HUBUNGAN POSTUR KERJA DUDUK TERHADAP UPPER EXTREMITY SYMPTOMS PADA PEKERJA BAGIAN CUCUK DI PT. ISKANDARTEX SURAKARTA

(1)

commit to user

HUBUNGAN POSTUR KERJA DUDUK TERHADAP UPPER EXTREMITY SYMPTOMS PADA PEKERJA BAGIAN CUCUK DI

PT. ISKANDARTEX SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh :

Cherlly Pritta Rinandha NIM. R0207066

PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta


(2)

(3)

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2011

Nama Cherlly Pritta Rinandha NIM. R0207066


(4)

ABSTRAK

HUBUNGAN POSTUR KERJA DUDUK DENGAN UPPER EXTREMITY SYMPTOMS PADA PEKERJA BAGIAN CUCUK

DI PT. ISKANDARTEX SURAKARTA

Cherlly Pritta Rinandha1, Tarwaka2, Seviana Rinawati3.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji hubungan postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms pada pekerja bagian cucuk di PT. Iskandartex Surakarta.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian Crossectional Analitic, dengan sampel penelitian 25 pekerja di bagian Cucuk. Teknik sampling yang digunakan adalah Sample Jenuh. Pengumpulan data dengan menggunakan Lembar Kerja Penilaian RULA dan Peta Pemetaan Tubuh. Analisis yang digunakan adalah uji statistik parametrik Pearson Product Moment dan Regresi Linear dengan program komputer SPSS versi 16.00.

Hasil : Hasil uji statistik terhadap hubungan postur kerja duduk terhadap Upper Extremity Symptoms = 0,022. Sedangkan hasil uji Regresi Linear = 0,320 sehingga terdapat hubungan tingkat hubungan korelasi (r) berada diantara 0,20 - 0,399), sehingga menunjukkan tingkat hubungan rendah.

Kesimpulan : Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan adanya hubungan antara postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms.

Kata Kunci : Postur Kerja Duduk, Upper Extremity Symptoms

1,2, 3

Program Studi D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta


(5)

commit to user

ABSTRACT

CORRELATIONS OF SITTING WORKING POSTURE WITH UPPER EXTREMITY SYMPTOMS THE LABORS CUCUK DIVISION IN PT.

ISKANDARTEX SURAKARTA

Cherlly Pritta Rinandha1, Tarwaka2, Seviana Rinawati3.

Objective : This research was aimed to find and examine the correlations of sitting working posture with Upper Extremity Symptoms the labors Cucuk Division in PT. Iskandartex Surakarta.

Methods : This research is an observational cross sectional analytical approach, with a sample of 25 research labors in Cucuk Division. Sampling technique used was Sampling Jenuh. The data collection was done using by Rula Assessment Worksheet and Body Mapping. The data analysis used statistic parametric Pearson Product Moment and Linear Regression by using computer program SPSS version 16.00 version.

Result : The result of statistic showed the correlations of sitting working posture with Upper Extremity Symptoms = 0,022. While the test results of linear regression = 0,320, so there is a relationship level of correlation (r) (is between 0,20 to 0,399), suggesting a low level of relation.

Conclution : From the test results can be inferred the existence of the correlations between sitting working posture with Upper Extremity Symptoms.

The Key words : Sitting Working Posture, Upper Extremity Symptoms.

1,2, 3

Occupational Health Study Program of Medical Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta.


(6)

PRAKATA

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat PHQ\HOHVDLNDQ SHQXOLVDQ VNULSVL GHQJDQ MXGXO ³+XEXQJDQ 3RVWXU .HUMD 'XGXN dengan Upper Extremity Symptoms pada Pekerja Bagian Cucuk di PT. Iskandartex 6XUDNDUWD´

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr., M.S., selaku mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, periode sebelum 16 Mei 2011. 2. Bapak Prof.Dr. Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, periode 16 Mei 2011 ± 16 Mei 2015.

3. Bapak Putu Suryasa, dr., MS, P.K.K, Sp.Ok., selaku mantan Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Periode Sebelum 16 Juni 2011

4. Ibu Ipop Sjarifah, Dra., M.Si, selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Periode 16 juni 2011 ± 16 Juni 2015

5. Bapak Tarwaka, PGDip.S., M.Erg. selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Seviana Rinawati, SKM. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Putu Suriyasa., dr., MS., PKK., Sp.Ok selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.

8. Pimpinan Perusahaan PT. Iskandartex Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan Penelitian.

9. Bapak Agus Mulya, selaku Pembimbing Lapangan yang telah meluangkan waktu untuk mendampingi penulis dalam pengambilan data.

10.Papa Kusni dan Mama Setyorini, beserta adik Al Fadilla Yoga Brata yang telah memberikan cinta, kasih sayang dan support selama ini.

11.Teman-teman angkatan 2007 D.IV Kesehatan Kerja, terimakasih atas semua bantuannya dan semoga bermanfaat.

12.Semua pihak yang tidak disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Skripsi ini.

Semoga segala kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.


(7)

commit to user

Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga Skripsi ini bisa bermanfaat bagi civitas akademika Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.

Surakarta, Juli 2011


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ... iv

ABSTRAK BAHASA INGGRIS ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Kerangka Pemikiran ... 27

C. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

C. Populasi Penelitian dan Subjek Penelitian ... 29

D. Teknik Sampling ... 30

E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 30


(9)

commit to user

G. Desain penelitian ... 34

H. Instrumen Penelitian... 35

I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL A. Gambaran Umum Perusahaan ... 37

B. Karakteristik Subjek Penelitian ... 42

C. Hasil Pengukuran Lingkungan Kerja ... 47

D. Hasil Pengukuran Postur Kerja Duduk ... 50

E. Hasil Pengukuran Upper Extremity Symptoms ... 52

F. Presentase Pengukuran Upper Extremity Symptoms ... 53

G. Hasil Pengujian ... 54

H. Hubungan Postur Kerja Duduk terhadap Upper Extremity Symptoms ... 55

BAB V PEMBAHASAN A. Analisa Gambaran Umum Perusahaan... 57

B. Analisa Karakteristik Subjek Penelitian... 59

C. Analisa Hasil Pengukuran Lingkungan Kerja ... 63

D. Analisa Hasil Pengukuran Postur Kerja Duduk ... 66

E. Analisa Hasil Pengukuran Upper Extremity Symptoms ... F. Hasil Uji Statistik Hubungan Postur Kerja Duduk Terhadap Upper Extremity Symptoms ... 67

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Faktor yang Mempengaruhi Postur Tubuh ... 7 Tabel 2. Postur-postur Janggal dan Alokasi Kemungkinan Terjadinya Sakit 8 Tabel 3. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Terhadap Koefisien

Korelasi ... 36 Tabel 4. Data Umur Subjek Penelitian Pekerja di Bagian Cucuk ... 42 Tabel 5. Hasil Uji Statistik Umur terhadap Upper Extremity Symptoms

dengan Menggunakan Uji Correlations Pearson Product

Moment ... 43 Tabel 6. Data Pengukuran Kursi yang Digunakan Pekerja Bagian Cucuk

PT. Iskandartex Surakarta. ... 44 Tabel 7. Data Pengukuran Anthropometri Pekerja di Bagian Cucuk di PT.

Iskandartex Surakarta ... 45 Tabel 8. Data Pengukuran Lama Kerja Subjek Penelitian di Bagian Cucuk

di PT. Iskandartex Surakarta ... 47 Tabel 9. Hasil Uji Lama Kerja Subyek Penelitian terhadap Upper

Extremity Symptoms dengan Menggunakan Uji Correlations

Pearson Product Moment . ... 48 Tabel 10. Data Pengukuran Penerangan di Bagian Cucuk PT. Iskandartex

Surakarta. ... 48 Tabel 11. Hasil Uji Statistik Penerangan terhadap Upper Extremity

Symptoms dengan menggunakan uji Correlations Pearson

Product Moment ... 49 Tabel 12. Hasil Pengukuran Postur Kerja Duduk ... 51 Tabel 13. Hasil Pengukuran Upper Extremity Symptoms Pada Pekerja di

Bagian Cucuk di PT. Iskandartex Surakarta ... 53 Tabel 14. Hasil Presentase Pengukuran Upper Extremity Symptoms Pekerja

Bagian cucuk PT. Iskandartex Surakarta ... 54 Tabel 15. Hasil Uji Hubungan Postur Kerja Duduk dengan Upper

Extremity Symptoms dengan menggunakan uji Correlations


(11)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hal-hal yang Mempengaruhi Postur Tubuh Ketika Bekerja ... 6

Gambar 2. Range Pergerakan Lengan Atas (a) Postur Alamiah, (b) Postur Extension dan Flexion, (c) Postur Lengan Atas Flexion. ... 10

Gambar 3. Range Pergerakan Lengan Bawah (a) Postur Flexion 60°-100°, (b) Postur Alamiah dan (c) Postur 100° +. ... 11

Gambar 4. Range Pergerakan Pergelangan Tangan (a), (b) Postur Flexion 15°+, (c) Postur 0-15° Flexion maupun Extension, (d) Postur Extension 15°+. ... 12

Gambar 5. Range Pergerakan Putaran Pergelagan Tangan, (a) Postur Alamiah dan (b) Postur Putaran Pergelangan Tangan ... 12

Gambar 6. Range Pergerakan Leher (a) Postur Alamiah, (b) Postur 10-20° Flexion, (c) Postur 20° atau Lebih Flexion (d) Postur Extention . 13

Gambar 7. Range Pergerakan Leher yang Diputar atau Ditengokkan (a) Postur Alamiah, (b) Postur Leher Diputar, (c) Postur Leher Ditengokkan... 14

Gambar 8. Range Pergerakan Punggung (a) Postur 20°-60° Flexion, (b) Postur Alamiah, (c) Postur 0 -20° Flexion, (d) Postur 60° atau Lebih Flexion ... 15

Gambar 9. Range Pergerakan Punggung yang Diputar atau Ditengokkan (a) Postur Alamiah, (b) Postur Punggung Diputar, (c) Postur Punggung Ditengokkan. ... 15

Gambar 10. Range Pergerakan Kaki (a) Kaki Tertopang, Bobot Tersebar Merata, (b) Kaki Tidak Tertopang, Bobot Tidak Tersebar Merata. 16 Gambar 11. Sistem Skeletal ... 17

Gambar 12. Otot-Otot Pada Extremitas Atas ... 18

Gambar 13. Bagan Kerangka Pemikiran ... 27

Gambar 14. Bagan Desain Penelitian... 34

Gambar 15. Pembuatan Benang Lusi ... 39

Gambar 16. Pembuatan Benang Lusi ... 39

Gambar 17. Proses Pengkajian Benang ... 39

Gambar 18. Proses Cucuk ... 39

Gambar 19. Proses Penyisiran Benang ... 40

Gambar 20. Proses Winding ... 40

Gambar 21. Proses Penenunan Benang ... 41

Gambar 22. Proses Finishing ... 42


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Kerja Penilaian RULA Lampiran 2. Peta Pemetaan Tubuh

Lampiran 3. Denah Pengukuran Penerangan

Lampiran 4. Data Pengukuran Denyut Nadi Pekerja Lampiran 5. Foto Pengukuran Lingkungan

Lampiran 6. Hasil Uji Statistik


(13)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan di bidang industri baik industri besar, sedang maupun kecil tengah berkembang secara menyeluruh. Pembangunan industri ini ditujukan untuk memperluas lapangan kerja, kesempatan berusaha dan untuk meningkatkan mutu serta perlindungan bagi tenaga kerja. Perlindungan tenaga kerja ditujukan kepada perbaikan upah, syarat kerja, serta jaminan sosial lainnya dalam rangka perbaikan kesejahteraan tenaga kerja. Upaya perlindungan terhadap bahaya yang timbul serta pencapaian ketentraman atau ketenangan kerja agar tenaga kerja tetap sehat dan selamat bertujuan untuk pencapaian produktivitas kerja yang setinggi-tingginya (Lukas, 2007).

Industri tekstil merupakan industri yang mengelola dan memproses bahan kain dengan menggunakan mesin dan peralatan modern. Salah satu faktor permasalahan yang menganggu kenyamanan kerja tenaga kerja adalah permasalahan mengenai sikap duduk yang salah dan dapat menyebabkan keluhan otot-otot skeletal atau yang lebih sering disebut Musculoskeletal Disorders (MSDs) (Dinardi, 1997).

Aktivitas sehari-hari yang menuntut banyak gerak ke depan maupun membungkuk, aktivitas mengangkat beban berat secara tidak tepat, maupun


(14)

bekerja dalam posisi duduk dengan jangka waktu lama dimungkinkan menyebabkan nyeri pada bagian anggota badan, punggung lengan bagian persendian, dan jaringan otot lainnya (Soedirman, dkk., 2000).

Pada tenaga kerja yang setiap harinya bekerja dengan sikap kerja duduk, keluhan tersebut biasanya berupa nyeri di sekitar tengkuk ataupun di bagian bahu. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada tengkuk umum terjadi pada waktu kerja. Antara lain terjadi pada pekerjaan dengan beban yang berat, pekerjaan manual dengan duduk, pekerjaan yang duduk terus - menerus. Dalam suatu sikap yang statis, otot bekerja statis dimana pembuluh - pembuluh darah dapat tertekan sehingga aliran darah dalam otot menjadi berkurang yang berakibat berkurangnya glukosa dan oksigen dari darah dan harus menggunakan cadangan yang ada. Selain itu sisa metabolisme tidak diangkut keluar dan menumpuk di dalam otot yang berakibat otot menjadi lelah dan timbul rasa nyeri (Naqshband, 2008).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di PT. Iskandartex dengan melalui proses wawancara, terdapat pekerja di bagian cucuk yang terindikasi mengalami keluhan pada upper extremity. Proses ini dilakukan secara manual dan sangat membutuhkan ketelitian karena satu helai benang hanya mengisi satu dropper. Pekerjaan ini tentunya dilakukan dengan posisi duduk dan menggunakan kursi yang tidak ergonomis. Dari sikap kerja duduk inilah yang menyebabkan para pekerja mengalami keluhan nyeri di sekitar tengkuk, bahu,


(15)

commit to user

hingga punggung. Keluhan tersebut yang dinamakan dengan keluhan pada bagian tubuh ektremitas atas atau Upper Extremity Symptoms .

Saat ini, belum banyak penelitian tentang hubungan postur kerja duduk pada pekerja bagian cucuk dengan Upper Extremity Symptoms. Oleh karena itu, SHQHOLWL WHUWDULN XQWXN PHQJDGDNDQ SHQHOLWLDQ GHQJDQ MXGXO ³+XEXQJDQ SRVWXU kerja duduk pada pekerja bagian cucuk terhadap Upper Extremity Symptoms di 37,VNDQGDUWH[6XUDNDUWD´

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah seperti yang diuraikan di atas dan guna membatasi permasalahan yang akan dibahas, maka peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut :

³$GDNDK KXEXQJDQ SRVWXU NHUMD GXGXN GHQJDQUpper Extremity Symptoms pada SHNHUMDEDJLDQFXFXNGL37,VNDQGDUWH[6XUDNDUWD"´

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini mengkaji hubungan postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms pada pekerja bagian cucuk di PT. Iskandartex Surakarta. 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui postur kerja duduk pada pekerja bagian cucuk yang menjadi penyebab Upper Extremity Symptoms di PT. Iskandartex Surakarta.


(16)

b. Mengetahui Upper Extremity Symptoms yang dialami oleh pekerja bagian cucuk di PT. Iskandartex Surakarta.

c. Mengetahui hubungan postur kerja duduk terhadap Upper Extremity Symptoms pada pekerja bagian cucuk di PT. Iskandartex Surakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan bukti empiris tentang hubungan postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms pada pekerja di bagian cucuk di PT. Iskandartex Surakarta.

2. Manfaat Aplikatif/Praktis a. Bagi Peneliti

1) Dapat mengaplikasikan teori - teori mata kuliah yang telah didapatkan di bangku kuliah dan menambah pengalaman secara langsung melalui pengamatan di lapangan.

2) Dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai hubungan postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms pada pekerja di bagian cucuk di PT. Iskandartex Surakarta.

b. Bagi Tenaga Kerja

Tenaga kerja dapat mengetahui hubungan postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms pada pekerja di bagian cucuk di PT. Iskandartex Surakarta sehingga dapat melakukan upaya pencegahan


(17)

commit to user

Upper Extremity Symptoms yang disebabkan oleh postur kerja duduk dengan penuh kesadaran.

c. Bagi Perusahaan

1) Perusahaan dapat lebih mengetahui mengenai kondisi lingkungan kerja.

2) Perusahaan mendapatkan masukan mengenai postur kerja duduk pada tenaga kerja di bagian cucuk agar dapat dilakukan upaya pengendalian. d. Bagi Pembaca

1) Dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai teori - teori postur kerja duduk, ergonomi, dan Upper Extremity Symptoms.

2) Dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi untuk penelitian - penelitian selanjutnya.


(18)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Postur Kerja Duduk

Postur kerja adalah posisi relatif bagian tubuh tertentu pekerja pada saat melakukan aktivitas kerja yang biasanya terkait dengan desain area kerja dan task requirement serta ukuran peralatan/benda lainnya yang digunakan saat bekerja (Phulat, 1992).

Postur dan pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi. Salah satu penyebab utama gangguan otot rangka adalah postur janggal (awkwark posture). Menurut Bridger (1995) hal-hal yang dapat mempengaruhi postur tubuh ketika bekerja adalah karakteristik pekerjaan (kebutuhan pekerja), desain tempat kerja dan faktor personal pekerja seperti yang ditunjukkan pada bagian berikut ini :

Gambar 1. Hal-hal yang Mempengaruhi Postur Tubuh Ketika Bekerja Sumber : Bridger, 1995

Task Requirements

Working posture


(19)

commit to user

Faktor yang mempengaruhi postur tubuh :

Tabel 1. Faktor yang Mempengaruhi Postur Tubuh Faktor Contoh Karakteristik pengguna (faktor personal) Umur Antropometri Berat badan Kebugaran (olahraga)

Pergerakan sendi (banyaknya persendian) Masalah muskuloskeletal terbaru

Cidera atau operasi awal Penglihatan Handedness Kegemukan Kebutuhan pekerjaan/kegiatan Kebutuhan visual

Kebutuhan manual (posisi tenaga) Masa waktu

Periode istirahat

Pekerjaan yang mobile/tidak atau kecepatan dalam bekerja

Desain tempat kerja Dimensi tempat duduk

Dimensi permukaaan tempat kerja Desain tempat duduk

Dimensi ruang kerja (ruang untuk kepala, ruang untuk kaki)

Keleluasaan pribasi

Kualitas dengan tingkat iluminasi Sumber : Bridger, 1995

Postur normal atau yang sering disebut postur netral yaitu postur dalam proses yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian penting tubuh, seperti organ tubuh, saraf, tendon, otot, dan tulang membuat keadaan menjadi rileks dan menyebabkan kelelahan sistem muskuloskeletal/sistem tubuh lainnya (Satrya, 1999).


(20)

Menurut Weiner (1992) postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung lama dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang disebut dengan postural stress akibat dari postur tubuh yang jelek. Postur-postur janggal dan alokasi kemungkinan terjadinya sakit dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Postur-postur Janggal dan Alokasi Kemungkinan Terjadinya Sakit Postur Janggal Alokasi kemungkinan terjadinya sakit

atau gejala lainnya : Berdiri

Duduk tanpa dukungan lumbar Duduk tanpa dukungan punggung Duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang baik dengan ketinggian yang sesuai

Duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang terlalu tinggi

Tangan meraih sesuatu yang sulit terjangkau (jauh/tinggi)

Kepala mendongak

Posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan

Semua posisi tegang

Posisi ekstrim yag terus-menerus pada setiap sendi

Pada kaku, region lumbal Pada region lumbal Pada otot-otot punggung

Pada lutut, kaki, dan region lumbal

Pada bahu dan otot-otot leher

Pada bahu dan lengan bagian atas Pada region leher

Pada region lumbal dan otot-otot punggung

Pada semua otot (karena semua otot terlibat)

Pada semua sendi (karena semua sendi terlibat)

Sumber : Van Welly dalam ILO, 1998

Gejala postural stress yang timbul ini adalah kelelahan, nyeri, gelisah atau tidak tenang. Postur kerja yang baik menjamin kerja otot statis seminimal mungkin, sehingga memungkinkan seseorang melakukan pekerjaan dengan seefektif mungkin, sehingga memungkinkan seseorang melakukan pekerjaan dengan seefektif mungkin tanpa kerja otot tambahan.


(21)

commit to user

Postur kerja bervariasi lebih baik dari postur kerja yang monoton, dan postur kerja yang statis dan santai lebih baik daripada postur kerja yang statis dan tegang. (Nursatya, 2008)

Menurut Mc. Atamney dan Corlett (1993), untuk menghasilkan suatu metode yang cepat digunakan untuk mengukur bagian tubuh, tubuh dibagi menjadi dua bagian, yaitu grup A dan grup B. Grup A meliputi lengan atas dan lengan bawah serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi : leher, badan, dan kaki. Hal ini memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan, dan leher yang terbatas yang mungkin mempengaruhi postur tubuh bagian atas dapat masuk dalam pemeriksaan. Kelompok A memperlihatkan postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah pergelangan tangan. Kisaran lengan atas diukur dan diskor dengan dasar penemuan dari studi yang dilakukan oleh Herbert et al. Skor-skor tersebut adalah :

1. Untuk 20° extension hingga 20° flexion.

2. Untuk extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion. 3. Untuk 45° - 90° flexion.

4. Untuk 90° flexion atau lebih. Keterangan :

a. + 1 jika pundak/bahu ditinggikan. b. + 1 jika lengan atas abdusted.


(22)

Gambar 2. Range Pergerakan Lengan Atas (a) Postur Alamiah, (b) Postur Extension dan Flexion, (c) Postur Lengan Atas Flexion.

Sumber : Mc Atamney dan Corlett, 1993

Rentang untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitin Granjean dan Tichauer (1992). Skor tersebut adalah :

a. 1 untuk 60° - 100° flexion.

b. 2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion. Keterangan :


(23)

commit to user

Gambar 3. Range Pergerakan Lengan Bawah (a) Postur Flexion 60°-100°, (b) Postur

Alamiah dan (c) Postur 100° +. Sumber : Mc Atamney dan Corlett, 1993

Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and Safety Executive (1995), digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut :

a. 1 untuk berada pada posisi netral

b. 2 untuk 0-15° flexion maupun extension

c. 3 untuk 15° atau lebih flexion maupun extension. Keterangan :


(24)

Gambar 4 : Range Pergerakan Pergelangan Tangan (a), (b) Postur Flexion 15°+, (c) Postur 0 -15° Flexion maupun Extension, (d) Postur Extension 15°+.

Sumber : Mc Atamney dan Corlett, 1993

Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh Health and Safety Executive (1995) pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut adalah :

a. +1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran

b. +2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran.

Gambar 5. Range Pergerakan Putaran Pergelagan Tangan, (a) Postur Alamiah dan (b) Postur

Putaran Pergelangan Tangan


(25)

commit to user

Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut adalah :

a. 1 untuk 0 - 10° flexion. b. 2 untuk 10 - 20° flexion. c. 3 untuk 20° atau lebih flexion. d. 4 jika dalam extention

Gambar 6: Range Pergerakan Leher (a) Postur Alamiah, (b) Postur 10-20° Flexion, (c) Postur 20° atau Lebih Flexion (d) Postur Extention.

Sumber : Mc Atamney dan Corlett, 1993

Apabila leher diputar atau ditengokkan Keterangan :


(26)

Gambar 7. Range Pergerakan Leher yang Diputar atau Ditengokkan (a) Postur Alamiah, (b) Postur Leher Diputar, (c) Postur Leher Ditengokkan.

Sumber : Mc Atamney dan Corlett, 1993

Kisaran untuk punggung dikembangkan Grandjean et al (1995):

a. 1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90° atau lebih.

b. 2 untuk 0 - 20° flexion. c. 3 untuk 20° - 60° flexion. d. 4 untuk 60° atau lebih flexion


(27)

commit to user

Gambar 8. Range Pergerakan Punggung (a) Postur 20°-60° Flexion, (b) Postur Alamiah, (c) Postur 0 -20° Flexion, (d) Postur 60° atau Lebih Flexion.

Sumber : Mc Atamney dan Corlett, 1993 Punggung diputar atau ditengokkan

Keterangan :

a. +1 jika tubuh diputar.

b. +1 jika tubuh miring ke samping.

Gambar 9. Range Pergerakan Punggung yang Diputar atau Ditengokkan (a) Postur Alamiah, (b) Postur Punggung Diputar, (c) Postur Punggung Ditengokkan.


(28)

Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut : a. +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata. b. +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana

terdapat ruang untuk berubah posisi.

c. +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.

Gambar 10: Range Pergerakan Kaki (a) Kaki Tertopang, Bobot Tersebar Merata, (b) Kaki Tidak Tertopang, Bobot Tidak Tersebar Merata.

Sumber : Mc Atamney dan Corlett, 1993

Postur duduk memerlukan lebih sedikit daripada berdiri, karena hal ini dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Sedangkan postur berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan lebih banyak 10-15% dibanding dengan duduk (Nurmianto, 2009)


(29)

commit to user

2. Upper Extremity Symptoms

Dimensi tubuh dibagi atas 2 yaitu bagian atas (Upper Extremity) dan bawah (Lower Extremity). Otot-otot upper extremity/ekstremitas atas termasuk otot yang menempel skapula ke dada dan umumnya bergerak skapula, dan yang melampirkan humerus untuk skapula dan umumnya bergerak lengan, dan berada di lengan atau lengan yang bergerak lengan bawah, pergelangan tangan, dan tangan (Rusdi, 2007).

Upper

Extremity

Lower

Extremity

Gambar 11. Sistem Skeletal Sumber : http://www.3dscience.com, 2011

Bagian tubuh yang termasuk adalah Upper Extremity adalah : a. Kepala


(30)

c. Lengan bawah d. Lengan atas e. Bahu f. Aksilla

g. Regio pektoral

h. Skapula

Otot yang menggerakkan bahu dan lengan termasuk trapezius dan serratus anterior. The pectoralis major, m. latisimus dorsi, deltoid, dan rotator cuff otot terhubung ke humerus dan memindahkan lengan.

Otot-otot yang menggerakkan lengan bawah terletak di sepanjang humerus, yang meliputi brachii trisep, bisep brachii, brakialis, dan brakioradialis. 20 atau lebih otot yang menyebabkan sebagian besar pergelangan, tangan, dan gerakan jari terletak di sepanjang lengan bawah. Gambar di bawah menunjukkan beberapa otot-otot ekstremitas atas.

Gambar 12 . Otot-Otot Pada Extremitas Atas


(31)

commit to user

Keluhan pada Upper Extremity adalah rasa nyeri pada sistem muskuloskeletal extremitas atas yang diyakini berhubungan dengan kegiatan kerja. Cedera dapat mengenai otot, tendon, ligamen, saraf, pembuluh darah di leher, bahu, lengan, siku, pergelangan dan jari tangan. Cedera berupa radang dan rasa nyeri, sehingga mengurangi kemampuan gerak disertai kelainan khas bagian ekstremitas atas tersebut.

Kekuatan otot dan keluhan pada otot merupakan salah satu indikator untuk mengevaluasi adanya keluhan Upper Extremity. Menurut Neuman (2006) faktor-faktor pekerjaan yang mempengaruhi kekuatan otot dan menimbulkan Keluhan Upper Extremity adalah :

a. Posisi kerja yang tidak alamiah (awkward posture) b. Pengulangan pekerjaan (repetitive motion)

c. Penggunaan tenaga yang berlebihan d. Posisi kerja yang statis

e. Terjadi kontak bagian tubuh dengan lingkungan ataupun peralatan kerja f. Metode/cara kerja

Gejala-gejala nyeri leher antara lain terasa sakit di daerah leher dan kaku, nyeri otot-otot leher yang terdapat di leher, sakit kepala dan migrain. Nyeri leher akan cenderung merasa seperti terbakar. Nyeri bisa menjalar ke bahu, lengan, dan tangan dengan keluhan terasa baal atau seperti ditusuk jarum. Nyeri yang tiba-tiba dan terus menerus dapat menyebabkan bentuk leher yang abnormal, kepala menghadap ke sisi yang sebaliknya.


(32)

Yang dikenal dengan istilah torticolis (The NHS Plus Project, 2011).

Nyeri merupakan keluhan utama pada gangguan muskuloskeletal dengan etiologi yang bermacam-macam. Untuk mengenal lebih lanjut berbagai jenis nyeri, maka Zimmerman (1987) membagi dalam 5 jenis yaitu : a. Nociceptor pain

Ujung saraf sensorik tertentu dirangsang oleh proses patofisiologik, misalnya inflamasi sendi.

b. Neuropathic pain

Serabut saraf aferen secara langsung bereaksi terhadap rangsangan setelah mengalami kerusakan akibat kompresi atau gangguan biokimiawi, misalnya pada hernia nukleous pulposus atau polineuropati diabetik. c. Deafferentation pain

Neuron pada sistem saraf pusat menjadi sangat mudah terangsang setelah kehilangan asupan, misalnya pada avulsi radiks atau transeksi saraf. d. Reactive pain

Eksitasi nociceptor akibat disfungsi motor atau simpatetik eferen atau mekanisme refleks, misalnya pada hipertonus muskuler, algodistrofi simpatetik.

e. Psychosomatic pain

Problem psikik atau psikososial meningkatkan eksistensi nyeri atau diekspresikan sebagai nyeri.


(33)

commit to user

Nyeri pada penyakit reumatik dapat terjadi akibat :

a. Rangsangan pada nociceptors di dalam komponen perangkat biomekanik, misalnya perangsangan nociceptors pada otot, sendi, tendon dan ligamen. Nyeri jenis ini berhubungan dengan konsep nyeri sistem sensorik, sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap situasi yang membahayakan atau terjadinya ke rusakan. Oleh karena adanya nyeri ini, maka bagian yang terserang akan diistirahatkan/imobilisasi, untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut.

b. Penekanan saraf atau serabut saraf (radiks).

c. Perubahan postur yang menyebabkan fungsi untuk mengatur kontraksi otot tidak sempurna.

d. Mekanisme psikosomatik

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi keluhan pada Upper Extremity diantaranya adalah :

a. Umur

Pertambahan usia dapat memperbesar risiko terjadinya keluhan pada Upper Extremity, dimana usia terjadinya penyakit ini berkisar antara 29 - 62 tahun. Dengan bertambahnya umur dapat dipastikan bahwa paparan dengan alat kerja tangan makin lama pula karena penggunaan tiap hari pada waktu kerja dan kemampuan elastisitas tulang, otot ataupun urat semakin berkurang sebagai


(34)

peredam dari getaran yang dirambatkan ke tubuh (Rusdi, 2007). b. Riwayat Penyakit

Tenaga kerja sebelumnya telah mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan keluhan otot, misalnya reumatik. Jadi, keluhan pada Upper Extremity tidak disebabkan oleh pekerjaannya.

Faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi keluhan pada Upper Extremity diantaranya adalah :

1) Faktor Fisik a) Penerangan

Pada beberapa situasi, intensitas penerangan yang tidak baik dan tidak sesuai akan menyulitkan seseorang untuk dapat melihat objek kerja yang disebabkan karena posisi atau jenis sumber cahaya (lampu) yang digunakan. Objek kerja yang dikerjakan yang memerlukan ketelitian akan sulit dilihat karena intensitas penerangan di bawah standar yang dianjurkan dan bahkan mungkin postur tubuh harus membungkuk agar posisi mata lebih dekat dengan objek kerja. Atau mungkin pekerja harus menjulurkan kepala, memutar leher, membungkukkan punggung, atau menahan objek agar lebih dekat dengan mata (Tarwaka, 2010).


(35)

commit to user

2) Kursi Kerja

Menurut Gempur Santosa (2007) kursi kerja sebagai alat duduk saat kerja, dan meja sebagai alas benda kerja kerajinan yang dalam proses penggosokan, perakitan, atau pemilihan dan pemilahan. Dengan kursi kerja ergonomis yakni yang disesuaikan dengan antropometri dapat menurunkan rasa lelah, dan pada akhirnya produktivitas kerja meningkat. Kursi kerja ergonomis ini lebih cocok digunakan pada pekerjaan yang ringan tidak memerlukan tenaga otot yang besar, dan pekerjaan yang agak teliti/telaten. Selain itu, pada tenaga kerja yang biasa bekerja dengan duduk di sembarang tempat, kemudian diubah dengan menggunakan kursi dan meja kerja ini sangat cocok, selain terhindar dari kecelakaan pada otot rangka tubuh, tidak melelahkan, juga berdampak pada peningkatan produktivitas.

3) Lama Kerja

Tekanan fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang (Rambe, 2004).


(36)

3. Hubungan Postur Kerja Duduk dengan Upper Extremity Symptoms Pada umumnya terdapat dua posisi dalam bekerja yaitu berdiri, duduk dan keduanya. Pada posisi duduk diharapkan dapat untuk mengurangi beban statis, untuk menjaga postur tubuh, meningkatkan sirkulasi darah. Pada posisi berdiri karyawan akan cenderung banyak mengalami beban kerja psikologis. Berdiri dengan jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan cairan tubuh dan darah menumpuk di kaki. Hal ini dapat mengakibatkan varises. Untuk menghindarinya karyawan disarankan untuk sering menggerak-gerakkan kakinya. Duduk dalam waktu yang lama juga dapat berpengaruh buruk pada kesehatan. Gradjean dalam Pulat (1992) mengemukakan desain kursi yang jelek dan postur kerja, dapat menimbulkan sakit pada punggung dan leher, tulang punggung belakang membentuk kurva dan otot±otot perut (abdominal) kendur. Disarankan untuk tidak bekerja pada posisi duduk dan berdiri yang terlalu lama. Alternatifnya adalah menyediakan area kerja dimana karyawan dapat berganti posisi dari duduk ke berdiri ataupun sebaliknya.

Keluhan pada tubuh ektremitas atas atau Upper Extremity adalah rasa nyeri pada sistem muskuloskeletal ekstremitas atas yang diyakini berhubungan dengan kegiatan kerja. Cedera dapat mengenai otot, tendon, ligamen, saraf, pembuluh darah di leher, bahu, lengan, siku, pergelangan dan jari tangan. Cedera berupa radang dan rasa nyeri, sehingga mengurangi kemampuan gerak disertai kelainan khas bagian ekstremitas atas tersebut.


(37)

commit to user

Gejala Upper Extremity Symptoms biasanya muncul pada jenis pekerjaan yang monoton, postur kerja yang tidak alamiah, penggunaan atau pengerahan otot yang melebihi kemampuannya. Biasanya gejala yang muncul dianggap sepele atau dianggap tidak ada. Penyebab timbulnya trauma pada jaringan tubuh antara lain : Over exertion, Over stretching, Over compressor (Kusumawardhani, 2010).

Menurut penelitian Meister (1976) kesalahan postur kerja dapat terjadi dalam proses operasi akibat rancangan fasilitas kerja yang buruk. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, keluhan pada ekstremitas atas terjadi karena rancangan mesin press yang tidak sesuai dengan dimensi tubuh operator.

Nyeri otot terjadi akibat beberapa hal, yaitu : digunakan berulang (repetitif) dalam waktu lama, digunakan dalam posisi yang salah dalam waktu lama, akibat getaran atau akibat penggunaan dengan kekuatan yang besar, misalnya mengangkat benda yang berat. Akibat adanya aktivitas yang tidak tepat tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan otot yang secara mikroskopik tampak berupa robekan jaringan disertai adanya proses peradangan, dan karena penggunaan yang terus menerus maka tidak ada waktu bagi otot tersebut untuk memperbaiki diri (recovery) (Rachmawati, 2008).


(38)

B. Kerangka Pikiran

Gambar 13. Bagan Kerangka Pemikiran Pekerjaan Bagian Cucuk

Postur Kerja Duduk (Menentukan range

pergerakan)

leher, lengan, pergelangan, punggung dan kaki)

Keluhan tubuh bagian atas (Upper Extremity

Symptoms)

Faktor External : 1. Faktor Fisik :

a. Penerangan 2. Kursi kerja 3. Lama Kerja Faktor Internal :

1. Umur

Postural stress

Faktor yang mempengaruhi : 1. Karakteristik

pengguna (faktor personal).

2. Kebutuhan

pekerjaan/kegiatan. 3. Desain tempat kerja

Gejala : 1. Kelelahan 2. Kenyerian 3. Kegelisahan


(39)

commit to user

C. Hipotesis

Ada hubungan postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms pada pekerja bagian Cucuk di PT. Iskandartex Surakarta.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik yaitu mencari hubungan antar variabel risiko dan efek yang analisisnya untuk menentukan ada tidaknya hubungan antar variabel (Pratiknya, 2003).

Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas atau risiko dan variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Pratiknya, 2003).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Bagian Cucuk PT. Iskandartex yang beralamat di Jalan Pakel No. 11 Surakarta. Waktu penelitian yaitu bulan Maret -Juni 2011.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi


(41)

commit to user

dalam penelitian ini adalah 25 orang pekerja di bagian cucuk. Sampel dalam penelitian ini adalah 25 orang pekerja di bagian cucuk.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan menggunakan sampling jenuh, yaitu dimana semua anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2006).

E. Identifikasi Variabel Penelitian a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini postur kerja duduk. b. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Upper Extremity Symptoms. c. Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah umur, kursi kerja, lama kerja, dan penerangan. Variabel pengganggu terkendalinya adalah lama kerja dan variabel pengganggu tidak terkendalinya adalah umur, kursi kerja, penerangan dan iklim kerja.

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

a. Postur kerja duduk adalah posisi tenaga kerja melakukan kerja dengan posisi duduk pada pekerja di bagian cucuk dan gerakan monotomi tangan dan lengan yang diukur sudutnya dengan menggunakan busur.


(42)

Alat ukur : Lembar Kerja Penilaian RULA (Rapid Upper Limb Assesment).

Hasil pengukuran : Skor 1 atau 2 :

Skor 3 atau 4 :

Skor 5 atau 6 : pemeriksaaan dan perubahan perlu segera dilakukan. Skor 7 :

Skala pengukuran : interval

b. Upper Extremity Symptoms adalah keluhan nyeri pada bagian tubuh dari

kepala, tangan, lengan bawah, lengan atas, bahu, aksilla, regio pectoral, kapula hingga jari tangan yang dirasakan oleh tenaga kerja mulai dari keluhan ringan sampai sangat sakit pada saat penelitian dilakukan.

Alat ukur : Peta Pemetaan Tubuh Hasil pengukuran :

Skor 1 : tidak sakit adalah apabila tidak ada rasa nyeri atau keluhan otot-otot skeletal pada bagian tubuh tertentu.

Skor 2 : agak sakit adalah apabila timbul rasa nyeri atau keluhan otot-otot skeletal pada bagian tubuh tertentu, tetapi gejala yang timbul tidak terlalu parah dan masih dapat menjalankan pekerjaan.

postur ini biasa diterima jika tidak dipertahankan atau tidak berulang dalam periode yang lama.

diperlukan pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan perubahan-perubahan.

kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan dan perubahan diperlukan dengan segera (saat itu juga).


(43)

commit to user

Skor 3 : sakit adalah apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otot-otot skeletal pada bagian tubuh tertentu dan terasa sakit untuk

beraktifitas.

Skor 4 : sakit sekali adalah apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otot-otot skeletal yang amat sangat sakit pada bagian tubuh tertentu dan mengganggu dalam beraktifitas.

Skala pengukuran : interval

c. Umur adalah masa atau jangka waktu sejak tenaga kerja menjadi sampel dilahirkan sampai saat dilakukan penelitian ini. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah tenaga kerja yang berusia 30 - 60 tahun.

Alat ukur : kuesioner

Satuan : tahun

Skala : interval

d. Lama kerja adalah jumlah waktu kerja tiap harinya pada pekerjaan menjahit. Dalam penelitian ini lama kerjanya 8 jam per hari (7 jam kerja dan 1 jam istirahat).

Alat ukur : kuesioner

Satuan : jam

Skala : interval e. Iklim Kerja

Iklim Kerja adalah besarnya Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) yang berada di bagian cucuk.


(44)

Alat ukur : Heat Stress Area Monitor Skala pengukuran : Interval

Satuan : Derajat Celcius (0C) f. Penerangan

Penerangan adalah besarnya cahaya dengan satuan Lux yang ada di bagian cucuk yang bersumber dari penerangan alami dan buatan.

Alat ukur : Luxmeter ANA 999 Skala Pengukuran : Interval


(45)

commit to user

G. Desain Penelitian

Gambar 14. Bagan Desain Penelitian Pearson Product

Moment Populasi

Sampel

Keluhan pada bagian Upper

Extremity (Skor)

Sampling Jenuh

Postur Kerja (Skor)

Lembar Kerja Penilaian

RULA Peta Pemetaan

Tubuh

Skoring 1 7 Tidak

Sakit (1)

Agak Sakit

(2)

Sangat Sakit

(4) Sakit


(46)

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :

1. Busur

2. RULA Assesment adalah lembar kerja penilaian untuk menilai postur kerja duduk tenaga kerja.

3. Peta Pemetaan tubuh untuk mengetahui keluhan pada upper extremity. 4. Data sekunder PT Iskandartex Surakarta

Data sekunder adalah data-data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Data sekunder dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi :

a. Referensi buku yang berisi teori yang relevan terhadap objek yang diteliti.


(47)

commit to user

I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik korelasi pearson product moment yang menggunakan program komputer SPSS versi 12. Interpretasi p value (signifikansi), sebagai berikut :

1. Jika p value ”PDNDKDVLOXMLGLQ\DWDNDQVDQJDW signifikan. 2. Jika p value > 0,01 tetapi < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan. 3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan.

(Riyanto, 2009)

Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien relasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan yang tertera pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi terhadap Koefisiensi Korelasi

Interval Koefisiensi Tingkat Hubungan 0,00 - 0,199 Sangat Rendah

0,20 - 0,399 Rendah

0,40 - 0,599 Sedang

0,60 - 0,799 Kuat

0,80 - 1,000 Sangat Kuat (Sugiyono, 2000)


(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Profil Perusahaan

PT. Iskandartex merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan textile yang mengolah bahan baku menjadi kain mentah (grey) yang kemudian meningkatkan jenis produksi berupa kain bercorak atau lebih dikenal dengan sebutan batik printing.

PT. Iskandartex didirikan pada tanggal 25 Mei 1975, bentuk badan usaha CV (Commanditer Vennonschao) dengan nama CV Iskandartex, berdasarkan akta perusahaan NO. 98 tanggal 23 Mei 1975, CV Iskandartex memulai produksinya satu tahun setelah berdiri yaitu pada tahun 1976. Pada awal berdirinya perusahaan bermodalkan 25 mesin tenun, dan kemudian mengalami perkembangan hingga pada tahun 1977 perusahaan memiliki 77 unit mesin tenun. Produksi perusahaan terus meningkat, hal ini dibuktikan pada tahun 1980 perusahaan mendatangkan mesin kanji dari Taiwan yang fungsinya mengeringkan secara otomatis. Pada tahun yang sama perusahaan juga memperluas bangunan dan menambah mesin tenun hingga 300 unit. Karena permintaan yang semakin meningkat, maka perusahaan merasa perlu menambah kapasitas produksi dengan menambah mesin tenun, hingga pada


(49)

commit to user

akhir tahun 1993 jumlah mesin tenun yang dimiliki perusahaan berjumlah 614 unit.

Melihat usaha yang terus berkembang, maka pimpinan perusahaan mengambil kebijakan untuk mengubah bentuk perusahaan dari bentuk CV (Commanditer Vennonschap) atau persekutuan komanditer menjadi bentuk PT (Perseroan Terbatas). Perusahaan bentuk ini didasarkan asalan bahwa dengan bentuk PT, perusahaan lebih mempunyai peluang dalam mengembangkan usahanya. Perusahaan ini resmi menjadi PT. Iskandartex pada tanggal 2 Januari 1991 dengan nomor izin usaha 199/II.16/PB/VIII/1991/PT. Pergantian nama terjadi sejak bulan Febuari 1996 menjadi PT. Iskandar Indah Printing Textile.

2. Proses Produksi a. Tahap Persiapan

1) Pembuatan Benang Lusi

Benang lusi adalah benang yang membujur dalam proses penenunan. Benang tersebut digulung ke dalam alat yang disebut LOOM Warping. Kelanjutannya pada proses warping adalah proses pengkanjian, yaitu proses pengeringan, untuk meratakan bulu-bulu, menghilangkan kotoran agar benang tidak kaku sehingga tidak mudah putus. Benang lusi agar dapat dipisah-pisahkan dimasukkan ke dalam proses cucuk yang berbentuk dropper, gun, dan sisir.


(50)

Gambar 15. Pembuatan Benang Lusi Gambar 16. Pembuatan Benang Lusi

Sumber : Data Primer, 2011 Sumber : Data Primer, 2011

Gambar 17. Proses Pengkajian Benang Gambar 18. Proses Cucuk

Sumber : Data Primer, 2011 Sumber : Data Primer, 2011

2) Penyisiran Benang (cucuk)

Gulungan benang yang berukuran meter dari bagian LOOM atau benang lusi, akan dimasukkan ke bagian cucuk atau penyisiran benang. Bagian cucuk akan menyisir benang tiap helainya, agar mudah untuk digulung menjadi bagian kecil-kecil pada bagian setelahnya (bagian pembuatan benang pakan). Penyisiran benang dilakukan


(51)

commit to user

dengan manual, yaitu benang per helai dimasukkan dalam sisir yang berjumlah ribuan. Urutan benang yaitu ganjil (1 dengan 3) dan genap (2 dengan 4). Setelah benang masuk dalam urutan sisir, kemudian, benang secara bersamaan akan disisir. Gerakan tersebut akan diulang sampai benang dalam gulungan masuk ke dalam sisir.

Gambar 19. Proses Penyisiran Benang

Sumber : Data Primer, 2011

3) Pembuatan Benang Pakan

Benang pakan adalah benang yang menyilang dalam proses penenunan, diproses melalui mesin kelos dan mesin palet (bagian winding) yang akan menggulung ke dalam kayu klinting.


(52)

Gambar 20. Proses Winding

Sumber : Data Primer, 2011

b. Tahap Penenunan

Penenunan adalah proses penyilangan dari benang lusi dan benang pakan sehingga terbentuk suatu kain yang memenuhi suatu rancangan yang telah ditentukan.

Gambar 21. Proses Penenunan Benang


(53)

commit to user

c. Proses Finishing

Kain yang telah melalui proses penenunan kemudian menuju proses akhir yaitu finishing. Dalam proses finishing ini kain diperiksa kualitasnya dengan menggunakan mesin. Jika ada yang tidak sesuai dengan ketentuan maka kain diperbaiki. Setelah itu kain dilipat dengan menggunakan mesin dan selanjutnya menuju proses pengepakan.

Gambar 22. Proses Finishing

Sumber : Data Primer, 2011

Gambar 23. Proses Pelipatan Kain


(54)

3. Jadwal Shift Kerja

PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta yang sebagian tenaga kerjanya adalah wanita memberlakukaan shift kerja dengan sistem rotasi panjang. Hari kerjanya adalah enam hari selama satu minggu yaitu hari Senin sampai hari Sabtu.

Dengan waktu kerja sebagai berikut : a. Shift pagi : 07.00 ± 15.00 WIB b. Shift sore : 15.00 ± 23.00 WIB c. Shift malam : 23.00 ± 07.00 WIB

Tenaga kerja dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok A, B, dan C. Khususnya di bagian winding terdapat 86 tenaga kerja wanita dengan rotasi kelompok A shift sore selama 6 hari kerja, kelompok B shift malam selama 6 hari kerja, dan kelompok C shift pagi selama 6 hari kerja. Rotasi kerja tersebut bergantian setelah 6 hari kerja.

B. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Umur

Penyebaran kuesioner pada tanggal 26 April 2011 terhadap 25 subjek penelitian di Bagian Cucuk PT. Iskandartex Surakarta didapatkan hasil sebagai berikut :


(55)

commit to user

Tabel 4. Data Umur Subjek Pekerja di Bagian Cucuk

No Nama Umur (Tahun)

1 A 55

2 B 37

3 C 34

4 D 41

5 E 42

6 F 42

7 G 39

8 H 41

9 I 48

10 J 50

11 K 40

12 L 40

13 M 58

14 N 44

15 O 43

16 P 38

17 Q 54

18 R 35

19 S 42

20 T 43

21 U 39

22 V 47

23 W 42

24 X 48

25 Y 37

Rerata 43,16

Standar Deviasi 6,15

Sumber : Data Primer, 2011

Data umur dari tabel di atas didapatkan rerata umur sebesar 43,16 ± 6,15. Umur terendah yaitu 34 tahun dan umur tertinggi yaitu 58 tahun.

Berikut ini adalah hasil pengolahan data dengan SPSS versi 16.0 dengan menggunakan uji Correlations Pearson Product Moment :


(56)

commit to user

Tabel 5. Hasil Uji Statistik Umur terhadap Upper Extremity Symptoms dengan menggunakan uji Correlations Pearson Product Moment No Parameter Uji N Regresi (r) Signifikan (P)

1 Umur 25

0,127 0,685

2 Upper Extremity Symptoms 25

Sumber : Hasil Uji SPSS

Hasil uji analisis Correlations Pearson Product Moment antara data umur dan Upper Extremity Symptoms, diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,127 dengan P value = 0,685.

2. Kursi Kerja

Pengamatan peneliti di lapangan, kursi yang digunakan tenaga kerja adalah kursi dengan empat kaki dan disertai alas kursi yang terbuat dari papan kayu. Ukuran tinggi kursi bervariasi akan tetapi untuk tebal alas, panjang alas, lebar alas ukurannya sama. Adapun ukuran dari kursi tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Data Pengukuran Kursi yang Digunakan Pekerja Bagian Cucuk di PT. Iskandartex Surakarta.

No. Nama Tinggi Kursi (cm) Lebar Kursi (cm) Panjang Kursi (cm)

1 A 44 21 29

2 B 42 24 29

3 C 43 24 28

4 D 45 22 28

5 E 46 21 29

6 F 41 23 27

7 G 45 23 29

8 H 42 24 27

9 I 45 23 28

10 J 42 22 27

11 K 45 23 27

12 L 43 21 27

13 M 44 22 26

14 N 44 22 26

15 O 44 21 28

16 P 45 23 30


(57)

commit to user

17 Q 45 24 29

18 R 45 21 28

19 S 46 24 27

20 T 40 23 27

21 U 41 24 26

22 V 40 22 28

23 W 44 23 29

24 X 45 22 28

25 Y 42 22 27

Rerata 43,53 22,56 27,76

Standar Deviasi 1,8 1,08 1,09

Presentile 5% 40,56 20,78 25,97

Presentile 50% 43,53 22,56 27,76

Presentile 95% 46,50 24,34 29,55

Sebaran data pada tabel 6 diperoleh rerata (X) ± SD tinggi kursi adalah 43,53 cm ± 1,8 dengan persentil 5, 50 dan 95 sebesar 40,56 cm, 43,53 cm dan 46,50 cm. Rerata (X) ± SD panjang kursi adalah 27,76 cm ± 1,09 dengan persentil 5, 50 dan 95 sebesar 25,97 cm, 27,76 cm dan 29,55 cm. Rerata (X) ± SD lebar kursi adalah 22,56 cm ± 1,08 dengan persentil 5, 50 dan 95 sebesar 25,97 cm, 27,76 cm dan 29,55 cm.

Tabel 7. Data Pengukuran Anthropometri Pekerja di Bagian Cucuk di PT. Iskandartex Surakarta No Barhu (cm) Gihu (cm) Bargul (cm) Tinggi Popliteal (cm) Panjang Buttock-Popliteal (cm)

1 47 56 38 42 43

2 44 55 39 40 35

3 42 42 40 40 35

4 38 45 34 39 35

5 49 41 40 41 42

6 45 43 42 41 39

7 48 43 41 43 40

8 51 45 42 44 43

9 43 42 40 39 40

10 48 57 41 45 39


(58)

12 45 55 41 43 40

13 48 42 42 44 43

14 51 45 40 39 40

15 43 41 41 45 39

16 48 43 38 42 43

17 47 43 39 40 35

18 44 45 40 40 35

19 42 42 34 39 35

20 38 57 40 41 35

21 49 56 40 41 42

22 45 55 34 41 39

23 48 42 40 43 40

24 51 45 42 44 43

25 43 41 41 39 39

Rerata 45,84 47,08 39,64 41,44 39,12

SD 3,65 6,29 2,41 1,96 2,99

Presentil 5% 39,82 36,71 35,67 38,21 34,19 Presentil

50%

45,84 47,08 39,64 41,44 39,12

Presentil 95%

51,86 57,45 43,61 44,67 44,05

Sumber : Data Primer, 2011

Keterangan :

a. Barhu : Lebar bahu b. Gihu : Tinggi bahu c. Bargul : Lebar pinggul

d. Tinggi popliteal : dari alas kaki-lekuk lutut

e. Panjang buttock-popliteal : dari ujung pantat - lekuk lutut

Sebaran data pada tabel 7 diperoleh rerata (X) ± SD barhu adalah 45,84 cm ± 3,65 dengan persentil 5, 50 dan 95 sebesar 39,82 cm, 45,84 cm dan 51,86 cm. Rerata (X) ± SD gihu adalah 47,08 cm ± 6,29 dengan persentil 5, 50 dan 95 sebesar 36,71 cm, 47,08 cm dan 57,45 cm.


(59)

commit to user

Rerata (X) ± SD bargul adalah 39,64 cm ± 2,41 dengan persentil 5, 50 dan 95 sebesar 35,67 cm, 39,64 cm dan 43,61 cm. Rerata (X) ± SD tinggi popliteal adalah 41,44 cm ± 1,96 dengan persentil 5, 50 dan 95 sebesar 38,21 cm, 41,44 cm dan 44,67 cm. Rerata (X) ± SD panjang buttock-popliteal adalah 39,12 cm ± 2,99 dengan persentil 5, 50 dan 95 sebesar 34,19 cm, 39,12 cm dan 44,05 cm.

3. Lama Kerja

Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Juli 2011 terhadap 25 orang subjek penelitian dan didapatkan hasil bahwa seluruh subjek dalam penelitian ini lama kerjanya 8 jam (7 jam kerja dan 1 jam istirahat).

C. Lingkungan Kerja 1. Penerangan

Pengukuran penerangan yang dilakukan pada di PT. Iskandartex Surakarta pada tanggal 2 Juli 2011 pukul 10.10 WIB dengan kondisi cuaca cerah, sumber penerangan alami yang diukur penerangan lokal, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 10. Hasil Pengukuran Penerangan di Bagian Cucuk PT. Iskandartex Surakarta.

No Lokasi Jenis Pekerjaan Penerangan

(lux)

1 Ip 1 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 75

2 Ip 2 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 103

3 Ip 3 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 89

4 Ip 4 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 90


(60)

6 Ip 6 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 292

7 Ip 7 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 232

8 Ip 8 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 242

9 Ip 9 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 203

10 Ip 10 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 170

11 Ip 11 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 247

12 Ip 12 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 197

13 Ip 13 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 240

14 Ip 14 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 207

15 Ip 15 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 245

16 Ip 16 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 333

17 Ip 17 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 156

18 Ip 18 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 100

19 Ip 19 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 76

20 Ip 20 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 106

21 Ip 21 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 129

22 Ip 22 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 166

23 Ip 23 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 76

24 Ip 24 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 130

25 Ip 25 Pekerjaan teliti (barang kecil dan halus) 232

Rerata 174

Standar Deviasi 74,2

Sumber : Data Primer, 2011

Data di atas menyatakan bahwa rerata intensitas penerangan yang diukur pada pukul 10.10 WIB dengan cuaca cerah dan penerangan lokal/alami, 174 ± 74,2. Gambar titik pengukuran penerangan di bagian cucuk dapat dilihat pada lampiran 4.

Berikut ini adalah hasil pengolahan data dengan SPSS versi 16.0 dengan menggunakan uji Correlations Pearson Product Moment :

Tabel 11. Hasil Uji Statistik Penerangan terhadap Upper Extremity Symptoms

dengan menggunakan uji CorrelationsPearson Product Moment

No Parameter Uji N Regresi (r) Signifikan (P)

1 Penerangan 25

0,012 0,953

2 Upper Extremity Symptoms 25


(61)

commit to user

Hasil uji analisis Correlations Pearson Product Moment data penerangan dan Upper Extremity Symptoms, diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,012 dengan P value = 0, 953.

D. Postur Kerja Duduk

Pengukuran postur kerja duduk pada pekerja di Bagian Cucuk di PT. Iskandartex Surakarta didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 14. Hasil Pengukuran Postur Kerja Duduk

No. Nama Skor RULA

1 A 5

2 B 6

3 C 5

4 D 6

5 E 6

6 F 5

7 G 6

8 H 4

9 I 3

10 J 6

11 K 5

12 L 6

13 M 4

14 N 5

15 O 6

16 P 4

17 Q 6

18 R 5

19 S 4

20 T 4

21 U 3

22 V 3

23 W 5

24 X 5

25 Y 6

Rerata 4,92 Standar Deviasi 1,03


(62)

Hasil pengukuran postur kerja duduk dengan menggunakan Lembar Kerja Penilaian RULA, didapatkan rerata, 4,92 ± 1,03. Dari hasil pengukuran postur kerja duduk dengan skor, didapatkan hasil skor 3 sebanyak 3 tenaga kerja, skor 4 ada 5 tenaga kerja, skor 5 sebanyak 8 tenaga kerja, skor 6 sebanyak 9 tenaga kerja. Hasil terbanyak yaitu penilaian dengan skor 6 yang berarti dilakukan pemeriksaan atau segera dilakukan perubahan dengan postur kerja duduk.

E. Upper Extremity Symptoms

1. Hasil Pengukuran Upper Extremity Symptoms Pekerja

Pengukuran Upper Extremity Symptoms pada tanggal 2 Juli 2011 yang dilakukan pada pekerja di Bagian Cucuk di PT. Iskandartex Surakarta didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 15. Hasil Pengukuran Upper Extremity Symptoms Pekerja Bagian Cucuk PT. Iskandartex Surakarta

No. Nama Skor Upper Extremity Symptoms

1 A 34

2 B 38

3 C 35

4 D 40

5 E 40

6 F 36

7 G 42

8 H 29

9 I 24

10 J 38

11 K 32

12 L 30


(63)

commit to user

14 N 39

15 O 31

16 P 37

17 Q 30

18 R 26

19 S 40

20 T 45

21 U 33

22 V 24

23 W 24

24 X 35

25 Y 36

Rerata 34,08

Standar Deviasi 5,78

Sumber :Data Primer, 2011

2. Presentase Pengukuran Upper Extremity Symptoms Pekerja

Hasil pengukuran Upper Extremity Symptoms pada pekerja di Bagian Cucuk PT. Iskandartex Surakarta didapatkan hasil presentase sebagai berikut :

Tabel 16. Hasil Presentase Pengukuran Upper Extremity Symptoms Pekerja Bagian Cucuk PT. Iskandartex Surakarta

No Jenis Keluhan N Skor Total Skor Persentas e

1 Sakit/ kaku di leher

bagian atas? 25

34

64 53.1%

2 Sakit/kaku di leher bagian

bawah? 25

42

64 65.6%

3 Sakit di bahu kiri? 25 44 64 68.7%

4 Sakit di bahu kanan? 25 50 64 78.1%

5 Sakit di lengan atas kiri? 25 25 64 39.0%

6 Sakit di lengan atas

kanan? 25

25

64 39.0%

7 Sakit di punggung? 25 48 64 75%

8 Sakit di pinggang? 25 40 64 62.5%

9 Sakit di siku kiri? 25 16 64 25%


(64)

11 Sakit di lengan bawah

kiri? 25

18 64 28.1%

12 Sakit di lengan bawah

kanan? 25

20 64 31.2%

13 Sakit di pergelangan

tangan kiri? 25

32 64 50%

14 Sakit di pergelangan

tangan kanan? 25

34

64 53.1%

15 Sakit di jari-jari tangan

kiri? 25

16

64 25%

16 Sakit di jari-jari tangan

kanan? 25

16

64 25%

Sumber :Data Primer, 2011

Hasil presentase pengukuran Upper Extremity Symptoms pada pekerja Bagian Cucuk di PT. Iskandartex Surakarta hasil tertinggi pertama yaitu presentase 78,1% dengan keluhan pada bahu kanan. Hasil tertinggi kedua yaitu dengan presentase sebesar 75% dengan keluhan di punggung. Dan presentase antara 62,5% - 68,7% yaitu keluhan pada leher bagian bawah, pinggang, dan bahu bagian kiri.

F. Hasil Pengujian Postur Kerja Duduk dengan Upper Extremity Symptom Berikut ini adalah hasil pengolahan data dengan SPSS versi 16.0 dengan menggunakan uji Correlations Pearson Product Moment :

Tabel 17. Hasil Uji Hubungan Postur Kerja Duduk dengan Upper Extremity

Symptoms dengan menggunakan uji Correlations Pearson Product

Moment

No Parameter Uji N Regresi (r) Signifikan (P) 1 Postur Kerja Duduk 25

0,320 0,022

2 Upper Extremity Symptoms 25


(65)

commit to user

Berdasarkan tabel 17 dapat dijelaskan bahwa antara postur kerja duduk dan Upper Extremity Symptoms diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,320 dengan nilai P value sebesar 0,022 (> 0,01 tetapi < 0,05) hal ini berarti bahwa ada hubungan signifikan antara postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms pada tenaga kerja di Bagian Cucuk PT. Iskandartex Surakarta.


(66)

BAB V PEMBAHASAN

A. Analisa Gambaran Umum Perusahaan

PT. Iskandartex merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan textile yang mengolah bahan baku menjadi kain mentah (grey) yang kemudian meningkatkan jenis produksi berupa kain bercorak atau lebih dikenal dengan sebutan batik printing.

Proses produksi di PT. Iskandartex mengandung berbagai potensi bahaya, diantaranya yaitu :

1. Pembuatan Benang Lusi

a. Pada saat proses penggulungan benang di LOOM warping untuk pengkanjian tenaga kerja terpapar panas dari uap mesin.

b. Pada saat penggulunga pekerja terpapar kebisingan. 2. Penyisiran Benang (Cucuk)

a. Pada proses penyisiran benang atau cucuk banyak tenaga kerja yang mengeluh sakit pada bagian bahu sebanyak 78,1%, punggung sebanyak 75% dan pinggang sebanyak 62,5% karena postur dan kursi kerja yang tidak ergonomis.

b. Tenaga kerja terpapar panas yang diakibatkan oleh paparan dari ruangan bagian pengkanjian benang, karena tidak adanya pintu penghalang antara dua ruangan tersebut.


(67)

commit to user

3. Pembuatan Benang Pakan (Winding)

a. Tenaga kerja banyak yang mengeluhkan kelelahan karena diberlakukannya rotasi kerja di bagian winding.

b. Ruang winding yang dekat dengan ruang proses penenunan benang mengakibatkan tenaga kerja terpapar kebisingan.

c. Tenaga kerja terpapar panas dari ruangan yang tidak dilengkapi dengan ventilasi yang memadai.

d. Tenaga kerja terpapar debu dari benang yang beterbangan. c. Proses penenunan

a. Tenaga kerja merasakan kelelahan karena diberlakukannya rotasi kerja di bagian tersebut.

b. Tenaga kerja terpapar kebisingan dari mesin tenun.

c. Tenaga kerja terpapar debu dari benang yang beterbangan.

d. Tenaga kerja terpapar panas karena ruangan dilengkapi dengan fasilitas yang kurang memadai.

d. Proses finishing

a. Tenaga kerja terpapar debu kapas. b. Tenaga kerja terpapar panas


(68)

B. Analisis Karakteristik Subjek Penelitian

1. Umur

Menurut Bridger 2003, sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Pendek kata, semakin tua seseorang semakin tinggi resiko orang tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang, yang menjadi pemicu timbulnya keluhan otot. Chaffin 1979 dan Gue et al 1995 menyatakan bahwa pada umurnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25 - 65 tahun. Menurut Rihimaki et. al 1989 menjelaskan umur mempunyai hubungan sangat kuat dengan keluhan otot, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot. Granjean 1993, menyebabkan umur 50 - 60 tahun kekuatan otot menurun sebesar 25%, kemampuan sensoris motoris menurun sebanyak 60%.

Berdasarkan hasil penelitian subjek penelitian yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini berumur antara 34 - 58 tahun, dengan rerata (X) ± SD adalah 43,16 tahun ± 6,15 dan berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment diketahui bahwa nilai


(69)

commit to user

signifikansi = 0,685, sehingga signifikansi > 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara umur dengan Upper Extremity Symptoms.

Menurut Kusrini (2005) dalam penelitian Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal Petugas Cleaning Service Rumah Sakit X Kota Semarang, hasil penelitian menyebutkan P > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan keluhan muskuloskeletal pada petugas cleaning service.

2. Kursi Kerja

Analisa ukuran kursi kerja dengan Anthropometri tenaga kerja : a. Tinggi Kursi

Tinggi tempat duduk harus sesuai dengan tinggi popliteal. Dari hasil pengukuran antara tinggi kursi dengan tinggi popliteal didapatkan rerata (X) ± SD tinggi kursi adalah 43,53 cm ± 1,8 dengan persentil 5, 50 dan 95 sebesar 40,56 cm, 43,53 cm dan 46,50 cm. Berdasarkan hasil disimpulkan bahwa tinggi kursi lebih tinggi dari tinggi popliteal (43,53 > 41,44) sehingga dapat dikatakan bahwa tinggi kursi yang digunakan oleh pekerja di bagian cucuk di PT. Iskandartex Surakarta tidak ergonomis.

b. Panjang Kursi

Panjang kursi harus sesuai dengan panjang buttock-popliteal. Dari hasil pengukuran antara panjang kursi dengan panjang buttock-popliteal adalah didapatkan rerata (X) ± SD panjang kursi adalah 27,76


(70)

cm ± 1,09 dengan persentil 5, 50 dan 95 sebesar 25,97 cm, 27,76 cm dan 29,55 cm. Berdasarkan hasil disimpulkan bahwa panjang kursi lebih rendah dari panjang buttock-popliteal (27,76 < 39,12) sehingga dapat dikatakan bahwa panjang kursi yang digunakan oleh pekerja di bagian cucuk di PT. Iskandartex Surakarta tidak ergonomis.

c. Lebar Kursi

Lebar kursi harus sesuai dengan lebar pinggul. Dari hasil pengukuran antara lebar kursi dengan lebar pinggul adalah didapatkan rerata (X) ± SD lebar kursi adalah 22,56 cm ± 1,08 dengan persentil 5, 50 dan 95 sebesar 25,97 cm, 27,76 cm dan 29,55 cm. Berdasarkan hasil disimpulkan bahwa lebar kursi lebih rendah dari lebar pinggul (22,56 < 39,64) sehingga dapat dikatakan bahwa panjang kursi yang digunakan oleh pekerja di bagian cucuk di PT. Iskandartex Surakarta tidak ergonomis.

3. Lama Kerja

Dalam penelitian ini menggunakan lama kerja 8 jam (7 jam NHUMDGDQMDPLVWLUDKDWNDUHQD6XPD¶PXUPHQJDWDNDQODPDQ\D seorang bekerja sehari pada umumnya 6 - 8 jam. Semakin panjang waktu kerja maka semakin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Penelitian menunjukkan bahwa pengurangan jam kerja dari delapan seperempat jam ke delapan jam disertai meningkatnya efesiensi kerja dengan kenaikan produktivitas 3 sampai 10%. Dalam penelitian ini


(71)

commit to user

lama kerja antara kelompok subjek penelitian sebelum dan sesudah perbaikan adalah sama yaitu 8 jam (7 jam kerja dan 1 jam istirahat).

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment diketahui bahwa nilai signifikansi = 25 sehingga signifikansi > 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara lama kerja dengan Upper Extremity Symptoms.

Menurut Ifadah (2010) dalam penelitian Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Operator Komputer (Studi Pada Karyawan PT. Telkom Indonesia (Tbk.) Dcs V Jawa Timur Gedung Opmc Ketintang), hasil penelitian menyebutkan bahwa P > 0,05, berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama kerja terhadap munculnya keluhan muskuloskeletal.

C. Hasil Pengukuran Lingkungan Kerja 2. Penerangan

Menurut Tarwaka (2010) menyebutkan pada beberapa situasi, intensitas penerangan yang tidak baik dan tidak sesuai akan menyulitkan seseorang untuk dapat melihat objek kerja yang disebabkan karena posisi atau jenis sumber cahaya (lampu) yang digunakan.

Berdasarkan pengukuran intensitas penerangan yang telah dilakukan didapatkan rerata didapatkan rerata (X) ± SD intensitas penerangan di bagian cucuk PT. Iskandartex Surakarta 174 ± 74,2. Intensitas


(72)

penerangan tersebut belum sesuai dengan standart penerangan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) Nomor 7 Tahun 1964 tentang Syarat-syarat kesehatan, kebersihan, dan penerangan di tempat kerja. Peraturan tersebut menyatakan bahwa penerangan untuk pekerjaan yang membedakan yang membedakan dengan teliti dari barang-barang yang kecil dan halus, paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 300 lux.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment diketahui bahwa nilai signifikansi = 0,953 sehingga signifikansi > 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara penerangan dengan Upper Extremity Symptoms.

Menurut Mindayani (2010) dalam penelitian Gambaran Keluhan Muskuloskeletal Pada Perajin Sulaman Tangan di Jorong Subarang Tigo Jorong Nagari Kota Gadang, hasil penelitian menyebutkan bahwa nilai signifikansi p > 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara penerangan dengan Upper Extremity Symptoms.

Objek kerja di bagian Cucuk PT. Iskandartex Surakarta merupakan jenis pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan akan sulit dilihat karena intensitas penerangan di bawah standar yang dianjurkan dan bahkan mungkin postur tubuh harus membungkuk agar posisi mata lebih dekat dengan objek kerja. Atau mungkin pekerja harus menjulurkan kepala, memutar leher, membungkukkan punggung, atau menahan objek agar lebih dekat dengan mata.


(73)

commit to user

D. Analisa Pengukuran Postur Kerja Duduk

Hasil pengukuran postur kerja duduk dengan menggunakan Lembar Kerja Penilaian RULA (Rapid Upper Limb Assesment) didapatkan hasil rata-rata 4, 92 ± 1,03. Hasil skor tertinggi untuk postur kerja duduk adalah 6 yaitu harus segera dilakukan pemeriksaaan dan perubahan.

Dari hasil pengukuran, tenaga kerja di bagian cucuk bekerja dengan posisi duduk dengan lengan menekuk dan melakukan gerakan lengan antara 100-120o. Memasukkan satu helai benang ke dalam dropper dilakukan gerakan sebanyak 18-20 kali dengan keadaan lengan menggantung dan jari tangan menggenggam sisir agar benang mudah untuk dimasukkan ke dalam dropper.

E. Analisa Pengukuran Upper Extremity Symptoms

Hasil pengukuran Upper Extremity Symptoms dengan menggunakan Peta Pemetaan Tubuh didapatkan hasil rata-rata 34,08 ± 5,78. Dimana, dalam klasifikasi pengukuran Upper Extremity Symptoms termasuk dalam tingkat risiko tinggi (33 - 48) sehingga diperlukan tindakan segera.

Bagian tubuh atau otot yang mengalami keluhan terbesar yaitu bahu kanan, dengan persentase sebesar 68,7% - 78,1%, hal ini disebabkan karena aktivitas tangan kanan yang banyak melakukan gerakan pada saat bekerja selain itu punggung yang membungkuk menyebabkan nyeri otot pada leher, bahu, punggung dan pinggang.


(74)

Pada urutan kedua yaitu sakit pada leher bagian bawah dengan persentase sebesar 65,5%, hal ini disebabkan karena alat cucuk dengan kursi tidak ergonomis yang menyebabkan pekerja harus membungkuk ketika bekerja. Leher merupakan bagian tubuh yang perlindungannya lebih sedikit dibandingkan batang tubuh yang lain, sehingga leher lebih rentan terkena trauma atau kelainan yang menyebabkan nyeri dan gangguan gerakan terutama bila dilakukan gerakan yang mendadak dan kuat. Bagi kebanyakan orang, nyeri leher merupakan kondisi yang sementara yang akan hilang dengan sendirinya. Beberapa lainnya membutuhkan diagnosis dan penanganan yang tepat untuk membebaskannya dari nyeri leher tersebut.

F. Hubungan Postur Kerja Duduk terhadap Upper Extremity Symptoms

Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan hasil bahwa postur kerja duduk yang banyak dilakukan para pekerja adalah membungkuk, karena kondisi alat kerja yang lebih rendah daripada kursi kerja. Selain itu, postur membungkuk juga menyebabkan keluhan di sekitar leher bagian bawah dengan presentase 65,6%, bahu kanan dan kiri dengan presentase 78,1% dan 68,7%, punggung dengan presentase 75%, dan pinggang dengan presentase 62,5%.

Berdasarkan Tabel 18 dapat dijelaskan bahwa antara postur kerja duduk

dan Upper Extremity Symptoms diperoleh nilai P value sebesar 0,022 maka Ho

ditolak. Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms pada pekerja bagian cucuk di PT.


(75)

commit to user

Iskandartex Surakarta. Untuk mengetahui berapa kuat korelasi antara postur kerja duduk terhadap Upper Extremity Symptoms yaitu berdasarkan hasil uji Regresi Linear dengan menggunakan SPSS 16 menunjukkan hasil korelasinya yaitu sebesar 0,320 (tingkat hubungan korelasi (r) berada diantara 0,20 - 0,399), sehingga menunjukkan tingkat hubungan rendah.

Hasil pengukuran kondisi lingkungan berupa penerangan di tempat kerja juga kurang dari memenuhi standart penerangan, yang seharusnya dengan jenis pekerjaan yang membedakan dengan teliti dari barang-barang yang kecil dan halus memerlukan intensitas penerangan sebesar 300 luks. Penerangan bagian cucuk hanya mengandalkan sumber dari penerangan alami.

Penelitian sejenisnya pernah dilakukan oleh Arifin, 2005. Dalam judul ³+XEXQJDQ 3RVWXU .HUMD WHUKDGDS .HOXKDQ Musculoskeletal Disorder Pada 3HNHUMD 3HQJXNLU 'L -HSDUD´ GHQJDQ KDVLO UHUDWD NHOXKDQ muskuloskeletal pre sebesar : 33, 500. Sedangkan rerata keluhan pada post sebesar : 45,25 p = 0,000 menunjukan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan (P < 0,05). Dengan demikian terjadi adanya peningkatan keluhan karena adanya rasa sakit, pegal pada bagian-bagian tubuh pekerja, disebabkan postur duduk yang tidak fisiologis dan tidak ergonomis. Dalam hal ini terutama postur duduk yang terlalu posisi membungkuk dengan kaki yang menggantung.

Penelitian sejenis lainnya juga dilakukan oleh Aristya, 2007. Dalam MXGXO ³Hubungan Sikap Kerja Duduk Dengan Keluhan Nyeri Pada Leher Pada 3HNHUMD 3HQJXSDVDQ´ GL 37 Mitra Sejahtera Binjai menyebutkan bahwa postur


(76)

kerja duduk, cara mengupas dan mengangkat tidak ergonomis sehingga menyebabkan terjadinya keluhan pada bagian tubuh terutama punggung dan pinggang ke bawah.

Menurut Mindayani (2010) dalam penelitian ³Gambaran Keluhan Muskuloskeletal Pada Perajin Sulaman Tangan di Jorong Subarang Tigo Jorong Nagari Kota Gadang´, hasil penelitian menyebutkan bahwa hasil penelitian yang diperoleh pada perajin sulaman tangan terhadap keluhan muskuloskeletal dengan sikap kerja membungkuk adalah keluhan pada bahu kanan sebanyak 34 orang (68%), pinggang sebanyak 42 orang (84%), bokong sebanyak 27 orang (54%), dan pantat sebanyak 28 orang (56%).


(77)

commit to user

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengukuran postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms dengan menggunakan uji Pearson Product Moment diperoleh hasil nilai P value sebesar 0,022 (> 0,01 tetapi < 0,05) hal ini berarti bahwa ada hubungan signifikan antara postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms pada tenaga kerja di bagian cucuk PT. Iskandartex Surakarta. Untuk mengetahui berapa kuat korelasi antara postur kerja duduk terhadap Upper Extremity Symptoms yaitu berdasarkan hasil uji SPSS.16 menunjukkan hasil korelasinya yaitu sebesar 0,320 (tingkat hubungan korelasi (r) berada diantara 0,20 - 0,399), sehingga menunjukkan tingkat hubungan rendah

2. Postur kerja duduk dengan menggunakan Lembar Kerja Penilaian RULA didapatkan hasil rata-rata 4, 92 ± 1,03. Hasil skor terendah berdasarkan Tingkat Aksi yang diperlukan Berdasarkan Grand Skor adalah skor 3 yaitu diperlukan pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan perubahan-perubahan. Untuk hasil skor tertinggi adalah 6 yaitu pemeriksaaan dan perubahan perlu segera dilakukan.

3. Upper Extremity Symptoms dengan menggunakan peta pemetaan tubuh


(78)

pengukuran Upper Extremity Symptoms termasuk dalam tingkat resiko tinggi (33 - 48) sehingga diperlukan tindakan segera.

B. SARAN

1. Sebaiknya Manager Perusahaan segera melakukan tindakan bagi tenaga kerja yaitu dengan perubahan untuk perbaikan sikap kerja.

2. Sebaiknya pekerja melakukan stretching atau pemanasan sebelum bekerja selama 10 ± 15 menit agar tubuh tidak kaku sewaktu bekerja.

3. Bagi peneliti-peneliti lain diharapkan melakukan penelitian lanjutan tentang hubungan sikap kerja duduk terhadap keluhan otot-otot skeletal.


(1)

commit to user

D. Analisa Pengukuran Postur Kerja Duduk

Hasil pengukuran postur kerja duduk dengan menggunakan Lembar Kerja Penilaian RULA (Rapid Upper Limb Assesment) didapatkan hasil rata-rata 4, 92 ± 1,03. Hasil skor tertinggi untuk postur kerja duduk adalah 6 yaitu harus segera dilakukan pemeriksaaan dan perubahan.

Dari hasil pengukuran, tenaga kerja di bagian cucuk bekerja dengan posisi duduk dengan lengan menekuk dan melakukan gerakan lengan antara

100-120o. Memasukkan satu helai benang ke dalam dropper dilakukan gerakan

sebanyak 18-20 kali dengan keadaan lengan menggantung dan jari tangan

menggenggam sisir agar benang mudah untuk dimasukkan ke dalam dropper.

E. Analisa Pengukuran Upper Extremity Symptoms

Hasil pengukuran Upper Extremity Symptoms dengan menggunakan

Peta Pemetaan Tubuh didapatkan hasil rata-rata 34,08 ± 5,78. Dimana, dalam klasifikasi pengukuran Upper Extremity Symptoms termasuk dalam tingkat risiko tinggi (33 - 48) sehingga diperlukan tindakan segera.

Bagian tubuh atau otot yang mengalami keluhan terbesar yaitu bahu kanan, dengan persentase sebesar 68,7% - 78,1%, hal ini disebabkan karena aktivitas tangan kanan yang banyak melakukan gerakan pada saat bekerja selain itu punggung yang membungkuk menyebabkan nyeri otot pada leher, bahu, punggung dan pinggang.


(2)

commit to user

Pada urutan kedua yaitu sakit pada leher bagian bawah dengan persentase sebesar 65,5%, hal ini disebabkan karena alat cucuk dengan kursi tidak ergonomis yang menyebabkan pekerja harus membungkuk ketika bekerja. Leher merupakan bagian tubuh yang perlindungannya lebih sedikit dibandingkan batang tubuh yang lain, sehingga leher lebih rentan terkena trauma atau kelainan yang menyebabkan nyeri dan gangguan gerakan terutama bila dilakukan gerakan yang mendadak dan kuat. Bagi kebanyakan orang, nyeri leher merupakan kondisi yang sementara yang akan hilang dengan sendirinya. Beberapa lainnya membutuhkan diagnosis dan penanganan yang tepat untuk membebaskannya dari nyeri leher tersebut.

F. Hubungan Postur Kerja Duduk terhadap Upper Extremity Symptoms

Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan hasil bahwa postur kerja duduk yang banyak dilakukan para pekerja adalah membungkuk, karena kondisi alat kerja yang lebih rendah daripada kursi kerja. Selain itu, postur membungkuk juga menyebabkan keluhan di sekitar leher bagian bawah dengan presentase 65,6%, bahu kanan dan kiri dengan presentase 78,1% dan 68,7%, punggung dengan presentase 75%, dan pinggang dengan presentase 62,5%.

Berdasarkan Tabel 18 dapat dijelaskan bahwa antara postur kerja duduk

dan Upper Extremity Symptoms diperoleh nilai P value sebesar 0,022 maka Ho

ditolak. Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara postur kerja


(3)

commit to user

Iskandartex Surakarta. Untuk mengetahui berapa kuat korelasi antara postur kerja duduk terhadap Upper Extremity Symptoms yaitu berdasarkan hasil uji Regresi Linear dengan menggunakan SPSS 16 menunjukkan hasil korelasinya yaitu sebesar 0,320 (tingkat hubungan korelasi (r) berada diantara 0,20 - 0,399), sehingga menunjukkan tingkat hubungan rendah.

Hasil pengukuran kondisi lingkungan berupa penerangan di tempat kerja juga kurang dari memenuhi standart penerangan, yang seharusnya dengan jenis pekerjaan yang membedakan dengan teliti dari barang-barang yang kecil dan halus memerlukan intensitas penerangan sebesar 300 luks. Penerangan bagian cucuk hanya mengandalkan sumber dari penerangan alami.

Penelitian sejenisnya pernah dilakukan oleh Arifin, 2005. Dalam judul

³+XEXQJDQ 3RVWXU .HUMD WHUKDGDS .HOXKDQ Musculoskeletal Disorder Pada

3HNHUMD 3HQJXNLU 'L -HSDUD´ GHQJDQ KDVLO UHUDWD NHOXKDQ muskuloskeletal pre sebesar : 33, 500. Sedangkan rerata keluhan pada post sebesar : 45,25 p = 0,000 menunjukan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan (P < 0,05). Dengan demikian terjadi adanya peningkatan keluhan karena adanya rasa sakit, pegal pada bagian-bagian tubuh pekerja, disebabkan postur duduk yang tidak fisiologis dan tidak ergonomis. Dalam hal ini terutama postur duduk yang terlalu posisi membungkuk dengan kaki yang menggantung.

Penelitian sejenis lainnya juga dilakukan oleh Aristya, 2007. Dalam

MXGXO ³Hubungan Sikap Kerja Duduk Dengan Keluhan Nyeri Pada Leher Pada


(4)

commit to user

kerja duduk, cara mengupas dan mengangkat tidak ergonomis sehingga menyebabkan terjadinya keluhan pada bagian tubuh terutama punggung dan pinggang ke bawah.

Menurut Mindayani (2010) dalam penelitian ³Gambaran Keluhan

Muskuloskeletal Pada Perajin Sulaman Tangan di Jorong Subarang Tigo Jorong Nagari Kota Gadang´, hasil penelitian menyebutkan bahwa hasil penelitian yang diperoleh pada perajin sulaman tangan terhadap keluhan muskuloskeletal dengan sikap kerja membungkuk adalah keluhan pada bahu kanan sebanyak 34 orang (68%), pinggang sebanyak 42 orang (84%), bokong sebanyak 27 orang (54%), dan pantat sebanyak 28 orang (56%).


(5)

commit to user

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengukuran postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms dengan

menggunakan uji Pearson Product Moment diperoleh hasil nilai P value

sebesar 0,022 (> 0,01 tetapi < 0,05) hal ini berarti bahwa ada hubungan signifikan antara postur kerja duduk dengan Upper Extremity Symptoms pada tenaga kerja di bagian cucuk PT. Iskandartex Surakarta. Untuk mengetahui

berapa kuat korelasi antara postur kerja duduk terhadap Upper Extremity

Symptoms yaitu berdasarkan hasil uji SPSS.16 menunjukkan hasil korelasinya

yaitu sebesar 0,320 (tingkat hubungan korelasi (r) berada diantara 0,20 - 0,399), sehingga menunjukkan tingkat hubungan rendah

2. Postur kerja duduk dengan menggunakan Lembar Kerja Penilaian RULA

didapatkan hasil rata-rata 4, 92 ± 1,03. Hasil skor terendah berdasarkan Tingkat Aksi yang diperlukan Berdasarkan Grand Skor adalah skor 3 yaitu diperlukan pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan perubahan-perubahan. Untuk hasil skor tertinggi adalah 6 yaitu pemeriksaaan dan perubahan perlu segera dilakukan.

3. Upper Extremity Symptoms dengan menggunakan peta pemetaan tubuh


(6)

commit to user

pengukuran Upper Extremity Symptoms termasuk dalam tingkat resiko tinggi (33 - 48) sehingga diperlukan tindakan segera.

B. SARAN

1. Sebaiknya Manager Perusahaan segera melakukan tindakan bagi tenaga kerja

yaitu dengan perubahan untuk perbaikan sikap kerja.

2. Sebaiknya pekerja melakukan stretching atau pemanasan sebelum bekerja

selama 10 ± 15 menit agar tubuh tidak kaku sewaktu bekerja.

3. Bagi peneliti-peneliti lain diharapkan melakukan penelitian lanjutan tentang hubungan sikap kerja duduk terhadap keluhan otot-otot skeletal.


Dokumen yang terkait

PENGARUH SIKAP KERJA DUDUK PADA KURSI KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS TERHADAP KELUHAN OTOT OTOT SKELETAL BAGI PEKERJA WANITA BAGIAN MESIN CUCUK DI PT ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA

0 5 60

PERBEDAAN TINGKAT STRESS KERJA PADA TENAGA KERJA YANG MENGALAMIKEBISINGAN DI ATAS NAB BAGIAN MESIN TENUN DAN DI BAWAH NAB BAGIAN MESIN CUCUK DI PT ISKANDARTEX SURAKARTA

1 5 63

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP KELELAHAN TENAGA KERJA DI BAGIAN MESIN TENUN PT. ISKANDARTEX SURAKARTA

0 8 79

HUBUNGAN ANTARA RISIKO POSTUR KERJA DENGAN RISIKOKELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN Hubungan Antara Risiko Postur Kerja Dengan Risiko Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Bagian Pemotongan Besi Di Sentra Industri Pande Besi Padas Klaten.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA RISIKO POSTUR KERJA DENGAN RISIKO KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA DI Hubungan Antara Risiko Postur Kerja Dengan Risiko Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Di Bagian Produksi Tenun PT. Kusuma Mulia Plasindo Infitex Klaten.

0 3 19

HUBUNGAN ANTARA RISIKO POSTUR KERJA DENGAN RISIKO KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA DI Hubungan Antara Risiko Postur Kerja Dengan Risiko Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Di Bagian Produksi Tenun PT. Kusuma Mulia Plasindo Infitex Klaten.

0 2 16

HUBUNGAN POSTUR KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL DAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA Hubungan Postur Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Dan Produktivitas Kerja Pada Pekerja Bagian Pengepakan Di PT. Djitoe Indonesia Tobako.

0 4 16

PENDAHULUAN Hubungan Postur Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Dan Produktivitas Kerja Pada Pekerja Bagian Pengepakan Di PT. Djitoe Indonesia Tobako.

0 3 5

HUBUNGAN POSTUR KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL DAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA Hubungan Postur Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Dan Produktivitas Kerja Pada Pekerja Bagian Pengepakan Di PT. Djitoe Indonesia Tobako.

2 10 17

PENGARUH SIKAP KERJA DUDUK TERHADAP KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PEKERJA BAGIAN PELINTINGAN Pengaruh Sikap Kerja Duduk Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Bagian Pelintingan Rokok Di Pt. Djitoe Indonesia Tobacco.

0 0 16