Diagnosis Dislipidemia Penanganan Dislipidemia

32

2.2.2. Diagnosis Dislipidemia

Langkah pertama dalam menangani kelainan lipid adalah menentukan kelas lipoprotein yang meningkat atau menurun pada pasien. Dislipidemia pada umumnya tidak memberikan gejala namun dapat menyebabkan penyakit vascular seperti, penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit arteri perifer Rader dan Hobbs, 2014; Goldberg, 2015. Pedoman skrining oleh Grundy, et al NCEP-ATP III [Adult Treatment Panel] untuk abnormalitas lipid merekomendasikan bahwa skrining harus dilakukan paling tidak sekali dalam 5 tahun pada usia diatas 20 tahun. Individu tanpa riwayat penyakit jantung koroner dengan level kolesterol yang memuaskan 160mgdL pada individu dengan 0-1 faktor risiko dan 130mgdL pada individu dengan 2 atau lebih faktor risiko dapat melakukan skrining ulang dalam 5 tahun. Namun pasien dengan kolesterol di ambang batas tinggi harus melakukan skrining ulang dalam 1-2 tahun. Level memuaskan LDL kolesterol pada penderita penyakit jantung koroner atau yang memiliki risiko ekuivalennya adalah dibawah 100mgdL, risiko ekuivalen tersebut meliputi penyakit arteri carotid dengan gejala, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominal dan diabetes mellitus Rosenson, 2012. 33 Tabel 2.1. Klasifikasi total kolesterol dan LDL kolesterol berdasarkan ATP III Total kolesterol mgdL LDL kolesterol mgdL 100 Optimal 200 Desireable 100-129 Near optimal 200-239 Borderline high 130-159 Borderline high 240 High 160-189 High 190 Very high Tabel 2.2. Klasifikasi serum trigliserida berdasarkan ATP III Katagori trigliserida Level Normal 150mgdL Borderline high 150-199 mgdL High 200-499 mgdL Very high 500 mgdL Tabel 2.3. Klasifikasi HDL kolesterol berdasarkan ATP III Katagori Low HDL 40mgdL High HDL 60mgdL Grundy, et al., 2002 34

2.2.3. Penanganan Dislipidemia

Gol dari terapi modifikasi lipid adalah pencegahan terjadinya penyakit kardiovaskular aterosklerotik dan komplikasinya. LDL kolesterol merupakan target utama terapi dislipidemia, hal ini dikarenakan peningkatan LDL kolesterol merupakan faktor risiko kuat terjadinya penyakit jantung koroner. Penelitian juga menunjukkan bahwa LDL kolesterol merupakan lipoprotein aterogenik yang paling banyak, peran LDL kolesterol dalam aterogenesis terbukti pada kelainan genetik dimana LDL kolesterol meningkat tajam tanpa adanya faktor risiko lain Grundy, et al., 2002; Rader dan Hobbs, 2014. Terapi untuk menurunkan lipid memegang peranan penting dalam pencegahan primer dan sekunder dari penyakit kardiovascular. Penilaian terhadap risiko absolute, pengobatan faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan optimalisasi gaya hidup, terutama diet dan olah raga, adalah pusat dari penanganan semua kasus. Pasien dengan risiko absolute kardiovaskular yang tinggilah yang akan mendapatkan keuntungan terbesar dengan pengobatan. Pasien dengan risiko tinggi harus mencapai HDL kolesterol 38mgdL, trigliserida180mgdL dan LDL kolesterol 76mgdL. Secara umum total kolesterol harus dibawah 190mgdL selama terapi dan 150mgdL pada pasien dengan risiko tinggi ataupun untuk pencegahan sekunder dari penyakit kardiovaskular Field et al., 2006. ATP III merekomendasikan LDL kolesterol sebagai target terapi, gol untuk masing-masing kategori risiko ialah Grundy, et al., 2002: 35 Tabel 2.4. Target terapi LDL kolesterol menurut ATP III Level risiko Gol LDL kolesterol CHD dan CHD risk equivalent 100mgdL Multiple 2+ risk factor 130 mgdL 0-1 risk factor 160mgdL Penanganan dislipidemia dibagi 2 yaitu terapi non farmakologi dan terapi farmakologi Grundy, 2006,; Field et al., 2006; Rader dan Hobbs, 2012. A. Terapi Non Farmakologi dapat dilakukan dengan :

1. Melakukan terapi diet.

Modifikasi diet merupakan komponen penting dalam penanganan dislipidemia. Terapi diet bertujuan untuk menurunkan asupan lemak total, asam lemak jenuh, dan kolesterol secara progresif dan untuk mencapai berat badan yang diinginkan. Pasien dengan peningkatan LDL kolesterol harus melakukan restriksi diet lemak jenuh dan kolesterol. Pada pasien dengan hipertrigliserida asupan karbohidrat sederhana harus dibatasi dan pada hipertrigliserida yang berat, restriksi total asupan lemak sangat kritis. Diet kolesterol dan asam lemak jenuh memicu penurunan pengeluaran LDL di hati. Respon terhadap diet biasanya mulai terlihat hasilnya setelah 3-4 minggu dan penyesuaian diet perlu dilakukan secara gradual. Penurunan berat badan, 36 bahakan yang minimal, akan menurunkan risiko kardiovaskular, terutama pada pasien dengan obesitas.

2. Perbaikan gaya hidup Therapeutic Lifestyle Change.

Komponen-komponen Therapeutic Lifestyle Change TLC meliputi pengurangan asupan-asupan dari kolesterol dan asam lemak jenuh, pemilihan makanan yang berhubungan dengan aturan makan untuk mengurangi LDL seperti stanol dan sterol serta peningkatan masukan serat yang dapat larut, penurunan berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik. Penurunan berat badan, bahkan yang minimal, akan menurunkan risiko kardiovaskular, terutama pada pasien dengan obesitas. Level trigliserida dan LDL kolesterol cenderung turun dan HDL kolesterol cenderung meningkat pada penderita obesitas yang mengalami penurunan berat badan. Terapi non farmakologi ini hendaknya menjadi terapi utama untuk dislipidemia, kecuali untuk pasien dengan hiperkolesterolemia familial secara bawaangenetik mempunyai kelainan metabolisme lipoproteinkolesterol atau hiperlipidemia gabungan yang bersifat familial, yaitu penanganan terapinya dengan pengaturan makanan dan terapi dengan obat dimulai secara bersamaan Grundy, 2006. B. Terapi Farmakologi Keputusan untuk menggunakan obat-obatan tergantung pada risiko kardiovaskular yang dimiliki. Terapi hiperkolesterolemia pada penderita penyakit 37 kardivaskular dan bahkan pada pasien dengan risiko kardiovaskular sangatlah menguntungkan Grundy, et al., 2002. Obat antidislipidemik adalah obat yang ditujukan untuk menurunkanmeningkatkan kadar lipidlemak di dalam darahplasma. Pemberian obat antidislipidemik dapat diberikan dalam menangani kasus dislipidemia apabila dengan terapi diet dan olah raga kondisi pasien tidak responsive Illingworth, 2002. Efek terapi farmakologi dapat diperiksa setelah 6 minggu 12 minggu untuk fibrat. Pada pemeriksaan ulang perlu dievaluasi efek samping yang timbul, respon penurunan lipid, level creatinin kinase dan fungsi hati Field et al., 2006. Obat antidislipidemik yang beredar di Indonesia dapat dibagi sebagai berikut Grundy, 2006; Rader dan Hobbs, 2012: 1. Penghambat HMG-KoA Reduktase 3 Hidroksi 3 Metil Glutaril Ko - Enzim A Reduktase Inhibitor. Statin yang merupakan obat pilihan utama pada terapi dislipidemia. HMG Ko- A adalah enzim kunci dalam biosintesis kolesterol. Golongan obat ini menghambat pembentukan kolesterol dengan cara menghambat kerja enzim HMG KoA reduktase yang ada di jaringan hati yang memproduksi mevalonate, molekul kecil yang digunakan untuk mensintesa kolesterol dan derivat mevalonat, sehingga sintesis kolesterol akan menurun. Dengan menghambat sintesis kolesterol, statin menyebabkan peningkatan aktivitas reseptor LDL hati sebagai mekanisme counter-regulatory dan akhirnya mempercepat pembersihan LDL yang ada di sirkulasi. Juga terjadi peningkatan pembersihan precursor LDL, IDL, 38 sehingga terjadi penurunan sekunder dari sintesis LDL kolesterol. Statin juga dapat menurunkan trigliserid tergantung pada dosis, yang biasanya proporsional dengan penurunan LDL kolesterol. Golongan ini dapat menurunkan kolesterol total, LDLkolesterol dan trigliserida, juga meningkatkan HDL Field et al., 2006; Rader dan Hobbs, 2014. 2. Penghambat absorbsi kolesterol Ezetimibe Kolesterol yang berada di intestinal adalah turunan dari diet sekitar sepertiga dan dari asam empedu sekitar dua per tiga, diserap secara aktif oleh enterosit melalui proses yang melibatkan protein NPC1L1. Ezetimibe terikat secara langsung pada protein NPC1L1 dan memblok absorbsi kolesterol dari intestinal. Ezetimibe menghambat absorbsi kolesterol sampai dengan 60, sehingga menurunkan pengiriman sterol dari diet ke hati dan meningkatkan ekspresi reseptor LDL kolesterol hati. 3. Sekuestran Asam Empedu Resin Golongan obat ini mengikat asam empedu di intestinal dan merangsang sekresinya. Untuk mempertahankan jumlah asam empedu, hati akan mengalihkan kolesterolnya untuk sintesis asam empedu. Penurunan kolesterol intraselular di hati akan menyebabkan upregulation reseptor LDL dan meningkatkan pembersihan LDL kolesterol dari sirkulasi. 4. Asam nikotinat Asam nikotinat nicotinic acid atau niasin adalah vitamin B komplek yang telah digunakan sebagai agen modifikasi lipid sejak lebih dari 5 dekade. Niasin 39 menurunkan aliran asam lemak non-ester ke hati, yang diperkirakan menimbulkan penurunan sintesis trigliserida hati dan sekresi VLDL. Belakangan ini ditemukan adanya reseptor asam nikotinat GPR109A yang menekan pelepasan asam lemak non-ester oleh jaringan adipose, yang memediasi efek niasinpada supresi asam lemak non-ester. Niasin menurunkan trigliserida dan LDL kolesterol, serta meningkatkan HDL kolesterol. Niasin adalah satu-satunya obet penurun lipid yang menurunkan Lpa, sampai dengan 40. 5. Turunan Asam Fibrat Fibrat Turunan asam fibrat adalah agonis PPAR α, reseptor yang terlibat dalam pengaturan metabolism lipid. Fibrat merangsang aktivitas lipoprotein lipase sehingga hidrolisis trigliserida meningkat, menurunkan sintesis ApoC-III sehingga meningkatkan pembersihan lipoprotein remnant, merangsang oksidasi beta dari asam lemak dan menurunkan VLDL kolesterol. Fibrat adalah obat yang paling efektif dalam menurunkan trigliserida dan meningkatkan HDL kolesterol secara moderat.

2.3. Diet Terkait Kolesterol