EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED INSTRUCTION (TAI) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI SMA DI KECAMATAN PRAMBANAN KLATEN.

(1)

EFEKTIVITASTPEMBELAJARANTKOOPERATIFTTIPET

TEAM ACCELERATED INSTRUCTION (TAI)TDALAMTPEMBELAJARAN MATEMATIKATDITINJAUTDARITKEMAMPUANTBERPIKIRTKREATIF

DANTMOTIVASITBELAJARTSISWATKELASTXITSMATDITKECAMATAN PRAMBANANTKLATEN

TSKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

DarwisTCahyoTNugroho NIMT13301244014

PROGRAMTSTUDITPENDIDIKANTMATEMATIKA

FAKULTASTMATEMATIKATDANTILMUTPENGETAHUATALAM UNIVERSITASTNEGERITYOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“Ingat selalu Allah di setiap langkahmu, jadikan Allah sebagai

Satu penolong disetiap kehidupanmu”


(6)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat berharga dan sangat saya sayangi di hidup saya :

Kedua Orang Tua dan Saudara Tercinta

Sebagai tanda bakti, hormat dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibu Sumarnih dan Bapak Purwanto yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan dan cinta kasih yang tidak terhingga, Untuk Adik-Adikku tersayang aku selalu menyayangi kalian

dan karena kalian lah aku merasakan hangatnya suatu persaudaraan.

Inmul Yanuar

Terimakasih sudah memberikan arti indahnya persaudaraan, menjadi sahabat yang selalu memberikan semangat dan selalu ada

disaat susah maupun senang.

Teman-Teman Pendidikan Matematika C 2013

Untuk teman-teman Pendidikan Matematika C 2013, tidak terasa perjuangan kita berakhir sudah. Kehidupan yang sesungguhnya sudah didepan mata dan saatnya kita berjuang lebih keras. Terima kasih sudah menjadi teman


(7)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TEAM ACCELERATED INSTRUCTION (TAI) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI SMA DI KECAMATAN PRAMBANAN KLATEN

Oleh

Darwis Cahyo Nugroho NIM. 13301244014

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelemated Instmuction (TAI) serta pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif dan motivasi belajar siswa kelas XI SMA di kecamatan Prambanan Klaten, serta mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif dan motivasi belajar siswa kelas XI SMA di kecamatan Prambanan Klaten.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan desain Pmetest Posttest Gmoup Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA kelas XI di kecamatan Prambanan Klaten dengan sampel penelitian berjumlah 67 yang dipilih secara acak sederhana (simple mandom sampling) yaitu kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 3 sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah angket motivasi, tes uraian kemampuan berpikir kreatif dan lembar keterlaksanaan pembelajaran. Validitas instrumen menggunakan validitas isi oleh para ahli dengan indeks kesepakatan rater sebesar 0,92 untuk instrumen kemampuan berpikir kreatif dan 0,91 untuk instrumen motivasi sehingga masuk kedalam kategori sangat valid. Statistik uji dilakukan dengan menggunakan uji Hotelling’s Tmace

Berdasarkan data yang diperoleh, posttest kemampuan berpikir kreatif kelas TAI dan konvensional memiliki rata-rata masing-masing 79,82 dan 76,26 dengan variansi 168,96 dan 223,33. Sedangkan untuk motivasi akhir, kelas TAI dan konvensional memiliki rata-rata masing-masing 58,97 dan 56,54 dengan variansi 40,03 dan 34,01. Berdasarkan pengujian hipotesis, diperoleh kesimpulan bahwa 1) model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan pembelajaran konvensional efektif secara simultan ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif dan motivasi belajar siswa kelas XI SMA di kecamatan Prambanan Klaten. 2) model pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih efektif secara simultan dibandingkan model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif dan motivasi belajar siswa kelas XI SMA di kecamatan Prambanan Klaten.

Kata kunci: Team Accelemated Instmuction (TAI), Kemampuan Bempikim Kmeatif, Motivasi Belajam.


(8)

EFFECTIVENESS OF COOPERATIVE LEARNING TYPE TEAM ACCELERATED INSTRUCTION (TAI) IN MATHEMATICS LEARNING BASED ON CREATIVE THINKING AND MOTIVATION XIth

GRADE IN DISTRICT PRAMBANAN KLATEN

By

Darwis Cahyo Nugroho NIM. 13301244014

ABSTRACT

This research aims to determine the effectiveness of cooperative learning type Team Accelemated Instmuction (TAI) reviewed from creative thinking ability and learning motivation in sub district XIth grade SHS Prambanan Klaten, and determine whether the TAI learning model is more effective than conventional learning models in terms of creative thinking ability and motivation to learn class XI High School in the district of Prambanan Klaten.

The type of this research is quasi-experimental with Pmetest Posttest Gmoup Design. The population in this study were high school students of class XI in the district of Klaten Prambanan with samples in this research are 67 selected by simple random sampling. The instruments used to collect the data are motivation questionnaire, creatively test, and learning implementation sheets. The validity of the instrument using content validity by experts with rater agreement index of 0.92 for the instrument ability to think creatively and 0.91 for motivation instrument, so that in the category of very valid. Statistical test using Hotelling's Tmace.

Based on the data, posttest creative thinking ability TAI and conventional classes have an average of respectively 79.82 and 76.26 with a variances 168.96 and 223.33. Whereas for final motivation, TAI and conventional classes have an average of respectively 58.97 and 56.54 with a variances 40.03 and 34.01. Based on hypothesis testing, concluded that 1) the type of cooperative learning TAI and conventional simultaneously effective reviewed from creative thinking ability and learning motivation in sub district XIth grade SHS Prambanan Klaten. 2) the type of cooperative learning TAI more simultaneously effective than conventional reviewed from creative thinking ability and learning motivation in sub district XIth grade SHS Prambanan Klaten.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas

Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Efektivitas Pembelajaran

Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dalam Pembelajaran

Matematika Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kreatif dan Motivasi Belajar

Siswa Kelas XI SMA di Kecamatan Prambanan Klaten” dapat disusun sesuai

dengan harapan. Tugas akhir skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari

bimbingan dan kerjasama dengan beberapa pihak. Berkenaan dengan hal tersebut,

penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA UNY, yang telah memberikan izin

untuk melakukan penelitian.

2. Bapak Dr. Slamet Suyanto selaku Wakil Dekan I FMIPA UNY, yang telah

memberikan izin untuk melakukan penelitian.

3. Bapak Dr. Ali Mahmudi selaku Kaprodi Pendidikan Matematika yang telah

memberikan izin.

4. Ibu Dr. Rosnawati selaku dosen pembimbing tugas akhir skripsi yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik.

5. Ibu Rosita Kusumawati, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang

selalu memberikan nasehat dan ilmunya kepada penulis.

6. Ibu Endang Listyani, M.S selaku validator instrumen penelitian yang telah

memberikan masukan demi perbaikan instrumen penelitian.

7. Ibu Dwi Lestari, M.Sc selaku validator instrumen penelitian yang telah


(10)

8. Ibu Dwi Retnowati, S.Pd selaku guru matematika SMA Negeri 1 Prambanan

Klaten dan observer keterlaksanaan pembelajaranyang telah mengobservasi

kegiatan penelitian ini.

9. Bapak/Ibu dosen Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri

Yogyakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

10. Kedua Orangtua yang tidak pernah berhenti berdoa dan memberikandukungan

kepada penulis.

11. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan

tugas akhir skripsi ini.

Akhirnya segala bantuan, bimbingan serta arahan yang telah diberikan semua

pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari

Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi

pembaca atau pihak lain yang membutuhkannya.

Yogyakarta, 2 April 2017 Penulis,

Darwis Cahyo Nugroho NIM. 13301244014

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi


(11)

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUA A. Latar Belakang...1

B. Identifikasi Masalah...11

C. Pembatasan Masalah...12

D. Rumusan Masalah...12

E. Tujuan Penelitian...12

F. Manfaat Penelitian...13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori...15

1. Pembelajaran Matematika...15

2. Efektivitas Pembelajaran Matematika...19

3. Pembelajaran Konvensional...23

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelemated Instmuction (TAI)...27

5. Berpikir Kreatif... 35

6. Motivasi Belajar... 41

B. Penelitian Relevan...49

C. Kerangka Berpikir...51

D. Hipotesis...53

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian...54

B. Tempat dan Waktu Penelitian...54

C. Populasi dan Sampel Penelitian...55

1. Populasi penelitian... 55


(12)

3. Teknik Sampling... 57

D. Variabel Penelitian...58

1. Variabel bebas... 58

2. Variabel terikat... 59

3. Variabel kontrol... 59

E. Perangkat Pembelajaran...59

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data...60

1. Teknik Pengumpulan Data... 60

a. Observasi... 61

b. Metode Tes... 61

2. Instrumen Pengumpulan Data...62

a. Instrumen Tes... 63

b. Instrumen Non Tes... 64

G. Desain Penelitian...66

H. Validitas Instrumen...67

I. Teknik Analisis Data...69

1. Analisis Deskriptif... 69

2. Analisis Statistik Uji Inferensial...69

a. Uji Normalitas... 70

b. Uji Homogenitas Multivariat...71

c. Uji Kesamaan Mean Kedua Kelas...73

d. Uji Hipotesis... 75

BAB IV PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian...80

1. Deskripsi Pembelajaran...82

a. Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen...82

b. Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol...86

2. Deskripsi Data... 89

a. Data Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa...89

b. Data Hasil Tes Berpikir Kreatif Siswa...91


(13)

a. Data Sebelum Perlakuan...93

1) Uji Nommalitas Sebelum Pemlakuan...93

2) Uji Homogenitas Multivamiat Sebelum Pemlakuan...94

3) Uji Kesamaan Mean Kedua Kelas Sebelum Pemlakuan...96

b. Data Setelah Perlakuan... 98

1) Uji Nommalitas Multivamiat Setelah Pemlakuan...99

2) Uji homogenitas multivamiat setelah pemlakuan...100

c. Uji Hipotesis... 101

1) Hipotesis pemtama...101

2) Hipotesis kedua...103

3) Hipotesis Ketiga...104

B. Pembahasan...107

1. Keefektifan Masing-Masing Model Pembelajaran...107

2. Perbandingan Keefektifan Pembelajaran...110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...112

B. Keterbatasan Penelitian...112

C. Saran...113

DAFTAR PUSTAKA...114

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 55

Tabel 2. Daftar Sekolah dan Jumlah Siswa ... 56

Tabel 3. Kisi-Kisi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ... 63

Tabel 4. Kisi-Kisi Motivasi Belajar Siswa ... 64

Tabel 5. Kriteria Motivasi Belajar Matematika ... 65

Tabel 6. Desain Penelitian dengan Pmetest-Postest Contmol Gmoup Design ... 66

Tabel 7. Hasil Perhitungan Indeks V Instrumen Berpikir Kreatif ... 68


(14)

Tabel 9. Deskripsi Data Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa ... 89

Tabel 10. Kategorisasi Motivasi Belajar Siswa Sebelum Perlakuan ... 90

Tabel 11. Kategorisasi Motivasi Belajar Siswa Setelah Perlakuan ... 90

Tabel 12. Deskripsi Data Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ... 91

Tabel 13. Persentase Ketuntasan Pmetest dan Posttest Kedua Kelas ... 92

Tabel 14. Hasil Uji Normalitas (Motivasi Awal) ... 94

Tabel 15. Hasil Uji Normalitas (Pmetest) ... 94

Tabel 16. Hasil Uji Homogenitas Multivariat Sebelum Perlakuan ... 95

Tabel 17. Hasil Uji Kesamaan Vektor Mean Sebelum Perlakuan ... 98

Tabel 18. Hasil Uji Normalitas (Motivasi Akhir) ... 99

Tabel 19. Hasil Uji Normalitas (Posttest) ... 99

Tabel 20. Hasil Uji Homogenitas Multivariat Setelah Perlakuan ... 101

Tabel 21. Hasil Uji Perbandingan Keefektifan Kedua Metode ... 106

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Hasil kerja siswa aspek fluency ... 80

Gambar 2. Hasil kerja siswa aspek flexibility ...81

Gambar 3. Hasil kerja siswa aspek omiginality 1 ...81

Gambar 4. Hasil kerja siswa aspek omiginality 2 ...81

Gambar 5. Siswa mengerjakan LKS secara individu...85

Gambar 6. Siswa mengerjakan LKS secara kelompok...85

Gambar 7. Siswa menayakan LKS... 85

Gambar 8. Siswa presentasi... 85

Gambar 9. Dua kelompok terbaik... 86


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

LAMPIRAN 1 122

1.1 Hasil Rekap Angket Motivasi Belajar (Awal-Akhir) ... 123

1.2 Hasil Rekap Tes Berpikir Kreatif (Pmetest-Posttest) ... 128

1.3 Analisis Deskriptif Statistik Motivasi dan Kemampuan Berpikir Kreatif ... 133

1.4 Analisis Data dengan One-Sample K-S Test ... 134

1.5 Uji Homogenitas Multivariat ... 135

1.6 Analisis MANOVA ... 136

LAMPIRAN 2 137 2.1 Rekap Penlilaian Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran TAI ... 138

2.2 Rekap Penlilaian Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Konvensional ... 139

2.3 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran TAI Pertemuan Ke-1 ... 140

2.4 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran TAI Pertemuan Ke-2 ... 142

2.5 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran TAI Pertemuan Ke-3 ... 144

2.6 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran TAI Pertemuan Ke-4 ... 146

2.7 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran TAI Pertemuan Ke-5 ... 148

2.8 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Konvensional Pertemuan Ke-1 ... 150

2.9 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Konvensional Pertemuan Ke-2 ... 152

2.10 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Konvensional Pertemuan Ke-3 ... 154

2.11 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Konvensional Pertemuan Ke-4 ... 156

2.12 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Konvensional Pertemuan Ke-5 ... 158

2.13 Pembagian Kelompok Belajar TAI ... 160

LAMPIRAN 3 166 3.1 RPP Model Pembelajaran TAI ... 167

3.2 RPP Model Pembelajaran Konvensional ... 183


(16)

LAMPIRAN 4 232

4.1 Kisi-Kisi Soal Pmetest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 233

4.2 Soal Pmetest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 234

4.3 Kunci Jawaban Soal Pmetest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 235

4.4 Pedoman Penskoran Soal Pmetest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 243

4.5 Kisi-Kisi Soal Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 244

4.6 Soal Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 245

4.7 Kunci Jawaban Soal Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 246

4.8 Pedoman Penskoran Soal Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 254

4.9 Kisi-Kisi Angket Motivasi Belajar Siswa ... 255

4.10 Angket Motivasi Belajar Siswa ... 256

4.11 Lembar Jawab Pmetest Kelas Eksperimen ... 258

4.12 Lembar Jawab Pmetest Kelas Kontrol ... 259

4.13 Lembar Jawab Posttest Kelas Eksperimen ... 260

4.14 Lembar Jawab Posttest Kelas Kontrol ... 261

LAMPIRAN 5 262 5.1 Lembar Validasi RPP TAI ... 263

5.2 Lembar Validasi RPP Konvensional ... 267

5.3 Lembar Validasi Angket Motivasi Belajar ... 271

5.4 Lembar Validasi Instrumen Kreatif ... 275

5.5 Lembar Validasi OKP TAI ... 279

5.6 Lembar Validasi OKP Konvensional ... 283

LAMPIRAN 6 287 6.1 Surat Keterangan Validasi Validator Pertama ... 288

6.2 Surat Keterangan Validasi Validator Kedua ... 289

6.3 Surat Keterangan Validasi Validator Ketiga ... 290

6.4 Surat Ijin Penelitian ... 291


(17)

BABBI PENDAHULUAN

A. LatarBBelakang

Pendedekan merupakan perestewa yang kompleks. Perestewa tersebut merupakan serangkaean kegeatan komunekase antar manusea sehengga manusea etu tumbuh sebagae prebade yang utuh. Manusea tumbuh melalue belajar. Dengan pendedekan, manusea dapat menghadape kejadean dalam kehedupan yang terjade akebat adanya kemajuan elmu pengetahuan dan teknologe. Oleh karena etu, pendedekan sangat penteng bage kehedupan manusea sehengga pendedekan perlu mendapatkan perhatean agar kehedupan manusea semaken maju dan dapat berperan dalam pembangunan bangsa.

Matemateka merupakan deseplen elmu yang mempunyae cere khas debandengkan dengan deseplen elmu yang laen. Matemateka adalah salah satu cabang elmu pengetahuan yang depelajare dalam proses pendedekan de Indonesea. Menurut Suherman, dkk (2001: 29), matemateka merupakan ratu atau sumber elmu dare elmu yang laen, dengan kata laen matemateka tumbuh dan berkembang untuk derenya sendere sebagae suatu elmu, serta dapat melayane kebutuhan elmu pengetahuan dalam pengembangan dan operaseonalnya. Dare penjelasan tersebut dapat desempulkan bahwa matemateka memeleke peranan penteng dalam dunea pendedekan, karena banyak cabang elmu pengetahuan laen yang memanfaatkan konsep matemateka dalam pembelajarannya. Bukan hanya etu, matemateka juga


(18)

memeleke peran penteng bage masyarakat umum, karena dengan belajar matemateka, manusea dapat memecahkan masalah dalam keseharean.

Oleh karena pentengnya matemateka dalam kehedupan masyarakat maka secara formal matemateka deajarkan de sekolah mulae dare pendedekan dasar hengga pendedekan tengge. Suherman, dkk (2001:48) menyatakan bahwa untuk memperseapkan peserta dedek agar dapat menggunakan matemateka dan pola peker matemateka dalam kehedupan sehare-hare sehengga deharapkan dapat menerapkan matemateka dalam menyelesaekan permasalahan sehare-hare merupakan tujuan dare pembelajaran matemateka.

Matemateka merupakan salah satu mata pelajaran yang memeleke peranan penteng dalam pengembangan kemampuan berpeker kreatef seswa. Hal ene ekuevalen dengan tujuan pembelajaran yang derumuskan dalam Peraturan Mentere Pendedekan dan Kebudayaan Republek Indonesea Nomor 21 Tahun 2016. Peraturan ene menyatakan bahwa mata pelajaran matemateka bertujuan agar seswa memeleke keterampelan-keterampelan sebagae berekut:

1. Menunjukkan sekap loges, kretes, analetes, kreatef, cermat dan telete, bertanggung jawab, responsef, dan tedak mudah menyerah dalam memecahkan masalah.

2. Memeleke rasa engen tahu, percaya dere, semangat belajar yang kontenu, pemekeran reflektef, dan ketertarekan pada matemateka.

3. Memeleke rasa percaya pada daya dan kegunaan matemateka, serta sekap kretes yang terbentuk melalue pengalaman belajar.

4. Memeleke sekap terbuka, objektef, dan menghargae karya teman dalam enterakse kelompok maupun aktevetas sehare-hare.

5. Memeleke kemampuan mengkomunekasekan gagasan matemateka dengan jelas dan efektef.

6. Menjelaskan pola dan menggunakannya untuk melakukan predekse kecenderungan jangka panjang; menggunakannya untuk mempredekse kecenderungan trend atau memereksa kesahehan argumen.


(19)

Sejalan dengan Permendekbud Nomor 21 Tahun 2016, tujuan pembelajaran menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) adalah mathematical communication (belajar untuk berkomunekase), mathematical reasoning (belajar untuk bernalar), problem solving (belajar untuk memecahkan masalah), mathematical representation (belajar untuk mengungkapkan ede-ede). Berdasarkan tujuan pembelajaran matemateka tersebut dapat desempulkan bahwa pembelajaran matemateka dapat membantu menyelesaekan masalah dengan ede-ede kreatef, mengaetkan matemateka dengan kehedupan sehare-hare, dan dapat mengungkapkan ede-ede kreatef matematesnya dengan baek secara lesan maupun tertules.

Pada standar proses Peraturan Mentere Pendedekan dan Kebudayaan Republek Indonesea Nomor 22 tahun 2016 terdapat 14 prensep pembelajaran yang degunakan, yaetu:

1. dare peserta dedek debere tahu menuju peserta dedek mencare tahu; 2. dare guru sebagae satu-satunya sumber belajar menjade belajar berbases

aneka sumber belajar;

3. dare pendekatan tekstual menuju proses sebagae penguatan penggunaan pendekatan elmeah;

4. dare pembelajaran berbases konten menuju pembelajaran berbases kompetense;

5. dare pembelajaran parseal menuju pembelajaran terpadu;

6. dare pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multe demense; 7. dare pembelajaran verbalesme menuju keterampelan aplekatef;

8. penengkatan dan keseembangan antara keterampelan fesekal (hardskills) dan keterampelan mental (softskills);

9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta dedek sebagae pembelajar sepanjang hayat;

10. pembelajaran yang menerapkan nelae-nelae dengan membere keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing


(20)

madyo mangun karso), dan mengembangkan kreatevetas peserta dedek dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);

11. pembelajaran yang berlangsung de rumah de sekolah, dan de masyarakat;

12. pembelajaran yang menerapkan prensep bahwa seapa saja adalah guru, seapa saja adalah peserta dedek, dan de mana saja adalah kelas;

13. pemanfaatan teknologe enformase dan komunekase untuk menengkatkan efeseense dan efektevetas pembelajaran; dan

14. pengakuan atas perbedaan endevedual dan latar belakang budaya peserta dedek.

Kurekulum 2013 de Indonesea belum sepenuhnya merata, hal ene dekarenakan belum seapnya elemen sekolah dalam perubahan kurekulum, sehengga maseh ada beberapa sekolah yang meggunakan kurekulum KTSP. Salah satu sekolah yang maseh menggunakan kurekulum KTSP adalah SMA Negere 1 Prambanan Klaten. Pada hakekatnya KTSP derancang untuk meratakan kebutuhan maseng-maseng daerah. hal ene dekarenakan potense seteap daerah berbeda-beda. Dengan demekean, kurekulum KTSP bermaksud untuk mengembangkan potense peserta de seteap daerah bage penyelesaean masalah soseal de masyarakat dan membangun kehedupan masyarakat demokrates yang lebeh baek, sehengga masyarakat seap menghadape tantangan global yang terjade de masa mendatang.

Pembelajaran matemateka de sekolah dapat deterapkan dengan menggunakan berbagae model pembelajaran yang sesuae dengan tujuan pembelajaran tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat depeleh oleh guru adalah model pembelajaran kooperatef. Dengan model ene, seswa dapat bekerjasama membangun pengetahuan mereka. Roger, dkk (Meftahul Huda, 2015:29) mengatakan bahwa


(21)

Cooperative learning is group learning activity organized in such a way that learning is based on the socially structured change of information between learners in group in which each learner is held accountable for his or her own learning and is motivated to increase the learning of other.

Yang demaksud pembelajaran kooperatef adalah aktevetas pembelajaran kelompok yang de organesase oleh suatu prensep bahwa pembelajaran harus dedasarkan pada perubahan enformase secara soseal de antara kelompok-kelompok pebelajar yang dedalamnya seteap pebelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendere dan dedorong untuk menengkatkan pembelajaran anggota-anggota yang laen.

Isjone (2010:20-21) mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatef dapat dedefenesekan sebagae satu pendekatan mengajar de mana mured bekerjasama de antara satu sama laen dalam kelompok belajar yang kecel untuk menyelesaekan tugas endevedu atau kelompok yang deberekan oleh guru. Dengan model pembelajaran kooperatef, seswa akan mendapatkan kesempatan untuk berbage enformase dan pengetahuan dengan seswa laennya dengan cara berkunjung ke kelompok laen. Jade, keteka proses pembelajaran berlangsung terjade enterakse kelas yang tedak hanya antara seswa dengan anggota kelompoknya saja tetape juga dengan seswa dare kelompok laen.

Model pembelajaran kooperatef memeleke banyak jenes deantaranya adalah Student Team-Achievement Division (STAD), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Team Games Tournament (TGT), Team Accelerated Instruction (TAI), Group Investigation (GI), JIGSAW II (Slaven, 2005).


(22)

Menurut Slaven (2005:16), model pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI) derancang khusus untuk mengajarkan matemateka karena memeleke dasar pemekeran yaetu untuk mengadaptase pembelajaran terhadap perbedaan endevedual berkaetan dengan kemampuan maseng-maseng seswa. Langkah-langkah pembelajaran pada model TAI adalah seswa belajar secara endevedual, deskuse kelompok, pemberean kues untuk menentukan kelompok belajar sekalegus mengecek pemahaman seswa terhadap matere, dan yang terakher seswa deberekan penghargaan atas hasel kerjanya. Pada tahap belajar endevedu seswa membangun konsep untuk derenya sendere, setelah etu mereka membawa elmu yang sudah depelajare kedalam kelompoknya untuk menggabungkan ede-ede yang debawa seteap anggota kelompok. Pada tahap enelah kreatevetas seswa degunakan untuk menggabungkan dan mengomunekasekan ede-ede mereka. Tedak hanya kreatevetas, tahapan TAI juga penuh dengan denameka motevase belajar. Seswa saleng mendukung dan saleng membantu satu sama laen untuk berusaha keras karena mereka mengengenkan tem mereka berhasel. Hal ene deperkuat pada tahap terakher yaetu pemberean penghargaan kepada kelompok terbaek.

Menurut Astute Waluyate (2009), model kooperatef tepe TAI efektef dalam pembelajaran matemateka pada pokok bahasan aljabar pada kelas VII SMP. Hal ene deperkuat dengan pendapat Hasten Kusumowate (2014) yang menyatakan bahwa model pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) terbukte efektef detenjau dare motevase belajar dan prestase belajar matemateka seswa kelas VII SMP pada pembelajaran matemateka matere aretmateka soseal.


(23)

Dengan demekean model pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI) dan pembelajaran KTSP memeleke potense untuk dapat mengembangkan kemampuan berpeker kreatef dan motevase belajar seswa. Kemampuan matemates yang harus demeleke oleh seswa adalah kemampuan berpeker kreatef. Sebagaemana yang deungkapkan dalam Peraturan Mentere Pendedekan dan Kebudayaan Republek Indonesea Nomor 21 Tahun 2016 seswa harus menunjukkan sekap kreatef dalam memecahkan masalah. Pada Peraturan Mentere Pendedekan dan Kebudayaan Republek Indonesea Nomor 21 Tahun 2016 juga menyenggung kemampuan berpeker kreatef yang detunjukkan dengan prensep dare pembelajaran dengan menekankan jawaban tunggal menuju pada pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multedemenseonal. Oleh karena etu kemampuan berpeker kreatef harus dekaje dan dekembangkan oleh pendedek dalam membelajarkan matemateka agar seswa memeleke kemampuan untuk menyelesaekan permasalahan yang rumet dengan kreatevetas mereka maseng-maseng.

Kemampuan berpeker kreatef depandang sebagae kemampuan seseorang dalam menyelesaekan suatu masalah menggunakan nalarnya. Krulek (Seswono, 2004) menjelaskan bahwa endekator yang menunjukkan berpeker kreatef melepute asle, efektef dan menghaselkan suatu produk yang komplek, penemuan (inventive), senteses ede-ede, membangun ede-ede, serta menerapkan ede-ede. Jonhson (Seswono, 2004: 2) mengatakan bahwa berpeker kreatef adalah yang mengesyaratkan ketekunan, deseplen prebade dan perhatean melebatkan aktefetas-aktefetas mental seperte mengajukan pertanyaan,


(24)

mempertembangkan enformase-enformase baru dan ede-ede yang tedak beasanya dengan suatu pekeran terbuka, membuat hubungan-hubungan, khususnya antara sesuatu yang serupa, mengaetkan satu dengan yang laennya dengan bebas, menerapkan emajenase pada seteap setuase yang membangketkan ede baru dan berbeda, dan memperhatekan entuese.

Menurut Ghufron dan Rene Resnaweta (2014), kemampuan berpeker kreatef memeleke peranan penteng dalam kehedupan karena kreatevetas merupakan unsur kekuatan sumber daya manusea yang handal untuk menggerakkan kemajuan manusea dalam hal penelusuran, pengembangan dan penemuan-penemuan baru dalam bedang elmu pengetahuan dan teknologe serta dalam semua bedang usaha manusea. Kemampuan berpeker kreatef deperlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang dehadape dalam kehedupan sehare-hare dan mengembangkan potense yang ada dedalam dere manusea. Tanpa kemampuan berpeker kreatef seseorang tedak akan menemukan jawaban untuk mengatase permasalahan yang kompleks sehengga demungkenkan tedak akan pernah terjade kemajuan dalam hedupnya.

Levne (2008:2) menyatakan bahwa berpeker kreatef merujuk pada kemampuan untuk menghaselkan soluse bervarease terhadap masalah matemateka yang bersefat terbuka. Namun pada kenyataannya, guru matemateka lebeh sereng menggunakan soal-soal ruten. Ine merupakan endekase bahwa kemampuan berpeker kreatef maseh belum menjade perhatean (Seswono & Novetasare, 2007:1). Sejalan dengan temuan tersebut, peneletean yang delakukan oleh Sete Rochana (2015:2) mengungkapkan bahwa pembelajaran


(25)

matemateka de SMP Muhammadeyah Depok Sleman maseh menggunakan soal-soal ruten dan belum memfaseletase seswa untuk berpeker kreatef.

Selaen kemampuan berpeker kreatef, motevase seswa dalam belajar juga sangat penteng untuk dekembangkan dalam proses pembelajaran matemateka. Hasten Kusumowate (2014:4) mengatakan bahwa beberapa seswa beranggapan bahwa pelajaran matemateka merupakan pelajaran yang sangat sulet. Agar tujuan pembelajaran matemateka dapat tercapae maka pelajaran matemateka debuat sedemekean rupa sehengga seswa menjade tertarek untuk mempelajarenya. Jade, keteka mengajar guru hendaknya pandae memotevase seswa agar lebeh menyukae pelajaran matemateka. Apabela seswa sudah menyukae pelajaran matemateka maka akan tembul motevase yang berasal dare dalam dere seswa. Motevase seswa dalam belajar juga ekut menentukan keberhaselan seswa dalam belajar matemateka. Menurut Herman Hudojo (1988:109), apabela seorang peserta dedek mempunyae motevase belajar matemateka, ea akan mempelajarenya dengan sungguh-sungguh sehengga ea mempunyae pengertean yang lebeh dalam. Bukan hanya etu saja, seswa dengan mudah dapat mencapae tujuan belajar matemateka. Ine artenya peserta dedek berhasel dalam belajar matemateka. Keberhaselan ene yang akan menengkatkan motevase belajar seswa.

Dengan demekean, apabela pemahaman terhadap matere-matere matemateka yang depelajare dapat tercapae, maka akan tembul motevase bersamaan dengan proses untuk mencapae keberhaselan belajar matemateka. Dengan kata laen, keberhaselan dalam belajar matemateka tedak hanya karena


(26)

memahame konsep saja, melaenkan juga karena motevase belajar yang ada de dalam dere seswa.

Ormrod (2003: 368) mengatakan bahwa “motivation is something that energizes, directs, and sustains behavior, it gets students moving, points them in particular direction, and keeps them going.” Yang berarte motevase merupakan sesuatu yang memberekan semangat, meunjukkan dan mempertahankan perelaku, menyebabkan seswa berubah, memberekan petunjuk khusus serta menjaga mereka agar terus lanjut. Berdasarkan pendapat tersebut, motevase merupakan daya penggerak baek dare dalam dere maupun dare luar dengan menceptakan serangkaean usaha untuk menyedeakan kondese-kondese tertentu yang menjamen kelangsungan dan memberekan arah pada kegeatan sehengga tujuan yang dekehendake oleh seswa dapat tercapae.

Data hasel survey yang delakukan Kementrean Pendedekan dan Kebudayaan yang demuat dalam kompas pada 21 Aprel 2012 menjelaskan 79% seswa SMP-SMA de Indonesea memeleke motevase belajar yang hanya terfokus pada Ujean Naseonal. Tetape, persentase yang tengge etu dekarenakan seswa cemas dan takut yang luar beasa akan ketedaklulusan mereka. Namun, data dare Fajar News pada 4 Aprel 2016 menyebutkan bahwa UN tedak lage de takute oleh seswa karena bukan satu-satunya penentu kelulusan, sehengga motevase belajar seswa menurun. Hal ene bertentangan dengan pengertean motevase belajar, de mana motevase belajar tedak hanya berpusat pada nelae Ujean Naseonal saja melaenkan pada aktevetas belajar yang delakukan seswa


(27)

secara berkelanjutan. Dare data tersebut, ada endekase bahwa sebenarnya motevase belajar seswa maseh rendah.

Berdasarkan hal tersebut, penelete dapat delehat bahwa kemampuan berpeker kreatef dan motevase belajar seswa dalam pembelajaran matemateka sangat penteng untuk dekaje. Persoalannya adalah bagaemana guru dapat menyampaekan matere dengan sebaek-baeknya kepada seswa. Hal ene senada dengan Sugehartono (2013) bahwa hasel belajar depengaruhe oleh beberapa aspek yang salah satunya adalah proses pembelajaran.

Oleh karena etu, penelete engen mengujecobakan model pembelajaran kooperatef tepe TAI untuk mengetahue keefektefan model pembelajaran TAI detenjau dare kemampuan berpeker kreatef dan motevase belajar seswa kelas XI SMA de kecamatan Prambanan Klaten.

B. IdentifikasiBMasalah

Berdasarkan latar belakang yang dekemukakan deatas maka dapat deedentefekase beberapa masalah, deantaranya:

1. Kemampuan berpeker kreatef seswa maseh rendah karena seswa maseh terbeasa dengan soal-soal ruten.

2. Motevase belajar seswa maseh rendah karena hanya terfokus untuk Ujean Naseonal saja

3. Menemnya penggunaan model belajar secara berkelompok.

4. Model pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) efektef pada jejang SMP, namun belum deuje kefektefannya pada jenjang SMA.


(28)

C. PembatasanBMasalah

Berdasarkan edentefekase masalah de atas, maka penelete membatase masalah dalam peneletean ene pada matere komposese fungse untuk seswa kelas XI program IPA de kecamatan Prambanan Klaten.

D. RumusanBMasalah

Berdasarkan latar belakang de atas, penelete dapat mengemukakan rumusan masalah sebagae berekut:

1. Bagaemana keefektefan penggunaan model pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI) dan model pembelajaran konvenseonal detenjau dare kemampuan berpeker kreatef dan motevase belajar seswa kelas XI SMA de kecamatan Prambanan Klaten?

2. Manakah yang lebeh efektef antara penggunaan model pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI) dengan model pembelajaran konvenseonal detenjau dare kemampuan berpeker kreatef dan motevase belajar seswa kelas XI SMA de kecamatan Prambanan Klaten?

E. TujuanBPenelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang deajukan, tujuan peneletean yang engen decapae dalam peneletean ene adalah:

1. Untuk mengetahue keefektefan model pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI) dan model pembelajaran konvenseonal detenjau dare kemampuan berpeker kreatef dan motevase belajar seswa kelas XI SMA de kecamatan Prambanan Klaten.

2. Untuk mengetahue apakah penggunaan model pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI) lebeh efektef debandengkan


(29)

model pembelajaran konvenseonal detenjau dare kemampuan berpeker kreatef dan motevase belajar seswa kelas XI SMA de kecamatan Prambanan Klaten.

F. ManfaatBPenelitian

Peneletean ene deharapkan mampu memberekan manfaat antara laen: 1. Seswa

Dapat menengkatkan kemampuan berpeker kreatef dan motevase belajar seswa dalam belajar matemateka dengan pendekatan Team Accelerated Instruction (TAI).

2. Guru

Dapat menengkatkan kemampuan berpeker kreatef dan motevase belajar seswa dalam proses pembelajaran matemateka melalue model pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI). 3. Sekolah

Penerapan model pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI) akan memberekan pengaruh dalam menengkatkan proses pembelajaran yang efektef dan berpusat pada seswa serta memberekan warna baru dalam proses pembaharuan pembelajaran matemateka de sekolah tersebut.

4. Penelete

a. Peneletean ene dapat memberekan pengalaman langsung kepada penelete sebagae calon pendedek dalam menerapkan pendekatan pembelajaran serta pengaruhnya terhadap kemampuan berpeker kreatef dan motevase belajar seswa dalam bedang matemateka. b. Sebagae wahana pelatehan untuk menambah pengetahuan dan


(30)

(31)

BABBII

KAJIANBPUSTAKA

A. LandasanBTeori

1. PembelajaranBMatematika

Pembelajaran berasal dari kata dasar belajar. Dalam hal ini, belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan masing-masing individu untuk mengembangkan potensi diri, meliputi aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap, keyakinan, dan kebiasaan), konatif (motif, minat, dan cita-cita), serta psikomotorik (keterampilan). Masing-masing individu melakukan upaya untuk mengembangkan potensi diri melalui interaksi dengan lingkungan sekitar (Syamsu Yusuf, 2006: 138). Dari sinilah dapat diketahui bahwa belajar dapat menjadi suatu kebutuhan sepanjang hayat yang bertujuan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan berbagai aspek lainnya. Dengan kata lain, belajar dapat diartikan sebagai aktivitas dasar manusia untuk mengembangkan potensi diri yang dimiliki meliputi aspek kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik.

Sedangkan pembelajaran itu sendiri merupakan bagian dari pendidikan. Dalam hal ini, pembelajaran melibatkan adanya interaksi antara guru dan siswa. Interaksi antara guru dan siswa diciptakan sebagai upaya untuk membelajarkan suatu hal kepada siswa. Hal ini senada dengan pendapat Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran (2011: 128) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu upaya dari seorang guru dalam membelajarkan siswa yang belajar.


(32)

Pengertian lain pembelajaran menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa: “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Dari sini dapat diketahui bahwa pembelajaran tidak hanya sebatas melibatkan interaksi antara guru dengan siswa, namun juga melibatkan interaksi dengan hal-hal lain. Hal-hal lain yang dimaksud disini adalah hal-hal yang terkait dengan upaya guru untuk membelajarkan siswa, misalnya sumber belajar, lingkungan belajar, model pembelajaran yang digunakan, dan lain-lain. Dengan begitu, terdapat berbagai hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

Adanya berbagai hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran dikuatkan oleh pendapat Abdul Majid (2013:4-5) yang menyatakan bahwa pembelajaran bukan hanya terbatas pada aktivitas yang dilakukan oleh guru, namun mencakup semua hal yang berpengaruh secara langsung terhadap proses pembelajaran. Selain itu, terdapat suatu proses edukatif yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Proses edukatif inilah yang berfungsi untuk membimbing dan mengembangkan potensi diri peserta didik. Adapun ciri-ciri dari proses edukatif tersebut, meliputi: adanya tujuan yang akan dicapai, adanya suatu pesan yang akan disampaikan, adanya siswa, adanya guru, adanya model, adanya situasi, dan adanya penilaian.

Salah satu ciri-ciri proses edukatif dalam suatu kegiatan pembelajaran adalah adanya tujuan yang akan dicapai. Tujuan yang akan dicapai ini berkaitan dengan hal apakah yang akan dibelajarkan dalam kegiatan


(33)

pembelajaran. Misalnya dalam membelajarkan matematika, terdapat berbagai tujuan yang diharapkan dapat tercapai apabila telah mempelajari matematika. Adapun salah satu tujuan mempelajari matematika menurut Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 adalah agar siswa menunjukkan sikap logis, kritis, analitis, kreatif, cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah. Namun sebelumnya, perlu dipahami terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan matematika.

Abraham S Luchins dan Edith N Luchins (Hudojo, 2003: 17) menyatakan bahwa: “In short, the question what is mathematics?May beanswer difficulty depending on when the question is answered, where it is

answered, who answer it, and what is regarded as being included in

mathematics.” Dari sinilah dapat diketahui bahwa pertanyaan mengenai apakah matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung waktu, tempat, orang yang menjawab, serta sudut pandang orang yang menjawab tersebut. Apabila dikaitkan dengan matematika yang dibelajarkan di sekolah, maka matematika yang dipelajari termasuk ke dalam matematika sekolah. Dengan demikian, sebelum membelajarkan matematika kepada siswa, harus dipahami terlebih dahulu apakah sebenarnya hakikat matematika sekolah. Sehingga, guru dapat membimbing dan mengembangkan potensi siswa.

Ebbutt dan Straker (Marsigit, 1996: 9) menyatakan bahwa hakikat matematika sekolah antara lain: “Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan; Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan; Matematika adalah kegiatan problem solving; Matematika adalah alat komunikasi.” Dari sinilah dapat diketahui


(34)

bahwa membelajarkan matematika bukan sekedar menyampaikan konsep-konsep matematika, melainkan lebih kepada bagaimana siswa membangun dan mengembangkan pola pikir analitis, logis, dan sistematis melalui kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran matematika.

Adanya hakikat matematika sekolah tersebut memberikan implikasi akan perlunya peran aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran matematika. Hal ini senada dengan pendapat Adler (Warsono dan Hariyanto, 2013: 4) yang menyatakan bahwa: “wll genuine learning is active, not passive. It is a process of discovery in which the students is the main agent, not theteacher.” Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa merupakan subjek utama yang berperan aktif dalam menemukan pengetahuan, bukan guru. Adapun contoh peran aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Warsono dan Hariyanto (2013:9-10) misalnya belajar secara individual maupun kelompok untuk mempelajari dan menerapkan konsep matematika untuk memecahkan masalah, berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan tugas dari guru, berpartisipasi dalam memberikan pertanyaan maupun mengajukan pendapat kepada guru, menggunakan berbagai sumber belajar dalam memperoleh suatu pengetahuan, dan lain-lain.

Oleh karena itu, pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang melibatkan interaksi guru, siswa, dan keseluruhan komponen yang berkaitan, dalam rangka memperoleh pengetahuan matematika melalui berbagai kegiatan yang disesuaikan dengan hakikat


(35)

matematika sekolah, dimana siswa berperan aktif dalam menemukan pengetahuan matematika tersebut.

2. EfektivitasBPembelajaranBMatematika

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif berarti memiliki efek, akibat, atau pengaruh. Selain itu, efektivitas berasal dari Bahasa Inggris effective yang berarti berhasil, tepat, atau manjur. Apabila digunakan dalam konteks pembelajaran, kata efektivitas merujuk pada tinjauan suatu hal tertentu. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Institute of Education University of London (2002: 4) menyatakan bahwa: “wlthough the term ‘effective’ has been widely used, it only makes sense when context and

goals are specified.” Dari sinilah dapat diartikan bahwa kata efektif merujuk pada suatu konteks dan tujuan yang spesifik.

Efektivitas berhubungan dengan tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Mulyasa (2010:173) mengemukakan bahwa masalah efektivitas biasanya berkaitan erat dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan. Sejalan dengan Mulyasa, (Nurma Angkotasan, 2013:82) menyatakan bahwa keefektifan adalah sebuah jawaban atas pertanyaan “apakah siswa-siswa mencapai tingkat prestasi belajar yang ditentukan untuk setiap unit pelajaran” ini berarti bahwa keefektifan program pengajaran adalah tingkat pencapaian tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Kyriacou (2009) mengemukakan bahwa:


(36)

Effective teaching can be defined as teaching that succesfully achieves the learning by pupils intended by the teacher. In essence, there are two simple elements to effective teaching: (a) the teacher must have a clear idea of what learning is to fostered; and (b) a learning experience is set up and delivered that achieves this.

Pendapat tersebut mengandung makna bahwa pengajaran efektif dapat dirumuskan sebagai pengajaran yang berhasil mewujudkan pembelajaran oleh murid sebagaimana dikehendaki oleh guru. Tujuan belajar oleh siswa sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh guru. Pada hakikatnya ada dua elemen sederhana dalam pengajaran efektif, yaitu: (a) guru harus memiliki ide-ide yang jelas terkait pembelajaran apa yang hendak disampaikan, dan (b) pengalaman belajar dibangun dan diberikan untuk mewujudkan hal tersebut.

Berdasarkan pendapat tersebut, timbul suatu pemahaman bahwa apabila dikaitkan dengan konteks pembelajaran, efektif atau tidaknya suatu pembelajaran dapat dilihat dari bagaimana pengaruh suatu pembelajaran terhadap suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Begitu halnya dalam pembelajaran matematika. Efektif atau tidaknya suatu pembelajaran matematika dapat dilihat dari bagaimana efek yang ada setelah dilaksanakan pembelajaran apabila ditinjau dari beberapa hal yang merupakan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini, pembelajaran matematika yang efektif memiliki beberapa karakteristik tertentu.

Adapun karakteristik pembelajaran matematika yang efektif yang disebutkan oleh Nightingale dan O’Neil (Killen, 2009: 4) sebagai berikut.

a. Students are able to apply knowledge to solve problems. b. Students are able to communicate their knowledge to others.

c. Students are able to perceive relationship between their existing knowledge and the new things they are learning.


(37)

e. Students are able to discover or create new knowledge for themselves. f. Students want to learn more.

Karakteristik-karakteristik tersebut dapat diartikan sebagai berikut.

a. Siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan untuk memecahkan masalah.

b. Siswa mampu mengkomunikasikan pengetahuan yang dimiliki.

c. Siswa mampu mengetahui hubungan antara pengetahuan yang ada dengan pengetahuan baru yang mereka pelajari.

d. Siswa mempertahankan pengetahuan yang dimiliki dalam jangka waktu yang lama.

e. Siswa mampu menemukan maupun membuat pengetahuan baru untuk diri mereka masing-masing.

f. Siswa mempunyai keinginan untuk belajar lebih banyak lagi.

Sedangkan kerangka dasar pembelajaran yang efektif menurut Kyriacou (2009: 7-9) terdiri dari tiga hal, meliputi context, process, dan

product. Dalam hal ini, context (konteks) mengarah pada semua karakteristik dari konteks kegiatan pembelajaran. Selain itu, process (proses) mengarah pada apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas dan berkaitan dengan persepsi, strategi, perilaku guru dan siswa, serta karakteristik tugas dan aktivitas pembelajaran. Sedangkan product (produk) mengarah pada hasil pendidikan yang diinginkan, misalnya adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan, adanya peningkatan minat terhadap suatu hal, adanya peningkatan motivasi intelektual, adanya peningkatan kepercayaan diri akademis dan harga diri, adanya peningkatan otonomi, serta adanya peningkatan pengembangan sosial.

Secara lebih khusus, salah satu karakteristik pembelajaran matematika yang efektif yang telah disebutkan oleh Nightingale dan O’Neil (Killen, 2009:


(38)

4) sebelumnya adalah: “Students are able to apply knowledge to solve problems”, yang berarti bahwa siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan untuk memecahkan masalah. Sedangkan salah satu kerangka dasar pembelajaran yang efektif menurut Kyriacou (2009: 9) dalam hal product

(produk) adalah mengarah pada hasil pendidikan yang diinginkan. Hasil pendidikan yang diinginkan tersebut misalnya adanya peningkatan motivasi belajar siswa. Berdasarkan hal tersebut, apabila dikaitkan dengan pembelajaran matematika, dapat dikatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu pembelajaran matematika dapat dilihat dari bagaimana efek yang ada setelah dilaksanakan pembelajaran apabila ditinjau dari bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa dan bagaimana motivasi belajar siswa.

Hamzah B. Uno & Nurdin (2013:173) mengungkapkan bahwa pembelajaran dianggap efektif apabila skor yang dicapai siswa memenuhi batas minimal kompetensi yang telah dirumuskan. Rumusan kompetensi ini bukan saja dalam tataran teoritis, tetapi harus terimplikasi dalam kehidupannya. Endang Mulyatiningsih (2012:87) menambahkan bahwa untuk mengetahahui efektivitas perlakuan dapat mengukur gain score (peningkatan skor) yang diukur sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest) atau membandingkan hasil yang diperoleh kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa keefektifan pembelajaran matematika dapat dilihat dari tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Keefektifan pembelajaran matematika pada penelitian ini


(39)

dapat dilihat dari rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif yang telah ditetapkan yaitu 75S dari skor maksimal dan rata-rata skor motivasi belajar yang telah ditetapkan yaitu 50S dari skor maksimal. Terkait dengan penelitian ini, maka dilihat keefektifan dari model pembelajaran kooperatif tipe Team wccelerated Instruction (TAI) ditinjau dari motivasi belajar dan berpikir kreatif terhadap pelajaran matematika.

3. PembelajaranBKonvensional

Model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang banyak digunakan oleh guru saat ini. Pada tahun ajaran 2016/2017 di kelas XI SMA Negeri 1 Prambanan menggunakan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jadi, yang dimaksudkan dengan model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 menyatakan bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan. Menurut Mulyasa (2006) KTSP dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Dengan demikian, implementasi KTSP disetiap satuan pendidikan dan sekolah akan mempunyai warna yang berbeda satu sama lain sesuai dengan kebutuhan wilayah dan daerah masing-masing.


(40)

Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Muslich (2007) menyatakan bahwa prinsip-prinsip KTSP adalah sebagai berikut:

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya

2. Pembelajaran yang beragam dan terpadu

3. Tanggapan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. 5. Menyeluruh dan berkesinambungan 6. Belajar sepanjang hayat

7. Seimbang dantara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

SkenarioBPembelajaranBKonvensional

Langkah-langkah pembelajaran konvensional yang dimaksud yaitu: a. Kegiatan pendahuluan

Adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengkondisikan kesiapan mental, emosional, spiritual, dan aktivitas-aktivitas belajar yang akan dilakukan selama pembelajaran. Kegiatan ini mencakup:

1) Menjelaskan tujuan pembelajaran 2) Memotivasi siswa

3) Memberi apersepsi b. Kegiatan inti

Adalah kegiatan yang paling banyak menentukan kualitas pembelajaran dan berpengaruh langsung dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan belajar peserta didik untuk mencapai kompetensi yang


(41)

direncanakan. Kegiatan ini mencakup eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

1) Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

a) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas tentang topik yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip belajar dari berbagai sumber.

b) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain.

c) Memfalisitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya.

d) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran

e) Memfalisitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

2) Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

a) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna.

b) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun terrtulis.

c) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.

d) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kolaboratif e) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk

meningkatkan prestasi belajar.

f) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. 3) Konfirmasi


(42)

a) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik.

b) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber.

c) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

d) Memfasilitasi peserta didik untuk meamperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.

c. Kegiatan penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

4. PembelajaranBKooperatifBBTipeBTeam Accelemated Instmuction (TAI)

Team wccelerated Instruction (TAI) memiliki dasar pemikiran yaitu untuk mengadaptasi pembelajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa. TAI termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan para siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. (Suyitno, 2007:10).

Team wccelerated Instruction (TAI) menurut Slavin, Leavy, dan Maden (Mohammad Nur, 2005: 9-10) memiliki persamaan dengan Students


(43)

Team wchievement Division (STAD) dan Time Games Tournament (TGT) dalam hal penggunaan kelompok-kelompok pada saat proses pembelajaran. Setiap kelompok terdiri dari anggota yang berkemampuan heterogen dan pemberian penghargaan untuk tim yang memiliki prestasi yang tinggi. Perbedaannya pada pembelajaran Students Team wchievement Division

(STAD) dan Team Games Tournament (TGT) menggunakan tatanan pembelajaran tunggal untuk kelas, sedangkan pembelajaran TAI, merupakan gabungan dari pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual.

Pada pembelajaran TAI, kemampuan individual siswa diurutkan sesuai dengan hasil tes penempatan. Setiap kelompok terdiri dari anggota yang memiliki kemampuan berbeda-beda. Anggota tim saling memeriksa pekerjaan anggota yang lain dibantu dengan lembar jawaban, selain itu mereka juga saling membantu dalam menyelesaikan setiap masalah. Tes unit akhir dikerjakan tanpa bantuan teman sesama tim. Kemudian tes tersebut dinilai oleh guru dan digunakan sebagai nilai kelompok. Setiap minggu, guru menjumlah banyak unit yang diselesaikan oleh seluruh anggota tim dan memberikan penghargaan kepada tim yang melampaui skor kriteria yang didasarkan pada jumlah tes akhir (Mohammad Nur, 2005: 10).

Menurut Slavin (2005: 190-195), TAI dirancang untuk memuaskan kriteria, memecahkan masalah-masalah teoritis dan praktis dari sistem pengajaran individual. kriterianya antara lain:

a. Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.


(44)

b. Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.

c. Siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas.

d. Program mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal, fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan.

Disamping itu, dalam pembelajaran TAI siswa memiliki tanggung jawab untuk saling memeriksa pekerjaan mereka satu sama lain. Sehingga guru dapat menggunakan sebagian dari waktu pelajaran dengan menyampaikan pelajaran pada kelompok kecil siswa yang terdiri dari beberapa tim yang belajar pada tingkat yang sama pada materi pelajaran matematika. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini memiliki 8 komponen, kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut.

a. Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa.

b. Placement Test yaitu pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.

c. Curriculum materials yaitu materi yang dikerjakan oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang ada.

d. Team Study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan. Para siswa mengerjakan unit-unit mereka dalam kelompok mereka atau dengan kata lain siswa diberikan untuk


(45)

mengerjakan soal secara individu terlebih dahulu kemudian setelah itu mendiskusikan hasilnya dengan kelompok masing-masing.

e. Team Score and Team Recognition yaitu pemberian score terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

f. Teaching Group yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.

g. Fact test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh h. Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhir

waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah. Prosedur dalam TAI, menurut Slavin (2005: 195-196) antara lain:

a. Tes penempatan dan pembentukan kelompok

Pada tahap ini, siswa mengerjakan suatu tes untuk mengetahui tingkat kemampuan dasar yang dimiliki siswa. Tes tersebut dikerjakan oleh siswa secara individu. Dari hasil tes penempatan yang diperoleh, akan diketahui kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Dengan demikian kelompok berkemampuan heterogen juga dapat dibentuk sesuai dengan kemampuan siswa tersebut.

b. Belajar secara individu

Siswa mengerjakan unit matematika secara individu

c. Belajar kelompok

Siswa melakukan pengecekan jawaban dengan anggota kelompok dengan cara bertukar lembar jawaban. Siswa saling membantu jika ada yang mengalami kesulitan.


(46)

d. Tes

Pada akhir pembelajaran, siswa mengerjakan tes atau soal secara individu. Tes ini dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman individu.

e. Perhitungan nilai kelompok dan penghargaan kelompok

Perhitungan nilai kelompok dilakukan di akhir setiap siklus. Skor ini didapatkan dari rata-rata nilai yang diperoleh siswa pada nilai kuis untuk setiap kelompok. Berikut ini adalah cara menghitung poin kemajuan menurut Slavin (2005: 159)

SkorBKuis PoinBKemajuan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 1-10 poin dibawah skor awal

Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal Lebih dari 10 poin di atas skor awal

Kertas jawaban sempurna (terlepas skor awal)

5 10 20 30 30

Untuk menghitung skor tim, jumlahkan setiap poin kemajuan seluruh anggota tim. Klasifikasikan tim berdasarkan kriteria-kriteria untuk hasil kerja kelompok berikut:

1) Super team dengan rata-rata skor tim 15 2) Great team dengan rata-rata skor tim 16 3) Good team dengan rata-rata skor tim 17

Selain itu TAI memiliki dinamika motivasi seperti STAD dan TGT. Para siswa saling membantu satu sama lain agar tim mereka berhasil. Pada pembelajaran TAI siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil, karena semua siswa telah ditempatkan sesuai dengan tingkat kemampuan awal mereka. Tanggung jawab individual terjamin karena satu-satunya skor


(47)

yang diperhitungkan adalah skor tes akhir, dan siswa mengerjakan tes tersebut tanpa bantuan teman satu kelompoknya.

Namun demikian, individualisasi adalah bagian dari pembelajaran TAI yang membuatnya berbeda dari STAD dan TGT. Dalam mempelajari matematika, kebanyakan konsep dibangun dari konsep sebelumnya. Apabila konsep sebelumnya tidak dikuasai, maka konsep berikutnya akan sulit untuk dipelajari. Pada pembelajaran TAI, para siswa belajar pada tingkat kemampuan mereka sendiri, sehingga jika mereka lemah pada kemampuan tertentu, mereka terlebih dahulu membangun dasar yang kuat sebelum melangkah ke tahap berikutnya. Sebaliknya, apabila siswa dapat belajar lebih cepat, maka tidak perlu menunggu anggota kelas lainnya (Slavin, 2005: 16).

Menurut Slavin (2005: 114), pembelajaran TAI digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam kelas. Bentuknya yang merupakan kombinasi dari pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individualisasi memungkinkan para siswa untuk berkontribusi secara substansial untuk kesuksesan tim mereka dengan melakukan yang terbaik pada level kemampuan mereka. Selain itu perkembangan yang baik dengan pembelajaran TAI terlihat dalam penilaian para guru. Dengan menggunakan TAI, rasa percaya diri siswa semakin meningkat, dan perilaku negatif pada teman yang biasanya terjadi menjadi berkurang (Slavin, 2005: 112).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

Team wccelerated Instruction (TAI) adalah pembelajaran yang menggabungkan antara pembelajaran individu dan kelompok dengan anggota


(48)

yang memiliki kemampuan heterogen, di mana setiap siswa bertanggung-jawab terhadap perolehan skor kelompok, karena skor tersebut didasarkan pada perolehan nilai tes pada masing-masing anggota kelompok tersebut. Dalam pembelajaran TAI terdiri dari 5 tahapan yaitu tes pembentukan kelompok, belajar secara individu, belajar kelompok, tes, serta perhitungan nilai kelompok dan penghargaan kelompok.

SkenarioBPembelajaranBTeam Accelemated InstmuctionB(TAI)

Penempatan didasarkan dari pelaksanaan tes penempatan (kuis atau ulangan harian sebelum pelaksanaan pembelajaran). Adapun langkah-langkah pembelajaran TAI yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu:

a. Kegiatan pendahuluan

Adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengkondisikan kesiapan mental, emosional, spiritual, dan aktivitas-aktivitas belajar yang dilakukan selama pembelajaran. Kegiatan ini mencakup:

1) Menginformasikan tujuan pembelajaran

2) Kegiatan apersepsi untuk mengingat materi prasyarat sebelum mengajarkan materi baru untuk siswa.

3) Memotivasi

Kegiatan ini sangat penting untuk meningkatkan daya tarik, motivasi belajar, menimbulkan rasa ingin tahu siswa

b. Kegiatan inti

Adalah kegiatan yang paling banyak menentukan kualitas pembelajaran dan berpengaruh langsung dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan belajar peserta didik untuk mencapai kompetensi yang direncanakan. Kegiatan ini mencakup:


(49)

2) Setelah belajar individu, siswa diminta untuk berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing

3) Dengan belajar kelompok siswa mendiskusikan hasil pekerjaan setiap anggotanya dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Setiap anggota kelompok saling memeriksa dan mengoreksi, jawaban anggota satu sama lain.

4) Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Kelompok lain yang tidak presentasi memberi tanggapan kepada kelompok yang presentasi.

c. Kegiatan penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan. Kegiatan ini mencakup:

1) Pemberian kuis untuk penempatan kelompok 2) Pemberian penghargaan kelompok

5. BerpikirBKreatif

Berpikir diasumsikan secara umum sebagai proses kognitif yaitu suatu aktivitas mental yang lebih menekankan penalaran untuk memperoleh pengetahuan, Presseinsen (Hartono, 2009). Ia juga mengemukakan bahwa proses berpikir terkait dengan jenis perilaku lain dan memerlukan keterlibatan aktif pemikir. Hal penting dari berpikir di samping pemikiran dapat pula berupa terbangunnya pengetahuan, penalaran, dan proses yang lebih tinggi seperti mempertimbangkan. Sedangkan dalam kaitannya dengan berpikir kreatif didefinisikan dengan cara pandang yang berbeda antara lain Jonhson (Siswono, 2004: 2) mengatakan bahwa berpikir kreatif yang mengisyaratkan ketekunan, disiplin pribadi dan perhatian melibatkan aktifitas-aktifitas mental seperti mengajukan pertanyaan, mempertimbangkan informasi-informasi baru


(50)

dan ide-ide yang tidak biasanya dengan suatu pikiran terbuka, membuat hubungan-hubungan, khususnya antara sesuatu yang serupa, mengaitkan satu dengan yang lainnya dengan bebas, menerapkan imajinasi pada setiap situasi yang membangkitkan ide baru dan berbeda, dan memperhatikan intuisi.

Klurik & Rudnick, (Ahmad Lutfi, 2016: 67) menyatakan bahwa “Creative thinking is thinking that is original and reflective and that produces a complex product. Includes synthesizing ideas, generating new ideas, and

determining their effectiveness, the ability to make decisions”. Berdasarkan pendapat tersebut terlihat bahwa berpikir kreatif merupakan proses berpikir secara original dan reflektif dan menghasilkan produk yang kompleks, mencakup mensintesis ide, menghasilkan ide baru, dan menentukan keefektifannya, serta kemampuan membuat keputusan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mc Gregor (2007: 169) yang mengungkapkan bahwa “Creativity is the ability to see things in a new way, to see problems that no one else may

even realize exixt, and even develop new, uniqe, and effective solutions to

these problems”. Maksudnya dari pernyataan tersebut, kreativitas adalah kemampuan untuk melihat sesuatu dari cara yang berbeda, melihat masalah dengan cara yang mungkin tidak dipikirkan oleh orang lain, dan mengembangkan solusi baru , tunggal dan efektif.

Munandar (1999) mengatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir divergen) adalah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuain. Sabandar (2008), bahwa berpikir kreatif sesungguhnya


(51)

adalah suatu kemampuan berpikir yang berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang sedang dihadapi, bahwa situasi itu terlihat atau teridentifikasi adanya masalah yang ingin harus diselesaikan. Selanjutnya ada unsur orisinalitas gagasan yang muncul dalam benak seseorang terkait dengan apa yang teridentifikasi.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah aktivitas mental yang terkait dengan kepekaan terhadap masalah, mempertimbangkan informasi baru dan ide-ide yang tidak biasanya dengan suatu pikiran terbuka, serta dapat membuat hubungan-hubungan dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Guru seharusnya memberikan permasalahan terbuka kepada siswa supaya merangsang siswa berpikir kreatif. Munandar (1987) peran guru dalam memupuk kemampuan berpikir kreatif siswa adalah dengan guru perlu memahami tentang dirinya sendiri, guru perlu memahami kreativitas siswa, mengusahakan suatu lingkungan belajar sesuai dengan kemampuan anak, lebih banyak memberikan tantangan diri pada tekanan, tidak hanya memperhatikan hasil belajar siswa tetapi lebih pada proses belajar, lebih memilih memberikan umpan balik dari pada penilaian, menyediakan beberapa alternatif strategi belajar, dan menciptakan suasana kelas yang menunjang rasa harga diri siswa, nyaman serta berani dalam menyampaikan pendapat.


(52)

Silver (Siswono, 2006) menentukan indikator untuk menilai berpikir kreatif peserta didik (kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan) menggunakan pemecahan masalah. Ketiga indikator tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada keberagaman (bermacam-macam) jawaban masalah yang dibuat peserta didik dengan benar.

b. Fleksibilitas dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik memecahkan masalah dengan cara yang berbeda.

c. Kebaruan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh individu (peserta didik) pada tahap perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya.

Munandar (1999: 88-90) menjabarkan indikator kemampuan berpikir kreatif dalam 5 indikator yaitu kemampuan berpikir lancar, luwes/fleksibel, orisinal, kemampuan memperinci/mengelaborasi, serta kemampuan menilai/mengevaluasi. Selanjutnya definisi dari indikator-indikator tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Kemampuan berpikir lancar

Menemukan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

b. Kemampuan berpikir luwes/fleksibel

Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda, mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.


(53)

c. Kemampuan berpikir orisinal

Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, mampu kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. d. Kemampuan memerinci/mengelaborasi

Mampu memperkaya atau mengembangkan suatu gagasan atau produk, menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

e. Kemampuan menilai/mengevaluasi

Menentukan patokan nilai sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat atau suatu tindakan bijaksana, mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, tidak hanya mencetuskan gagasan tetapi juga melaksanakannya.

Menurut Nur Ghufron dan Rini Risnawita S. (2014: 106-111), aspek kemampuan berpikir kreatif adalah sebagai berikut:

a. Kelancaran berpikir

Kemampuan untuk mengemukakan banyak ide atau gagasan secara lancar.

b. Keluwesan berpikir

Kemampuan untuk melihat berbagai macam sudut pandang dan memberikan berbagai macam jawaban dari suatu masalah.

c. Keaslian berpikir

Kemampuan memberikan jawaban yang tidak diduga dan tidak terpikirkan oleh orang pada umumnya atau mempunyai gagasan yang belum atau jarang diberikan orang lain.

d. Elaborasi/memerinci

Kemampuan memperkaya dan mengembangkan ide-ide serta kemampuan memperinci ide sampai ke hal-hal yang sekecil-kecilnya. Menurut Livne (2008: 9), kemampuan berpikir kreatif matematis merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan solusi bervariasi yang bersifat


(54)

baru terhadap masalah matematika yang bersifat terbuka. Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat Ali Mahmudi (2010: 8) salah satu cara mengukur kemampuan berpikir kreatif adalah dengan soal terbuka, yaitu soal dengan beragam solusi atau strategi penyelesaian. Sedangkan cara lain untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis adalah menggunakan model problem posing yaitu pembuatan soal, pertanyaan, atau pertanyaan terkait soal atau situasi matematika tertentu.

Kemampuan berpikir kreatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan dalam menghasilkan banyak alternatif prosedur penyelesaian atau pernyataan, atau solusi dalam memecahkan masalah. Cara menentukan siswa berpikir kreatif atau tidak dengan cara tes berpikir kreatif dengan soal open-ended yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran. Penilaian berpikir kreatif dilaksanakan sesuai dengan indikator berikut:

a. Keterampilan berpikir lancar (Fluency), yaitu mampu mengemukakan gagasannya dengan lancar

b. Keterampilan berpikir luwes (Flexibility), yaitu menafsirkan masalah dengan menerapkan beberapa konsep

c. Kebaruan (Originality), yaitu menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda beda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh individu

6. MotivasiBBelajar

Merupakan kodrat manusia bahwa ia mempunyai dorongan untuk melakukan sesuatu karena alasan tertentu. Kekuatan pendorong yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk


(55)

mencapai sebuah tujuan disebut motif. Segala sesuatu yang berkaitan dengan timbulnya dan berlangsungnya motif disebut motivasi (Hudojo, 1988:106). Hal ini sejalan dengan pendapat Moh. Uzer Usman (2002:28-29) yang mengemukakan bahwa motivasi merupakan suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.

Hamzah B. Uno (2013:9) mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang timbul karena adanya pengaruh dari dalam maupun luar diri individu, sehingga orang tersebut berkeinginan untuk melakukan perubahan tingkah laku atau aktivitas tertentu yang lebih baik dari keadaan sebelumnnya. Pendapat di atas sejalan dengan Ormrod (2003: 368),

“motivation is something thatBenergizes, directs, and sustains behavior, it gets

students moving, points them in particular direction, and keeps them going.”

Artinya motivasi adalah sesuatu yang memberikan semangat, meunjukkan dan mempertahankan perilaku, menyebabkan siswa berubah, memberikan petunjuk khusus serta menjaga mereka agar terus lanjut.

Berdasarkan pendapat di atas motivasi adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai.

Menurut Elliot, et al. (Siti Rochana, 2015:53) “Motivation is defined as an interval State that arouses us to action, pushes us in particular


(56)

directions, and keeps us engaged in certain activities”. Artinya bahwa motivasi didefinisikan sebagai satu keadaan yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita ke arah tertentu, dan membuat/mempertahankan kita terlibat dalam kegiatan tertentu. Hal ini juga senada dengan ungkapan Dai & Sternberg (2014: 11) yang menyatakan bahwa “Motivation is indicated by the intensity (or energy), direction, and persistance of a

gol-directed behaviour or action. Artinya motivasi ditandai dengan intensitas (atau energi), arah, dan ketekunan yang diarahkan pada tujuan. Orlich (Siti Rochana, 2015:54) menyebutkan motivasi sebagai “The inner Drive to do something”, yang berarti bahwa motivasi adalah gerakan/dorongan dari dalam untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu, tanpa motivasi maka manusia tidak akan melakukan sesuatu apapun.

Motivasi muncul karena adanya kebutuhan. Sebagaimana diungkapkan oleh Hook & Vass (Siti Rochana, 2015:54) bahwa “Motivation can define as a starter of need or desire that result in a person becoming

activated to do something. Motivation result from unsatisfied seed”.

Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa motivasi dapat didefinisikan sebagai kebutuhan atau keinginan dari dalam diri seseorang yang membuatnya tergerak untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah hasil dari tidak terpenuhinya satu kebutuhan.

Hamzah B. Uno (2006) menyatakan bahwa Indikator siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi adalah (a) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (b) adanya dorongan den kebutuhan dalam belajar, (c) adanya harapan dan


(57)

cita-cita masa depan, (d) adanya penghargaan dalam belajar, (e) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (f) adanya lingkungan belajar yang kondusif.

Mengingat pentingnya motivasi dalam pembelajaran matematika belumlah cukup apabila guru tidak mengetahui bagaimana cara atau teknik memotivasi. Berikut adalah petunjuk bagaimana cara memotivasi siswa menurut Hudojo (1988:109-110) yang tentu saja dapat dikembangkan lebih lanjut oleh guru.

a. Berikan kepada peserta didik rasa puas sehingga ia berusaha mencapai keberhasilan selanjutnya

Apabila peserta didik merasa puas, biasanya keberhasilan mengikutinya. Sebaliknya, bila seorang peserta didik merasa kecewa biasanya kegagalanlah yang mengikutiya. Dengan demikian pengajar harus menyesuaikan kegiatan mengajarnya dengan kemampuan peserta didik sehingga peserta didik itu dapat berhasil mencapai tujuan belajarnya. Misalnya peserta didik belum dapat menangkap pengertian definisi fungsi, maka diberikan kepadanya contoh-contoh konkrit tentang fungsi itu sehingga ia dapat memahami definisi fungsi dengan kemampuan sendiri.

b. Kembangkan pengertian (konsep, teorema, langkah pembuktian dan sebagainya) peserta didik secara wajar.

Pengertian baru haruslah didasarkan atas pengalaman-pengalaman belajar yang lampau. Doronglah peserta didik menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki untuk memahami konsep baru atau menyelesaikan masalah. Janganlah mengharapkan


(58)

hal-hal yang diluar kemampuan peserta didik. Misalnya, umtuk menanamkan pengertian definisi fungsi kontinu, peserta didik harus benar-benar sudah memahami pengertian limit. Jangan mengharapkan peserta didik memahami pengertian diferensialnya fungsi sebelum ia mempelajari pengertian limit dan kontinu.

c. Bawalah suasana kelas yang menyenangkan peserta didik.

Suasana yang menyenangkan dapat menimbulkan minat belajar. Misalnya jadwal matematika pada siang hari, biasanya menyebabkan siswa lesu. Untuk menggairahkan peserta didik, mungkin kegiatan yang berupa permainan matematika yang cocok. Misalnya, untuk peserta didik tingkat sekolah dasar, disajikan teka-teki yang bermanfaat sebagai latihan menjumlahkan, mengurangi dan membagi. Salah seorang dari kelompok peserta didik ditunjuk sebagai penebak.

d. Buatlah peserta didik merasa ikut ambil bagian dalam program yang disusun.

Kerjasama antar anggota kelompok harus tercermin di dalam kegiatan yang diprogramkan. Misalnya materi yang akan dibahas tentang mean, median dan modus. Peserta didik diminta mengobservasi kendaraan yang lewat di jalan raya. Hasil kerja mereka akan akurat bila mereka bekerjasama dengan baik. Mereka akan puas akan hasil kerja itu bila masing-masing dari mereka merasa ikut ambil bagian dalam kegiatan tersebut.

e. Usahakan pengaturan kelas yang bervariasi sehingga rasa bosan berkurang dan perhatian peserta didik meningkat.


(59)

Untuk menghindari rasa bosan belajar dari peserta didik, bentuk kegiatan dalam mengajar matematika seyogyanya bervariasi, tidak monoton sepanjang hari. Misalnya pengajar dapat mengatur kelas, kapan waktunya untuk tugas individu atau kelompok kecil, peserta didik menjelaskan pekerjaannya di depan kelas atau pengajar memberikan informasi yang mengaitkan matematika dengan manfaatnya disertai tanya jawab. Jelasnya, janganlah pengajar menyajikan kegiatan yang sama hari berganti hari.

f. Timbulkan minat peserta didik terhadap materi matematika yang dipelajari peserta didik

Apabila peserta didik sedang hangat-hangatnya membaca artikel tentang penemuan baru dalam biologi atau mendiskusikan tentang pertandingan bulu tangkis, kebetulan materi yang dipelajari tentang kombinasi, maka seyogyanya kombinasi itu dikaitkan ke biologi atau bulutangkis tersebut. Misalnya kombinasi diakitkan biologi, disajikan sebagi berikut. Umpamakan setiap dari tiga kromosom membelah menjadi dua bagian, yaitu satu bagian panjang dan satu bagian pendek. Dari enam kromosom itu membentuk kembali menjadi tiga pasang. Berapa kemungkinan terbentuknya pasangan tersebut.

Contoh lain, kombinasi dikaitkan dengan permainan bulu tangkis. Umpamakan dua kelompok orang masing-masing terdiri dari tiga orang akan bermain bulu tangkis. Permainan disepekati single. Berapa banyak permainan yang dapat dibentuknya?


(60)

Sebagaimana yang sudah diutarakan, komentar yang mendorong dan membesarkan hati dapat menimbulkan motivasi belajar. Misalnya dikertas pekerjaan tes mereka, selain nilai, berikan juga komentar seperti “bagus sekali”; “bagus, lain kali lebih bagus”; “kamu dapat mengerjakan soal itu, sayang kurang teliti; lain kali lebih baik”

h. Berikan kepada peserta didik kesempatan berkompetisi

Kompetisi dapat menimbulkan motivasi belajar. Misalnya, peserta didik diberi tugas menyelesaikan sejumlah masalah matematika. Bagi peserta didik yang dapat menyelesaikan sejumlah masalah itu akan diberi bonus nilai tambah.

Secara umum motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intinsik dan motivasi ekstrinsik. Danielson (2002: 25) menyatakan “intrinsic motivation is refers to the learner’s own internal drive for achievement, fueled by the

satisfaction of mastery or of a job well done”. Artinya motivasi intrinsik mengacu pada dorongan internal siswa untuk berprestasi yang didorong oleh kebanggaan untuk mampu menguasai atau berhasil melakukan pekerjaan dengan baik. Menurut Djamarah (2002), yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfugsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik datang dari hati manusia umumnya karena kesadaran, misalnya seorang ayah bekerja karena ayah tersebut sadar bahwa dengan bekerja maka keluarganya akan ternafkahi.


(1)

LAMPIRAN 6

6.1 Surat Keterangan Validasi Validator Pertama

6.2 Surat Keterangan Validasi Validator Kedua

6.3 Surat Keterangan Validasi Validator Ketiga

6.4 Surat Ijin Penelitian

6.5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individuallization (tai) terhadap pemahaman konsep matematika siswa kelas v sdi ummul quro bekasi

0 10 221

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) Terhadap Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas 8 di SMP Negeri 3 Tangerang (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas 8 SMP Negeri 3 Tangerang)

2 9 234

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN TAI DITINJAU DARI MOTIVASI BERPRESTASI DAN GAYA BERPIKIR SISWA

1 20 148

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ACCELERATED INSTRUCTION) UNTUK MENINGKATKAN Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Accelerated Instruction) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Negeri 01 Sepanjang Kecama

0 1 16

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED INSTRUCTION (TAI) PADA MATERI LINGKARAN DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 1 TIRTOMOYO TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 0 20

Pengaruh Pembelajaran Akuntansi dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI SMAN 1 KARTASURA Tahun Ajaran 2012/2013.

0 0 10

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF DALAM SETING TEAM ACCELERATED INSTRUCTION (TAI) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA.

0 0 37

PENGARUH PEMBELAJARAN AKUNTANSI DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED INSTRUCTION (TAI) TERHADAP PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS XI SMA N 1 KARTASURA TAHUN AJARAN 2012 2013 | Perwita | Jurnal Pendidikan I

0 0 10

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (Team Assisted Individualization) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

1 1 17