PENERAPAN METODE KONTEKSTUAL MODELING UN

PENERAPAN METODE KONTEKSTUAL MODELING UNTUK MENINGKATKAN POTENSI KREATIVITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAMTERPADU (TKIT) PERMATA KOTA PROBOLINGGO SKRIPSI

Oleh:

Indah Catur Wahyuni 05110077

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG Agustus 2009

HALAMAN PERSETUJUAN PENERAPAN METODE KONTEKSTUAL MODELING UNTUK MENINGKATKAN POTENSI KREATIVITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM TERPADU (TKIT) PERMATA KOTA PROBOLINGGO SKRIPSI

Oleh Indah Catur Wahyuni 05110077

Telah Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing

Drs. Abdul Ghofir 150035188

Tanggal, 23 Juli 2009

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

Drs. Moh. Padil, M.Pd. I NIP. 150267235

PENERAPAN METODE KONTEKSTUAL MODELING UNTUK MENINGKATKAN POTENSI KREATIVITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM TERPADU (TKIT) PERMATA KOTA PROBOLINGGO

Skripsi Dipersiapkan dan disusun oleh Indah Catur Wahyuni (05110077)

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal

6 Agustus dengan Nilai...............

Dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan Untuk memperoleh gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Pada tanggal: 13 Juli 2009

Panitia Ujian Tanda Tangan

Ketua Sidang

Drs. Abdul Ghofir : NIP. 150035188

Sekretaris Drs. Moh. Padil, M.Pd. I

NIP. 150267235

Pembimbing, Drs. Abdul Ghofir : NIP. 150035188

Penguji Utama : Prof. DR. HM. Djunaidi Ghony :

NIP. 150042031

Mengesahkan

Dekan Fakultas UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Dr. H. Zainuddin, M.A NIP. 150275502

MOTTO

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan

hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang

siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An-Nahl ayat: 125)

Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

LEMBAR PERSEMBAHAN

Ya Allah…..tidak ada kemudahan selain apa yang engkau jadikan mudah & jika engkau menghendaki, engkau dapat menjadikan perkara yang sulit menjadi mudah Walau terasa berat aku goreskan penaku dengan keyakinan pasti ada kemudahan dan kesuksesan. Ketika penulisan skripsi ini selesai, semakin aku sadari segala tak mungkin aku dapatkan tanpa-NYA. Untuk itu sembah sujudku pada-MU Ya ALLAH dan segala petunjuk dan rahmad yang telah Engkau berikan padaku.

Dengan penuh harapan, aku rangkai titik menjadi garis, garis menjadi bidang, bidang menjadi ruang dengan satu tekad dan semangat bagaimana caranya agar aku bisa membuat bangga kedua orang tuaku dan memberikan arti terdalam untuk semua kebaiakan dan ketulusan mereka. Jazakumullah khoiron katsiro……

Ibu dan bapak di rumah terima kasih atas limpahan perhatian dan kasih sayang untuk indah. Kalian berdua yang telah menuntun dan mengingatkan indah untuk selalu patuh dan istiqomah terhadap perintah- Nya, kalian berdua energi kebahagian hidup dan sebagai jendela inspirasi indah selama ini. Ibu dan bapak, kalian adalah motivasi indah untuk meraih sukses dunia akhirat…wahai Rabbu-ku kasihinilah mereka sebagai mana mereka mengasihiku di waktu indah masih kecil, amin……

Umi,abah,om uyuk,tante tias,le kaput,lek ayul lek ni, lek gi’,lek nal,dan lek-i.mb’ita & mb’iis buat ad’oni, ad’salman, ad’ahna, ad’ana, ad’malik makasih do’a dan motivasinya.

Buat temen-temen kos (mb’alif,mb’pi2t,mb’sila,mb’ifa) & temen kelas (putrid,emi) yang selama ini selalu mendo’akan dan selalu mendukung, makasih banyak ya mb…..ayo tetep semangat.

Buat k’dedi, sandi, A’2, K’adho’ thanks ya tas dukungan & do’anya.

Drs. Abdul Ghofir Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

NOTA DINAS PEMBIMBING

Hal : Skripsi Indah Catur Wahyuni Malang, 13 Juli 2009 Lamp : 6 (Enam) Eksemplar

Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang di

Malang

Assalamu’alaikum Wr.Wb Sesudah melakukan beberapa kali bibingan, baik dari segi isi, bahasa

maupun tehnik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini:

Nama

: Indah Catur Wahyuni

Nim : 05110077 Jurusan

: Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Penerapan Metode Kontekstual Modeling Untuk Meningkatkan Potensi Kreativitas Anak di Taman Kanak- Kanak Islam Terpadu (TKIT) Permata Kota Probolinggo

Maka selaku pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan. Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Pembimbing,

Drs. Abdul Ghofir NIP. 150035188

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan.

Malang, 13 Juli 2009

Indah Catur Wahyuni

KATA PENGANTAR

Dia menciptakan langit dan bumi dengan haq. Dia membentuk rupamu dan dibaguskanNya rupamu itu dan hanya kepada Allah-lah kembali(mu) (QS. At-Taghaabun [64]:3).

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan Salam atas Nabi Muhammad SAW, sebaik-baik hamba dan Nabi akhir zaman pembawa kebenaran dan kesempurnaan.

Mengawali sesuatu yang baik tidaklah mudah, apalagi menjaga dan membawanya ke arah yang lebih sempurna, begitu juga dengan penulisan skripsi ini. Namun didorong oleh suatu kesadaran dan cita-cita untuk mengabdi pada Agama, Bangsa, Negara dan nilai penuh kesabaran, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Disamping itu, kesempurnaan penulisan skripsi ini tidak lepas berkat adanya dorongan, semangat, petunjuk, nasehat dan bimbingan dari berbagai pihak.

Menyadari kenyataan yang demikian, maka penulis dengan segenap kerendahan hati merasa wajib untuk menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada berbagai pihak yang telah membantu, yaitu: 1.Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor UIN Maulana Malik

Ibrahim Malang. 2.Bapak Dr. H. Zainuddin, M.A selaku Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang, yang telah memberikan izin penelitian. 3.Bapak Drs.Abdul Ghofir selaku dosen pembimbing, yang dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan telah memberikan bimbingan dalam penulisan. 4.Bapak dan Ibu dosen Fakultas Tarbiyah UIN Malang, yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu atas bantuan akademis dan morilnya. 5.Ibu Emi Silistyowati,SPd selaku Kepala Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu Kota Probolinggo, yang telah memberikan izin penelitian.

6.Ibu nunuk, naning, watik, siti, anik, titin, umi, mila, dan diana selaku Guru, di Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu Kota Probolinggo yang telah memberikan izin penelitian.

7.Semua teman-temanku dan berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan. Menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan ideal, untuk itu peneliti mengharapkan saran dan kritik bijak dari semua pihak demi sempurnanya tulisan ini. Akhirnya, semoga tulisan sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para pembaca budiman. Amien.

Malang, 22 Juli 2009 Penulis,

Indah Catur Wahyuni

ABSTRAK

Catur, Indah Wahyuni, 2009. Penerapan metode kontekstual modeling untuk meningkatkan potensi kreativitas anak di taman kanak-kanak islam terpadu (TKIT) permata kota probolinggo, skripsi. Pendidikan agama islam tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Pembimbing Pembimbing : Drs.H. Abdul Ghofir.

Kata kunci: Metode Kontekstua, Kreativitas dan Modeling. Metode pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilannya dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memcahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat, kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru. Sedangkan modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu yang dapat ditiru oleh setiap siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membatasi pembahasannya dengan rumusan masalah sebagai berikut: a).Bagaimana penerapan metode kontekstual modeling untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak di TKIT Permata kota Probolinggo b).Apakah metode kontekstual modeling efektif untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak di TKIT Permata kota Probolinggo. berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin di capai adalah: a).Penerapan metode kontekstual modeling untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak di TKIT Permata kota Probolinggo b).Efektivitas metode kontekstual modeling untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak di TKIT Permata kota Probolinggo.

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai atau diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau angka-angka ataupun pengukuran.

Sedangkan tehnik pengumpulan datanya melalui a).wawancara b).interview dan c).dokumentasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan diterapkannya metode pembelajaran kontekstual modeling di TKIT Permata Kota Probolinggo. sudah mulai ada peningkatan kreativitas siswa, walaupun sebenarnya masih ada hal-hal yang perlu dibenahi kembali, baik dari segi tenaga pendidik maupun saran dan prasarananya.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan diibaratkan sebagai sebuah rumah yang dapat menaungi penghuninya dari sengatan matahari dan hujan. Akan tetapi rumah tidak dapat dibangun dalam awang–awang, melainkan harus ditata sedemikian rupa sehingga menjadi indah. Oleh karena itulah mereka yang membangun dan mendirikan rumah tentunya bertanggung jawab atas terbentuknya rumah yang indah dan asri agar menjadi tempat yang nyaman untuk dirinya, pasangan hidup dan anak-anaknya.

Dan anak sebagai tanaman yang tumbuh, sehingga peran pendidik dan peran orang tua adalah sebagai tukang kebun, dan sekolah merupakan rumah kaca dimana anak tumbuh dan matang sesuai dengan pola pertumbuhannya yang wajar. Sebagai tukang kebun berkewajiban untuk menyirami, memupuk, merawat, dan memelihara terhadap tanaman yang ada dalam kebun. Apabila anak diarahkan sesuai dengan kapasitas, potensi dan perkembangan serta tahapan yang akan dilaluinya, maka anak akan menjadi penyejuk sanubari dan menyenangkan bila dipandang mata.

Salah satu hadis nabi yang menunjukkan tentang perintah pemberian pendidikan Islam kepada umat manusia yaitu:

Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan itu telah membawa fitrah beragama (perasaan percaya kepada Allah SWT) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama yunani, nasrani atau majusi. (shahih) (ain, tha’, ba’) dari Al-Aswad bin sari’. Hadits ini dapat juga dilihat

dalam kitab silsilah Al-Hadits As-Ash-Shahihah, no.402. 1

Dari ilustrasi diatas menggambarkan bahwa sebagai pendidik haruslah melaksanakan proses pendidikan agar mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik

Suatu konsekuensi alami dari pertumbuhan dan kematangan ibarat pohon, banyak miripnya dengan mekarnya bunga dalam kondisi yang tepat. Dapat dikatakan bahwa apa yang akan terjadi pada anak tergantung pada pertumbuhan secara wajar dan lingkungan yang memberikan perawatan.

Adapun pertumbuhan yang alami adalah kegiatan bermain dan kesiapan atau proses kematangan. Isi dan proses belajar terkandung dalam kegiatan bermain dan materi serta aktivitas dirancang untuk kegiatan bermain yang menyenangkan dan tidak membahayakan.

Pada masa anak-anak umumnya yang siap untuk belajar adalah melalui motivasi dan bermain. Hal itu menunjukkan bahwa anak-anak akan siap untuk dikembangkan keterampilannya apabila telah mencapai suatu tingkatan dimana mereka dapat mengambil keuntungan dari suatu intruksi yang tepat.

Setiap anak mempunyai jadwal kematangan yang berbeda dan merupakan faktor bawaan. Masing-masing anak berbeda wataknya, maka

1 Muhammad Nasruddin Al-Albani, Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir Waziyadatuhu (jak-sel, pustakaazam anggota IKAPI DKI, 2009). Hlm.337 1 Muhammad Nasruddin Al-Albani, Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir Waziyadatuhu (jak-sel, pustakaazam anggota IKAPI DKI, 2009). Hlm.337

mengembangkan keterampilan anak. 2 Usia dari lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa

keemasan sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan, yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa ini adalah masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial-emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama. Dengan demikian upaya pengembangan seluruh potensi anak harus dimulai pada usia dini agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.

Hal itu sesuai dengan hak-hak sebagai yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berprestasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta

mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi 3 . Salah satu implementasi dari hak tersebut adalah setiap anak berhak

memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya.

2 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 3-4

3 http://focalpointgender.kejaksaan.go.id/downloads/undang2/UU%20No%2023%20tahun %202003%20PERLINDUNGAN%20ANAK.pdf

Perkembagan anak pada usia tertentu meliputi beberapa aspek, yaitu: pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, perkembangan bicara, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan bermain dll. Sementara aspek perkembangan anak usia dini menurut Slamet Suyanto meliputi fisik-motorik, intelektul, moral, emosional, social, bahasa, kreatif. Adapun Black yang dikutip oleh Slamet Suyanto mengatakan bahwa perkembangan anak usia dini meliputi aspek fisik dan motorik, psikologi, kognitif, dan bahasa.

Sejalan dengan aspek perkembangan anak, menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Prasekolah, bahwa program kegiatan belajar anak usia dini meliputi aspek-aspek sebagai berikut: moral, agama, disiplin kemampuan bahasa, daya fikir, daya cipta, emosi, kemampuan bermasyarakat, sosial, keterampilan jasmani. Kesepuluh aspek perkembangan diatas dalam implementasinya dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu:

1. Kelompok pengembangan dasar meliputi daya cipta, bahasa, daya fikir, keterampilan, dan jasmani. Daya cipta bertujuan untuk membentuk anak kratif. Pembentukan daya cipta harus terintegrasi dalam pengembangan bahasa, daya pikir, keterampilan dan jasamani.

2. Kolompok Pengembangan Kebiasaan. Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi, salah satunya adalah pendidikan anak usia dini, yaitu pendidikan untuk anak usia 0-6 tahun yang di selenggarakan sebelum pendidikan dasar. Pada usia tersebut 2. Kolompok Pengembangan Kebiasaan. Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi, salah satunya adalah pendidikan anak usia dini, yaitu pendidikan untuk anak usia 0-6 tahun yang di selenggarakan sebelum pendidikan dasar. Pada usia tersebut

Teori pembelajaran Pendidikan Realistik ini sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti kontruktivisme dan pembelajaran kontekstual modeling. Menurut pandangan kontruktivis pembelajaran adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi berbagai konsep atau prinsip dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi, dan peranan guru hanyalah sebagai fasiltator.

Pendekatan ini berfokus pada kegiatan guru mengaitkan kegiatan pembelajaran yang dikembangkannya dengan situasi dunia nyata belajar siswa. Pendekatan ini berawal dari asumsi bahwa anak belajar lebih baik melalui kegiatan belajar sendiri dalam lingkungan yang alamiah. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan. Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya dalam status apa mereka dan bagai mana mencapainya dan mereka sadar bahwa yang mereka dan bagaimana mencapainya dan mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan konsep ini hasil pembelajaran

diharapkan lebih bermakna bagi siswa. 4

4 Ahmad Zayadi, Tadzkirah Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Berdasarkan Pendekatan Kontekstual (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005), hlm. 5)

Hal tersebut sesuai dengan UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional BAB VI bagian ke tujuh pasal 28 yang mengatur tentang Pendidikan Anak Usia Dini ayat 1-5 yaitu:

1. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.

2. Pendidikan anak usia dini dapat di selenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

3. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK).

4. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk kelompok bermain (TPA).

5. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan in-formal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Dalam penelitian ini hanya di bahas Tentang Pendidikan Anak Usia Dini pada pendidikan formal yang berbentuk TK. Dalam UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional BAB VI bagian ke tujuh pasal 28 ayat 3 disebutkan bahwa: pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan

formal berbetuk TK atau sederajad. 5 TK merupakan jalur pendidikan formal bagi pendidikan anak usia dini

setelah pendidikan keluarganya. TK adalah salah satu lembaga pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan

5 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20, Tahun 2003. tentang sistim pendidikan nasional.

perkembangan anak dimasa depan, karena di samping langkah awal bagi anak untuk melepaskan diri dari lingkungannya, Keluarga juga sebagai upaya awal membawa anak kepada suatu persiapan mental yang mantap dalam melanjutkan proses pendidikan selanjutnya yaitu sekolah dasar (SD)

Dilihat dari tujuan, pembelajaran kontekstual modeling ingin memusatkan diri pada pengembangan seluruh kompetensi siswa, siswa dibantu agar kopetensinya muncul dan dikembangkan semaksimal mungkin, dengan pembelajaran kontekstual modeling siswa akan dibawa memasuki kawasan pengetahuan mauapun penerapan pengetahuan yang dihadapkan melalui pembelajaran. Dengan demikian kompetensi siswa (ability, skill) akan berkembang melalui proses belajar mengajar. Selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa.

Dari situ terlihat bahwasannya metode pembelajaran kontekstual modeling yang dikembangkan di TK Islam Terpadu Permata Kota Probolinggo sudah terlihat keberhasilannya yang akhirnya memberi wawasan dan pemahaman pada anak–anak usia dini untuk mengembangkan pengetahuan atau kreativitasnya. TK Islam Terpadu Permata Kota Probolinggo ini berbeda dengan TK yang ada di kota probolinggo. Perbedaan disini terlihat sangatlah jelas dari materi–materi yang sudah di berikan pada anak–anak.

TK Islam Terpadu Permata Kota Probolinggo ini materi yang diajarkan bukan hanya materi yang bersifat umum saja seperti, (menyanyi dan bermain), akan tetapi nuansa Islaminya juga diajarkan sejak dini contonya TK Islam Terpadu Permata Kota Probolinggo ini materi yang diajarkan bukan hanya materi yang bersifat umum saja seperti, (menyanyi dan bermain), akan tetapi nuansa Islaminya juga diajarkan sejak dini contonya

Sehubungan dari kenyataan yang ada, penulis mengambil judul Penerapan Kontekstual Modeling Untuk Meningkatkan Potensi Kreativitas Anak di TK Islam Terpadu Permata Kota Probolinggo.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan metode kontekstual modeling untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak di TKIT Permata kota Probolinggo?

2. Apakah metode kontekstual modeling efektif untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak di TKIT Permata kota Probolinggo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian didalam karya ilmiah merupakan target yang hendak dicapai melalui serangkaian aktivitas penelitian, karena segala yang diusahakan pasti mempunyai tujuan tertentu yang sesuai dengan permasalahannya.

Sesuai dengan persepsi tersebut dan berpijak pada rumusan masalah yang telah disebutkan, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui:

1. Penerapan metode kontekstual modeling untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak di TKIT Permata kota Probolinggo

2. Efektivitas metode kontekstual modeling untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak di TKIT Permata kota Probolinggo

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membangun bagi semua pihak yang terkait utamanya bagi pihak-pihak berikut ini:

1. Dapat memberi gambaran tentang pembelajaran kontekstual pada TKIT Permata kota Probolinggo.

2. Dapat menjadi masukan bagi Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama dalam membina TKIT Permata Probolinggo untuk meningkatkan kreativitas anak.

3. Dapat menjadikan masukan bagi kepala sekolah TKIT Permata Probolinggo untuk meningkatkan kreativitas anak. Dapat menjadi acuan bagi penelitian berikutnya supaya lebih mendalam

E. Batasan Istilah

1. Konstektual merupakan suatu cara dengan konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

2. Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu yang dapat ditiru oleh setiap siswa. contohnya pelafalan dalam melafadzkan Al-Qur’an, bagai mana cara melafalkan kalimat asing dll. Dengan kata lain pemodelan itu bisa berupa cara mengoprasikan sesuatu atau cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar.

3. Kreativitas Menurut Williams kreativitas adalah:

a. Ketangkasan; yaitu kemampuan untuk menghasilkan pemikiran atau pernyataan dalam jumlah yang banyak;

b. Fleksibelitas; yaitu kemampuan untuk berfikir dengan cara yang baru atau ungkapan yang unik, dan kemampuan untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran jenisssus yang lebih banyak dari pada pemikiran yang telah menyebar atau telah jelas di ketahui;

c. Elaborasi; yaitu kemampuan untuk menambah hal-hal yang detail dan baru atas pemikiran-pemikiran atau suatu hasil produk tertentu.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah penulisan dan pemahaman secara menyeluruh tentang penbelitian ini, sistematika pemahasan sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan yang meliputi: latar belakang, rumusan masalah,

tujuan, manfaat, batasan istilah. BAB II : Tinjauan pustaka melipiti: (A) tinjauan tentang Pembelajaran Kontekstual yang meliputi pengertian Pengertian Pembelajaran Kontektual, Karakteristik

Pembelajaran Kontekstual, Lima Strategi Umum Pembelajaran Kontekstual, Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas, Lima Elemen Penting Dalam CTL , Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual, Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan Tradisional.

(B) Tinjauan tentang kreativitas yang meliputi Pengertian kreativitas, Tingkatan kreativitas, Kondisi lingkungan yang bersifat memupuk kreativitas anak dan kondisi yang mempengaruhi perkembangan kreativitas anak, Ciri - ciri kreativitas, Tahap – tahap kreativitas, Faktor yang mempengaruhi kreativitas, Pentingnya kreativitas bagi perkembangan anak, Kreativitas dapat dipacu melalui lingkungan sejak usia dini.

(C) Modeling (pemodelan) BAB

III :Metode Penelitian meliputi, Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data yang diperoleh, Pengumpulan Data, Cara Analisis Data, Keabsahan Data, Tahap-tahap Penelitian.

3. BAB IV: Pembahasan tentang hasil penelitian yang mencakup

tentang paparan data tentang Hasil Penelitian, meliputi:

A) Latar belakang obyek penelitian, meliputi: 1. Sejarah Singkat Berdirinya TKIT Permata, 2. Visi dan Misi, 3. Organisasi Sekolah,

4. Prestasi, 5. Keadaan Sarana dan Prasarana.

B) Penyajian dan analisis data, meliputi:

1. Penerapan metode kontekstual modeling untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak di TKIT Permata kota Probolinggo

2. Efektivitas metode kontekstual modeling untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak di TKIT Permata kota Probolinggo

BAB V : Pembahasan tentang analisis hasil penelitian yang meliputi:

Penerapan metode kontekstual modeling untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak dan efektifitas metode kontekstual modeling untuk meningkatkan potensi kreatifitas anak

BAB VI: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Kontekstual

1. Pengertian Pembelajaran Kontektual

Pembelajaran kontekstual dan penerapannya dalam KBK menjelaskan bahwasannya Dewasa ini pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan berbagai nama. Di Negeri Belanda berkembang apa yang disebut dengan Realistic Matematics Education (RME), yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa atau pembelajaran matematika realistic (PMR), dengan karateritik; (1) menggunakan kontekstual, (2) menggunakn situasi dan pendekatan yang dikembangkan sendiri oleh siswa, (3) menggunakan kontribusi siswa, (4) proses belajar yang interaktif, dan (5) terintegrasi dengan topic pembelajaran yang lainnya.

Di Amerika berkembang apa yang disebut Contekstual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Sementara itu di Michigan juga berkembang Connected Matematics Project (CMP) yang bertujuan mengintregasikan ide matematika kedalam Di Amerika berkembang apa yang disebut Contekstual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Sementara itu di Michigan juga berkembang Connected Matematics Project (CMP) yang bertujuan mengintregasikan ide matematika kedalam

Definisi yang mendasar tentang pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilannya dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Salah satu pendekatan yang sedang dikembangkan oleh Depdiknas pada saat ini adalah pendekatan pembelajaran kontekstual atau sering disebut contextual and learning. Pendekatan ini dapat digunakan dalam pembelajaran mata pelajaran apapun sesuai dengan kebutuhan, karena di dalamnya terdapat sejumlah pendekatan atau metode yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Dengan demikian pembelajaran baik formal maupun non-formal diharapkan dapat memberi pengalaman bagi pesertanya melalui “learning to kno, learning to do, learning to be and learning to live together” sesuai

anjuran yang dicanangkan oleh UNESCO (1996). 7 Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan rancangan

pembelajaran yang dibangun atas dasar asumsi bahwa knowledge is

6 Ahmad Zayadi, Op Cit, hlm. 11-12 7 Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual

Bermuatan Nilai (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 98 Bermuatan Nilai (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 98

Kurikulum berbasis kompetensi pada dasarnya menjawab konsep belajar tuntas (mastery learning), yaitu pencapaian kompetensi secara simultan sejak taman kanak-kanak hingga pendidikan menengah umum bahkan dimungkinkan sampai pendidikan yang lebih tinggi. Direktorat pendidikan lanjutan pertama dalam kaitan ini telah mengembangkan Proses Belajar Mengajar (PBM) dan bahan ajar menunjang pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) melalui pendekatan CTL (contextual and learning), yaitu pendekatan pembelajaran, atau proses

pembelajaran dikaitkan dengan konteks dimana siswa berada. 8 Dimana Pendekatan konstektual ini merupakan suatu konsep

belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

8 Ahmad Zayadi,, Op Cit, hlm. 11

Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berfikir kritis dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.

Kontekstual hanyalah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, konstektual dikebangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan konstektual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dari penjelasan diatas bisa dimbil kesimpulan tentang definisi pembelajaran kontekstual diantaranya:

Definisi pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata yang berkembang dan terjadi di lingkungan sekitar peserta didik sehingga dia mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar

dengan kehidupan sehari-hari meraka. 9 Pembelajaran kontekstual (contexstual teaching and learning) yang

sering disingkat dengan CTL merupakan salah satu model pembelajaran berbasis kompetensi yang dapat digunakan untuk mengefektifkan dan menyukseskan implementasi kurikulum 2004. CTL ini merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga

9 Khaeruddin, dkk, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2007), hlm. 199 9 Khaeruddin, dkk, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2007), hlm. 199

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara itu siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat.

Pembelajaran kontekstual ini dimana peserta didik akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan kegiatan yang akan terjadi disekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya fikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan problem-problem tertentu baik secara individu maupun kelompok.

Pembelajaran dengan menggunakan metode ini memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan karena pembelajaran dilakukan secara alamiah dan kemudian peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung berbagai materi yang telah di pelajarinya, pembelajaran dengan menggunakan metode ini akan mendorong perta didik memahami hakekat, makna dan manfaat belajar sehingga akan

10 Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 102 10 Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 102

Dengan diterapkan metode kontekstual dalam pembelajaran, maka niscaya guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan kenyataan peserta didik serta mendorong mereka untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan praktek kehidupan mereka, baik sebagai anggota keluarga maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan penerapan model ini hasil pembelajaran diharapkan lebih baik. Oleh karenanya proses pembelajaran harus berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami, bukan dalam bentuk transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik.

Strategi dan penggunaan metode dalam pembelajaran menjadi lebih penting dibandingkan dengan hasil pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran dikelas tugas guru adalah membantu peserta didik mencapai tujuan yakni guru lebih banyak berurusan dengan strategi dan memposisikan diri sebagai fasilitator dari pada memberi informasi dan mengajari.

Dengan penerapan metode kontekstual ini guru tidak hanya menyampaikan materi belaka yang berupa hafalan akan tetapi juga bagaimana mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik termotivasi untuk belaja. Lingkungan belajar Dengan penerapan metode kontekstual ini guru tidak hanya menyampaikan materi belaka yang berupa hafalan akan tetapi juga bagaimana mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik termotivasi untuk belaja. Lingkungan belajar

Pembelajaran kontekstual ini bertujuan untuk membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel dapat diserap atau ditransfer dari satu permasalahan kepermasalahan lain. Pembelajaran kontekstual dapat dikaitkan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajran seumur hidup.

Materi pembelajaran tambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan lebih diminati dan menyenangkan. Siswa akan lebih bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya membangun pengetahuan baru. Pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan membantu menciptakan ruang kelas dimana siswa akan menjadi peserta aktif, bukan pengamat pasif dan bertanggung jawab terhadap belajarnya, sehingga nilai terhadap belajar

akan lebih bermakna bagi dirinya. 12

11 Khaeruddin, dkk, 2007, Op Cit, hlm. 200-201 12 Ahmad Zayadi, Op Cit, hlm.12-13

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Ada 8 Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Diantaranya Adalah:

a. Melakukan Hubungan yang Bermakna. Siswa dapat mengatur dirinya sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dapat mengembangkan minatnya secar individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok.

b. Melakukan Kegiatan-Kegiatan yang Berarti Siswa membuat hubungan antara sekolah-sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.

c. Belajar yang Diatur Sendiri Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentu pilihan dan ada produk yang sifatnya nyata.

d. Bekerjasama Siswa dapat bekerja sama, guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan berkomunikasi.

e. Berpikir Kritis dan Kreatif. Siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif.

f. Mengasuh atau Memelihar Pribadi Siswa Siswa memelihara pribadinya; memberi pengetahuan, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri.

g. Mencapai Standar yang Tinggi Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi, mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya.

h. Menggunakan Penilaian yang Autentik. Siswa mengguankan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata

untuk satu tujuan yang bermakna. 13 Secara sederhana Nurhadi (2002) dalam buku pembelajaran

berbasis kompetensi dan kontekstual mendiskripsikan karakter pembelajaran kontekstual dengan cara menderetkan 10 kunci yaitu: (1)kerjasama, (2)saling menunjang, (3)menyenangkan dan tidak membosankan, (4)belajar dengan semangat, (5)pembelajaran teintegrasi, (6)menggunakan berbagai sumbeer, (7)siswa aktif, (8)sharing dengan

teman, (9)siswa kritis dan, (10)guru kreatif. 14

3. Lima Strategi Umum Pembelajaran Kontekstual

Untuk memahami secara lebih mendalam strategi pembelajaran kontekstual COR (Center For Occupational Research) di amerika menjabarkan 5 strategi yang di singkat menjadi REACT yaitu: Relating,

13 Elaine B. Johnson, Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, terj. Ibnu Setiawan (Bandung: MLC, 2007), hlm. 65-66

14 Masnur Muslich, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), hlm. 42-43

Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring. Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.

a. Relating : bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengalaman nyata.Pembelajaran harus digunakan untuk menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk di pahami atau dengan problema untuk dipecahkan.

b. Experiencing: belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan penciptaan. Ini berarti pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berfikir kritis lewat siklus inquiry

c. Applying: belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar dalam penggunaan dan bentuk praktis, dalam prakteknya, siswa menerapkan konsep dan informasi kedalam kebutuhan kehidupan mendatang yang dibayangkan.

d. Cooperating: belajar dalam bentuk berbagai informasi dan pengalaman, saling merespon, dan saling berkomunikasi. bentuk belajar ini tidak hanya membantu siswa belajar tentang materi, tetapi juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan nyata. Dalam kehidupan yang nyata siswa akan menjadi warga yang hidup berdampingan dan berkomunikasi dengan warga lain.

e. Transferring: kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman berdasarkan konteks baru untuk

mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru. 15

4. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas

Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini:

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik

c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

d. Ciptakan masyarakat belajar

e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. 16

5. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Dalam draf kontekstual teaching and learning (CTL) dari Depdiknas (2002:32), program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan

15 Ibid, hlm. 41-42 16 Muhlis.files.wordpress.com/2007/07/pembelajaran-kontekstual.doc 15 Ibid, hlm. 41-42 16 Muhlis.files.wordpress.com/2007/07/pembelajaran-kontekstual.doc

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya. Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut:

a. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.

b. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.

c. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu.

d. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa.

e. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran. 17

17 Ahmad Zayadi, Op Cit, hlm. 23-24

6. Prinsip Dasar Setiap Komponen Utama CTL

Setia komponen utama CTL mempunyai prinsip- prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika akan menerapkannya dalam pembelajaran.prinsip-prinsip dasar yang di maksud terlihat pada penjelasan berikut:

a. Konstruktivisme: komponen ini merupakan landasan filosofis (berfikir) pendekatan CTL. Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep dan kaidah yang siap dipraktekkannya. Manusia harus mengkonstruksinya terlebih dahulu pengetahuan tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu, siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya. Atas dasar pengertian tersebut, prinsip dasar konstruktivisme yang dalam praktek pembelajaran yang harus dipegang guru adalah sebagai berikut: (1). proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran, (2). informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting dari pada informasi verbalitas, (3). siswa mendapatkan kesempatan seluas- luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (4). siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan srateginya sendiri dalam a. Konstruktivisme: komponen ini merupakan landasan filosofis (berfikir) pendekatan CTL. Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep dan kaidah yang siap dipraktekkannya. Manusia harus mengkonstruksinya terlebih dahulu pengetahuan tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu, siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya. Atas dasar pengertian tersebut, prinsip dasar konstruktivisme yang dalam praktek pembelajaran yang harus dipegang guru adalah sebagai berikut: (1). proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran, (2). informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting dari pada informasi verbalitas, (3). siswa mendapatkan kesempatan seluas- luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (4). siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan srateginya sendiri dalam

b. Bertanya (questioning) komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam pembelajaran CTL di pandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berfikir siswa. pada sisi lain kenyataan menunjukkan bahwa memperoleh pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya. Atas dasar pengertian tersebut, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya adalah sebagai berikut: (1). Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan mulai bertanya, (2). Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui Tanya jawab, (3). Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun kelas, (4). Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa, (5).Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: a).menggali informasi, b. Bertanya (questioning) komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam pembelajaran CTL di pandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berfikir siswa. pada sisi lain kenyataan menunjukkan bahwa memperoleh pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya. Atas dasar pengertian tersebut, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya adalah sebagai berikut: (1). Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan mulai bertanya, (2). Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui Tanya jawab, (3). Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun kelas, (4). Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa, (5).Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: a).menggali informasi,

c. Menemukan (inquiry) komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan dari fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. Atas pengertian tersebut, prinsip-prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah sebagai berikit: (1).pengetehuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri, (2).informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa, (3).siklus inkuiry adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan, (4).langkah-langkah kegitan inkuiry, a).merumuskan masalah b).mengamati atau melakukan observasi c).menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain, (5). mengomunikasikan atau c. Menemukan (inquiry) komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan dari fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. Atas pengertian tersebut, prinsip-prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah sebagai berikit: (1).pengetehuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri, (2).informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa, (3).siklus inkuiry adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan, (4).langkah-langkah kegitan inkuiry, a).merumuskan masalah b).mengamati atau melakukan observasi c).menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain, (5). mengomunikasikan atau

d. Masyarakat belajar (learning community). Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu, baik didalam maupun diluar kelas. Karena itu, pembelajaran yang dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotanya hetrogen, dan jumlahnya bervariasi, sangat mendukung komponen learning komunity ini. Berikut disajikan prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning komunity, (1). pada dasrnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak yang lain, (2). sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberidan saling menerima informasi, (3). sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multi arah, (4) masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain, (5). yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.

e. Pemodelan (modeling) komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. model yang dimaksid biosa berupa pemberian contoh misalnya: cara mengoperasikan sesuatu, e. Pemodelan (modeling) komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. model yang dimaksid biosa berupa pemberian contoh misalnya: cara mengoperasikan sesuatu,

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

IMPLEMENTASI MIKROKONTROLER ATMEGA 8535 STUDI KASUS PENGONTROL SUHU ALIRAN AIR DALAM PIPA DENGAN METODE KONTROL FUZZY LOGIK

28 240 1

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DENGAN METODE BIOAUTOGRAFI

55 262 32

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

34 139 204

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

PENERAPAN PUTUSAN REHABILITASI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA (STUDI KASUS PUTUSAN NO : 130/Pid.B/2011/PN.LW)

7 91 58

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45