PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATERI BENDA-BENDA SIMETRIS (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SD Negeri Citimun I dan SD Negeri Cilimbangan Kecamatan Cima

(1)

MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA

MATERI BENDA-BENDA SIMETRIS

(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SD Negeri Citimun I dan SD Negeri Cilimbangan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Andini Suci Heryanti

0903234

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS SUMEDANG

2013


(2)

BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN MOTIVASI

BELAJAR SISWA PADA MATERI BENDA-BENDA

SIMETRIS

(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SD Negeri Citimun I dan SD

Negeri Cilimbangan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang)

Oleh

Andini Suci Heryanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salahsatu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

© Andini Suci Heryanti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

i

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Batasan Istilah ... 11

BAB II STUDI LITERATUR ... 13

A. Hakikat Pembelajaran Matematika ... 13

1. Pengertian Matematika ... 13

2. Tujuan Pelajaran Matematika di SD ... 15

3. Ruang Lingkup Pelajaran Matematika di SD ... 16

4. Materi Benda-benda Simetris ... 17

B. Teori Belajar-mengajar Matematika ... 19

1. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget ... 19

2. Teori Belajar Thorndike ... 21

3. Teori Belajar Skinner ... 22

4. Teori Belajar Gagne ... 24

5. Teori Belajar Van Hiele ... 25

6. Teori Belajar Baruda ... 27

7. Teori Belajar Ausubel ... 27

C. Pendekatan Kontekstual ... 28

1. Pengertian Pendekatan ... 28

2. Pengertian Pendekatan Kontekstual ... 28

3. Prinsip Pembelajaran Kontekstual ... 29

4. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual ... 33

D. Kemampuan Berpikir Kritis ... 34

1. Pengertian Berpikir ... 34

2. Pengertian Berpikir Kritis ... 35

3. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 36

4. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 37

5. Indikator Berpikir Kritis ... 40

E. Motivasi Belajar ... 44


(4)

ii

3. Teori Motivasi ... 45

4. Prinsip-prinsip Motivasi Belajar ... 46

5. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar ... 47

6. Indikator Motivasi Belajar ... 49

F. Pembelajaran Benda-benda Simetris dengan Pendekatan Kontekstual ... 50

1. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Pada Pembelajaran Benda-benda Simetris ... 50

2. Langkah-langkah Pembelajaran Benda-benda Simetris dengan Pendekatan Kontekstual ... 51

G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 53

H. Hipotesis Penelitian ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56

A. Subjek Penelitian ... 56

1. Populasi ... 56

2. Sampel ... 56

B. Metode dan Desain Penelitian ... 57

1. Metode Penelitian ... 57

2. Desain Penelitian ... 57

C. Instrumen Penelitian ... 59

1. Tes Hasil Belajar ... 59

2. Instrumen Skala Sikap untuk Mengukur Motivasi Belajar ... 66

3. Format Observasi ... 68

4. Catatan Lapangan ... 69

5. Jurnal Siswa ... 69

6. Wawancara ... 70

D. Prosedur Penelitian ... 70

1. Tahap Perencanaan ... 70

2. Tahap Pelaksanaan ... 71

3. Tahap Analisis dan Penarikan Kesimpulan ... 72

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 72

1. Data Kuantitatif ... 73

2. Data Kualitatif ... 77

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 80

A. Analisis Data Kuantitatif ... 80

1. Analisis Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis. 80 2. Analisis Data Awal Motivasi Belajar ... 84

3. Analisis Data Postes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis 88 4. Analisis Data Akhir Motivasi Belajar ... 92

5. Analisis Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis 96 6. Analisis Peningkatan Motivasi Belajar Siswa... 101 7. Analisis Perbedaan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis


(5)

iii

8. Hubungan Motivasi Belajar dengan Kemampuan

Berpikir Kritis Matematis ... 119

B. Analisis Data Kualitatif ... 122

1. Observasi Kinerja Guru ... 122

2. Observasi Aktivitas Siswa ... 123

3. Catatan Lapangan ... 125

4. Jurnal Siswa ... 127

5. Wawancara ... 127

C. Deskripsi Pembelajaran ... 128

1. Deskpripsi Pembelajaran Konvensional ... 128

2. Deskripsi Pembelajaran Kontekstual ... 130

D. Temuan dan Pembahasan ... 132

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 143

A. Kesimpulan ... 143

B. Saran ... 147

DAFTAR PUSTAKA ... 148

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 152


(6)

iv

Tabel Halaman

1.1 Hubungan Prinsip Pembelajaran Kontekstual dengan Cara

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis ... 4

2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Kelas IV Semester 2 ... 17

2.2 Indikator Berpikir Kritis ... 41

3.1 Populasi Penelitian ... 59

3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi Validitas ... 61

3.3 Perhitungan Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 62

3.4 Klasifikasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 63

3.5 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 64

3.6 Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 65

3.7 Klasifikasi Daya Pembeda ... 66

3.8 Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 66

3.9 Validitas Butir Skala Sikap untuk Mengukur Motivasi Belajar ... 68

3.10 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 76

4.1 Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 81

4.2 Uji Homogenitas Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 83

4.3 Uji Perbedaan Rata-rata Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 84

4.4 Uji Normalitas Data Awal Motivasi Belajar ... 85

4.5 Uji Homogenitas Data Awal Motivasi Belajar ... 87

4.6 Uji Perbedaan Rata-rata Data Awal Motivasi Belajar ... 88

4.7 Uji Normalitas Data Postes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis .. 89

4.8 Uji Homogenitas Data Postes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 91

4.9 Uji Perbedaan Rata-rata Data Postes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 92

4.10 Uji Normalitas Data Akhir Motivasi Belajar Siswa ... 93

4.11 Uji Homogenitas Data Akhir Motivasi Belajar Siswa ... 95

4.12 Uji Perbedaan Rata-rata Data Akhir Motivasi Belajar Siswa ... 96

4.13 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis pada Kelompok Eksperimen ... 98

4.14 Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis pada Kelompok Eksperimen ... 99

4.15 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis pada Kelompok Kontrol ... 100


(7)

v

Matematis pada Kelompok Kontrol ... 101

4.17 Uji Homogenitas Peningkatan Motivasi Belajar Siswa pada Kelompok Eksperimen ... 103

4.18 Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Motivasi Belajar Siswa pada Kelompok Eksperimen ... 104

4.19 Uji Homogenitas Peningkatan Motivasi Belajar Siswa pada Kelompok Kontrol ... 105

4.20 Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Motivasi Belajar Siswa pada Kelompok Kontrol ... 106

4.21 Uji Homogenitas Perbedaan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 107

4.22 Uji Perbedaan Rata-rata Perbedaan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 108

4.23 Uji Normalitas N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 109

4.24 Uji Homogenitas N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 112

4.25 Uji Perbedaan Rata-rata N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 113

4.26 Uji Homogenitas Perbedaan Peningkatan Motivasi Belajar Siswa ... 114

4.27 Uji Perbedaan Rata-rata Perbedaan Peningkatan Motivasi Belajar Siswa ... 115

4.28 Uji Normalitas N-gain Motivasi Belajar Siswa ... 116

4.29 Uji Homogenitas N-gain Motivasi Belajar Siswa ... 118

4.30 Uji Perbedaan Rata-rata N-gain Motivasi Belajar Siswa ... 119

4.31 Hubungan Motivasi Belajar dengan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 120

4.32 Hubungan Motivasi Belajar dengan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 121

4.33 Hasil Observasi Kinerja Guru ... 122

4.34 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Kelompok Eksperimen ... 124

4.35 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Kelompok Kontrol ... 124

4.36 Catatan Lapangan Kelompok Eksperimen ... 125

4.37 Catatan Lapangan Kelompok Kontrol ... 126

4.38 Rekapitulasi Jawaban pada Jurnal Siswa ... 127


(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Contoh Gambar Benda Simetris ... 18 2.2 Contoh Gambar Benda Tidak Simetris ... 18 4.1 Histogram Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Berpikir

Kritis Matematis Kelompok Eksperimen ... 82 4.2 Histogram Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Berpikir

Kritis Matematis Kelompok Kontrol ... 82 4.3 Histogram Uji Normalitas Data Awal Motivasi Belajar Siswa

Kelompok Eksperimen ... 86 4.4 Histogram Uji Normalitas Data Awal Motivasi Belajar Siswa

Kelompok Kontrol ... 86 4.5 Histogram Uji Normalitas Data Postes Kemampuan Berpikir

Kritis Matematis Kelompok Eksperimen ... 90 4.6 Histogram Uji Normalitas Data Postes Kemampuan Berpikir

Kritis Matematis Kelompok Kontrol ... 90 4.7 Histogram Uji Normalitas Data Akhir Motivasi Belajar Siswa

Kelompok Eksperimen ... 94 4.8 Histogram Uji Normalitas Data Akhir Motivasi Belajar Siswa

Kelompok Kontrol ... 94 4.9 Rata-rata Skor Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis ... 97 4.10 Rata-rata Skor Awal dan Akhir Motivasi Belajar ... 102 4.11 Histogram Uji Normalitas N-gain Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis Kelompok Eksperimen ... 110 4.12 Histogram Uji Normalitas N-gain Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis Kelompok Kontrol ... 111 4.13 Histogram Uji Normalitas N-gain Motivasi Belajar Siswa

Kelompok Eksperimen ... 117 4.14 Histogram Uji Normalitas N-gain Motivasi Belajar Siswa


(9)

vii

Halaman

LAMPIRAN A ...

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Konvensional ... 153

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 160

A.3 Soal Latihan Pertemuan ke-1 ... 169

A.4 Soal Latihan Pertemuan ke-2 ... 170

A.5 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-1 ... 171

A.6 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-2 ... 172

A.7 Pekerjaan Rumah Pertemuan ke-1 ... 173

A.8 Pekerjaan Rumah Pertemuan ke-2 ... 174

LAMPIRAN B ... B.1 Kisi-kisi Uji Coba ... 175

B.2 Tes Uji Coba ... 176

B.3 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Tes Uji Coba ... 179

B.4 Kisi-kisi Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Kritis ... 183

B.5 Format Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Kritis ... 184

B.5 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Pretes dan Postes ... 187

B.6 Kisi-kisi Instrumen Skala Sikap Uji Coba ... 190

B.7 Skala Sikap Uji Coba ... 191

B.8 Kisi-kisi Skala Sikap Awal dan Akhir ... 193

B.9 Skala Sikap Awal dan Akhir ... 194

LAMPIRAN C ... C.1 Kisi-kisi Pedoman Observarsi Kinerja Guru Konvensional ... 196

C.2 Format Observasi Kinerja Guru Konvensional ... 198

C.3 Kisi-kisi Pedoman Observasi Kinerja Guru Kontekstual ... 200

C.4 Format Observasi Kinerja Guru Kontekstual ... 202

C.5 Format Observasi Aktivitas Siswa Konvensional ... 204

C.6 Format Observasi Aktivitas Siswa Kontekstual ... 207

C.7 Jurnal Siswa ... 210

C.8 Catatan Lapangan ... 210

C.9 Kisi-kisi Wawancara ... 211

C.10 Format Wawancara ... 211

LAMPIRAN D ... D.1 Validitas Instrumen Tes ... 213

D.2 Reliabilitas Instrumen Tes ... 215

D.3 Tingkat Kesukaran Tes ... 217

D.4 Daya Pembeda ... 219

D.5 Validitas per Butir Soal ... 221

D.6 Reliabilitas Skala Sikap ... 222

D.7 Validitas per Butir Skala Sikap ... 224


(10)

viii

E.2 Analisis Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelompok

Kontrol ... 230

E.3 Data Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ... 231

E.4 Analisis Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelompok Eksperimen ... 234

E.5 Hasil Motivasi Belajar Kelompok Kontrol ... 235

E.6 Analisis Hasil Motivasi Belajar Kelompok Kontrol ... 238

E.7 Hasil Motivasi Belajar Kelompok Kontekstual ... 239

E.8 Analisis Hasil Motivasi Belajar Kelompok Kontekstual ... 242

E.9 Hasil Observasi Kinerja Guru Konvensional ... 243

E.10 Hasil Observasi Kinerja Guru Kontekstual ... 247

E.11 Analisis Data Hasil Observasi Kinerja Guru ... 250

E.12 Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 251

E.13 Data Hasil Observas Aktivitas Siswa ... 255

E.14 Analisis Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 255

E.15 Transkrip Wawancara ... 256

E.16 Analisis Wawancara ... 256

E.17 Jurnal ... 257

E.18 Catatan Lapangan ... 257

E.19 Dokumentasi Kontrol ... 258

E.20 Dokumentasi Kontekstual ... 264

LAMPIRAN F ... F.1 Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 269

F.2 Postes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 272

F.3 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ... 275

F.4 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Kontekstual .. 276

F.5 Uji N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 277

F.6 Motivasi Awal ... 280

F.7 Motivasi Akhir ... 283

F.8 Peningkatan Motivasi Belajar Kelompok Kontrol ... 286

F.9 Peningkatan Motivasi Belajar Kelompok Kontekstual ... 287

F.10 Uji N-gain Motivasi Belajar ... 288

LAMPIRAN G ... G.1 Surat Keputusan ... 291

G.2 Surat Izin Penelitian SDN Citimun I ... 292

G.3 Surat Izin Penelitian SDN Cilimbangan ... 293

G.4 Surat Keterangan SDN Citimun I ... 294

G.5 Surat Keterangan SDN Cilimbangan ... 295

LAMPIRAH H H.1 Daftar Monitoring Bimbingan ... 296


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses berpikir selalu terjadi dalam setiap aktivitas manusia yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, maupun untuk mencari pemahaman. Melalui berpikir, manusia mampu memahami segala hal yang dihadapinya dalam kehidupan. Untuk mengembangkan proses berpikir manusia dapat dilakukan melalui pendidikan.

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh setiap manusia. Pendidikan dapat membantu untuk mengembangkan potensi yang dimiliki seseorang sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal tersebut sejalan dengan pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003 pasal 1 berbunyi:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menjadikan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Matematika merupakan salahsatu mata pelajaran yang diberikan dari mulai sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Kehadiran matematika dapat membantu manusia menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Seiring dengan berkembangnya zaman, matematika terus dikembangkan sehingga dapat digunakan sebagai alat penunjang alat-alat canggih seperti kalkulator atau komputer. Tentu saja hal ini dilakukan untuk mempermudah kegiatan manusia sehari-hari.

Menurut Garis-garis Besar Perencanaan Pembelajaran (GBPP) matematika (Fatimah, 2012: 15), tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu:

1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan


(12)

bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien.

2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Menurut Depdiknas (2006: 387), “Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari SD untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif,

serta kemampuan bekerja sama”. Idealnya pembelajaran matematika adalah

mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Namun, dalam kenyataannya pembelajaran matematika selama ini masih jauh dari kata ideal. Hal tersebut berdasarkan pada survey TIMSS (Trends International Mathematics and

Science Study) dan PISA (Programme for International Student Assessment).

Prestasi Indonesia pada TIMSS tahun 2007 berada pada peringkat 36 dari 49 negara. Tidak jauh berbeda dengan TIMSS, Wardhani, dkk. (2011) juga mengemukakan bahwa prestasi PISA tahun 2009 Indonesia mendapat peringkat 61 dari 65 negara. Hasil TIMSS dan PISA yang rendah disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya siswa Indonesia kurang terlatih untuk menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik soal TIMSS dan PISA. Soal-soal itu rata-rata mengukur kemampuan penalaran siswa.

Berdasakan pemaparan laporan hasil studi PISA dan TIMSS tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran siswa rendah. Hal ini berarti juga bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa SD masih rendah, karena penalaran mencakup berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif (Krulick dan Rudnick dalam Yulianti, 2009).

Menurut Angelo (Yulianti, 2009: 16), “Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi”. Menurut Hassoubah (2008: 46), “Berpikir kritis sangat penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir lainnya, yakni membuat keputusan dan menyelesaikan masalah”. Untuk itulah, dengan upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis, maka siswa dapat dengan mudah


(13)

membuat keputusan dan menyelesaikan masalah yang terdapat dalam pembelajaran matematika.

Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis diperlukan sebuah pembelajaran yang memberikan keleluasaan berpikir kritis pada siswa. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dalam kegiatan formal dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Maulana (2008a) yang mengemukakan bahwa hakikat matematika sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematis serta sebagai ilmu yang mengembangkan sikap berpikir kritis, objektif, dan terbuka, menjadi sangat penting dikuasai siswa dalam menghadapi laju perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Ruseffendi, dkk. (1992), yang mengemukakan bahwa kedudukan matematika semakin penting dalam kancah pendidikan, hal ini bertujuan untuk melatih rakyat Indonesia menggunakan logika, belajar berpikir secara praktis, bersikap kritis dan kreatif serta sistematis dalam setiap tindakannya. Dapat dilihat dari kedua pendapat tersebut, bahwa matematika merupakan salahsatu mata pelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Wright, dkk. (Hassoubah, 2008) kemampuan berpikir kritis seseorang dapat ditingkatkan melalui berbagai cara, antara lain:

1. membaca dengan kritis,

2. meningkatkan kemampuan analisis,

3. mengembangkan kemampuan observasi/mengamati,

4. meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi, 5. metakognisi,

6. mengamati model dalam berpikir kritis, 7. diskusi yang kaya.

Untuk mengaplikasikan ketujuh cara-cara tersebut pada pembelajaran diperlukan suatu pendekatan. Salahsatu pendekatan yang dipandang memenuhi syarat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis yaitu


(14)

pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual memiliki tujuh prinsip pembelajaran yaitu kontruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan

(modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Alasan yang mendasari dipilihnya pendekatan kontekstual karena terdapat keterkaitan dengan cara-cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa hasil penelitian Wright seperti dapat dilihat dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Hubungan Prinsip Pembelajaran Kontekstual dengan Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis

Prinsip Pembelajaran Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis

Kontruktivisme Meningkatkan kemampuan analisis siswa

Menemukan Membaca dengan kritis, meningkatkan kemampuan

observasi/pengamatan.

Bertanya Meningkatkan rasa ingin tahu dan kemampuan

bertanya.

Masyarakat belajar Diskusi yang kaya.

Pemodelan Mengamati model dalam berpikir kritis.

Refleksi Metakognisi.

Penilaian sebenarnya Melatih siswa untuk mengerjakan setiap soal dan tugas yang diberikan dengan baik dan tepat.

Pada prinsip konstruktivisme, siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan menganalisis konsep yang disajikan kemudian dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh siswa. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan analisis siswa. Pada prinsip menemukan, siswa menemukan sendiri konsep yang akan dipelajarinya. Proses penemuan ini dapat terjadi jika siswa membaca secara kritis soal atau tugas yang diberikan dan mengamati setiap hal yang memungkinkan dijadikan sebagai sebuah temuan. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan observasi atau pengamatan siswa. Pada prinsip


(15)

bertanya dapat menerapkan kemampuan dan kebiasaan siswa untuk bertanya. Pertanyaan yang kreatif dari guru akan menimbulkan rasa ingin tahu siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Pada prinsip masyarakat belajar, siswa melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Salahsatu bentuk masyarakat belajar yaitu melalui diskusi kelompok, diskusi kelompok yang kaya yaitu diskusi yang di dalamnya siswa terlibat aktif berpartisipasi, dengan diskusi siswa dapat leluasa untuk mengeluarkan pendapatnya dan siswa dapat saling membantu untuk memahami sebuah materi Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa karena siswa berlatih untuk bertanya, memberi tanggapan atau memberi sanggahan kepada siswa lainnya.

Pada prinsip pemodelan, siswa melihat guru atau rekan siswa yang lainnya sebagai model dalam berpikir kritis. Pada prinsip refleksi, siswa mempelajari apa yang telah dipelajarinya. Menurut Flavell (Maulana, 2007), bentuk aktivitas memantau diri (self-monitoring) dapat dianggap sebagai bentuk metakognisi, sehingga kegiatan refleksi dapat juga dianggap sebagai bentuk metakognisi.

Pada prisip penilaian sebenarnya ketika seorang siswa menjawab soal dengan cara yang tidak biasa dari cara yang telah dikerjakan oleh teman-temanya maka sebagai seorang guru harus memberikan nilai tambah pada siswa tersebut. Jika siswa tersebut menerima hasil tes maka sebagai feed back-nya siswa yang lain akan mencoba menjawab soal yang tidak biasa dan hal itu baik untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa prinsip pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Selain penggunaan pendekatan pembelajaran yang sesuai, hal lain yang berpengaruh pada keberhasilan belajar matematika adalah motivasi belajar siswa. Jika pendekatan adalah cara untuk mencapai tujuan, maka motivasi adalah pendorong untuk melakukan cara-cara mencapai tujuan tersebut, sehingga antara pendekatan dan motivasi berkaitan erat. Jika pendekatan sudah baik namun motivasi belajar siswa tidak ada, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai, begitu pun sebaliknya. Selama ini, siswa menganggap bahwa matematika itu sulit,


(16)

anggapan seperti ini akan membuat siswa cenderung bermalas-malasan dan tidak mau belajar matematika. Guru seyogyanya mampu menepis anggapan siswa seperti itu, bahkan alangkah baiknya guru mampu memberikan kesan yang baik pada pembelajaran matematika, sehingga siswa menjadi senang belajar matematika.

Salahsatu kesalahan guru adalah menganggap bahwa setiap siswa sama, sehingga seringkali guru tidak menghiraukan motivasi yang dimiliki setiap siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyasa (2008) yang mengemukakan bahwa salahsatu kesalahan guru dalam pembelajaran adalah mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus siswa. Kebutuhan khusus siswa adalah minat, motivasi, intelegensi, dan kompetensi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa motivasi memiliki peran yang penting dalam ketercapaian tujuan pembelajaran. Hal ini berdampak pada keharusan guru untuk menciptakan pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi siswa.

Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman. Pendekatan kontekstual merupakan salahsatu pendekatan yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Dalam pembelajaran kontekstual disediakan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan pengalaman sehingga akan muncul motivasi untuk belajar. Jika seorang siswa sudah memiliki motivasi dalam belajar, maka akan menyadari kebutuhannya memperoleh pengetahuan yang dapat dipergunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika motivasi dalam belajar matematika rendah maka akan berdampak pada keberhasilan prestasi yang dicapai oleh siswa. Hal ini akan berdampak pula pada ketidaktercapaian tujuan instruksional yang telah ditargetkan oleh guru. Guru sebagai fasilitator dan motivator memiliki peran yang sangat penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Guru diharapkan dapat memfasilitasi agar siswa mampu berpikir oleh dirinya sendiri, karena itu merupakan tujuan penting dari pengembangan kemampuan berpikir kritis.

Berdasarkan uraian di atas, maka sebagai upaya konkret untuk menciptakan suasana belajar yang meningkatkan kemampuan analisis,


(17)

mengembangkan kemampuan observasi/mengamati, meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi, metakognisi, mengamati model dalam berpikir kritis, diskusi, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa serta untuk meningkatkan motivasi belajar sisw, dilakukan penelitian ini

dengan judul “Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Motivasi Belajar Siswa pada Materi Benda-benda Simetris (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SD Negeri Citimun I dan SD Negeri Cilimbangan di Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang)”.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Pada bagian latar belakang telah dijelaskan bahwa suatu pembelajaran akan berhasil, jika guru menggunakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif sehingga timbul motivasi dalam proses pembelajaran dan pemberian soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi sehingga dapat melatih siswa untuk berpikir secara mendalam. Hal tersebut memunculkan masalah sebagai berikut ini.

1. Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara signifikan pada materi benda-benda simetris?

2. Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara signifikan pada materi benda-benda simetris?

3. Apakah kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada materi benda-benda simetris yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

4. Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara signifikan pada materi benda-benda simetris?


(18)

5. Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara signifikan pada materi benda-benda simetris?

6. Apakah motivasi belajar siswa pada materi benda-benda simetris yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

7. Adakah hubungan antara motivasi belajar siswa dengan kemampuan berpikir kritis matematis siwa pada pembelajaran materi benda-benda simetris?

8. Bagaimanakah respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual?

9. Faktor-faktor apa saja yang mendukung atau menghambat terlaksananya proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual?

Penelitian ini difokuskan pada penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual. Penelitian ini dibatasi hanya pada siswa kelas IV sekolah dasar di Kabupaten Sumedang Kecamatan Cimalaka pada tahun ajaran 2012/2013 pada pokok bahasan benda-benda simetris. Pemilihan materi tersebut didasarkan pada hal-hal sebagai berikut.

1. Materi mengenai benda-benda simetris, konteksnya sering dijumpai siswa dalam kehidupan nyata sehari-hari.

2. Materi ini bisa dikembangkan siswa untuk membuat karya benda-benda simetris. Membantu siswa untuk lebih jauh mendalami benda-benda yang berbentuk simetris.

3. Materi mengenai benda-benda simetris adalah materi yang memerlukan benda nyata pada pembelajarannya, sehingga pendekatan kontekstual cocok untuk dijadikan sebagai alternatif pembelajaran pada materi benda-benda simetris.

4. Materi benda-benda simetris dirasakan mudah oleh guru sehingga pembelajaran yang diberikan kurang maksimal. Pembelajaran yang biasa dilakukan, siswa hanya melihat contoh guru dan membaca buku kemudian diberi tugas. Kegiatan ini tidak membuat pembelajaran kondusif dan bahkan


(19)

tampak membosankan. Bagi siswa unggul, hanya dengan membaca saja mungkin sudah memahami maksudnya, namun belum tentu semua siswa merasakan hal yang sama.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui penerapan penggunaan pendekatan kontekstual sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan motivasi belajar siswa pada materi benda-benda simetris. Tujuan tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi tujuan khusus sebagai berikut ini.

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara signifikan dengan penggunaan pendekatan konvensional pada materi benda-benda simetris.

2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara signifikan dengan penggunaan pendekatan kontekstual pada materi benda-benda simetris.

3. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik secara signifikan dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada pembelajaran benda-benda simetris.

4. Untuk mengetahui adanya peningkatan motivasi belajar siswa secara signifikan dengan penggunaan pembelajaran konvensional pada materi benda-benda simetris.

5. Untuk mengetahui adanya peningkatan motivasi belajar siswa secara signifikan dengan penggunaan pendekatan kontekstual pada materi benda-benda simetris.

6. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik secara signifikan dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi benda-benda simetris.


(20)

7. Untuk mengetahui hubungan antara motivasi belajar siswa dengan kemampuan berpikir kritis matematis pada pembelajaran benda-benda simetris.

8. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

9. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung atau penghambat terlaksananya proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini akan memberikan manfaat bagi masing-masing pihak yang memiliki kepentingan dalam penelitian.

1. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengetahui penerapan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan motivasi belajar siswa pada materi benda-benda simetris.

2. Bagi Siswa

Siswa dapat merasakan suasana pembelajaran yang berbeda dari biasanya. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, sehingga diharapkan siswa mampu untuk memecahkan masalah matematis. Selain itu, siswa dapat menjadi lebih termotivasi dalam belajar. Lebih lanjut lagi siswa bisa berkarya untuk membuat benda-benda atau bangunan yang berbentuk simetris yang sampai saat ini masih jarang ditemukan.

3. Bagi Guru Matematika SD

Guru matematika dapat menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih kreatif dalam proses pembelajaran untuk menciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif dan menyenangkan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu selama ini tujuan yang ditetapkan guru pada pembelajaran hanya berada pada kemampuan berpikir tingkat rendah. Guru diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dalam setiap


(21)

pembelajaran. Hal tersebut bertujuan untuk membekali siswa di masa yang akan datang.

4. Bagi Pihak Sekolah

Sekolah yang dijadikan tempat penelitian bisa lebih meningkat mutu pembelajarannya dibandingkan dengan sekolah yang lainnya.

5. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti yang lain terkait dengan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual maupun kemampuan berpikir kritis matematis.

E. Batasan Istilah

Batasan istilah diperlukan agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap judul penelitian yang dibuat.Penjelasan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian adalah sebagai berikut ini.

1. Pendekatan pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan guru dan siswa untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditetapkan.

2. Pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi dengan situasiyang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari siswa.

3. Berpikir kritis adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi yang meliputi kemampuan untuk mengenal dan memecahkan masalah melalui analisis, sintesis, evaluasi dan menyimpulkan.

4. Berpikir kritis matematis adalah berpikir kritis pada bidang kajian matematika. Indikator kemampuan berpikir kritis matematis yang diharapkan adalah kemampuan menganalisis argumen dan memutuskan suatu tindakan. 5. Motivasi adalah dorongan melakukan suatu atau reaksi untuk mencapai

tujuan.

6. Motivasi belajar adalah dorongan untuk belajar agar mencapai tujuan yang diharapkan.


(22)

8. Benda simetris adalah suatu benda yang seimbang pada bagian-bagiannya dan apabila dilihat pada sumbu simetrinya maka akan membagi dua bagian yang memiliki bentuk sama.

9. Pembelajaran konvensional pada penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah. Pada proses pembelajaran matematika, guru menjelaskan materi dan siswa mendengarkan penjelasan guru. Setelah itu siswa diminta untuk mengerjakan soal yang ada di dalam buku paket. Kemudian siswa diberi PR di akhir pembelajaran.


(23)

56

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Subjek Penelitian

1. Populasi

Menurut Maulana (2009: 25), populasi adalah sebagai berikut. a. Keseluruhan subjek atau objek penelitian.

b. Wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

c. Seluruh data yang menjadi perhatian dalam lingkup dan waktu tertentu. d. Semua anggota kelompok orang, kejadian, atau objek lain yang telah

dirumuskan secara jelas.

Populasi pada penelitian ini adalah kelas IV SD se-Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang yang termasuk ke dalam kelompok papak. Berdasarkan data yang yang diperoleh dari UPTD Kecamatan Cimalaka dari jumlah nilai ujian nasional (UN) mata pelajaran matematika tingkat SD/MI Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang tahun ajaran 2011/2012 (peringkat SD terlampir). Dari 29 SD yang ada, dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah. Pembagian kelompok dilakukan dengan menentukan kelompok asor 27% dari prestasi terbawah, kelompok unggul 27% dari prestasi teratas dan sisanya termasuk ke dalam kelompok papak yang merupakan populasi dalam penelitian ini. Setelah dilakukan perhitungan, maka diperolehlah 15 SD yang menjadi populasi penelitian ini dengan jumlah 516 siswa. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.1

Populasi Penelitian SD Kelompok Papak se-Kecamatan Cimalaka

No Nama Sekolah Kelas IV

Rombel L P

1. SD Karang Pawulang 2 26 27

2. SD Margamulya 1 14 13

3. SD Cibeureum III 1 13 7

4. SD Sukalerang II 1 8 13


(24)

57

6. SD Palasah 2 24 29

7. SD Cibeureum I 1 27 15

8. SD Citimun II 2 28 29

9. SD Cikole 1 11 8

10. SD Mandalaherang III 1 11 15

11. SD Cilimbangan 1 16 16

12. SD Nyalindung I 1 15 18

13. SD Citimun I 1 15 18

14. SD Nyalindung II 1 14 13

15. SD Cimalaka III 2 26 17

JUMLAH 265 251

JUMLAH TOTAL 516 SISWA

2. Sampel

Menurut Maulana (2009: 26), “Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”. Cara pengambilan sampel yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah cara sampling karena mengefisienkan waktu, tenaga dan biaya. Hal ini sejalan dengan Maulana (2009: 26), “Sampling (pengambilan sampel) merupakan cara yang dilakukan dengan meneliti hanya sebagian dari

populasi”.

Menurut Gay (Maulana, 2009: 28), “Ukuran sampel untuk penelitian

eksperimen yakni minimum 30 subjek per kelompok”. Dalam penelitian ini,

sampel yang diambil adalah dua kelas dari dua sekolah yang berbeda. Setelah ditentukan kelompok sedang yang menjadi populasi pada penelitian ini, kemudian dilakukan pemilihan secara acak dari 15 SD yang berada dalam kelompok sedang/papak, terpilihlah dua SD yakni SD Cilimbangan dan SD Citimun I sebagai tempat penelitian ini. Langkah terakhir yang dilakukan yaitu pemilihan kembali untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka terpilihlah SDN Citimun I sebagai kelas kontrol dan SDN Cilimbangan sebagai kelas eksperimen. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini sampel penelitiannya adalah siswa kelas IV SDN Cilimbangan sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas IV SDN Citimun I sebagai kelas kontrol.


(25)

58

B. Metode dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan sebab-akibat yaitu untuk melihat pengaruh pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa SD terhadap materi benda-benda simetris. “Pada penelitian eksperimen, peneliti melakukan suatu manipulasi terhadap variabel

bebas kemudian mengamati perubahan yang terjadi pada variabel terikat”,

(Maulana, 2009: 20). Pada penelitian ini dilakukan pemanipulasian terhadap pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk melihat perubahan yang terjadi pada kemampuan berpikir kritis matematis dan motivasi belajar siswa. Berdasarkan karakteristiknya maka penelitian ini termasuk ke dalam penelitian eksperimen.

2. Desain Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua kelompok kelas yang dibandingkan, kelas tersebut adalah kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pertama-tama dilakukan pemilihan secara acak untuk menentukan kelas yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas ini merupakan kelas yang berasal dari dua SD berbeda yang termasuk ke dalam sekolah yang berada pada kelompok papak berdasarkan hasil nilai UN SD/MI Kabupaten Sumedang Kecamatan Cimalaka tahun 2012. Kemudian setelah dipastikan kelas eksperimen dan kelas kontrolnya, pada kedua kelas tersebut diberikan pretes untuk mengukur kesetaraan kemampuan awal subjek penelitian. Selanjutnya pada kelas eksperimen diberikan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan pada kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional seperti biasanya kelas tersebut belajar. Pada akhir tindakan, diberikan postes untuk melihat perbedaan hasil peningkatan kemampuan berpikir kritis kedua kelas tersebut setelah diberikan perlakuan yang berbeda.

Berdasarkan uraian di atas, maka desain penelitiannya adalah berupa desain kelompok kontrol pretes-postes (pretest-posttest control group design). Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (2005) yang mengemukakan bahwa pada


(26)

59

jenis desain eksperimen ini terjadi pengelompokan secara acak (A), adanya pretes (0), dan adanya postes (0). Kelompok yang satu tidak memperoleh perlakuan, sedangkan yang satu lagi memperoleh perlakuan (X). Adapun bentuk desain penelitiannya sebagaimana menurut Ruseffendi (2005: 50) adalah sebagai berikut ini.

A 0 X 0 A 0 0 Keterangan:

A = pemilihan secara acak 0 = pretest dan posttest

X = perlakuan terhadap kelompok eksperimen

Pada bentuk desain penelitian di atas terlihat adanya pemilihan secara acak (A) baik untuk kelas eksperimen maupun untuk kelas kontrol. Kemudian adanya

pretest (0) untuk kedua kelas tersebut. Selanjutnya kelas eksperimen diberikan

perlakuan (X) yakni pembelajaran benda-benda simetris dengan menggunakan pendekatan kontekstual, sedangkan pada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Terakhir, pada kedua kelas diberikan posttest (0) untuk mengukur peningkatan kemampuan beripikir kritis matematis dari masing-masing kelas terhadap materi benda-benda simetris.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu berupa tes kemampuan berpikir kritis matematis, skala sikap untuk mengukur motivasi belajar siswa, format observasi, catatan lapangan, jurnal, dan wawancara. Uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Tes Hasil Belajar

Untuk mengukur sejauh mana kemampuan subjek penelitian terhadap materi pembelajaran pada saat penelitian maka dilakukan tes sebagai alat ukurnya. Tes ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pretes dan postes. Pretes dilakukan untuk mengukur kemampuan awal subjek penelitian baik kelas eksperimen maupun


(27)

60

kelas kontrol. Postes digunakan untuk mengukur peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa terhadap materi benda-benda simetris pada kelompok eksperimen maupun kelas kontrol. Untuk mengukur ketepatan (validitas) isi soal yang dibuat, sebelumnya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada ahli dalam pembuatan soal, dalam hal ini dosen pembimbing. Selain validitas isi, konsultasi juga dilakukan untuk mengetahui adanya validitas muka dalam arti bentuk soal dalam tes hasil belajar yang digunakan memang tepat untuk diberikan kepada subjek penelitian.

Tes untuk mengukur kemampuan berpikir matematis ini berbentuk uraian yang terdiri dari enam butir soal. Indikator kemampuan berpikir kritis matematis yang diukur pada penelitian ini berjumlah dua buah yaitu menganalisis suatu argumen dan merumuskan suatu tindakan (Ennis dalam Maulana, 2008a). Soal nomor 1, 4, dan 5 mengukur kemampuan siswa dalam menganalisis suatu argumen. Soal nomor 2, 3, dan 6 mengukur kemampuan siswa dalam merumuskan suatu tindakan. Agar tes hasil belajar memenuhi kriteria sebagai instrumen yang baik maka perlu diujicobakan sebelum digunakan pada penelitian agar dapat mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda tes tersebut. Tes diuji cobakan pada siswa kelas V yang telah mempelajari materi mengenai benda-benda simetris (bentuk soal terlampir). Penjelasan mengenai teknik pengolahan data akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Validitas Instrumen

Untuk menentukan tingkat (kriteria) validitas instrumen ini, maka digunakan koefisien korelasi. Menurut Maulana (2008b: 133) “Koefisien korelasi ini dapat diartikan sebagai nilai yang diperoleh dari hubungan/korelasi antara dua

variabel”. Koefisien korelasi ini dihitung dengan product moment dari Pearson

(Maulana, 2008b: 134) dengan rumus sebagai berikut ini. = ∑ −(∑ )(∑ )

( ∑ 2 ( )2).( 2( 2)

Keterangan:

= koefisien korelasi antara x dan y N = banyaknya peserta tes


(28)

61 X = nilai hasil uji coba

Y = nilai rata-rata harian

Rumus di atas digunakan untuk menghitung validitas soal secara keseluruhan. Sementara itu, untuk mengetahui validitas masing-masing butir soal masih menggunakan product moment pearson, tetapi X untuk jumlah skor soal yang dimaksud dan Y untuk skor total soal tes hasil belajar. Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi koefisien korelasi (koefisien validitas) menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya 1990: 147) berikut ini.

Tabel 3.2

Klasifikasi Koefisien Korelasi Validitas

Koefisien korelasi Interpretasi

0,80 < ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi

0,60 < ≤ 0,80 Validitas tinggi

0,40 < ≤ 0,60 Validitas sedang

0,20 < ≤ 0,40 Validitas rendah

0,00 < ≤ 0,20 Validitas sangat rendah ≤ 0,00 Validitas tidak valid

Hasil uji coba menunjukkan bahwa secara keseluruhan, soal yang digunakan dalam penelitian ini koefisien korelasinya mencapai 0,86 yang berarti validitas instrumen tes hasil belajar pada penelitian ini sangat tinggi berdasarkan Tabel 3.2 (perhitungan validitas hasil uji coba instrumen terlampir). Untuk mengetahui signifikansi koefisien korelasi dilakukan uji-t, dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 2010:146).

t = −2

1− 2

Keterangan:

t = Daya beda

= Koefisien korelasi antara X dan Y n = Banyaknya subjek

Uji-t ini dilakukan untuk melihat apakah antara dua variabel terdapat hubungan yang signifikan atau tidak. Rumusan hipotesisnya adalah:


(29)

62

0 : ρ = 0, tidak ada hubungan yang signifikan (tidak valid) 1 : ρ = 0, ada hubungan yang signifikan (valid)

Untuk taraf signifikansi α dan derajat kebebasan dk = (n – 2), 0 diterima jika | ℎ� | ≤ . Dalam keadaan lain, 0 ditolak dan berarti 1 diterima. Untuk tes kemampuan berpikir kritis matematis dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan n – 2 = 34, nilai yang diperoleh berdasarkan tabel adalah (0,950;34) = 1,68. Adapun hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Perhitungan Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

No Koefisien Korelasi Tafsiran keterangan

1 0,71 Tinggi 5,91 Valid

2 0,62 Tinggi 4,59 Valid

3 0,61 Tinggi 4,48 Valid

4 0,80 Tinggi 7,77 Valid

5 0,50 Sedang 3,36 Valid

6 0,36 Rendah 2,25 Valid

Keterangan:

= soal yang akan digunakan untuk pretes = soal yang tidak digunakan

Dari keenam butir soal untuk menguji kemampuan berpikir kritis matematis tersebut diperoleh 4 soal (nomor 1, 2, 3, dan 4) memiliki validitas tinggi, 1 soal (nomor 5) memiliki validitas sedang, dan 1 soal (nomor 6) memiliki validitas rendah. Selanjutnya dari hasil uji-t semua butir soal memiliki thitung > ttabel

sehingga diperoleh hasil bahwa 0ditolak. Ini berarti bahwa semua soal memiliki korelasi yang signifikan terhadap hasil belajar yang dicapai siswa. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa semua soal tes kemampuan berpikir kritis matematis tersebut memiliki ketepatan untuk digunakan sebagai instrumen penelitian. Berdasarkan pada pertimbangan bahwa soal nomor 5 dan 6 merupakan soal yang membahas tentang simetri putar, maka soal tersebut tidak digunakan. Pada


(30)

63

penelitian ini soal yang akan digunakan sebagai tes hasil belajar hanya empat soal saja yaitu, soal nomor 1, 2, 3, dan 4.

b. Reliabilitas

Reliabilitas suatu instrumen evaluasi adalah keajegan/kekonsistenan instrumen tersebut bila diberikan kepada subjek yang sama meskipun oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, atau tempat yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang sama atau relatif sama (Suherman dan Sukjaya, 1990: 167). Rumus reliabilitas yang dihitung menggunakan formula Alpha (Suherman dan Sukjaya, 1990: 194)

11 = 1 1− ∑ 2

2

Keterangan

n = banyaknya butir soal

�2 = varians skor setiap butir soal 2 = varians skor total

Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi koefisien reliabilitas menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990:177).

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

Koefisien korelasi Interpretasi

0,80 < 11≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi 0,60 < 11≤ 0,80 Reliabilitas tinggi 0,40 < 11≤ 0,60 Reliabilitas sedang 0,20 < 11≤ 0,40 Reliabilitas rendah

11≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah

Berdasarkan Tabel 3.4, hasil uji coba instrumen yang digunakan dalam penelitian mencapai kriteria reliabilitas sedang dengan perolehan koefisien korelasi reliabilitas mencapai 0,51 (perhitungan reliabilitas hasil uji coba


(31)

64

instrumen terlampir). Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa soal ini dapat digunakan dalam penelitian karena memiliki reliabilitas sedang.

c. Tingkat Kesukaran Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Tingkat kesukaran dilakukan untuk dapat mengetahui butir soal yang tergolong sulit, sedang, atau mudah. Untuk mengetahui tingkat atau indeks kesukaran setiap butir soal, digunakan rumus sebagai berikut:

IK =

Keterangan:

IK = tingkat/indeks kesukaran = rata-rata skor setiap butir soal SMI = skor maksimum ideal

Selanjutnya tingkat kesukaran yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi tingkat kesukaran menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 213).

Tabel 3.5

Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Tingkat Kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 Terlalu sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar

0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang

0,70 < IK < 1,00 Mudah

IK = 1,00 Terlalu mudah

Pengolahan tingkat kesukaran dilakukan dengan bantuan program excel. Berikut ini merupakan data tingkat kesukaran hasil uji coba instrumen tes hasil belajar yang dilakukan berdasarkan tafsiran yang terdapat pada Tabel 3.6.


(32)

65

Tabel 3.6

Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Soal Tingkat Kesukaran Tafsiran

1 0,47 Sedang

2 0,63 Sedang

3 0,67 Sedang

4 0,27 Sukar

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa tiga soal (nomor 1, 2 dan 3) memiliki tingkat kesukaran sedang dan satu soal (nomor 4) memiliki tingkat kesukaran sukar. Kemampuan berpikir kritis matematis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi, sehingga soal yang disajikan tidak ada soal yang memiliki tingkat kesukaran mudah.

d. Daya Pembeda Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Daya pembeda digunakan untuk mengetahui perbedaan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan kemampuan rendah. Untuk menghitungnya, subjek dibagi menjadi beberapa subkelompok, dengan proporsi 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah (Suherman dan Sukjaya, 1990: 204). Untuk mengetahui daya pembeda setiap butir soal, digunakan rumus sebagai berikut:

DP = −

Keterangan:

DP = daya pembeda

= rata-rata skor kelompok atas = rata-rata skor kelompok bawah SMI = skor maksimum ideal

Selanjutnya daya pembeda yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi daya pembeda sebagai berikut (Suherman dan Sukjaya, 1990: 202):


(33)

66

Tabel 3.7

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Interpretasi

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Berikut ini merupakan data daya pembeda hasil uji coba instrumen tes hasil belajar yang dilakukan.

Tabel 3.8

Daya Pembeda Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Soal � � DP Tafsiran

1 8,6 4,8 0,25 Cukup

2 3,2 1,4 0,45 Baik

3 3,7 1,5 0,55 Baik

4 2,6 0,4 0,31 Cukup

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa dua soal (nomor 1 dan 4) memiliki daya pembeda cukup dan dua soal (nomor 2 dan 3) memiliki daya pembeda baik.

2. Instrumen Skala Sikap untuk Mengukur Motivasi Belajar

Menurut Maulana (2009: 38-39) “Skala sikap terdiri dari sekumpulan pernyataan yang setiap orang diminta untuk memberikan respon atasnya”. Instrumen skala sikap digunakan untuk mengukur motivasi siswa terhadap pembelajaran matematika sebelum dan sesudah menerima perlakuan. Skala sikap diberikan 2 kali dan diberikan pada kelas eksperimen juga kelas kontrol. Bentuk skala sikap yang digunakan adalah skala Likert yang terdiri dari lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), Ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), dan


(34)

67

sangat tidak setuju (STS). Skala sikap ini terdiri dari 25 butir pernyataan mengenai motivasi siswa terhadap pembelajaran matematika (format skala sikap terlampir). Siswa harus membubuhkan tanda cek (√) pada salahsatu kolom isian sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, atau sangat tidak setuju.

Indikator motivasi belajar yang diukur berjumlah delapan buah yaitu durasi kegiatan, frekuensi kegiatana, persistensi, ketabahan; keuletan; dan kemampuan dalam menghadapi rintangan; dan kesulitan untuk mencapai tujuan belajar, devosi, tingkat aspirasi, tingkatan kualifikasi prestasi; produk; atau output yang dicapai dari kegiatan, dan arah sasaran kegiatan (Maulana, 2009) (indikator beserta pernyataan skala sikap yang digunakan uji coba terlampir). Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,87 yang menandakan bahwa instrumen skala sikap ini memiliki reliabilitas sangat tinggi. Untuk mengetahui signifikansi koefisien korelasi masih dilakukan dengan uji-t, dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 2010:146).

t = �湥 −2 1− 2

Keterangan:

t = daya beda

= koefisien korelasi antara X dan Y n = banyaknya subjek

Uji-t ini dilakukan untuk melihat apakah antara dua variabel terdapat hubungan yang signifikan atau tidak. Rumusan hipotesisnya adalah:

0 : ρ = 0, tidak ada hubungan yang signifikan (tidak valid) 1 : ρ = 0, ada hubungan yang signifikan (valid)

Untuk taraf signifikansi α dan derajat kebebasan dk = (n – 2), 0 diterima jika | ℎ� | < . Dalam keadaan lain, 0 ditolak dan berarti 1 diterima. Untuk instrumen skala sikap dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan n – 2 = 27, nilai yang diperoleh berdasarkan tabel adalah (0,950;27) = 1,70. Adapun hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 3.9.


(35)

68

Tabel 3.9

Validitas Butir Skala Sikap untuk Mengukur Motivasi Belajar

Nomor Koefisien Korelasi ℎ� Keterangan

1 0,57 3,60 Valid

2 0,27 1,45 Tidak Valid

3 0,18 0,95 Tidak Valid

4 -0,23 - Tidak valid

5 0,71 5,21 Valid

6 0,36 2,00 Valid

7 0,44 2,54 Valid

8 0,41 2,34 Valid

9 0,73 5,75 Valid

10 0,08 0,42 Tidak Valid

11 0,19 1,06 Valid*

12 0,51 3,08 Valid

13 0,63 4,22 Valid

14 0,50 3,00 Valid

15 0,07 0,50 Tidak Valid

16 0,72 5,39 Valid

17 0,71 5,21 Valid

18 0,68 4,81 Valid

19 0,71 5,21 Valid

20 0,50 3,00 Valid

21 0,68 4,82 Valid

22 0,27 1,45 Tidak Valid

23 0,65 4,44 Valid

24 0,62 4,11 Valid

25 0,62 4,11 Valid

Keterangan

= nomor pernyataan yang digunakan untuk pretes = nomor pernyataan yang tidak digunakan

*= taraf signifikansi yang digunakan yaitu α= 0,2

Berdasarkan Tabel 3.9 dengan α= 0,05 dapat diketahui bahwa 19 soal valid (nomor 1, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, dan 25) dan enam soal tidak valid (2, 3, 4, 10, 15, dan 22). Berdasarkan pertimbangan bahwa satu indikator motivasi diukur lebih dari dua soal maka dari hasil soal yang valid tersebut hanya diambil 14 soal saja (nomor 1, 5, 9, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 24, dan 25). Pada indikator tingkatan aspirasi hanya terdapat pada

soal nomor 11 saja. Jika α = 0,05 dan (0,95;27) = 1,70 maka soal menjadi tidak valid karena ℎ� =1,06 ≤ 1,70. Untuk membuat soal nomor 11 menjadi valid


(36)

69

maka taraf signifikan menjadi 0,20 dan (0,80;27) = 0,854, ℎ� � = 1, 06 ≥ 0, 854. Dari keterangan tersebut soal yang digunakan untuk mengukur motivasi belajar siswa berjumlah 15 buah. Hal ini juga berdasarkan pertimbangan waktu dan kemampuan siswa dalam membaca atau menafsirkan pernyataan yang disajikan, mengingat bahwa siswa yang diberikan skala sikap yaitu siswa kelas 4 SD.

3. Format Observasi

“Observasi merupakan pengamatan langsung dengan menggunakan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, dan jika perlu pengecapan”, (Maulana, 2009: 35). Observasi yang dilakukan adalah observasi terhadap aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran benda-benda simetris di kelas dan observasi terhadap kinerja guru. Melalui observasi dapat dilihat dengan jelas bagaimana sikap siswa dan guru pada saat pembelajaran.

Aktivitas siswa yang diukur melalui format observasi dibuat dalam bentuk daftar cek (checklist). Ada tiga aspek yang diukur dalam aktivitas siswa ini, yaitu, partisipasi, kerjasama, dan motivasi. Setiap aspek diukur dengan skor pada rentang 0 – 3 dengan indikator yang telah disusun (format observasi aktivitas siswa beserta indikatornya terlampir). Observasi dilakukan untuk melihat sejauh mana respon siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung.

Observasi juga dilakukan terhadap kinerja guru diukur melalui format observasi yang dibuat dalam bentuk daftar cek (checklist). Aspek yang diukur dalam observasi kinerja guru pada pembelajaran kontekstual dan konvensional ini terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek perencanaan pembelajaran yang terdiri dari 8 kegiatan, aspek pelaksanaan pembelajaran yang terdiri dari 24 kegiatan, dan yang terakhir adalah aspek evaluasi pembelajaran yang terdiri dari 3 kegiatan (format observasi kinerja guru kontekstual dan konvensional terlampir). Observasi terhadap kinerja guru dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan guru pada saat mengajar, sehingga dapat digunakan sebagai data untuk menjawab faktor pendukung dan penghambat pembelajaran.


(37)

70 4. Catatan Lapangan

Catatan lapangan tidak memiliki bentuk yang baku, peneliti bebas mencatat apa saja yang dirasakan penting sehubungan dengan penelitiannya, dan tidak perlu terfokus pada tingkah laku yang sama untuk seluruh subjek (Maulana, 2009). Catatan lapangan digunakan untuk merekam kejadian yang berlangsung selama proses pembelajaran. Untuk membantu ketepatan data dalam catatan lapangan ini, dipergunakan kamera dan video pada handphone untuk merekan kejadian selama pembelajaran berlangsung. Perilaku unik/tidak biasa siswa yang terekam ditulis dalam catatan lapangan dan dijadikan temuan dalam penelitian yang dilakukan untuk dikaji lebih lanjut. Catatan lapangan yang dibuat berdasarkan kejadian yang terjadi ketika siswa berbuat unik. Catatan lapangan dibuat untuk data pendukung sebagai bukti dalam mengisi data. Selain itu, dapat digunakan untuk memperbaiki kesalahan dalam pengisian data, misalkan dalam observasi kinerja guru dan aktivitas siswa.

5. Jurnal Siswa

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual memiliki salahsatu prinsip pembelajaran yaitu kegiatan refleksi. Kegiatan refleksi ini dilakukan dengan menulis kesan-kesan siswa terhadap pembelajaran yang telah berlangsung saat itu dalam jurnal siswa. Menurut Maulana (2008c: 116), “Jurnal merupakan salahsatu bentuk tulisan atau komentar yang disusun oleh siswa

tentang kegiatan yang dilakukannya”. Jurnal siswa dapat dimanfaatkan untuk melihat respon siswa terhadap pembelajaran. Jurnal siswa juga dapat diberikan kepada siswa kelas kontrol sebagai data penunjang untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran konvensional.

6. Wawancara

Menurut Ruseffendi (Maulana, 2009: 35), “Wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data yang sering digunakan dalam hal kita ingin mengorek sesuatu yang bila dengan cara angket atau cara lainnya belum bisa terungkap


(38)

71

diwawancarai. Wawancara yang dilakukan adalah dengan wawancara kelompok. Wawancara kelompok adalah metode pengumpulan data dengan mengunakan lebih dari satu informan (peserta).

Wawancara dilakukan untuk mengetahui pendapat siswa mengenai kelebihan dan hal-hal apa yang harus diperbaiki dalam pembelajaran, sehingga dengan begitu dapat diketahui faktor pendukung dan penghambat pada proses pembelajaran. Wawancara sebagai instrumen yang dapat mengetahui dengan jelas jawaban siswa terhadap proses pembelajaran karena langsung bertatap muka dengan siswa itu sendiri.

D. Prosedur Penelitian

Secara umum penelitian ini terbagi ke dalam tiga kegiatan yang harus dilakukan, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data. 1. Tahap Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini meliputi hal-hal sebagai berikut ini.

a. Identifikasi awal

Tahap ini dimulai dengan memilih pendekatan yang akan digunakan. Setelah pendekatan ditentukan, kemudian memilih tujuan yang akan dicapai. Tujuan ini adalah kemampuan berpikir mana yang akan ditingkatkan oleh pendekatan yang telah terpilih. Kemudian memilih materi pembelajaran yang akan dilakukan yang disesuaikan dengan pendekatan yang digunakan. Setelah itu, mencari sumber-sumber yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. b. Pembuatan instrumen

Pembuatan instrumen dimulai dengan merancang instrumen penelitian yang akan digunakan. Instrumen yang digunakan harus sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Instrumen yang dibuat adalah instrumen tes, observasi kinerja guru, observasi aktivitas siswa, wawancara siswa, jurnal, skala sikap, dan catatan harian. Setelah pembuatan instrumen kemudian melakukan konsultasikan instrumen yang telah dibuat kepada pihak ahli untuk menentukan validitas isi dan muka instrumen tersebut. Kemudian melakukan ujicoba


(39)

72

instrumen, untuk mengetahui validitas kriteria, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran instrumen agar dapat diketahui apakah instrumen yang akan digunakan layak atau tidak digunakan dalam penelitian. Selanjutnya, melakukan pengolahan terhadap instrumen, dan jika perlu direvisi, maka diuji coba ulang.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahapan pertama yang dilakukan memilih secara acak dua kelas yang akan dijadikan sebagai sampel dalam penelitian. Lalu memberikan pretes, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol, untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis siswa sebelum pembelajaran dilakukan. Selain itu memberikan skala sikap, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol, untuk mengukur motivasi belajar siswa sebelum pembelajaran dilakukan. Setelah itu dilanjutkan dengan mengolah data hasil pretes untuk memperlihatkan bahwa data tersebut normal dan homogen atau tidak.

Selanjutnya melaksanakan pembelajaran matematika pada materi benda-benda simetris dengan menggunakan pendekatan kontekstual terhadap kelas eksperimen dan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional terhadap kelas kontrol. Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi. Setiap akhir pembelajaran siswa diminta untuk membuat jurnal harian mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol. Proses pembelajaran yang dilakukan yaitu 2 × pertemuan yang dilaksanakan sebanyak 4 × 35 menit.

Setelah materi pembelajaran tersampaikan kemudian memberikan postes, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol, untuk mengukur peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah pembelajaran dilakukan dan memberikan skala sikap, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol, untuk mengukur peningkatan motivasi belajar siswa setelah pembelajaran dilakukan. Kemudian melakukan wawancara terhadap siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual atau konvensional.


(40)

73

Kegiatan akhir penelitian ini yaitu menganalisis data yang diperoleh baik itu data kualitatif maupun kuantitatif. Setelah itu dibuatlah penafsiran dan kesimpulan dari data yang telah diperoleh tersebut.

3. Tahap Analisis dan Penarikan Kesimpulan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif, melakukan analisis data kuantitatif dan kualitatif, membuat tafsiran dan kesimpulan hasil penelitian dari data kuantitatif, yaitu mengenai kemampuan berpikir kritis matematis dan motivasi belajar siswa, dan yang terakhir membuat tafsiran dan kesimpulan hasil penelitian dari data kualitatif, yaitu mengenai respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan faktor pendukung serta faktor penghambat terlaksananya pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi, wawancara, jurnal siswa, dan catatan lapangan. Adapun data kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar dan skala sikap baik itu pretes maupun postes. Analisis data kualitatif dimulai dengan mengelompokkan data ke dalam kategori tertentu. Data yang diperoleh diidentifikasi terlebih dahulu kemudian dianalisis. Selanjutnya sebagian data yang terkait dengan keperluan tertentu diolah dan dikualifikasikan seperlunya untuk menghasilkan suatu kesimpulan tertentu.

1. Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif dari hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap data skor pretes, skor postes, dan indeks gain. Hasil uji statistik terhadap skor pretes akan memperlihatkan bahwa kemampuan awal berpikir kritis matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama. Hasil uji statistik terhadap skor postes akan memperlihatkan bagaimana peningkatannya. Nilai rata-rata indeks


(41)

74

matematis siswa pada kedua kelas. Analisis dan pengolahan data kuantitatif pada penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut ini.

a. Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Analisis data kuantitatif dari hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap data skor pretes, skor postes, dan indeks gain. Hasil uji statistik terhadap skor pretes memperlihatkan bahwa kemampuan awal berpikir kritis matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama. Hasil uji statistik terhadap skor postes memperlihatkan bagaimana peningkatannya. Nilai rata-rata indeks gain dilihat untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kedua kelas.

Langkah-langkah pengolahan data tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa pertama-tama adalah dengan menentukan rata-rata setiap kelompok untuk mengetahui rata-rata hitung kedua kelompok. Setelah itu menguji normalitas dari distribusi masing-masing kelompok. Jika kedua kelompok berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan pengujian homogenitas kedua kelompok. Jika kedua kelompok atau salahsatu kelompok tidak berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji non-parametik. Setelah normalitas dan homogenitas terpenuhi, selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji-t. Untuk mempermudah dalam melakukan pengolahan data, semua pengujian statistik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows.

Untuk lebih rinci mengenai pengolahan data tes kemampuan berpikir kritis matematis adalah sebagai berikut ini.

1) Menghitung rataan skor pretes dan postes kedua kelompok dengan rumus sebagai berikut.

= ∑ � keterangan:

= rata-rata

� = skor ke i


(42)

75 2) Uji normalitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok sampel berdistribusi normal atau tidak. Untuk menghitung normalitas distribusi masing-masing kelompok digunakan uji

Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai signifikansi pada Kolmogorov-Smirnov lebih dari atau

sama dengan nilai � (derajat kepercayaan), maka populasi berdistribusi normal. Sebaliknya jika nilai signifikansi kurang dari nilai �, maka populasi tidak berdistribusi normal. Nilai α yang digunakan yaitu 0,05. Pengolahan data untuk uji normalitas dibantu dengan menggunakan program komputer

software SPSS 16.0 for windows.

3) Uji homogenitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok sampel mempunyai varians populasi yang sama atau berbeda. Menguji homogenitas varians total skor kemampuan berpikir kritis matematis siswa dari kedua kelompok sampel tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-F jika data berdistribusi normal. Jika datanya tidak berdistribusi normal, untuk menguji homogenitas adalah dengan uji-�2, langkah berikutnya menguji kesamaan dua rata-rata dengan uji non parametrik, dalam penelitian ini akan digunakan uji-U. Pengolahan data untuk uji homogenitas dibantu dengan menggunakan program komputer software SPSS 16.0 for windows. Jika ternyata kedua variansi homogen, maka dilanjutkan untuk uji perbedaan rata-rata (uji-t).

4) Uji perbedaan dua rata-rata

Setelah normalitas dan homogenitas terpenuhi, selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji-t. Uji-t yang dilakukan adalah uji-t dua pihak untuk data tes kemampuan berpikir kritis matematis, dan uji-t satu pihak untuk data gain. Kedua uji tersebut bertujuan untuk mengetahui pembelajaran mana yang lebih baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dan untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Untuk data yang berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka digunakan pengujian melalui


(43)

76

uji-t’. Untuk menguji perbedaan dua rata-rata masing-masing kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis dan gain dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer

software SPSS 16.0 for windows.

5) Perhitungan Gain Ternormalisasi

Perhitungan gain ternormalisasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa selama penelitian ini. Adapun perhitungan gain ternormalisasi menggunakan formula sebagai berikut (Meltzer dalam Maulana, 2007b: 57):

g = −

� −

Interpretasi gain ternormalisasi tersebut disajikan dalam bentuk klasifikasi seperti pada Tabel 3.10 berikut ini.

Tabel 3.10

Klasifikasi Gain Ternormalisasi

Gain Klasifikasi

g > 0,7 gain tinggi

0,3 < g 0,7 gain sedang

g 0,3 gain rendah

b. Skala Sikap untuk Mengukur Motivasi Belajar

Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan dalam skala sikap terbagi menjadi 5 kategori, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Karena data yang diperoleh berupa skala kualitatif, maka data tersebut ditransfer ke dalam data kuantitatif. Pemberian skor untuk setiap pernyataan yang bersifat positif adalah 5 (SS), 4 (S), 3 (R), 2 (TS), dan 1(STS). Sementara pemberian skor untuk setiap pernyataan yang bersifat negatif adalah 1 (SS), 2 (S), 3 (R), 4 (TS), dan 5 (STS).

Sama halnya dengan pengolahan data kuantitatif dari hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa, pengolahan data dari skala sikap pun dilakukan dengan menentukan rata-rata setiap kelompok untuk mengetahui rata-rata hitung kedua kelompok. Setelah itu menguji normalitas dari distribusi masing-masing


(1)

147

8. Secara umum respon siswa terhadap pembelajaran benda-benda simetris dengan pendekatan kontekstual cenderung positif. Kegiatan LKS pada diskusi kelompok yang berbentuk permainan menarik perhatian siswa, apalagi terdapat karakter-karakter kartun seperti Spongebob, Patrick, Squidward, Mr. Krab, Shandy, dan Plankton yang tentunya sudah dikenal oleh siswa. Selain itu, terdapat kompetisi untuk mengumpulkan gambar “hati” bagi siswa yang aktif berpartisipasi. Respon yang ditunjukan oleh siswa berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran, jika pada pembelajaran dirasakan siswa memberikan respon yang negatif seperti bermain-main dan tidak mendengarkan penjelasan guru tentu saja hal tersebut membuat kondisi kelas tidak menyenangkan dan guru tidak berkonsentrasi dalam mengajar. Untuk membuat respon positif salahsatunya dapat dilakukan dengan memberikan pembelajaran melalui pendekatan kontekstual.

9. Faktor pendukung terlaksananya proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yakni kinerja guru yang optimal dalam pembelajaran dan siswa yang beraktivitas baik dalam pembelajaran. Kinerja guru yang berada pada kategori sangat baik dan aktivitas siswa yang berada pada kategori baik membuat pembelajaran menyenangkan, berhasil meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan motivasi belajar siswa. Adapun faktor penghambat terlaksananya pembelajaran benda-benda simetris dengan pendekatan kontekstual yakni keterbatasan ruangan kelas, sehingga guru sulit untuk melangkah dan membimbing kelompok karena jarak antarkelompok yang sempit.

Secara umum kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik secara signifikan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan motivasi belajar siswa pada materi benda-benda simetris daripada pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada bagian terdahulu, saran yang dapat diberikan untuk beberapa pihak di antaranya adalah sebagai berikut.


(2)

148 1. Bagi Guru Matematika

Pembelajaran benda-benda simetris dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu, alangkah baiknya pembelajaran ini dijadikan sebagai alternatif pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika di SD. Selain itu, guru dapat mengembangkan pembelajaran dengan merancang pembuatan LKS yang lebih kreatif dan menantang siswa, selain itu guru juga dituntut untuk membuat media pembelajaran yang dapat menarik siswa. Seperti yang telah diketahui bahwa motivasi instrinsik lebih utama dibanding motivasi ekstrinsik, alangkah baiknya guru sering memberikan ceramah-ceramah atau tayangan-tayangan yang dapat memotivasi belajar siswa agar dengan sendirinya siswa memiliki keinginan untuk belajar sendiri meskipun tanpa diminta oleh guru ataupun orang tua.

2. Bagi Pihak Sekolah

Ruangan kelas cukup memadai namun dengan kapasitas siswa yang lebih membuat terasa sempit. Selain itu, alangkah baiknya jika tersedia infokus dan alat-alat yang dapat mendukung pembelajaran agar pembelajaran menjadi lebih kondusif lagi.

3. Bagi Siswa

Siswa harus selalu siap dalam memecahkan permasalahan baik permasalahan yang telah dikenal siswa maupun permasalahan yang baru dikenal siswa. Selanjutnya, diharapkan agar siswa dapat menerapkan pemecahan dalam permasalahan matematika di kehidupannya sehari-hari.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini terdapat beberapa kekurangan di antaranya pengadaan media yang terbatas seperti gambar saja. Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan media lain seperti media yang berbentuk audio-visual karena ketika siswa hanya melihat gambar saja siswa sudah merasa senang, apalagi jika media berupa audio-visual tentu saja dapat menarik perhatian siswa.


(3)

149

DAFTAR PUSTAKA

Amioroh, S. (2012). Penggunaan Teknik Bertanya dalam Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. [Offline]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=2034 Dalyono, M. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, S.B. ( 2008). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Fatimah, N. (2012). Penerapan Pembelajaran Learning Cycle 5E dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Hamadi, A., dan Supriyono, W. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik, O. (2008). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hassoubah, Z.I. (2008). Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis Disertai Ilustrasi dan Latihan. Bandung: Nuansa.

Kharisma, T. (2012). Kemampuan Berpikir Analitis dan Kritis. [Online]. Tersedia.http://thabilkharisma.blogspot.com/2012/01/kemampuan-berpikir-analitis-dan-kritis.html. [3 November 2012]

Maulana (2007a). Alternatif Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD. [Offline]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/t_mtk_049507_chapter2.pdf

Maulana (2007b). Alternatif Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD. [Offline]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/t_mtk_049507_chapter3.pdf Maulana (2008a). Dasar-dasar Keilmuan Matematika. Subang: Royyan Press.

Maulana (2008b). Konsep Dasar dan Aplikasi Statistika serta Teori Distribusi Peluang. Subang: Royyan Press.


(4)

Maulana (2008c). Pendidikan Matematika 1 Bahan Belajar untuk Guru, Calon Guru, dan Mahasiswa PGSD: Tidak dipublikasikan.

Maulana (2009). Memahami Hakikat, Variabel, dan Instrumen Penelitian Pendidikan dengan Benar Panduan Sederhana bagi Mahasiswa dan Guru Calon Peneliti. Bandung: Learn2live n live2learn.

Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Jakarta: Rineka Cipta.

Mustaqim, B., dan Astuti, A. (2008). Ayo Belajar Matematika untuk SD dan MI kelas IV. Jakarta: Pusbuk Depdiknas.

Nadhirin (2010). Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). [Online]. Tersedia: http://nadhirin.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran-contextual-teaching.html. [5 November 2012]

Nana, S. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar-Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Prabawati, M.N. (2011a). Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir

Kritis Matematik Siswa SMA. [Offline].

Tersedia:http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=1180

Prabawati, M.N. (2011b). Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir

Kritis Matematik Siswa SMA. [Offline].

Tersedia:http://repository.upi.edu/operator/upload/t_mtk_0907979_chapter2.pdf Purwanto, N. (2007). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ramdan, D.A. (2008). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual Berbasis Media Kartun terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa: Suatu Penelitian Terhadap Kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI. [Offline]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=3258 [5 Januari 2013] Ruseffendi, dkk. (1992). Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Departemen Pendidikan


(5)

151

Ruseffendi (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksata Lainnya.Bandung: Penerbit Tarsito Bandung.

Rusman (2011). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Sagala, S. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Slameto (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Soemanto, W. (2006). Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Somakim (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-Efficacy Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Penggunaan Pendekatan

Matematika Realistik. Disertasi. [Offline]. Tersedia

http://repository.upi.edu/operator/upload/d_mat_chapter2.pdf

Subarinah, S. (2006). Inovasi Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Depdiknas. Suherman, E., dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan: dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wardhani, dkk. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Kementerian Pendidikan Nasional Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika.

Yulianti, H. (2009). Penerapan Model SAVI dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.


(6)

Dokumen

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Jakarta: Dharma Bakti.

Depdiknas (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006, tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang (2012). Daftar Sekolah Dasar Berdasarkan Jumlah Nilai Ujian Nasional SD/MI Tahun Ajaran 2011/2012 Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Bandung: Fokus Media.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN PEMBELAJARAN SOCRATES DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X SMA Negeri 17 Bandar Lampung Semester Genap Tahun P

0 16 42

PENERAPAN PEMBELAJARAN SOCRATES DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Penelitian Deskriptif Kualitatif Pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 10 Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 57

PENERAPAN METODE SOCRATES PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran

8 52 122

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 24 Bandar Lampung T.P. 2013/2014)

1 19 66

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 ADIREJO PEKALONGAN LAMPUNG TIMUR

1 20 65

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASI BELAJAR SISWA KELAS II A SD NEGERI 7 METRO PUSAT

0 7 76

DESKRIPSI DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

3 19 81

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP Usep Suwanjal SMK Negeri 1 Menggala Tulang Bawang Email : usep.suwanjalgmail.com Abstract - PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPI

0 4 7

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS IV SD N 3 GLAGAH KUDUS TAHUN 20132014

0 0 21

PENERAPAN RESOURCE BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

0 2 8