KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF DALAM SETING TEAM ACCELERATED INSTRUCTION (TAI) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu pasti yang menjadi dasar bagi perkembangan berbagai ilmu lainnya. Sejak zaman dahulu hingga sekarang matematika berkembang pesat di seluruh dunia, yang membawa manusia berpikir ke arah rasional. Matematika dipelajari dan dikembangkan untuk membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam masalah pengukuran, transaksi jual beli, maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Matematika diajarkan di semua jenjang pendidikan baik pendidikan umum maupun kejuruan, mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Salah satu yang menjadi tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mata pelajaran matematika dalam Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yaitu siswa diharapkan memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Siswa yang mampu memahami konsep matematika tersebut diharapkan mampu untuk memahami dan menjelaskan kembali suatu konsep matematika sehingga mampu mengaplikasikan dan menyelesaikan suatu masalah dengan pemecahan masalah yang tepat. Dalam hal pemecahan masalah, tujuan dalam permendiknas yang sama yakni siswa dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Untuk mencapai tujuan tersebut maka menjadi hal yang penting bagi siswa untuk memiliki kemampuan memahami masalah sehingga dapat berproses untuk memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik.

Proses pembelajaran merupakan kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan. Siswa merupakan subjek dan objek dalam kegiatan pembelajaran sehingga tercapainya tujuan pembelajaran dapat dilihat dari kemampuan siswa


(2)

2

setelah proses pembelajaran selesai. Salah satu yang menjadi tujuan dalam standar isi peraturan pemerintah pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 adalah siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis sehingga mampu menerapkannya pada pembelajaran dan juga kecakapan hidup sehari-hari.

Kemampuan pemecahan masalah yang menjadi salah satu tujuan pendidikan nasional menjadi penting untuk dikuasai oleh siswa. Akan tetapi, hasil Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 64 dari 65 negara yang mengikuti tes. Salah satu kemampuan yang diujikan dalam PISA adalah kemampuan siswa dalam menganalisis, merumuskan, memecahkan dan menginterpretasikan masalah matematika. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa perlu dioptimalkan. Kemampuan pemecahan masalah juga dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan efektif tidaknya suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya suatu strategi pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai.

Selain itu, siswa juga diharapkan dapat berpikir kritis, logis, analitis, sistematis, dan kreatif dengan mempelajari matematika. Sayangnya mayoritas siswa masih menganggap matematika itu sulit untuk dipelajari dan cenderung membosankan. Heck (2003: 1) menyatakan bahwa “Indonesian mathematics education faces another problem: most pupils’ attitudes towards mathematics are negative. Most of them perceive mathematics as difficult and boring”. Karena anggapan tersebut, banyak siswa yang kurang tertarik terhadap pelajaran matematika. Jika siswa kurang tertarik terhadap matematika maka motivasi belajar matematika pun akan menurun. Kurangnya motivasi terhadap pelajaran matematika mengakibatkan siswa enggan untuk belajar sehingga berdampak terhadap antusias, peran aktif, perhatian dan prestasi belajar siswa. Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi belajar yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kemampuan hasil belajarnya, seperti yang diungkapkan oleh Heinze (2005: 218), “The differences for interest and motivation on the class level had hardly any influence on the individual achievement”.


(3)

3

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengoptimalkan kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar adalah melalui kegiatan belajar yang bermakna. Pembelajaran bermakna menampilkan hal-hal yang sering ditemui oleh siswa ke dalam materi pembelajaran sehingga siswa memiliki gambaran akan materi pembelajaran. Salah satu pembelajaran bermakna yang dapat digunakan adalah model pembelajaran generatif. Model pembelajaran generatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi pengetahuannya sendiri baik melalui pengalaman langsung ataupun tidak langsung. Selain model pembelajaran yang mendukung, seting pembelajaran juga dapat digunakan agar kegiatan pembelajaran terarah. Salah satu seting pembelajaran yang dapat mendukung kegiatan pembelajaran adalah seting pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI). Seting pembelajaran tersebut merupakan pembelajaran yang berpusat kepada siswa dengan peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Siswa diberikan kesempatan untuk mengambil bagian dan peran dalam pembelajaran sehingga siswa memiliki pengalaman dalam belajar.

Pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) mengkombinasikan keunggulan pembelajaran generatif dan pembelajaran kooperatif serta pembelajaran individual. Siswa dalam pembelajaran ini dibentuk dalam beberapa kelompok belajar yang terdiri atas 4 sampai 5 siswa dengan kemampuan heterogen. Sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yaitu mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk menyelesaikan masalah. Model pembelajaran generatif ini menerapkan praktik langsung dalam pembelajaran dengan memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya sebagai media pembelajaran, sedangkan seting pembelajaran kooperatif tipe TAI menerapkan bimbingan antar teman yaitu siswa yang pandai bertanggung jawab kepada beberapa siswa yang ada dalam timnya.

Model pembelajaran generatif dengan seting TAI memiliki beberapa tujuan, antara lain meminimalisir pembelajaran individu, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan, serta memotivasi siswa dalam belajar kelompok. Proses belajar menjadikan siswa belajar dari pengalamannya


(4)

4

sendiri, mengkonstruksi pengetahuan kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Melalui proses belajar yang dialami sendiri, mengonstruksi pengetahuan, berdiskusi dan bekerjasama dalam kelompok, maka siswa akan merasa senang dan antusias, sehingga dapat mempengaruhi kemampuan serta meningkatkan motivasi belajar siswa.

Dalam penelitian ini, selain model pembelajaran dan seting pembelajaran juga terdapat materi yang akan digunakan untuk pembelajaran di kelas sehingga instrumen untuk menguji kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat diuji. Adapun materi yang digunakan adalah himpunan. Materi himpunan sendiri dipilih karena merupakan salah satu materi yang wajib dikuasai oleh siswa SMP dan merupakan salah satu materi yang diujikan dalam ujian nasional. Selain materi yang wajib dikuasai dalam ujian nasional, materi himpunan juga dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat menambah kecakapan siswa dalam menyelesaikan masalah yang mereka temui di sekeliling mereka. Sehingga dengan mengambil materi himpunan kemampuan pemecahan masalah siswa terhadap materi tersebut dapat diuji.

Selain model pembelajaran generatif dalam seting TAI, penelitian ini juga menggunakan pembelajaran dengan metode ekspositori. Dalam metode ekspositori, guru menyampaikan dan menjelaskan materi secara langsung dilanjutkan dengan pemberian contoh soal serta cara menyelesaikannya, setelah itu siswa diminta untuk mengerjakan soal latihan. Guru membimbing siswa dalam mengerjakan soal latihan dan menjelaskan kembali apabila ada siswa yang bertanya. Dalam proses pembelajaran tersebut terdapat beberapa siswa yang bertanya dan mengerjakan latihan soal di papan tulis. Ada juga siswa yang pasif selama pembelajaran dikarenakan malu untuk bertanya atau belum memahami materi pembelajaran. Sejauh ini, pembelajaran menggunakan metode ekspositori sudah menunjukkan hasil yang bagus karena sebagian besar siswa telah mencapai nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM).

Dalam hal motivasi belajar, hasil observasi pembelajaran ekspositori menunjukkan bahwa motivasi siswa terhadap pelajaran matematika belum optimal. Hal ini terlihat ketika pembelajaran berlangsung beberapa siswa


(5)

5

cenderung ramai sendiri, mengobrol dengan temannya, dan tidak fokus terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi siswa dalam belajar belum optimal.

Di SMP Negeri 4 Sleman, model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) belum pernah diuji keefektifannya ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar pada materi himpunan kelas VII. Oleh sebab itu, peneliti ingin menguji dan membandingkan keefektifan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) dengan metode ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar siswa. Peneliti ingin menguji apakah model pembelajaran tersebut efektif untuk diterapkan pada sekolah dengan karakter siswa seperti di SMP Negeri 4 Sleman.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, sehingga masalah-masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut. 1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa terhadap pelajaran

matematika masih belum optimal.

2. Motivasi belajar siswa terhadap pelajaran matematika masih belum optimal.

3. Pembelajaran matematika masih dominan menggunakan metode ekspositori.

4. Pembelajaran di kelas masih terpusat pada guru dimana siswa hanya menerima dan menyimpan informasi, sehingga keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran kurang maksimal.

5. Model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) belum pernah diuji keefektifannya di SMP Negeri 4 Sleman.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan dari hasil identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Hal ini dimaksudkan agar penelitian


(6)

6

lebih terarah dan fokus terhadap masalah yang akan diteliti. Beberapa yang menjadi batasan dalam penelitian ini adalah di SMP Negeri 4 Sleman dengan karakter siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran belum pernah diuji keefektifan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI). Materi himpunan yang menjadi salah satu materi yang diujikan dalam ujian nasional belum pernah dikolaborasikan dengan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) di SMP Negeri 4 Sleman. Sehingga peneliti menentukan batasan masalah dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) dan metode ekspositori pada pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar siswa di SMP Negeri 4 Sleman.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP kelas VII?

2. Apakah pembelajaran menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) efektif ditinjau dari motivasi belajar matematika siswa SMP kelas VII?

3. Apakah pembelajaran menggunakan metode ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP kelas VII? 4. Apakah pembelajaran menggunakan metode ekspositori efektif ditinjau

dari motivasi belajar matematika siswa SMP kelas VII?

5. Apakah pembelajaran menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP kelas VII?

6. Apakah pembelajaran menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) lebih efektif dibandingkan


(7)

7

dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar siswa SMP kelas VII?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Mendeskripsikan keefektifan pembelajaran menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP kelas VII.

2. Mendeskripsikan keefektifan pembelajaran menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) ditinjau dari motivasi belajar matematika siswa SMP kelas VII.

3. Mendeskripsikan keefektifan pembelajaran menggunakan metode ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP kelas VII.

4. Mendeskripsikan keefektifan pembelajaran menggunakan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar matematika siswa SMP kelas VII. 5. Mendeskripsikan apakah pembelajaran menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP kelas VII.

6. Mendeskripsikan apakah pembelajaran menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar siswa SMP kelas VII.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa

Siswa mendapat pengalaman terkait pembelajaran dengan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI)


(8)

8

untuk menumbuhkan motivasi belajar terhadap pelajaran matematika serta mencapai prestasi belajar dan kemampuan pemecahan masalah matematis yang lebih baik.

2. Bagi Guru

Sebagai pertimbangan bagi guru SMP Negeri 4 Sleman dalam penggunaan dan penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) sebagai upaya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar siswa.

3. Bagi Peneliti

Sarana bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran dengan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) khususnya pada materi himpunan.


(9)

56

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian quasi experiment atau penelitian semu yang dilaksanakan di SMP Negeri 4 Sleman. Penelitian dilakukan di dua kelas yaitu kelas VII A dan kelas VII C. Kelas VII C sebagai kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran dengan model pembelajaran generatif dalam seting TAI, sementara kelas VII A sebagai kelas kontrol yang diberikan pembelajaran dengan metode ekspositori. Data dalam penelitian ini terdiri dari data nilai pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah siswa dan data skor awal dan skor akhir angket motivasi belajar. Selanjutnya data yang telah diperoleh dianalisis dengan tahapan sebagai berikut.

1. Pelaksanaan Pembelajaran

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi himpunan. Pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen yaitu kelas VII C menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) dan pelaksanaan pembelajaran di kelas kontrol yaitu kelas VII A menggunakan metode pembelajaran eksporitori. Sebelum diberikan pembelajaran pada kedua kelas, siswa diberikan pretest kemampuan pemecahan masalah serta angket awal motivasi belajar siswa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pemahaman awal siswa terhadap bahan ajar dan kemampuan pemecahan masalah serta mengetahui motivasi awal siswa. Pembelajaran berlangsung selama empat kali pertemuan dan dilaksanakan berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Pada akhir pembelajaran, siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan posttest kemampuan pemecahan masalah siswa serta angket akhir motivasi belajar siswa. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari serta kemampuan pemecahan masalah siswa dan motivasi siswa setelah diberikan pembelajaran dengan model pembelajaran generatif dalam seting TAI maupun pembelajaran dengan metode pembelajaran ekspositori.


(10)

57

Proses pembelajaran dilakukan oleh peneliti sendiri dengan mengacu kepada RPP yang telah sebelumnya. Secara keseluruhan, kegiatan pembelajaran pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol berlangsung sesuai dengan RPP yang telah dibuat oleh peneliti. Keterlaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan yang terdapat dalam lampiran. Presentase keterlaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen dan di kelas kontrol termasuk dalam kategori baik yaitu mencapai 94,8% untuk kelas eksperimen dan 96,9% untuk kelas kontrol. Rekap penilaian keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat dalam lampiran.

Tabel 9. Keterlaksanaan Pembelajaran di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pertemuan

Keterlaksanaan Pembelajaran

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

1 91,67 % 100 %

2 100 % 100 %

3 95,83 % 100 %

4 91,67 % 87,5 %

Rata-rata 94,8 % 96,9 %

Pada kelas eksperimen, pembelajaran diawali dengan memberikan salam kepada peserta didik. Selanjutnya, peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran serta apersepsi dan motivasi kepada siswa pada masing-masing pertemuan. Setelah itu, siswa dibagi ke dalam delapan kelompok yang beranggotakan 4 siswa. Kelompok disusun secara heterogen berdasarkan hasil nilai ulangan harian pada bab sebelumnya. Masing-masing kelompok memiliki satu orang siswa sebagai ahli materi yang akan membantu guru dalam menyampaikan materi kepada kelompok masing-masing. Setiap siswa mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk dikerjakan secara mandiri, kemudian setelah selesai akan didiskusikan bersama teman satu kelompoknya.


(11)

58

Sebelum siswa mengerjakan LKS, peneliti menyampaikan beberapa contoh dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran untuk mengarahkan siswa menemukan konsep apa yang akan dibahas. Kemudian siswa diminta mendiskusikan bersama kelompok dan menuliskan hipotesis atau pemahaman awal siswa mengenai materi pembelajaran pada LKS. Kemudian peneliti meminta kepada siswa untuk mengerjakan LKS untuk menguji apakah hipotesis yang telah mereka rumuskan benar. Setelah itu, peneliti meminta untuk mendiskusikannya bersama kelompoknya. Untuk mendukung proses diskusi, siswa ahli materi menemui peneliti dan membahas mengenai ulasan materi yang nantinya akan disampaikan kepada teman-teman dalam kelompoknya. Agar dapat menuliskan kesimpulan, setiap siswa harus memahami langkah penyelesaian pengujian hipotesis mereka, sementara peneliti mengawasi jalannya diskusi.

Pada pertemuan awal, banyak siswa yang merasa kesulitan karena suasana diskusi belum dibiasakan kepada mereka sehingga peneliti harus ikut membantu dan membimbing siswa dalam berdiskusi dan mengerjakan LKS agar tercipta suasana diskusi kelompok yang kondusif. Seiring berjalannya penelitian siswa mulai terbiasa dengan diskusi kelompok sehingga siswa sudah mulai mandiri dan dapat mengerjakan sendiri secara berkelompok. Dalam pembelajaran, selalu ada siswa yang malas untuk berdiskusi dan mengganggu temannya yang lain, sehingga peneliti harus memberikan arahan ataupun teguran halus agar suasana kelas kembali terkontrol.

Pada akhir diskusi, beberapa kelompok siswa maju ke depan untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka yang kemudian diberikan tanggapan oleh kelompok lain. Banyak siswa yang antusias dan aktif selama pembelajaran berlangsung karena adanya reward berupa bintang bagi kelompok yang maju presentasi. Kemudian setelah presentasi, siswa berlatih soal secara mandiri untuk mengukur kemampuan individu dan pemahaman individu terhadap materi yang telah dipelajari. Pada akhir pembelajaran peneliti mengajak siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dibahas. Masing-masing kelompok mengemukakan kesimpulan mereka yang selanjutnya diberikan penguatan terhadap jawaban yang benar oleh peneliti.


(12)

59

Selanjutnya, peneliti memberikan tugas pekerjaan rumah kepada siswa dan menyampaikan materi selanjutnya yang akan dibahas. Kemudian peneliti menutup pembelajaran dengan salam.

Pada kelas kontrol, pembelajaran diawali dengan salam. Kemudian peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran serta apersepsi dan motivasi yang mendukung pembelajaran. Peneliti memberikan contoh yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang ada di sekitar siswa. Kemudian peneliti meminta siswa untuk menemukan contoh lain yang sama seperti contoh dan bukan contoh. Kemudian peneliti menjelaskan materi pembelajaran berdasarkan contoh yang telah disampaikan. Setelah memberikan penjelasan, peneliti memberikan contoh soal dan cara penyelesaian soal tersebut. Setelah siswa memahami, peneliti memberikan latihan soal kepada siswa untuk mengecek pemahaman siswa terhadap materi. Siswa mengerjakan latihan soal secara mandiri, sementara peneliti berkeliling untuk memastikan siswa menyelesaikan latihan soal.

Pada pembelajaran di kelas kontrol, banyak siswa yang malas dan justru mengobrol dengan temannya daripada memperhatikan pembelajaran. Awalnya peneliti merasa kesulitan untuk mengatur siswa yang ramai sendiri, namun dengan beberapa pancingan pertanyaan yang ditujukan kepada siswa yang ramai sendiri, siswa mulai tenang dan antusias dalam mengikuti pembelajaran sehingga suasana kelas kembali terkontrol.

Selama pembelajaran berlangsung, banyak siswa yang antusias dan aktif dalam mengikuti pembelajaran, terlihat ketika siswa memperhatikan penjelasan peneliti dan mengerjakan latihan soal. Beberapa siswa maju ke depan kelas untuk menyelesaikan soal yang diberikan oleh peneliti yang kemudian diberikan tanggapan oleh siswa lain, sementara peneliti memberikan penguatan terhadap jawaban siswa yang benar. Pada akhir pembelajaran, peneliti mengajak siswa untuk menyimpulkan hasil pembelajaran secara bersama-sama. Selanjutnya, peneliti memberikan penguatan kesimpulan kepada siswa dan menyampaikan apa yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya. Pada akhir pembelajaran, peneliti menutup pembelajaran dengan salam.


(13)

60

Tabel 10. Skor Rata-rata, Simpangan Baku, Skor Minimal, Skor Maksimal Tes Pencapaian KD Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Data

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Pretest Posttest Pretest Posttest

Banyak Siswa 31 31 32 32

Skor Rata-rata 21,77 75,90 26,94 71,06

Simpangan Baku 5,377 12,947 6,829 14,217

Skor Min Teoritis 0 0 0 0

Skor Maks Teoritis 100 100 100 100

Skor Minimum 13 40 18 33

Skor Maksimum 35 93 40 93

Rata-rata nilai pretest pencapaian KD di kelas eksperimen adalah 21,77 dan tidak ada siswa yang mendapatkan nilai lebih dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75. Setelah diberikan perlakuan dengan model pembelajaran generatif dalam seting TAI, rata-rata nilai posttest pencapaian KD di kelas eksperimen menjadi 75,90 dan 21 dari 31 siswa mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan KKM yang telah ditetapkan.

Rata-rata nilai pretest pencapaian KD di kelas kontrol adalah 26,94 dan tidak ada siswa yang mendapatkan nilai lebih dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75. Setelah diberikan perlakuan dengan model pembelajaran ekspositori, rata-rata nilai posttest pencapaian KD di kelas eksperimen menjadi 71,06 dan 17 dari 32 siswa mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan KKM yang telah ditetapkan.

2. Deskripsi Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data nilai pretest kemampuan pemecahan masalah matematis, data skor awal angket motivasi, data nilai posttest kemampuan pemecahan masalah matematis, dan data skor


(14)

61

akhir angket motivasi siswa. Pada kelas eksperimen diberikan pembelajaran menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting TAI, sementara pada kelas kontrol diberikan pembelajaran menggunakan metode ekspositori. a. Deskripsi Data Pretest dan Posttest Kemampuan Pemecahan

Masalah Siswa

Data hasil kemampuan pemecahan masalah yang akan dideskripsikan terdiri atas data pretest dan posttest. Pretest merupakan tes yang diberikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan perlakuan. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah awal siswa pada materi yang diujikan. Posttest dilaksanakan setelah perlakuan. Tes ini dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa setelah diberikan perlakuan. Secara ringkas, hasil pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah siswa pada kedua kelompok adalah sebagai berikut.

Tabel 11. Skor Rata-rata, Simpangan Baku, Skor Minimal, Skor Maksimal Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Deskripsi

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Pretest Posttest Pretest Posttest

Jumlah siswa 31 31 32 32

Rata-rata 21,77 75,90 26,94 71,06

Nilai Maks Teoritis 100 100 100 100

Nilai Min Teoritis 0 0 0 0

Simpangan Baku 5,377 12,947 6,829 14,217

Skor Minimum 13 40 18 33

Skor Maksimum 35 93 40 93

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif seperti pada tabel 11, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pretest kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol relatif sama meskipun kelas kontrol


(15)

62

memiliki rata-rata pretest yang lebih tinggi. Sedangkan rata-rata posttest kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol relatif sama meskipun kelas eksperimen memiliki rata-rata posttest yang lebih tinggi. Pada data simpangan baku jika diperhatikan, pada pretest simpangan baku dari kelas eksperimen dan kelas kontrol relatif sama, sementara pada posttest simpangan baku dari kelas eksperimen dan kelas kontrol juga relatif sama. Namun untuk mengetahui apakah secara umum nilai rata-rata dan simpangan baku di kedua kelas tersebut sama, maka harus dilakukan uji hipotesis.

b. Deskripsi Data Skor Awal dan Akhir Angket Motivasi Belajar Siswa

Data skor angket motivasi belajar siswa dapat dideskripsikan dan diambil kesimpulan berdasarkan kategori yang ditentukan. Data skor akhir angket motivasi belajar siswa bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran yang diberikan terhadap motivasi belajar siswa.

Tabel 12. Skor Rata-rata, Simpangan Baku, Skor Minimal, Skor Maksimal Angket Motivasi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Deskripsi

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Skor

Awal

Skor Akhir

Skor Awal

Skor Akhir

Jumlah siswa 31 31 32 32

Rata-rata 113,10 116,19 104,06 101,41

Nilai Maks Teoritis 150 150 150 150

Nilai Min Teoritis 30 30 30 30

Simpangan Baku 10,470 12,755 10,083 11,384

Skor Minimum 88 88 72 72


(16)

63

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif seperti yang ditunjukan pada tabel 12, dapat diketahui bahwa rata-rata hasil angket motivasi belajar siswa sebelum perlakuan pada kelompok eksperimen dan kontrol relatif sama. Sesudah perlakuan rata-rata hasil motivasi belajar siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol. Namun jika diperhatikan, simpangan pada kelompok baik sebelum maupun sesudah perlakuan relatif sama. Data hasil analisis statistik deskriptif angket awal dan angket akhir terdapat pada lampiran 4.2 halaman 231.

3. Analisis Data

Sebelum diberikan perlakuan, masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan pretest kemampuan pemecahan masalah dan angket motivasi awal. Pretest diberikan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa. Angket motivasi awal diberikan untuk mengetahui motivasi awal siswa terhadap pembelajaran matematika. Angket motivasi berisi 30 butir pernyataan dengan lima alternatif jawaban yaitu selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Selain itu, pretest dan motivasi awal diberikan kepada masing-masing siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah dan skor angket motivasi belajar siswa antara dua kelas tersebut.

Data pretest kemampuan pemecahan masalah dan motivasi awal selanjutnya dianalisis menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas sebagai berikut. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan secara multivariat dengan cara menghitung jarak mahalanobis setiap titik pengamatan dengan rata-ratanya. Keputusan untuk uji normalitas multivariat, data berdistribusi normal apabila sekitar 50% data memiliki jarak mahalanobis kurang dari

yaitu sebesar 1,3863. Uji normalitas ini dilakukan dengan


(17)

64

Tabel 13. Uji Normalitas Multivariat Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah dan Angket Motivasi Awal Siswa

Data Kelas

Persentase Banyaknya Siswa

dengan Nilai

Hasil

Pretest dan Skor Awal Angket

Eksperimen 1,386 3

17/31 x 100% = 54,84%

Normal

Pretest dan Skor Awal Angket

Kontrol 1,386 3

14/32 x 100% = 43,75%

Tidak Normal Berdasarkan tabel 13, diketahui bahwa presentase banyaknya siswa dengan nilai pada kelas eksperimen adalah 54,84% (lebih dari 50%) sehingga dapat disimpulkan bahwa populasi pada kelas eksperimen berdistribusi normal. Sementara nilai pada kelas kontrol adalah 43,75% sehingga dapat dikatakan tidak normal. Namun, uji F tetap dapat dilakukan karena banyak anggota sampel adalah 32 yang memenuhi kriteria sampel besar. Hal tersebut mengacu pada tulisan Stevens (2009:222). Hasil analisis uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.3 halaman 233.

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data skor pretest kemampuan pemecahan masalah dan skor awal angket motivasi belajar siswa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki variansi yang sama atau tidak. Uji homogenitas dilakukan secara multivariat menggunakan uji Box’s M dengan taraf signifikansi . Kriteria keputusan yang diambil bahwa jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih dari 0,05 maka matriks varians-kovarians pada kedua kelas adalah sama atau homogen. Uji homogenitas diolah menggunakan bantuan SPSS versi 21.

Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa probabilitas atau nilai signifikansi yang diperoleh untuk variabel kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar lebih dari 0,05 yakni 0,266. Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima, berarti matriks varians-kovarians kelompok pembelajaran kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen. Output SPSS versi 21 untuk uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran 4.4 halaman 241.


(18)

65

Setelah asumsi normal dan homogen pretest kemampuan pemecahan masalah matematis dan angket awal motivasi belajar terpenuhi, dilakukan uji kesamaan rata-rata pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum diberikan perlakuan. Pengujian dilakukan secara multivariat (two-group MANOVA) menggunakan uji Hotelling’s Trace dengan taraf signifikansi . Kriteria keputusannya adalah ditolak jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Uji kesamaan rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan awal yang sama atau tidak.

Tabel 14. Hasil Uji Beda Rata-Rata Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Sebelum Perlakuan

Effect Value F Hypothesis df sig.

Hotelling’s Trace 0,068 2,000 0,139

Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan SPSS 21 diperoleh signifikansi sebesar 0,139 (lebih dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol terhadap kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa terhadap data sebelum perlakuan.

Setelah kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan perlakuan, masing-masing kelas diberikan posttest kemampuan pemecahan masalah dan angket motivasi akhir. Posttest diberikan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa setelah diberikan perlakuan. Angket motivasi akhir diberikan untuk mengetahui motivasi siswa terhadap pembelajaran matematika setelah diberikan perlakuan. Menurut hasil uji perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol terhadap data sebelum ujian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol terhadap kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa, maka posttest dan angket motivasi akhir yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan untuk menguji hipotesis guna menjawab masing-masing rumusan masalah. Data skor


(19)

66

posttest kemampuan pemecahan masalah dan skor angket motivasi akhir belajar siswa dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 222.

Data posttest kemampuan pemecahan masalah dan motivasi akhir siswa selanjutnya dianalisis menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan secara multivariat dan univariat. Uji normalitas dilakukan secara multivariat dengan cara menghitung jarak mahalanobis setiap titik pengamatan dengan rata-ratanya. Keputusan untuk uji normalitas multivariat, data berdistribusi normal apabila sekitar 50% data memiliki jarak mahalanobis kurang dari yaitu sebesar 1,3863. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program software SPSS 21.

Tabel 15. Uji Normalitas Multivariat Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah dan Angket Motivasi Akhir Siswa

Data Kelas

Persentase Banyaknya Siswa

dengan Nilai

Hasil

Skor Akhir Posttest dan Angket

Eksperimen

1,3863 14/31 x 100% =

45,16% Normal Skor Akhir Posttest

dan Angket

Kontrol

1,3863 16/32 x 100% =

50% Normal

Berdasarkan tabel 15, diketahui bahwa presentase banyaknya siswa dengan nilai pada masing-masing kelas adalah 45,16% (mendekati 50%) dan 50%, sehingga dapat disimpulkan bahwa populasi berdistribusi normal. Hasil analisis uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.3 halaman 238.

Uji normalitas univariat dilakukan menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov dengan taraf signifikansi . Keputusan untuk uji normalitas ini, data berdistribusi normal apabila p-value(sig) > . Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program software SPSS 21.


(20)

67

Tabel 16. Uji Normalitas Univariat Postest Kemampuan Pemecahan Masalah dan Angket Motivasi Akhir Siswa

Data Kelas Nilai

Signifikansi Hasil Kemampuan Pemecahan

Masalah

Eksperimen 0,492 Normal

Kontrol 0,303 Normal

Motivasi Belajar Eksperimen 0,942 Normal

Kontrol 0,591 Normal

Berdasarkan tabel 16, diketahui bahwa nilai signifikansi lebih dari 0,05, maka hasil pengukuran kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa berdistribusi normal. Hasil analisis uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.3 halaman 235.

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data skor posttest kemampuan pemecahan masalah dan skor akhir angket motivasi belajar siswa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki variansi yang sama atau tidak. Uji homogenitas dilakukan secara multivariat dan univariat.

Uji homogenitas dilakukan secara multivariat menggunakan uji Box’s M dengan taraf signifikansi . Kriteria keputusan yang diambil bahwa jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih dari 0,05 maka matriks varians-kovarians pada kedua kelas adalah sama atau homogen. Uji homogenitas diolah menggunakan bantuan SPSS versi 21. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa probabilitas atau nilai signifikansi yang diperoleh untuk variabel kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar lebih dari 0,05 yakni 0,520. Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima, berarti matriks varians-kovarians kelompok pembelajaran kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen. Output SPSS versi 21 untuk uji homogenitas multivariat dapat dilihat pada lampiran 4.4 halaman 243.

Uji homogenitas secara univariat dilakukan menggunakan uji homogenitas Levene’s dengan taraf signifikansi . Kriteria keputusan yang diambil bahwa jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih dari 0,05 maka data berasal dari populasi yang mempunyai variansi homogen. Uji homogenitas diolah menggunakan bantuan SPSS versi 21.


(21)

68

Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh baik untuk variabel kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar lebih dari 0,05 yakni 0,391 untuk aspek kemampuan pemecahan masalah dan 0,715 untuk aspek motivasi belajar siswa. Ini berarti variansi kelompok pembelajaran kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen baik pada variabel kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa. Output SPSS 21 untuk uji homogenitas univariat dapat dilihat pada lampiran 4.4 halaman 241.

Setelah asumsi normal dan homogen pada posttest kemampuan pemecahan masalah dan angket akhir motivasi belajar siswa terpenuhi, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut.

a. Keefektifan Model Pembelajaran Generatif dalam Seting Team

Accelerated Instruction (TAI) ditinjau dari Kemampuan

Pemecahan Masalah dan Motivasi Belajar Siswa

Uji one sample t-test yang dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 21 bertujuan untuk mengetahui efektif tidaknya pembelajaran menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting TAI terhadap kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Hasil analisis dengan one sample t-test untuk kemampuan pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar siswa disajikan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 17. Hasil Uji One Sample t-test Kelas Eksperimen

Kelompok Variabel t df Sig Sig/2

Eksperimen

Kemampuan Pemecahan Masalah

6,839 30 0,000 0,000

Motivasi Belajar 6,196 30 0,000 0,000 Berdasarkan tabel 17, menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang dibagi 2 berdasarkan hasil uji one sample t-test yang diperoleh untuk kelompok eksperimen untuk variabel kemampuan pemecahan masalah sebesar 0,000 (kurang dari 0,05). Ini berarti bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis


(22)

69

siswa. Nilai signifikansi yang dibagi 2 berdasarkan hasil uji one sample t-test yang diperoleh untuk kelompok eksperimen untuk variabel motivasi belajar sebesar 0,000 (kurang dari 0,05). Ini berarti bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) efektif terhadap motivasi belajar siswa. Uji hipotesis selengkapnya dapat dilihat di lampiran 4.6 halaman 246.

b. Keefektifan Metode Ekspositori ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah dan Motivasi Belajar Siswa

Uji one sample t-test yang dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 21 bertujuan untuk mengetahui efektif tidaknya pembelajaran menggunakan metode ekspositori terhadap kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Hasil analisis dengan one sample t-test untuk kemampuan pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar siswa disajikan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 18. Hasil Uji One Sample t-test Kelas Kontrol

Kelompok Variabel t df Sig Sig/2

Kontrol

Kemampuan Pemecahan Masalah

4,402 31 0,000 0,000

Motivasi Belajar -0,295 31 0,770 0,385 Berdasarkan tabel 18, menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang dibagi 2 berdasarkan hasil uji one sample t-test yang diperoleh untuk kelompok kontrol untuk variabel kemampuan pemecahan masalah sebesar 0,000 (kurang dari 0,05). Ini berarti bahwa pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Nilai signifikansi yang dibagi 2 berdasarkan hasil uji one sample t-test yang diperoleh untuk kelompok kontrol untuk variabel motivasi belajar sebesar 0,385 (lebih dari 0,05). Ini berarti bahwa pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori tidak efektif terhadap motivasi belajar siswa. Uji hipotesis selengkapnya dapat dilihat di lampiran 4.6 halaman 247.


(23)

70

c. Perbandingan Keefektifan Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Generatif dalam Seting Team Accelerated Instruction (TAI) dan Metode Ekspositori

Untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan akhir yang sama atau tidak maka dilakukan pengujian rata-rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah dan skor akhir angket motivasi belajar siswa. Analisis dilakukan dengan analisis multivariat menggunakan uji Hotelling’s Trace ( Hotelling). Taraf signifikansi yang digunakan adalah

. Kriteria keputusannya adalah ditolak jika nilai signifikansi lebih

kecil dari 0,05. Uji kesamaan rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan akhir yang sama atau tidak. Data diolah dengan bantuan SPSS 21 sebagai berikut.

Tabel 19. Hasil Uji Beda Rata-Rata Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Setelah Perlakuan

Effect Value F Hypothesis df sig.

Hotelling’s Trace 0,393 2,000 0,000

Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan SPSS 21 diperoleh signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa terhadap data setelah perlakuan. Artinya, kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar setelah diberikan perlakuan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda. Selanjutnya, dilakukan uji lanjutan dengan uji independent sample t-test untuk menjawab rumusan masalah kelima dan keenam.

Uji independent sample t-test yang dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 21 bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting TAI lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori terhadap kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Hasil analisis dengan independent


(24)

71

sample t-test untuk kemampuan pemecahan masalah disajikan pada tabel berikut.

Tabel 20. Tabel Hasil Uji Independent Sample T-Test Perbandingan Keefektifan Pembelajaran Matematika Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Variabel Kelompok Rata-rata Sig

Kemampuan Pemecahan Masalah

Eksperimen 75,90 0,163

Kontrol 71,06

Motivasi Belajar Eksperimen 116,19 0,000

Kontrol 101,41

Dari hasil pengujian didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,163 (lebih dari 0,05) untuk variabel kemampuan pemecahan masalah siswa. Ini menunjukkan bahwa diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting TAI sama efektif atau tidak lebih efektif dibandingkan pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Dari hasil pengujian didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (kurang dari 0,05) untuk variabel motivasi belajar siswa. Ini menunjukkan bahwa ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting TAI lebih efektif dibandingkan pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar siswa.

B. Pembahasan

1. Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Generatif dalam Seting Team Accelerated Instruction (TAI) Efektif ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah

Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) diberikan kepada kelas VII C sebagai kelas eksperimen. Keefektifan dari pembelajaran ini ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah didasarkan pada nilai signifikansi yang


(25)

72

didapatkan dari posttest kemampuan pemecahan masalah siswa. Pembelajaran ini dikatakan efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa apabila nilai signifikansi yang didapatkan kurang dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, nilai signifikansi yang didapatkan pada pengujian hipotesis pertama pada kelas eksperimen adalah 0.000, sehingga ditolak. Hal ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah.

Keefektifan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) didukung oleh pendapat Wittrock (1992:532) yang menyatakan bahwa model pembelajaran generatif dibangun berdasarkan pengetahuan yang telah diproses dalam otak dan pemahaman berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berdasarkan pemecahan masalah, akuisisi pengetahuan, perhatian, motivasi, dan penyampaian. Menurut Slavin (2005:114), pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam kelas. Ketika siswa memahami materi pembelajaran dan langkah penyelesaian masalah suatu permasalahan melalui pengalaman langsung, hal tersebut dapat melatih kemampuan siswa dalam menganalisa dan memecahkan suatu permasalahan sehingga siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik.

Hasil dari analisis keefektifan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting TAI juga relevan dengan penelitian dari Gst Ayu Mahayukti (2003) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran generatif memiliki pengaruh yang positif terhadap kemampuan pemecahan masalah.

2. Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Generatif dalam Seting Team Accelerated Instruction (TAI) Efektif ditinjau dari Motivasi Belajar

Keefektifan dari pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) tidak hanya ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah melainkan juga ditinjau


(26)

73

dari motivasi belajar siswa. Keefektifan ini didasarkan pada nilai signifikansi yang didapatkan dari angket akhir motivasi belajar siswa. Pembelajaran ini dikatakan efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa apabila nilai signifikansi yang didapatkan kurang dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, nilai signifikansi yang didapatkan pada pengujian hipotesis kedua pada kelas eksperimen adalah 0.000, sehingga ditolak. Hal ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting Team Accelerated Instruction (TAI) efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa.

Wittrock (1992:532) menyatakan bahwa model pembelajaran generatif dibangun berdasarkan pengetahuan yang telah diproses dalam otak dan pemahaman berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berdasarkan pemecahan masalah, akuisisi pengetahuan, perhatian, motivasi, dan penyampaian. Dalam hal ini motivasi menjadi salah satu bagian dari model pembelajaran generatif yang akan memotivasi siswa dalam belajar.

Hasil analisis keefektifan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting TAI juga relevan dengan penelitian dari Faujiah Herlina (2012) yang menyatakan bahwa model pembelajaran generatif efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa. Selain itu, hasil analisis juga relevan dengan penelitian dari Hastin Kusumowati (2014) menyatakan bahwa model pembelajaran TAI efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa.

3. Pembelajaran Matematika Menggunakan Metode Ekspositori Efektif ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah

Pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori diberikan kepada kelas VII A sebagai kelas kontrol. Keefektifan dari pembelajaran ini ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah didasarkan pada nilai signifikansi yang didapatkan dari posttest kemampuan pemecahan masalah siswa. Pembelajaran ini dikatakan efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa apabila nilai signifikansi yang didapatkan kurang dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, nilai signifikansi yang didapatkan pada pengujian hipotesis ketiga pada kelas kontrol adalah


(27)

74

0.000, sehingga ditolak. Hal ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah.

Dimyati dan Mudjiono (2002:172) mengatakan metode ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Dalam hal ini guru menjadi salah satu fasilitator dalam proses pembelajaran metode ekspositori. Guru menyampaikan materi dan memberikan contoh soal serta penyelesaiannya. Siswa diberikan latihan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Jika siswa dibiasakan untuk berlatih soal, maka siswa akan terbiasa dan menjadi bisa. Soal-soal yang tidak rutin juga diberikan agar siswa terasah kemampuannya. Jadi, dengan pembiasaan tersebut siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik.

4. Pembelajaran Matematika Menggunakan Metode Ekspositori Tidak Efektif ditinjau dari Motivasi Belajar

Keefektifan dari pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori tidak hanya ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah melainkan juga ditinjau dari motivasi belajar siswa. Keefektifan ini didasarkan pada nilai signifikansi yang didapatkan dari angket akhir motivasi belajar siswa. Pembelajaran ini dikatakan efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa apabila nilai signifikansi yang didapatkan kurang dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, nilai signifikansi yang didapatkan pada pengujian hipotesis keempat pada kelas kontrol adalah 0.770, sehingga diterima. Hal ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori tidak efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan oleh peneliti. Hal itu disebabkan dalam pembelajaran ekspositori, peran guru masih dominan sehingga siswa cenderung pasif.

Menurut Wina Sanjaya (2008:179), metode ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru. Dalam hal ini guru akan mendominasi pembelajaran di kelas. Bagi beberapa siswa hal tersebut bukan menjadi suatu kendala, namun bagi beberapa siswa yang ingin


(28)

75

terlibat aktif dalam pembelajaran merasa tidak cukup memiliki kesempatan sehingga turut mempengaruhi motivasi dalam belajar.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hastin Kusumowati (2014) yang menyatakan bahwa pembelajaran konvensional dengan metode ceramah tidak efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa.

5. Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Generatif dalam Seting Team Accelerated Instruction (TAI) Tidak Lebih Efektif dibandingkan Pembelajaran Matematika Menggunakan Metode Ekspositori ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah

Setelah didapatkan hasil analisis bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) dan pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, dan hasil analisis bahwa terdapat perbedaan rata-rata pada nilai posttest dan skor akhir angket motivasi belajar di kedua kelas, maka dilakukan analisis selanjutnya untuk mengetahui metode manakah yang lebih efektif. Analisis yang digunakan adalah uji independent sample t-test. Dari hasil analisis didapatkan bahwa nilai signifikansinya adalah 0.163 (lebih dari 0.05) yang berarti bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) sama-sama efektif atau tidak lebih efektif dibandingkan pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah.

Hasil analisis tersebut berbeda dengan hipotesis yang diajukan oleh peneliti yakni pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) lebih efektif dibandingkan pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah. Hal tersebut dikarenakan baik model pembelajaran generatif dalam seting TAI maupun metode ekspositori dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan sama-sama memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih mengerjakan soal dan menyelesaikan


(29)

76

permasalahan yang diberikan. Pembelajaran pada kelas kontrol berjalan lebih kondusif karena guru menyampaikan materi dan memberikan latihan soal kepada siswa secara langsung. Mayoritas siswa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru sehingga materi yang diajarkan mampu untuk diserap oleh siswa. Sementara pada kelas eksperimen, seperti yang telah dijelaskan pada bagian pelaksanaan pembelajaran sebelumnya, siswa merasa kesulitan untuk melakukan diskusi kelompok karena kegiatan diskusi merupakan suatu hal baru bagi siswa sehingga perlu adanya proses adaptasi yang membutuhkan waktu yang lama. Dalam penelitian ini, waktu yang diberikan untuk kedua kelas adalah sama. Sementara, untuk melaksanakan sebuah diskusi dengan optimal membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibanding dengan metode ekspositori. Untuk itulah, hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan keefektifan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen atau dapat dikatakan keduanya sama-sama efektif jika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah.

Pemecahan masalah merupakan sebuah proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi tidak hanya sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan belajar terdahulu. Polya (Herry Prasetyo, 2011: 15) mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat tercapai. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah dapat diperoleh melalui suatu pembiasaan mengerjakan soal-soal yang tidak rutin kepada siswa. 6. Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Pembelajaran

Generatif dalam Seting Team Accelerated Instruction (TAI) Lebih Efektif dibandingkan Pembelajaran Matematika Menggunakan Metode Ekspositori ditinjau dari Motivasi Belajar

Setelah dilakukan pengujian hipotesis kedua dan keempat serta hasil analisis bahwa terdapat perbedaan rata-rata pada nilai posttest dan skor akhir angket motivasi belajar di kedua kelas, maka dilakukan analisis selanjutnya untuk mengetahui metode mana yang lebih efektif antara pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team


(30)

77

accelerated instruction (TAI) dan pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar siswa. Analisis yang digunakan adalah uji independent sample t-test. Dari hasil analisis didapatkan bahwa nilai signifikansinya adalah 0.000 (kurang dari 0.05) yang berarti bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) lebih efektif dibandingkan pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah.

Hasil analisis tersebut sejalan dengan hipotesis yang diajukan oleh peneliti. Hal tersebut dipengaruhi oleh kegiatan pembelajaran dalam model pembelajaran generatif yang terdiri dari fase eksplorasi, fase pemusatan, fase tantangan dan fase aplikasi yang dikombinasikan dengan seting team accelerated instruction (TAI) sebagai wadah untuk siswa berdiskusi dan terlibat aktif dalam pembelajaran.

Sesuai dengan pernyataan Wittrock (1992:532) bahwa model pembelajaran generatif juga dibangun berdasarkan motivasi. Hal tersebut berarti pembelajaran generatif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa karena pembelajaran yang diikuti menyenangkan dan bermakna. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan oleh penulis yakni pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) lebih efektif dibandingkan pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar.


(31)

78 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah di SMP Negeri 4 Sleman.

2. Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) efektif ditinjau dari motivasi belajar di SMP Negeri 4 Sleman.

3. Pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah di SMP Negeri 4 Sleman. 4. Pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori tidak efektif

ditinjau dari motivasi belajar di SMP Negeri 4 Sleman.

5. Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) tidak lebih efektif dibandingkan pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah di SMP Negeri 4 Sleman. 6. Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif

dalam seting team accelerated instruction (TAI) lebih efektif dibandingkan pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar di SMP Negeri 4 Sleman.

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini adalah penelitian ini tidak dapat digeneralisir bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa SMP. Hal ini dikarenakan sekolah yang menjadi tempat penelitian


(32)

79

adalah sekolah yang masuk ke dalam kategori sedang sehingga tidak dapat mewakili semua siswa SMP. Selain itu, hasil penelitian ini juga belum tentu sesuai dengan sekolah lain yang memiliki karakteristik dan psikologi siswa yang berbeda.

C. Saran

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian, berikut terdapat beberapa saran untuk perbaikan kedepannya.

1. Bagi guru matematika

a. Model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran matematika di SMP Negeri 4 Sleman karena pembelajaran ini terbukti efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa.

b. Sebelum dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI), hendaknya guru memperhatikan tahap-tahap (sintaks) model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) dengan baik sehingga mempermudah dalam pelaksanaannya.

2. Bagi sekolah

a. Memberikan fasilitas pendukung yang dapat digunakan untuk memperlancar kegiatan pembelajaran matematika di sekolah.

b. Memperbaiki dan membenahi kekurangan-kekurangan yang mendukung proses pembelajaran seperti media pembelajaran, buku pelajaran, serta perlengkapan-perlengkapan lain sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, khususnya pembelajaran matematika.

3. Bagi peneliti atau calon peneliti

a. Diharapkan untuk melakukan penelitian lanjutan untuk menguji keefektifan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) pada materi ajar matematika yang lebih luas dan/atau melibatkan aspek-aspek lain seperti minat, pemahaman konsep, dan lain-lain.


(33)

80

b. Dalam penelitian ini, sampel yang diambil hanya dua kelas sehingga penelitian ini belum tentu sesuai dengan sekolah-sekolah lain yang memiliki karakteristik yang berbeda. Sehingga diharapkan untuk pengambilan sampel yang lebih besar guna memperkecil kesalahan dan mendapatkan generalisasi yang lebih akurat.


(34)

81

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono. (2010). Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Angelo, Thomas A.,& Cross, K. Patricia. (1993). Classroom Assessment Techniques, A Handbook for College Teacher. San Francisco: Jossey Bass, Inc.

Anita Lie. (2004). Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Arends, Richard I. (2008). Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Penerjemah: Helly Prajitno S. & Sri Mulyantini S. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bower, G.H.,& Hilgart, E.R. (1981). Theories of Learning. London: Prentice-Hall.Inc

Branca, N. A. “Problem solving as a goal, process, and basic skill” dalam Krulik, S. & Reys, R. E. (editor). 1980. Problem solving in school mathematics. New York : the National Council of Teachers of Mathematics, Inc. Cruickshank, D. R., Jenkins, D. B. & Metcalf, K. K. (2006). The act of teaching

(4th ed.). New York: McGraw-Hill Companies. Inc.

Danielson, C. (2002). Enhancing student achievement: a framework for school improvement. Beauregard St: Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD).

Dean, J. (2000) Improving children’s learning: effectives teaching in the primary scholl. London: Routledge 11 New Fetter Lane.

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Dimyati dan Mujiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Enco Mulyasa. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Erman Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(35)

82

Faujiah Herlina. (2012). Keefektifan Model Pembelajaran Generatif dan Model Pengajaran Langsung ditinjau dari Prestasi, Sikap dan Motivasi. Tesis. PPs-UNY.

Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2006). How to Design and EvaluateResearch in Education. New York: McGraw Hill

Gorman, Richard M. (1974). The Psychology of Classroom Learning: an Inductive Approach. Colombus, Ohio: Meril Publishing Company.

Gst Ayu Mahayukti. (2003). Pengembangan Model Pembelajaran Generatif Dengan Metode PQ4R Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Siswa Kelas II B SLTP Laboratorium IKIP Negeri Singaraja. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja (Nomor 2 tahun 36).

Hamzah B. Uno. (2008). Teori Motivasi dan Pengukuran. Jakarta: Bumi Aksara. Hastin Kusumowati. (2014). Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Team Accelerated Instruction (TAI) Ditinjau dari Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 35 Purworejo. Skripsi. FMIPA-UNY.

Heck, André. & Yenni B. Widjaja. (2003). How a Realistic Mathematics Education Approach and Microcomputer-Based Laboratory Worked in Lessons on Graphing at an Indonesian Junior High School. Journal of Science and Mathematics Education in Southeast Asia (JSMESA), Vol. 26, No 2, pp. 1-51.

Heinze, Aiso., Kristina, R., & Franziska, R.A. (2005). Mathematics Achievment and Interest in Mathematics from a Differential Perspective. Journal Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM), Vol. 37. Hlm. 212-220. Herman Hudojo. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika. Malang: JICA-UNM.

Herry Prasetyo. (2011). Penerapan Model PBI untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung Di Kelas IX SMP Negeri 2 Majenang. Skripsi S-1 Universitas Negeri Yogyakarta

Johnson, Richard A. & Dean W. Winchern. (2007). Applied Multivariate Statistical Analysis. Sixth Edition. New Jersey: Pearson Education Inc. Kusnaeni. (2013). Problem Posing dalam Setting Kooperatif Tipe TAI Ditinjau

dari Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah. Jurnal Pythagoras (Volume 8-Nomor 1). Hlm. 33-43.

La Moma. (2013). Menumbuhkan Softskills Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pembelajaran Generatif. Prosiding, Seminar Nasional. Yogyakarta: FMIPA UNY.


(36)

83

Made Wena. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Miftahul Huda. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Miller, M. David, Linn, R. L., & Gronlund, N. E. (2008). Measurement and Assessment in Teaching. New Jersey: Pearson Education Ltd.

Moh. Uzer Usman. (2002). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mohammad Nur. (2005). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA.

Muijs, D., & Reynolds, D. (2005) Effective teaching evidence and practice. (2nd ed.). London: SAGE Publication.

Nana Syaodih Sukmadinata. (2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM.

. (2012). NCTM CAEP Standards (2012) – Secondary (Initial Preparation. Hartford: NCTM.

Nitko, Anthony J. & Brookhart, Susan M. (2011). Educational Assessment of Students. Boston: Pearson Education Inc.

Nurma Angkotasan. (2013). Model PBL dan Cooperative Learning Tipe TAI Ditinjau dari Aspek Kemampuan Berpikir Reflektif dan Pemecahan Masalah Matematis. Jurnal Pythagoras (Volume 8-Nomor 1). Hlm. 92-100.

Oemar Hamalik. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Ormrod. J. E. (2003). Educational psychology developing learners (4th ed.). New

Jersey: Merrill Prentice Hall.

Polya, G. (1957). How To Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey: Princeton University Press.

Romberg, T.A., & Kaput, J.J. (2009). Mathematics worth teaching, mathematics worth understanding. Dalam E. Fennema & T.A. Romberg (Eds.), Mathematics classrooms that promote understanding (pp. 3-18). Mahwah, NJ: Taylor & Francis e-Library.

Schunk, D. H., Pintrich, P. R., & Meece, J. L. (2010). Motivation in Education: theory, research and application. New Jersey: Pearson

Sharon E. Smaldino, Deborah, L. Lowther. & James, D. Russell. (2011). Instructional Technology and Media for Learning (Buku Teknologi


(37)

84

Pembelajaran dan Media untuk Belajar). Penerjemah: Arif Rahman. Jakarta: KENCANA.

Slameto.(2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Slavin, Robert E. (2005). Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Penerjemah: Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media.

Soedjadi. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

Stevens, James P. (2009). Applied Multivariate Statistics for the Social Sciences. New York: Routledge.

Sugihartono, dkk. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukirman. (2006). Logika dan Himpunan. Yogyakarta: Hanggar Kreator. Syaiful Sagala. (2012). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,

Landasan, dan Implementasinya pada KTSP. Jakarta: Prenada Media Group.

Walpole. (1995). Pengantar Statistika. (Terjemahan). Jakarta: Gramedia.

Wiersma, Wiliam & Jurs, Stephen. G. (2009). Research Methods in Education. Boston: Allyn and Bacon

Wina Sanjaya. (2008). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kecana Prenada Media Group.

Wittrock, Merlin C. (1990). Generative Processes of Comprehension. Los Angeles: Educational Psycologist.

. (1992). Generative Learning Processes of the Brain. Los Angeles: University of California.

Woolfolk. (2010). Educational psychology (10th ed). Boston: Pearson Education Inc.


(1)

79

adalah sekolah yang masuk ke dalam kategori sedang sehingga tidak dapat mewakili semua siswa SMP. Selain itu, hasil penelitian ini juga belum tentu sesuai dengan sekolah lain yang memiliki karakteristik dan psikologi siswa yang berbeda.

C. Saran

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian, berikut terdapat beberapa saran untuk perbaikan kedepannya.

1. Bagi guru matematika

a. Model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran matematika di SMP Negeri 4 Sleman karena pembelajaran ini terbukti efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa.

b. Sebelum dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI), hendaknya guru memperhatikan tahap-tahap (sintaks) model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) dengan baik sehingga mempermudah dalam pelaksanaannya.

2. Bagi sekolah

a. Memberikan fasilitas pendukung yang dapat digunakan untuk memperlancar kegiatan pembelajaran matematika di sekolah.

b. Memperbaiki dan membenahi kekurangan-kekurangan yang mendukung proses pembelajaran seperti media pembelajaran, buku pelajaran, serta perlengkapan-perlengkapan lain sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, khususnya pembelajaran matematika.

3. Bagi peneliti atau calon peneliti

a. Diharapkan untuk melakukan penelitian lanjutan untuk menguji keefektifan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif dalam seting team accelerated instruction (TAI) pada materi ajar matematika yang lebih luas dan/atau melibatkan aspek-aspek lain seperti minat, pemahaman konsep, dan lain-lain.


(2)

80

b. Dalam penelitian ini, sampel yang diambil hanya dua kelas sehingga penelitian ini belum tentu sesuai dengan sekolah-sekolah lain yang memiliki karakteristik yang berbeda. Sehingga diharapkan untuk pengambilan sampel yang lebih besar guna memperkecil kesalahan dan mendapatkan generalisasi yang lebih akurat.


(3)

81

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono. (2010). Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Angelo, Thomas A.,& Cross, K. Patricia. (1993). Classroom Assessment Techniques, A Handbook for College Teacher. San Francisco: Jossey Bass, Inc.

Anita Lie. (2004). Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Arends, Richard I. (2008). Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Penerjemah: Helly Prajitno S. & Sri Mulyantini S. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bower, G.H.,& Hilgart, E.R. (1981). Theories of Learning. London: Prentice-Hall.Inc

Branca, N. A. “Problem solving as a goal, process, and basic skill” dalam Krulik, S. & Reys, R. E. (editor). 1980. Problem solving in school mathematics. New York : the National Council of Teachers of Mathematics, Inc. Cruickshank, D. R., Jenkins, D. B. & Metcalf, K. K. (2006). The act of teaching

(4th ed.). New York: McGraw-Hill Companies. Inc.

Danielson, C. (2002). Enhancing student achievement: a framework for school improvement. Beauregard St: Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD).

Dean, J. (2000) Improving children’s learning: effectives teaching in the primary scholl. London: Routledge 11 New Fetter Lane.

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Dimyati dan Mujiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Enco Mulyasa. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Erman Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(4)

82

Faujiah Herlina. (2012). Keefektifan Model Pembelajaran Generatif dan Model Pengajaran Langsung ditinjau dari Prestasi, Sikap dan Motivasi. Tesis. PPs-UNY.

Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2006). How to Design and EvaluateResearch in Education. New York: McGraw Hill

Gorman, Richard M. (1974). The Psychology of Classroom Learning: an Inductive Approach. Colombus, Ohio: Meril Publishing Company.

Gst Ayu Mahayukti. (2003). Pengembangan Model Pembelajaran Generatif Dengan Metode PQ4R Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Siswa Kelas II B SLTP Laboratorium IKIP Negeri Singaraja. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja (Nomor 2 tahun 36).

Hamzah B. Uno. (2008). Teori Motivasi dan Pengukuran. Jakarta: Bumi Aksara. Hastin Kusumowati. (2014). Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Team Accelerated Instruction (TAI) Ditinjau dari Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 35 Purworejo. Skripsi. FMIPA-UNY.

Heck, André. & Yenni B. Widjaja. (2003). How a Realistic Mathematics Education Approach and Microcomputer-Based Laboratory Worked in Lessons on Graphing at an Indonesian Junior High School. Journal of Science and Mathematics Education in Southeast Asia (JSMESA), Vol. 26, No 2, pp. 1-51.

Heinze, Aiso., Kristina, R., & Franziska, R.A. (2005). Mathematics Achievment and Interest in Mathematics from a Differential Perspective. Journal Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM), Vol. 37. Hlm. 212-220. Herman Hudojo. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika. Malang: JICA-UNM.

Herry Prasetyo. (2011). Penerapan Model PBI untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung Di Kelas IX SMP Negeri 2 Majenang. Skripsi S-1 Universitas Negeri Yogyakarta

Johnson, Richard A. & Dean W. Winchern. (2007). Applied Multivariate Statistical Analysis. Sixth Edition. New Jersey: Pearson Education Inc. Kusnaeni. (2013). Problem Posing dalam Setting Kooperatif Tipe TAI Ditinjau

dari Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah. Jurnal Pythagoras (Volume 8-Nomor 1). Hlm. 33-43.

La Moma. (2013). Menumbuhkan Softskills Siswa dalam Pembelajaran

Matematika Melalui Pembelajaran Generatif. Prosiding, Seminar


(5)

83

Made Wena. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Miftahul Huda. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Miller, M. David, Linn, R. L., & Gronlund, N. E. (2008). Measurement and Assessment in Teaching. New Jersey: Pearson Education Ltd.

Moh. Uzer Usman. (2002). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mohammad Nur. (2005). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA.

Muijs, D., & Reynolds, D. (2005) Effective teaching evidence and practice. (2nd ed.). London: SAGE Publication.

Nana Syaodih Sukmadinata. (2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM.

. (2012). NCTM CAEP Standards (2012) – Secondary (Initial Preparation. Hartford: NCTM.

Nitko, Anthony J. & Brookhart, Susan M. (2011). Educational Assessment of Students. Boston: Pearson Education Inc.

Nurma Angkotasan. (2013). Model PBL dan Cooperative Learning Tipe TAI Ditinjau dari Aspek Kemampuan Berpikir Reflektif dan Pemecahan Masalah Matematis. Jurnal Pythagoras (Volume 8-Nomor 1). Hlm. 92-100.

Oemar Hamalik. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Ormrod. J. E. (2003). Educational psychology developing learners (4th ed.). New

Jersey: Merrill Prentice Hall.

Polya, G. (1957). How To Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey: Princeton University Press.

Romberg, T.A., & Kaput, J.J. (2009). Mathematics worth teaching, mathematics worth understanding. Dalam E. Fennema & T.A. Romberg (Eds.), Mathematics classrooms that promote understanding (pp. 3-18). Mahwah, NJ: Taylor & Francis e-Library.

Schunk, D. H., Pintrich, P. R., & Meece, J. L. (2010). Motivation in Education: theory, research and application. New Jersey: Pearson

Sharon E. Smaldino, Deborah, L. Lowther. & James, D. Russell. (2011). Instructional Technology and Media for Learning (Buku Teknologi


(6)

84

Pembelajaran dan Media untuk Belajar). Penerjemah: Arif Rahman. Jakarta: KENCANA.

Slameto.(2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Slavin, Robert E. (2005). Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Penerjemah: Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media.

Soedjadi. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

Stevens, James P. (2009). Applied Multivariate Statistics for the Social Sciences. New York: Routledge.

Sugihartono, dkk. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukirman. (2006). Logika dan Himpunan. Yogyakarta: Hanggar Kreator. Syaiful Sagala. (2012). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,

Landasan, dan Implementasinya pada KTSP. Jakarta: Prenada Media Group.

Walpole. (1995). Pengantar Statistika. (Terjemahan). Jakarta: Gramedia.

Wiersma, Wiliam & Jurs, Stephen. G. (2009). Research Methods in Education. Boston: Allyn and Bacon

Wina Sanjaya. (2008). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kecana Prenada Media Group.

Wittrock, Merlin C. (1990). Generative Processes of Comprehension. Los Angeles: Educational Psycologist.

. (1992). Generative Learning Processes of the Brain. Los Angeles: University of California.

Woolfolk. (2010). Educational psychology (10th ed). Boston: Pearson Education Inc.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) Terhadap Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas 8 di SMP Negeri 3 Tangerang (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas 8 SMP Negeri 3 Tangerang)

2 9 234

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

6 42 56

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TEAM ACCELERATED Eksperimentasi Model Pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) Dan Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau Dari Motivasi Belajar Pada Siswa MTs Negeri Karangmojo Kelas VII Seme

1 2 10

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TEAM Eksperimentasi Model Pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) Dan Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau Dari Motivasi Belajar Pada Siswa MTs Negeri Karangmojo Kelas VII Semester 2 Tahun

0 1 17

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP.

0 5 44

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED INSTRUCTION (TAI) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI SMA DI KECAMATAN PRAMBANAN KLATEN.

2 18 297

Keefektifan Model Pembelajaran Realistik dalam Seting Kooperatif ditinjau dari Sikap, Motivasi, dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP.

0 0 2

Pengaruh Model Team Accelerated Instruction Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Keaktifan Siswa

0 0 8

EKSPERIMENTASI TEAM ACCELERATED INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

0 0 10