopentenil difosfat bersamaan dengan hilangnya CO2.

3. Pembentukan skualen dari 6 unit isoprenoid. 4. Konversi squalene menjadi lanosterol 5. Konversi lanosterol menjadi kolesterol.


(39)

Gambar 2.3. Tahapan Biosintesis Kolesterol

Sintetis kolesterol melibatkan banyak enzim yaitu asetoasetil-KoA sintetase (thiolase), HMG KoA sintase, HMG KoA reduktase, mevalonat kinase, difosfomevalonat kinase, difosfomevalonat dekarboksilase, isopentenil-difosfat isomerase, cis-prenil transferase, squalene sintetase, squalene eposkisdase, oksidoskualen lanosterol siklase, isomerase dan skualen reduktase (Mayes, 2003c; Guyton dan Hall, 2008).

2.1.2. Transpor Lipid

Lemak yang diserap dari makanan dan lipid yang diproduksi oleh hati dan jaringan adipose, harus diangkut ke berbagai jaringan dan organ tubuh untuk digunakan dan disimpan. Karena lipid tidak larut air maka untuk pengangkutannya


(40)

dalam plasma darah, senyawa lipid non polar harus dikaitkan dengan lipid amfipatik dan protein untuk membentuk lipoprotein yang bisa bercampur dengan air (Mayes, 2003b).

Lemak dalam darah diangkut dengan dua cara, yaitu melalui jalur eksogen dan jalur endogen (Rader dan Hobbs, 2014).

1. Jalur eksogen

Trigliserida yang berasal dari makanan akan dihidrolisa oleh enzim lipase di lumen usus kemudian diemulsifikasikan oleh asam empedu membentuk misel. Asam lemak rantai panjang bergabung membentuk trigeliserida dan dikemas dengan apo B-48, ester kolesterol, ester retinil, fosfolipid, dan kolesterol membentuk kilomikron. Kilomikron yang baru terbentuk disekresikan ke dalam limfe intestinal dan masuk ke sirkulasi melalui duktus torasikus, diproses di jaringan perifer kemudian masuk ke hati.

Kilomikron akan bertemu dengan lipoprotein lipase (LPL) yang melekat di dinding endotel kapiler jaringan adipose, jantung dan otot skeletal. Trigliserid yang ada pada kilomikron akan dihidrolisa oleh LPL dan asam lemak bebas dilepaskan. Asam lemak ini akan diambil oleh jaringan adipose atau miosit dan dapat juga dioksidasi untuk menghasilkan energy ataupun mengalami reesterisfikasi dan disimpan sebagai trigliserid. Apolipoprotein pada pada permukaan kilomikron akan ditransfer ke HDL, menghasilkan kilomikron remnant. Kilomikron remnant kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh hati melalui proses yang memerlukan apoE sebagai ligan untuk reseptor di hati.


(41)

2. Jalur endogen

Jalur endogen dari metabolisme lipoprotein mengacu pada sekresi lipoprotein yang mengandung apoB dari hati dan metabolisme partikel kaya trigliserid ini di jaringan perifer.

Partikel VLDL menyerupai kilomikron pada komposisi proteinnya namun ia mengandung apoB-100 dan memiliki perbandingan kolesterol terhadap trigliserid yang lebih tinggi. Setelah disekresikan ke plasma VLDL memperoleh banyak apoE dan apoC dari HDL, trigliserid dari VLDL kemudian dihidrolisa oleh LPL, terutama di otot, jantung, dan jaringan adipose. Setelah VLDL remnant terpisah dari LPL, mereka disebut dengan IDL yang mengandung jumlah kolesterol dan trigliserid dalam jumlah yang hampir sama. Hati akan mengeluarkan 40-60% IDL dengan endositosis yang dimediasi oleh reseptor LDL melalui ikatannya dengan apoE. IDL yang tersisa akan diremodeling oleh hepatic lipase untuk membentuk LDL. Selama proses ini, hampir semua trigliserid telah terhidrolisis dan semua apolipoporotein telah ditransfer ke lipoprotein lain, kecuali apoB-100.

Kolesterol dalam LDL mencakup lebih dari separuh dari total kolesterol plasma pada sebagian besar orang. Sekitar 70% LDL di sirkulasi dibersihkan melalui endositosis yang dimediasi LDL reseptor di hati

2.1.3. Kolesterol

Kolesterol adalah konstituen mayor dari membran sel pada sel hewan. Tubuh dapat mencukupi kebutuhan kolesterol harian dengan mensintesisnya sendiri. Dengan diet campuran hanya setengah dari kolesterol berasal dari biosíntesis endogen di usus,


(42)

kulit dan sebagian besar di hati (50%); sisanya berasal dari makanan (makanan yang dikonsumsi) (Koolman dan Roehm, 2015).

Kolesterol merupakan zat esensial dalam tubuh yang menyusun membran, struktur selaput sel dan merupakan komponen utama sel otak plasma. Kolesterol adalah jenis lemak yang paling dikenal oleh masyarakat dan merupakan bahan perantara untuk pembentukan sejumlah komponen penting seperti vitamin D untuk membentuk dan mempertahankan tulang yang sehat, hormon seks (contohnya Estrogen dan Testosteron) dan asam empedu untuk fungsi pencernaan (Mark et al., 2000).

Kolesterol terdapat dalam diet semua orang, dan dapat diabsorbsi dengan lambat dari saluran pencernaan ke dalam saluran limfe , secara spesifik mampu membentuk ester dengan asam lemak. Hampir 70% kolesterol dalam lipoprotein plasma berada dalam bentuk ester kolesterol (Guyton dan Hall, 2007).

Kolesterol bebas di dalam sirkulasi diangkut oleh lipoprotein. Ester kolesteril merupakan bentuk penyimpanan kolesterol yang ditemukan pada sebagian besar jaringan tubuh. LDL merupakan perantara ambilan kolesterol dan ester kolesteril ke dalam banyak jaringan. Kolesterol bebas dikeluarkan dari jaringan oleh HDL kemudian diangkut ke hati untuk dikonversi menjadi asam empedu, proses ini dikenal dengan nama pengangkutan balik kolesterol (reverse cholesterol transport) (Mayes, 2003c).

Kolesterol adalah substansi menyerupai lemak yang berada di membrane sel dan merupakan precursor dari asam empedu dan hormone steroid. Kolesterol beredar


(43)

dalam darah dalam bentuk partikel yang mengandung lipid dan protein (Lipoprotein). Terdapat 3 kelas utama dari lipoprotein yang ditemukan dalam darah yaitu low density lipoproteins (LDL), high density lipoproteins (HDL), dan very low density lipoproteins (VLDL). Kelas lipoprotein lainnya, intermediate density lipoprotein (IDL), terletak antara VLDL dan LDL, dalam praktis klinis termasuk dalam perhitungan LDL (Grundy. et al., 2002).

Gambar 2.4. Struktur Dasar Kolesterol (Mayes, 2003c)

2.1.4. Lipoprotein

Lipid diangkut di dalam plasma sebagai lipoprotein. Lipoprotein terdiri dari inti lipid hidrofobik (trigliserid dan ester kolesteril) yang dikelilingi oleh lipid hidrofilik (fosfolipid, kolesterol tidak teresterifikasi) dan protein yang berinteraksi dengan cairan tubuh. Disamping itu terdapat juga asam lemak bebas dalam jumlah yang jauh lebih sedikit, yang kini dikenal sebagai lipid plasma yang paling aktif secara metabolic (Mayes, 2003b; Rader dan Hobbs, 2014).


(44)

Empat kelas lipoprotein plasma yang telah diidentifikasikan ialah (Mayes, 2003b):

1. Kilomikron

Kilomikron berasal dari penyerapan triasilgliserol di usus, berfungsi sebagai alat transportasi lemak dari usus ke jaringan lain, kecuali ginjal

2. VLDL (very low - density lypoproteins)

VLDL berasal dari hati untuk mengeluarkan triasilgliserol dengan mengikatnya di dalam hati dan mengangkutnya menuju jaringan lemak

3. LDL (low - density lypoproteins)

LDL merupakan tahap akhir katabolisme VLDL, berperan mengangkut kolesterol ke jaringan perifer

4. HDL (high - density lypoproteins)

HDL mengikat kolesterol plasma dan mengangkut kolesterol ke hati, juga berperan dalam metabolism VLDL dan kilomikron.


(45)

Keterangan :

A = Protein C = Kolesterol

B = Trigeliserida D = Fosfolipid

Gambar 2.5. Jenis-Jenis Lipoprotein dalam Darah (Rader and Hobbs, 2005 )

2.1.5. Trigliserida

Sebagian besar lemak dan minyak di alam terdiri atas 98-99% trigliserida. Trigliserida adalah suatu ester gliserol. Trigliserida terbentuk dari 3 asam lemak dan gliserol. Apabila terdapat satu asam lemak dalam ikatan dengan gliserol maka dinamakan monogliserida. Fungsi utama trigliserida adalah sebagai zat energi. Lemak disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida. Apabila sel membutuhkan energi, enzim lipase dalam sel lemak akan memecah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah. Oleh sel-sel yang membutuhkan


(46)

komponen-komponen tersebut kemudian dibakar dan menghasilkan energi, karbondioksida (CO2), dan air (H2O) (Lichtenstein dan Jones, 2001).

2.1.6. Low Density Lipoprotein (LDL)

LDL kolesterol meliputi 60–70% dari total serum kolesterol. LDL mengandung apolipoprotein tunggal yaitu apo B-100 (Apo B). LDL merupakan lipoprotein aterogenik yang utama dan telah diidentifikasikan sebagai target utama dalam terapi penurunan kolesterol, penelitian menunjukkan efikasi bahwa penurunan LDL kolesterol akan menurunkan risiko penyakit jantung koroner (Grundy, et al., 2002).

Lipoprotein densitas rendah (LDL) berfungsi membawa kolesterol dari hepar ke jaringan perifer termasuk ke sel otot jantung, pembuluh darah, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya (untuk sintetik membran plasma dan hormon steroid). Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak 10 persen dan kolesterol 60 persen. Kadar LDL plasma tergantung dari banyak faktor termasuk kolesterol dalam makanan, asupan lemak jenuh, kecepatan produksi dan eliminasi LDL. Bila kita makan banyak lemak jenuh atau bahan makanan yang kaya akan kolesterol, maka kadar LDL dalam darah kita tinggi. Kelebihan LDL akan berada dalam darah dengan risiko penumpukan atau pengendapan kolesterol LDL pada dinding pembuluh darah arteri yang diikuti dengan terjadinya aterosklerosis. Oleh karena sifat di atas, maka LDL disebut kolesterol yang aterogenik (Metchinson dan Ball, 2004).


(47)

2.1.7. High Density Lipoprotein (HDL)

HDL berasal dari hati, ia mengembalikan kolesterol yang terbentuk secara berlebihan di jaringan dan dinding pembuluh darah kembali ke hati. Selama ditranspor, kolesterol diasilasi oleh lechitin cholesterol acytransferase (LCAT). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi atau lebih berat sehingga mampu membawa kelebihan kolesterol jahat di pembuluh arteri untuk diproses dan dibuang. Ester kolesterol yang terbentuk tidak lagi bersifat amfipatik dan dapat ditransfer ke inti lipoprotein. HDL juga mendukung perubahan VLDL dan kilomikron dengan bertukar lipid dan apoprotein dengan mereka. .. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan mencegah terjadinya atherosklerosis (Mark et al., 2000; Koolman dan Roehm, 2005).

HDL biasanya mencakup 20-30% dari total serum kolesterol. Apolipoprotein mayor dari HDL adalah apo A-I dan apo A-II. Level HDL kolesterol berbanding terbalik dengan risiko penyakit jantung koroner. Beberapa bukti bahkan menunjukkan bahwa HDL melindungi dari perkembangan ateroklerosis, walaupun HDL yang rendah dapat juga mencerminkan adanya faktor aterogenik lain (Grundy, et al., 2002).

2.1.8. Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Intermediate Density Lipoprotein (IDL)

Sebenarnya VLDL, IDL, dan LDL mirip satu sama lain. VLDL mentranspor triasilgliserol, kolesterol dan fosfolipid ke jaringan lain. Seperti kilomikron, mereka dikonversi menjadi IDL dan LDL oleh lipoprotein lipase. Proses ini juga distimulasi


(48)

oleh HDL. Sel yang memerlukan kolesterol mengikat LDL melalui interaksi antara reseptor LDL dengan ApoB-100, kemudian mengambil partikel secara keseluruhan melalui endositosis yang dimediasi oleh reseptor (Koolman dan Roehm, 2005).

VLDL adalah lipoprotein yang kaya trigliserid, meliputi 10-15% dari total serum kolesterol. Apolipoprotein utamanya dalah apo B-100, apo Cs (C-I, C-II, dan C-III) dan apo E. VLDL diproduksi di hati dan merupakan precursor dari LDL. Beberapa bentuk dari VLDL, terutama VLDL remnant, mendukung terjadinya aterosklerosis =, seperti LDL. VLDL remnant terdiri dari VLDL yang terdegradasi dan kaya ester kolesterol. SebenarnyaIDL termasuk dalam lipoprotein remnant, walaupun dalam prakti sklinis ia termasuk dalam fraksi LDL (Grundy. et al., 2002). 2.2. Dislipidemia

Dislipidemia sebagai faktor risiko dari penyakit jantung koroner, dimanifestasikan oleh peningkatan atau penurunan konsentrasi lipoprotein plasma (Fakhrzadeh dan Tabatabaei, 2012). Dislipidemia adalah tingginya level lipid yang diangkut oleh lipoprotein dalam darah (kolesterol, trigliserida ataupun keduanya), termasuk di dalamnya hiperlipoproteinemia (hiperlipidemia) yang mengacu pada tingginya total kolesterol, LDL kolesterol ataupun trigliserida dan juga rendahnya HDL kolesterol (Goldberg, 2015).

Secara umum dislipidemia didefinisikan sebagai level total kolesterol, LDL kolesterol, trigeliserida, apoB dan Lp(a) di atas persentil 90 ataupun HDL kolesterol dan ApoA dibawah persentil 10 dari populasi (Fakhrzadeh dan Tabatabaei, 2012). Dislipidemia juga didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang ditandai


(49)

dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total , kolesterol LDL, trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL (Muray,1991).

Tidak ada batasan yang jelas antara tingkat lipid normal dan abnormal karena pengukuran lipid adalah kontinyu. Sehingga, tidak ada definisi numerik dislipidemia, hubungan linear antara kadar lipid dan risiko kardiovaskular yang menentukan kadar lipid yang memerlukan pengobatan (Goldberg, 2015).

Dislipidemia dapat dibagi menjadi dua, yaitu dislipidemia primer dan sekunder. Dislipidemia primer biasanya perubahan level lipoprotein terkait dengan kondisi genetik sedangkan pada dislipidemia sekunder perubahan level lipoprotein terkait dengan penyakit lainnya, seperti obesitas, diabetes, penyakit tiroid, penyakit ginjal, penyakit hati dan konsumsi alkohol, estrogen ataupun pemakaian obat-obatan (Rader dan Hobbs, 2014).

2.2.1 Etiologi Dislipidemia

Penyebab primer (genetik) dan sekunder (gaya hidup dan lainnya) berkontribusi terhadap terjadinya dislipidemia dalam berbagai tingkatan. Contohnya familial combined hyperlipidemia hanya akan berekspresi dengan adanya penyebab sekunder yang signifikan (Goldberg, 2015).

1. Penyebab Primer

Ialah mutasi gen tunggal atau multipel yang menghasilkan overproduksi ataupun defek pada pembersihan trigliserida dan LDL kolesterol, ataupun underproduksi


(50)

atau pembersihan yang berlebihan dari HDL kolesterol. Yaitu kelainan penyakit genetik dan bawaan yang dapat menyebabkan kelainan kadar lipid dalam darah. 2. Penyebab Sekunder

Penyebab sekunder berkontribusi besar terhadap banyak kasus dislipidemia pada orang dewasa. Penyebab sekunder terpenting di negara yang berkembang adalah gaya hidup sedentari dengan asupan makanan berlebihan dari lemak jenuh, kolesterol dan lemak trans. Penyebab sekunder lainnya meliputi diabetes mellitus, penggunaan alkohol yang berlebihan, penyakit ginjal kronik, hipotiroidisme, sirosis bilier primer atau penyakit hati lainnya, dan penggunaan obat-obatan (contohnya: thiazide, β-blockers, retinoid, antiretroviral, siklosporin, takrolimus, estrogen dan progestin dan glukokortikoid)

Diabetes merupakan penyebab sekunder yang signifikan karena pasien cenderung memiliki kombinasi kolesterol aterogenik dengan tingginya trigliserida dan small dense LDL kolesterol, dan rendahnya HDL kolesterol (Dislipidemia diabetes). Hal ini dikarenakan konsekuensi dari adanya obesitas, control diabetes yang buruk ataupun keduanya yang dapat menyebabkan peningkatan asam lemak bebas (FFA), yang menyebabkan peningkatan produksi VLDL. VLDL yang tinggi trigliserida kemudian akan mentransfer trigliserida dan kolesterol ke LDL kolsterol sehingga terbentuk small dense LDL kolesterol yang kaya trigliderida dan pembersihan HDL kolesterol. Dislipidemia diabetes biasanya muncul karena adanya peningkatan asupan kalori dan inaktifitas fisik (Goldberg, 2015).


(51)

2.2.2. Diagnosis Dislipidemia

Langkah pertama dalam menangani kelainan lipid adalah menentukan kelas lipoprotein yang meningkat atau menurun pada pasien. Dislipidemia pada umumnya tidak memberikan gejala namun dapat menyebabkan penyakit vascular seperti, penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit arteri perifer (Rader dan Hobbs, 2014; Goldberg, 2015).

Pedoman skrining oleh Grundy, et al (NCEP-ATP III [Adult Treatment Panel]) untuk abnormalitas lipid merekomendasikan bahwa skrining harus dilakukan paling tidak sekali dalam 5 tahun pada usia diatas 20 tahun. Individu tanpa riwayat penyakit jantung koroner dengan level kolesterol yang memuaskan (<160mg/dL pada individu dengan 0-1 faktor risiko dan <130mg/dL pada individu dengan 2 atau lebih faktor risiko) dapat melakukan skrining ulang dalam 5 tahun. Namun pasien dengan kolesterol di ambang batas tinggi harus melakukan skrining ulang dalam 1-2 tahun. Level memuaskan LDL kolesterol pada penderita penyakit jantung koroner atau yang memiliki risiko ekuivalennya adalah dibawah 100mg/dL, risiko ekuivalen tersebut meliputi penyakit arteri carotid dengan gejala, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominal dan diabetes mellitus (Rosenson, 2012).


(52)

Tabel 2.1.

Klasifikasi total kolesterol dan LDL kolesterol berdasarkan ATP III

Total kolesterol (mg/dL) LDL kolesterol (mg/dL)

<100 Optimal

<200 Desireable 100-129 Near optimal

200-239 Borderline high 130-159 Borderline high

> 240 High 160-189 High

>190 Very high

Tabel 2.2.

Klasifikasi serum trigliserida berdasarkan ATP III

Katagori trigliserida Level

Normal <150mg/dL

Borderline high 150-199 mg/dL

High 200-499 mg/dL

Very high >500 mg/dL

Tabel 2.3.

Klasifikasi HDL kolesterol berdasarkan ATP III

Katagori

Low HDL <40mg/dL

High HDL >60mg/dL


(53)

2.2.3. Penanganan Dislipidemia

Gol dari terapi modifikasi lipid adalah pencegahan terjadinya penyakit kardiovaskular aterosklerotik dan komplikasinya. LDL kolesterol merupakan target utama terapi dislipidemia, hal ini dikarenakan peningkatan LDL kolesterol merupakan faktor risiko kuat terjadinya penyakit jantung koroner. Penelitian juga menunjukkan bahwa LDL kolesterol merupakan lipoprotein aterogenik yang paling banyak, peran LDL kolesterol dalam aterogenesis terbukti pada kelainan genetik dimana LDL kolesterol meningkat tajam tanpa adanya faktor risiko lain (Grundy, et al., 2002; Rader dan Hobbs, 2014).

Terapi untuk menurunkan lipid memegang peranan penting dalam pencegahan primer dan sekunder dari penyakit kardiovascular. Penilaian terhadap risiko absolute, pengobatan faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan optimalisasi gaya hidup, terutama diet dan olah raga, adalah pusat dari penanganan semua kasus. Pasien dengan risiko absolute kardiovaskular yang tinggilah yang akan mendapatkan keuntungan terbesar dengan pengobatan. Pasien dengan risiko tinggi harus mencapai HDL kolesterol >38mg/dL, trigliserida<180mg/dL dan LDL kolesterol < 76mg/dL. Secara umum total kolesterol harus dibawah 190mg/dL selama terapi dan <150mg/dL pada pasien dengan risiko tinggi ataupun untuk pencegahan sekunder dari penyakit kardiovaskular (Field et al., 2006).

ATP III merekomendasikan LDL kolesterol sebagai target terapi, gol untuk masing-masing kategori risiko ialah (Grundy, et al., 2002):


(54)

Tabel 2.4.

Target terapi LDL kolesterol menurut ATP III

Level risiko Gol LDL kolesterol

CHD dan CHD risk equivalent < 100mg/dL

Multiple (2+) risk factor <130 mg/dL

0-1 risk factor <160mg/dL

Penanganan dislipidemia dibagi 2 yaitu terapi non farmakologi dan terapi farmakologi (Grundy, 2006,; Field et al., 2006; Rader dan Hobbs, 2012).

A. Terapi Non Farmakologi dapat dilakukan dengan : 1. Melakukan terapi diet.

Modifikasi diet merupakan komponen penting dalam penanganan dislipidemia. Terapi diet bertujuan untuk menurunkan asupan lemak total, asam lemak jenuh, dan kolesterol secara progresif dan untuk mencapai berat badan yang diinginkan. Pasien dengan peningkatan LDL kolesterol harus melakukan restriksi diet lemak jenuh dan kolesterol. Pada pasien dengan hipertrigliserida asupan karbohidrat sederhana harus dibatasi dan pada hipertrigliserida yang berat, restriksi total asupan lemak sangat kritis. Diet kolesterol dan asam lemak jenuh memicu penurunan pengeluaran LDL di hati.

Respon terhadap diet biasanya mulai terlihat hasilnya setelah 3-4 minggu dan penyesuaian diet perlu dilakukan secara gradual. Penurunan berat badan,


(55)

bahakan yang minimal, akan menurunkan risiko kardiovaskular, terutama pada pasien dengan obesitas.

2. Perbaikan gaya hidup (Therapeutic Lifestyle Change).

Komponen-komponen Therapeutic Lifestyle Change (TLC) meliputi pengurangan asupan-asupan dari kolesterol dan asam lemak jenuh, pemilihan makanan yang berhubungan dengan aturan makan untuk mengurangi LDL seperti stanol dan sterol serta peningkatan masukan serat yang dapat larut, penurunan berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik.

Penurunan berat badan, bahkan yang minimal, akan menurunkan risiko kardiovaskular, terutama pada pasien dengan obesitas. Level trigliserida dan LDL kolesterol cenderung turun dan HDL kolesterol cenderung meningkat pada penderita obesitas yang mengalami penurunan berat badan.

Terapi non farmakologi ini hendaknya menjadi terapi utama untuk dislipidemia, kecuali untuk pasien dengan hiperkolesterolemia familial (secara bawaan/genetik mempunyai kelainan metabolisme lipoprotein/kolesterol) atau hiperlipidemia gabungan yang bersifat familial, yaitu penanganan terapinya dengan pengaturan makanan dan terapi dengan obat dimulai secara bersamaan (Grundy, 2006).

B. Terapi Farmakologi

Keputusan untuk menggunakan obat-obatan tergantung pada risiko kardiovaskular yang dimiliki. Terapi hiperkolesterolemia pada penderita penyakit


(56)

kardivaskular dan bahkan pada pasien dengan risiko kardiovaskular sangatlah menguntungkan (Grundy, et al., 2002).

Obat antidislipidemik adalah obat yang ditujukan untuk menurunkan/meningkatkan kadar lipid/lemak di dalam darah/plasma. Pemberian obat antidislipidemik dapat diberikan dalam menangani kasus dislipidemia apabila dengan terapi diet dan olah raga kondisi pasien tidak responsive (Illingworth, 2002).

Efek terapi farmakologi dapat diperiksa setelah 6 minggu (12 minggu untuk fibrat). Pada pemeriksaan ulang perlu dievaluasi efek samping yang timbul, respon penurunan lipid, level creatinin kinase dan fungsi hati (Field et al., 2006).

Obat antidislipidemik yang beredar di Indonesia dapat dibagi sebagai berikut (Grundy, 2006; Rader dan Hobbs, 2012):

1. Penghambat HMG-KoA Reduktase (3 Hidroksi 3 Metil Glutaril Ko - Enzim A Reduktase Inhibitor).

Statin yang merupakan obat pilihan utama pada terapi dislipidemia. HMG Ko-A adalah enzim kunci dalam biosintesis kolesterol. Golongan obat ini menghambat pembentukan kolesterol dengan cara menghambat kerja enzim HMG KoA reduktase yang ada di jaringan hati yang memproduksi mevalonate, molekul kecil yang digunakan untuk mensintesa kolesterol dan derivat mevalonat, sehingga sintesis kolesterol akan menurun. Dengan menghambat sintesis kolesterol, statin menyebabkan peningkatan aktivitas reseptor LDL hati sebagai mekanisme counter-regulatory dan akhirnya mempercepat pembersihan LDL yang ada di sirkulasi. Juga terjadi peningkatan pembersihan precursor LDL, IDL,


(57)

sehingga terjadi penurunan sekunder dari sintesis LDL kolesterol. Statin juga dapat menurunkan trigliserid tergantung pada dosis, yang biasanya proporsional dengan penurunan LDL kolesterol. Golongan ini dapat menurunkan kolesterol total, LDLkolesterol dan trigliserida, juga meningkatkan HDL (Field et al., 2006; Rader dan Hobbs, 2014).

2. Penghambat absorbsi kolesterol (Ezetimibe)

Kolesterol yang berada di intestinal adalah turunan dari diet (sekitar sepertiga) dan dari asam empedu ( sekitar dua per tiga), diserap secara aktif oleh enterosit melalui proses yang melibatkan protein NPC1L1. Ezetimibe terikat secara langsung pada protein NPC1L1 dan memblok absorbsi kolesterol dari intestinal. Ezetimibe menghambat absorbsi kolesterol sampai dengan 60%, sehingga menurunkan pengiriman sterol dari diet ke hati dan meningkatkan ekspresi reseptor LDL kolesterol hati.

3. Sekuestran Asam Empedu (Resin)

Golongan obat ini mengikat asam empedu di intestinal dan merangsang sekresinya. Untuk mempertahankan jumlah asam empedu, hati akan mengalihkan kolesterolnya untuk sintesis asam empedu. Penurunan kolesterol intraselular di hati akan menyebabkan upregulation reseptor LDL dan meningkatkan pembersihan LDL kolesterol dari sirkulasi.

4. Asam nikotinat

Asam nikotinat (nicotinic acid) atau niasin adalah vitamin B komplek yang telah digunakan sebagai agen modifikasi lipid sejak lebih dari 5 dekade. Niasin


(58)

menurunkan aliran asam lemak non-ester ke hati, yang diperkirakan menimbulkan penurunan sintesis trigliserida hati dan sekresi VLDL. Belakangan ini ditemukan adanya reseptor asam nikotinat (GPR109A) yang menekan pelepasan asam lemak non-ester oleh jaringan adipose, yang memediasi efek niasinpada supresi asam lemak non-ester.

Niasin menurunkan trigliserida dan LDL kolesterol, serta meningkatkan HDL kolesterol. Niasin adalah satu-satunya obet penurun lipid yang menurunkan Lp(a), sampai dengan 40%.

5. Turunan Asam Fibrat (Fibrat)

Turunan asam fibrat adalah agonis PPAR α, reseptor yang terlibat dalam

pengaturan metabolism lipid. Fibrat merangsang aktivitas lipoprotein lipase sehingga hidrolisis trigliserida meningkat, menurunkan sintesis ApoC-III sehingga meningkatkan pembersihan lipoprotein remnant, merangsang oksidasi beta dari asam lemak dan menurunkan VLDL kolesterol. Fibrat adalah obat yang paling efektif dalam menurunkan trigliserida dan meningkatkan HDL kolesterol secara moderat.

2.3. Diet Terkait Kolesterol

Rekomendasi diet kolesterol harian saat ini adalah di kisaran 200-300 mg per hari. Pada individu yang sehat tanpa diabetes, penyakit jantung dan hiperkolesterol rekomendasi asupan yang dianjurkan adalah di bawah 300 mg per hari, sedangkan pada individu dengan resiko tinggi rekomendasi yang disarankan adalah di bawah


(59)

200 mg. Rekomendasi asupan kolesterol oleh Institute of Medicine ialah serendah mungkin (Kanter, et al., 2012).

Tubuh dapat mencukupi kebutuhan kolesterol harian dengan mensintesisnya sendiri. Orang dewasa muda mensintesis kolesterol sekitar 1 gr per hari dan mengkonsumsi sekitar 0.3gr per hari. Dengan tambahan asupan diet, setengah dari kolesterol berasal dari biosíntesis endogen yang sebagian besar di hati, juga di usus dan kulit (50%); sisanya berasal dari makanan (makanan yang dikonsumsi). Level kolesterol dalam darah yang konstan di kisaran 150-200 mg/dL dipertahankan terutama oleh pengontrolan sintesis secara de novo. Sintesis kolesterol diatur sebagian oleh asupan kolesterol (Koolman dan Roehm, 2015; King, 2016).

Laporan terbaru dari berbagai intervensi klinis menunjukkan bahwa peningkatan asupan kolesterol menyebabkan peningkatan kolesterol LDL dan kolesterol HDL pada subyek yang responsif terhadap tantangan diet kolesterol (Sekitar 25% populasi), baik anak-anak, dewasa muda ataupun orang tua. Pada kondisi tertentu asupan kolesterol meningkatkan kolesterol HDL saja, tanpa peningkatan kolesterol LDL, seperti pada kasus intervensi penurunan berat badan, asupan satu telur per hari ataupun faktor lainnya (Kanter, et al., 2012).

Bukti epidemiologi saat ini mengindikasikan bahwa asupan kolesterol tidak meningkatkan resiko penyakit jantung pada individu yang sehat. Studi klinis menunjukkan bahwa dua per tiga atau lebih dari populasi tidak memiliki peningkatan yang bermakna setelah pemberian asupan kolesterol dalam waktu yang lama, dan mereka yang berespon akan mengalami peningkatan kolesterol HDL dan kolesterol


(60)

LDL sehingga rasio kolesterol LDL terhadap kolesterol HDL tetap terjaga (Kanter, et al., 2012).

2.4. Penuaan (Aging)

Penuaan (aging) oleh gerontologis didefinisikan sebagai penurunan struktur dan fungsi molekul, sel, jaringan, organ dan organisme secara gradual, progresif dan berbahaya yang terjadi setelah kematangan seksual tercapai. Penuaan juga didefiniskan sebagai perburukan fungsi secara umum dan progresif yang mengakibatkan hilangnya respon adaptasi terhadap stress dan berkembangnya risiko penyakit terkait penuaan (Colledge , 2006; Martin, 2014).

Penuaan merupakan proses multifaktorial dan sangat kompleks yang menyebabkan deteriorasi fungsional secara gradual. Proses ini biasanya terjadi setelah maturitas, mengarah ke disabilitas dan kematian. Bahkan bila para ilmuwan menemukan obat untuk semua penyakit degenerative kronis, usia harapan hidup hanya akan bertambah sekitar 12 tahun dan orang akan tetap meninggal akibat komplikasi proses penuaan. Tanda penuaan akan tampak setelah maturitas ketika kesehatan, kekuatan dan penampilan berada dalam kondisi terbaik. Pada beberapa tahun terakhir stress oksidatif terbukti terlibat dalam berbagai proses, penyakit dan sindrom degeneratif, bahkan mungkin termasuk faktor yang mendasari proses penuaan itu sendiri (Poljsak dan Milisav, 2013).

Terdapat banyak teori tentang terjadinya proses penuaan, Denham Harman merupakan orang yang pertama mengajukan teori penuaan terkait dengan radikal bebas pada tahun 1950an, yang meluas ke ide tentang produksi spesies oksigen


(61)

reaktif oleh mitokondria di tahun 1970an. Selain teori radikal bebas, terdapat beberapa teori penuaan, yaitu hipotesis pemendekan telomere, teori siklus sel reproduksi, teori wear and tear, teori mitohormesis, teori disposable soma dan teori-teori lainnya. Bukti menunjukkan keterkaitan semua teori-teori ini terhadap kerusakan sel merupakan konsekuensi dari paparan spesies oksigen reaktif (Poljsak dan Milisav, 2013).

Gambar 2.6. Stres Oksidatif sebagai Demoninator Mayor Teori Penuaan (Poljsak dan Milisav, 2013)

Komponen tubuh tidak dapat berkembang setelah mencapai usia dewasa, bahkan terjadi penurunan akibat proses penuaan. Pada umumnya, orang menganggap menjadi tua memang harus terjadi dan sudah ditakdirkan. Padahal terdapat banyak faktor yang menyebabkan orang mengalami proses penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit dan akhirnya kematian. Penuaan bukanlah proses intrinsic, karena penuaan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan sekitar. Walaupun gen berperan dalam proses penuaan, kontributor utama terletak pada banyaknya kerusakan random


(1)

Flavonoid, yang meningkatkan resistensi tubuh terhadap oksidasi LDL kolesterol, diyakini dapat menghambat aterosklerosis. HDL kolesterol menunjukkan aktivitas dari lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT), yang memegang peranan penting dalam metabolisme lipoprotein dan berkontribusi terhadap pengaturan lipid dalam darah. Flavonoid meningkatkan rasio HDL-C/LDL-C sehingga mempercepat pembuangan kolesterol dari jaringan perifer ke hati untuk katabolisme dan ekskresi (Chen dan Li, 2007)

Penelitian oleh Niu et al.(2015) menemukan bahwa flavonoid mencegah penghambatan adenosine monophosphate-activated protein kinase (AMPK) dan bahkan meningkatkan fosforilasi AMPK dan ACC sebanyak dua kali lipat pada hati tikus diabetes, hal yang sama ditemukan pada sel hati manusia (Hepatosit HepG2) yang terpapar glukosa yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan penurunan ACC dan lipid hepar. Pada akhirnya aktivasi AMPK akan menurunkan sintesis lipid dan meningkatkan oksidasi asam lemak.

Penelitian oleh Park dan Cha (2010) menemukan bahwa suplementasi ekstrak stevia meningkatkan ACO, PPAR α, dan level mRNA ACC di hati, sehingga meningkatkan level ACS dan CPT-I mRNA di hati. Penelitian ini menemukan bahwa ekstrak stevia menyebabkan up-regulation proses kode gen enzim pada oksidasi asam lemak di hati melalui aktivasi PPAR, sehingga didapatkan bahwa ekstrak stevia mencegah obesitas dan gejala terkait obesitas, termasuk hyperlipidemia dan penyakit kardiovaskular.


(2)

peningkatan ekspresi PPAR α di hati. PPAR bertanggung jawab dalam pengambilan, katabolisme dan homeostasis lemak di berbagai jaringan termasuk di hati. Aktivasi PPAR α dapat menurunkan toksisitas lipid melalui biogenesis mitokondrial, peningkatan oksidasi asam lemak, penurunan akumulasi diasilgliserol dan seramid pada jaringan, down-regulation komplek protein terkait adaptor 1 dan aktivasi NFkB. Efek anti-apotosis dan antiinflamasi dari isosteviol diduga turut berperan dalam perbaikan profil lipid.

PPAR α diaktivasi oleh asam lemak alami dan ligan sintetik, seperti fibrat, dan memediasi gen yang mengatur pengambilan asam lemak dan katabolisme oksidatif. Penelitian sebelumnya mengindikasikan bahwa komponen fenol dari berbagai tanaman adalah aktivator PPAR α, yang mengontrol ekspresi banyak gen yang terlibat dalam oksidasi asam lemak. Hasil penelitian menunjukkan level mRNA PPAR di hati ditemukan paling tinggi pada grup dengan suplementasi stevia. Hasil ini mengindikasikan bahwa stevia bisa jadi merupakan ligan / activator alami PPAR α, sehingga terjadi peningkatan gen yang terlibat dalam oksidasi asam lemak (Park dan Cha, 2010).

Pada studi ini juga ditemukan bahwa konsentrasi asil karnitin/ karnitin bebas meningkat di hati setelah pemberian ekstrak stevia, yang kemungkinan dikarenakan peningkatan biosintesis karnitin di hati. Karnitin mentranspor asam lemak ke mitokondria, dimana asam lemak mengalami oksidasi beta, sehingga ia memiliki peranan vital dalam mengaktifkan oksidasi asam lemak di jaringan. Karnitin yang rendah akan memperlambat oksidasi beta dan meningkatkan serum lipid. Suplemetasi


(3)

stevia meningkatkan acid-insoluble acylcarnitine (AIAC), yang artinya ekstrak stevia dapat memperbaiki fungsi metabolik seperti oksidasi asam lemak dan ketogenesis (Park dan Cha, 2010).

Stevioside, kandungan aktif stevia rebaudiana, memperbaiki adipogenesis dan pengambilan glukosa di jaringan adipose visceral, yang dibuktikan dengan adanya ekspresi Lxr α (Liver-X-receptor-α), Fabp 4 dan Glut 4 yang tinggi. Induksi Lxr α di jaringan adipose pada pemeberian ekstrak stevia mendukung peningkatan ekspresi Glut 4, yang memperbaiki ambilan glukosa dan Fabp 4, yang memperbaiki metabolisme asam lemak. Stevioside juga memperbaiki pertahanan antioksidan melalui peningkatan ekspresi SOD, yang berhubungan dengan penurunan akumulasi LDL teroksidasi di sirkulasi dan pembuluh darah (Geeraert, 2010).

2.5.4. Toksisitas Stevia Rebaudiana

Studi toksikologis menunjukkan bahwa steviosida tidak memiliki efek mutagenik, teratogenik, ataupun karsinogenik. Belum pernah ditemukan reaksi alergi terhadap penggunaannya sebagai pemanis. Studi terbaru pada toksisitas rebausida A secara umum dan terhadap reproduksi memperkuat studi sebelumnya pada pada steviol murni, menunjukkan keamanannya pada asupan dalam jumlah besar (Lemus-Mondaca et al., 2012).

Kematian merupakan kriteria yang ambigu, tes toksisitas akut ditentukan pada keadaan dimana setengah dari binatang coba mati (lethal dose 50% - LD50). Steviosida dan steviol memiliki toksisitas akut oral yang rendah pada tikus, yang artinya nilai LD50 nya tinggi. Steviosida sampai dengan 15g/kgBB tidak bersifat letal


(4)

terhadap tikus ataupun hamster. Nilai LD50 pada hamster adalah 5.2 dan 6.1 g/kg BB pada jantan dan betina. Pada tikus nilai LD50 steviol lebih tinggi dari 15g/kgBB pada kedua jenis kelamin (Geuns, 2002).

LD50 oral untuk ekstrak stevia ialah 17g/kgBB (20% dari steviosida) dan 15g/kgBB untuk steviosida murni (kemurnian 93.5%). Pada tikus LD50 steviosida dengan pemberian oral ialah 8.2g/kgBB dan dengan pemberian intraperitoneal 2.99g/kgBB. Karena steviosida 300 kali lebih manis dari gula, maka LD 50 pada angka 8.2g/kgBB setara dengan 2.5kg/kg BB gula (Geuns, 2002).

2.6 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) Wistar jantan. Klasifikasi taksonomi dari tikus putih (Kusumawati, 2004):

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia Order : Rodentia Family : Muridae Genus : Rattus Species : norvegicus


(5)

Tikus digunakan untuk penelitian karena kesamaannya dengan manusia dalam fisiologi, anatomi, nutrisi, patologi, dan metabolismenya. Sifat-sifat yang dimiliki tikus antara lain mudah dipelihara, ukurannya cukup besar untuk diamati dan relatif sehat, sehingga memenuhi kriteria sebagai hewan percobaan. Usia tikus 2-3 bulan memiliki persamaan dengan manusia usia dewasa muda dan belum mengalami proses penuaan intrinsik (Malole and Pramono, 1989; Harini and Astrin, 2009).

Tikus jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus jenis jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Ngatidjan, 2006).

Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan, yaitu bahwa tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatominya yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Smith and Mangkoewidjojo, 1988; Krinke, 2000).

Strain tikus yang paling popular digunakan sebagai standar penelitian terhadap nutrisi, penuaan ataupun kelaianan metabolik adalah wistar adan sprague-dawley. Sebuah studi yang membandingkan tikus wistar dan tikus sprague-dawley menunjukkan bahwa tikus wistar lebih rentan terhadap obesitas, resistensi insulin dan kelainan terkait lainnya, yang dibuktikan dengan penambahan berat badan yang lebih cepat and nyata pada pemberian diet tinggi lemak. Serupa dengan sindrom metabolik


(6)

pada manusia, tikus wistar yang diberikan diet tinggi lemak tidak memanfaatkan asam lemak secara luas dan menyebabkan akumulasi lemak dan terjadinya resistensi insulin. Nilai RQ yang tinggi pada tikus Wistar menunjukkan bahwa mereka meningkatkan oksidasi karbohidrat dan lipogenesis dengan mengorbankan katabolisme lipid (Jun and Fehn, 2006).

Kadar kolesterol normal pada tikus putih galur wistar adalah 40-130 mg/dl dan trigliserida darah normal 26-145mg/ dl. Jika dianalogikan dengan manusia, tikus mengalami hiperkolesterolemia bila konsentrasi darahnya meningkat 20%. Peningkatan kolesterol plasma dipengaruhi oleh jenis lemak yang ada dalam diet. (Malole and Pramono, 1989).