MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER (1)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER Studi Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Samarinda

Peneliti :

Ahmad Muthohar, M.SI NIP. 197901202003121005

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LP2M)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SAMARINDA

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Segala puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan nikmat dan karuniaNya-lah, penelitian tentang Model pengembangan pendidikan karakter (studi pada SMP di Kota Samarinda) ini dapat terselesaikan dengan baik.

Shalawat serta Salam juga senantiasa kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW serta para sahabat dan pewaris risalahnya. Hanya dengan pancarasan syafaat beliaulah, kami mendapatkan pencerahan intelektual. Semoga pencerahan seperti ini bisa kami pertahankan dan gunakan dalam pengembangan keilmuan Islam

Dengan segenap kerendahan hati, kami harus akui, bahwa terselesaikannya karya penelitian ini berkat perhatian dan bantuan beberapa pihak. Untuk itu, kami haturkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya. Hanya karena merekalah, kami bisa menyelesaikan tugas keilmuan ini dengan baik. Mereka adalah:

1. Rektor IAIN Samarinda, Bapak Dr. H. Mukhamad Ilyasin, M.pd beserta segenap wakil Rektor yang memeberi kesempatan kepada penulis dapat terlibat dalam penelitian ini.

2. Kepala Sekolah SMPN 1 samarinda (Ibu Hj. Iswardati Hudzaifah, M.Pd), Kepala Sekolah SMP Plus Melati (Bapak Saparun Bakar, S.pd.I, MM), dan Kepala Sekolah SMPN 27 Samarinda (Bapak M. Rizal, S.Pd., M.Psi) yang 2. Kepala Sekolah SMPN 1 samarinda (Ibu Hj. Iswardati Hudzaifah, M.Pd), Kepala Sekolah SMP Plus Melati (Bapak Saparun Bakar, S.pd.I, MM), dan Kepala Sekolah SMPN 27 Samarinda (Bapak M. Rizal, S.Pd., M.Psi) yang

3. Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Samarinda yang memberikan support sebagai dosen di fakultas yang dipimpinnya.

4. kepala Lembaga penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) IAIN Samarinda beserta Jajaran nya yang memberikan kesempatan untuk dapat terlibat dalam program penelitian 2015.

5. Segenap civitas akademika IAIN Samarinda baik dosen, karyawan IAIN Samarinda.

6. Segenap orang-orang terdekat dan para sahabat kami, atas bantuan diskusi dan humornya, karya ini bisa terwujud.

Selain itu, penulisa yakin masih banyak hal-hal kekurangan pada penelitian ini, untuk itu, penulisa berharap atas saran konstruktif pembaca, khususnya civitas akademika STAIN Samarinda demi perbaikan penelitian ini dan penelitian-penelitian lain di masa yang akan datang. Penulis juga berharap, hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara kelembagaan dalam konteks pengembangan pendidikan Karakter dan bermanfaat khususnya bagi prodi PAI dan MPI IAIN Samarinda Samarinda.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bisa bermanfaat, terutama dalam pengembangan kajian pemikiran pendidikan Islam. Amin. Wa Allah al Muwafiq ila Aqwam al Thariq. Wa Allah ‘A’lam bi al Shawab.

Samarinda, September 2015 Ahmad Muthohar, AR. M.SI

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN

1. a. Judul Penelitian : Model pengembangan Pendidikan Karakter (Studi pada SMP di Kota Samarinda

b. Macam Penelitian : ( ) Dasar ( √ ) Terapan ( ) Pengembangan

c. Kategori Penelitian

: Individual

2. Nama Peneliti

a. Nama Lengkap dan Gelar : Ahmad Muthohar, M.SI

b. Jenis Kelamin

: Laki-laki

c. Pangkat/Golongan/NIP : Lektor/IIIc/197901202003121005

d. Jabatan Fungsional

: Dosen

e. Fakultas/Jurusan/Prodi

: FTIK/PAI

f. PTAI

: IAIN Samarinda

g. Bidang Ilmu yang diteliti : Pendidikan

3. Jumlah Tim Peneliti

: 1 Orang

4. Jenis Penelitian

: Penelitian Kualitatif

5. Jangka Waktu Penelitian : April- September 2015

Samarinda, September 2015

Peneliti Kepala LP2M IAIN Samarinda

Ahmad Muthohar, M.SI M. Iwan Abdi, M.SI NIP. 197901202003121005

NIP. 197606262003121005

Mengetahui; Wakil Rektor 1

Dr. Zurqoni, M.Ag NIP. 197103151996031001

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................... 58

B. Implementasi pendidikan Karakter pada SMPN 1 .............. 59

C. Implementasi pendidikan Karakter pada SMP Plus Melati . 67

D. Implementasi pendidikan Karakter pada SMPN 27 ............ 77

BAB V : ANALISA HASIL PENELITIAN : MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SMP DI KOTA SAMARINDA

A. Telaah Model Pengembangan Pendidikan karakter .............. 83

B. Nilai karakter yang di Kembangkan ..................................... 87

C. Strategi pengembangan Pendidikan karakter ........................ 87

BAB V: PENUTUP :

A. Kesimpulan ........................................................................... 91

B. Saran/Rekomendasi ............................................................... 93

C. Penutup .................................................................................. 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Studi tentang pendidikan karakter sampai saat ini masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji. Bahkan, model pengembangan terhadap implementasi pendidikan karakter terus di sempurnakan untuk mendapatkan formula yang ideal. Bukan saja, karena pendidikan karakter telah menjadi kebijakan sistem pendidikan nasional, melainkan pendidikan karakter semakin menemukan signifikansinya dalam mempersiapkan generasi unggul dalam percaturan dunia yang semakin global.

Dalam konteks global Ke Indonesiaan, pentingnya implementasi pendidikan Karakter pada sekolah untuk disegerakan karena di landasi pemikiran bahwa s ebagai sebuah bangsa yang besar, Indonesia masih mengalami

krisis multidimensi. Masih dibutuhkan kerja keras untuk membangun karakter bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang maju, unggul, berdaya saing, dan berkarakter.

1 Menurut Kajian Suryadi , Indikasinya antara lain : Partama, Masih tingginya Indeks Angka Korupsi. Menurut Survei yang dilakukan PERC

(Polical and Economic Risk Consultancy) yang berbasis di Hongkong tahun 2011, Indonesia adalah negara terkorup dari 16 negara di kawasan Asia Pasifik

1 Baca hasil Penelitian Suryadi MA, Model pendidikan Karakter, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012

(Kompas, 9/3/2012). Selain itu juga berdasarkan data Corruption Perception Index tahun 2011, tingkat korupsi di Indonesia masih menunjukkan angka rentan (high corrupt) pada ranking 100 dari 182 negara dengan skor 3.0 dan negara paling bersih dari korupsi adalah New Zealand dengan skor 9.5.

Kedua, masih rendahnya Pengembangan SDM. Menurut laporan UNDP (United Nations Development Program) tahun 2011, HDI (Human Development Index) Indonesia menduduki ranking 124 dari 182 negara, nomor ke-12 dari 21 negara Asia Pasifik.

Ketiga, Melemahnya Keindonesiaan. Semenjak diundangkannya program desentralisasi pembangunan nasional, lahirlah otonomi daerah. Selain

memberi dampak positif bagi keleluasaan daerah dalam mengelola pendapatan dan

perekonomian daerah, muncul pula problem-problem primordialisme yang kadang

berujung pada konflik berbau SARA. Meningkatnya Konflik dan kekerasan serta makin massifnya pronografi dan Narkoba.

Secara operasional, pendidikan di Indonesia belum mampu atau bahkan makin merosot dalam menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing unggul dan berkarakter. Namun meski demikian, pendidikan adalah tanggungjawab banyak pihak, mulai orang tua, sekolah, masyarakat, hingga negara. Di beberapa negara yang berdasarkan agama, pendidikan menjadi tanggungjawab orang tua, sekolah, instansi agama, masyarakat, dan negara. Pihak mana yang tanggung-jawabnya pada tahap pendidikan tertentu lebih Secara operasional, pendidikan di Indonesia belum mampu atau bahkan makin merosot dalam menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing unggul dan berkarakter. Namun meski demikian, pendidikan adalah tanggungjawab banyak pihak, mulai orang tua, sekolah, masyarakat, hingga negara. Di beberapa negara yang berdasarkan agama, pendidikan menjadi tanggungjawab orang tua, sekolah, instansi agama, masyarakat, dan negara. Pihak mana yang tanggung-jawabnya pada tahap pendidikan tertentu lebih

Melalui lembaha pendidikan sekolah, anak dapat dibantu untuk mengerti nilai karakter yang kita harapkan, dan pelan-pelan membantu mereka untuk melatih dan menjadikan nilai itu sebagai sikap hidup mereka. Dengan demikian, Sekolah mempunyai tanggungjawab besar terhadap pendidikan karakter. karena anak minimal berada di sekolah 6 jam/hari, dan mereka dipercayakan oleh orang tua kepada sekolah untuk dididik dan dibantu berkembang menjadi pribadi yang utuh. Pendidikan karakter secara real dilakukan dengan membantu peserta didik berkarakter, sehingga kebanyakan program berintikan penyampaian nilai-nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dimiliki dan dikembangkan oleh peserta didik di dalam hidup selanjutnya.

Secara regulatif, pendidikan Karakter telah menemukan momentum dan siginikansinya di Indonesia. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab. 3 Kebijakan pendidikan nasional ini kemudian diikuti

2 Ryan, K. & Lickona, T. (1992). Character Development in Schools and Beyond. Washington, D.C.: The Council for Research in Values and Philosophy, 1992.

3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sendiri juga telah merumuskan 18 nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa yang diharapkan untuk disampaikan kepada peserta didik dalam pendidikan di sekolah formal. Nilai-nilai itu meliputi : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air,. Menghargai prestasi, Bersahabat/ komunikasi, Cinta damai, Gemar membaca Peduli social, Peduli lingkungan dan Tanggung jawab.

Nilai-nilai di atas dapat juga dikelompokkan dalam sikap kita kepada (1) Tuhan (religious, toleransi); (2) sikap terhadap sesama (toleransi, demokratis, bersahabat, cinta damai, peduli sosial); (3) sikap terhadap diri sendiri (jujur, disiplin, kerjakeras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, gemar membaca, tanggungjawab); (4) sikap terhadap alam (peduli lingkungan); dan (5) sikap terhadap Negara (cinta tanah air, semangat kebangsaan).

Pembudayaan karakter perlu dilakukan dan terwujudnya budaya atau kultur sekolah berkarakter yang merupakan tujuan akhir dari suatu proses pendidikan sangat didambakan oleh setiap lembaga yang menyelenggarakan proses pendidikan. Budaya atau kultur yang ada di lembaga, baik sekolah, kampus, maupun yang lain, berperan penting dalam membangun dan menginternalisasikan karakter kepada peserta didik yang merupakan calon Pembudayaan karakter perlu dilakukan dan terwujudnya budaya atau kultur sekolah berkarakter yang merupakan tujuan akhir dari suatu proses pendidikan sangat didambakan oleh setiap lembaga yang menyelenggarakan proses pendidikan. Budaya atau kultur yang ada di lembaga, baik sekolah, kampus, maupun yang lain, berperan penting dalam membangun dan menginternalisasikan karakter kepada peserta didik yang merupakan calon

Pengembangan pendidikan karakter di Sekolah berarti berbagai upaya dan pengembangannya yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka pembentukan karakter siswa. Istilah yang identik dengan pembinaan adalah pembentukan, pembudayaam atau pembangunan. Pengembangan karakter memang dapat dilakukan lewat berbagai kegiatan, namun akan lebih efektif jika dilakukan melalui jalur pendidikan. Terdapat beberapa alasan mengapa pendidikan karakter di sekolah lebih dapat membantu dan berjalan.

Pertama, sekolah memiliki jangkauan yang luas. Pendidikan pembangunan karakter bangsa Indonesia yang begitu luas akan lebih cepat kena sasaran lewat pendidikan formal, yang memang tersedia di seluruh Indonesia. Setiap anak didik umur sekolah dapat terkenai program pendidikan karakter tersebut. Kedua, prosesnya dapat lebih cepat. Oleh karena hampir di seluruh Indoensia ada sekolah formal, maka bila program pendidikan karakter itu sudah direncanakan secara baik, dapat dengan cepat dieksekusi. Cara ini pasti lebih cepat dibandingkan dengan memberikan dan menyerahkan kepada orang tua masing-masing.

Ketiga, sekolah mempunyai pendidik yang kompeten. Sekolah mempunyai guru yang relatif lebih kompeten untuk membantu peserta didik mendalami dan mempraktekkan karakter. Pendidik di sekolah memiliki kompetensi menyesuaikan dengan dengan level perkembangan anak.

Demikian juga, sekolah memiliki sumber daya pendidik yang mengerti berbagai model pendekatan, metode dan teknik evaluasi program.

Keempat, sekolah memiliki suasana dan Iklim belajar bagi siswa. Suasana sekolah formal, dimana peserta didik yang sebaya banyak; akan memungkinkan anak saling belajar dari teman-teman lain. Bahkan perjumpaan dengan teman-teman yang beraneka dapat menjadi sarana mereka belajar karakter saling penghar-gaan satu dengan yang lain. Bila hanya di rumah, terutama di keluarga kecil, kemungkinan perjumpaan itu tidak besar.

Melalui latar belakang inilah, penulis tertarik dan bermaksud melakukan penelitian dengan Judul : ”Model Pengembangan Pendidikan

Karakter pada Sekolah (Studi pada Sekolah menengah Pertama (SMP) di Kota Samarinda) ”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana implementasi pendidikan Karakter pada SMP di Kota Samarinda?

2. Bagaimana model pengembangan pendidikan karakter pada SMP di Kota Samarinda?

3. Faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi dan pengembangan pendidikan karakter pada SMP di Kota Samarinda?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui implementasi pendidikan Karakter pada SMP di Kota Samarinda?

2. Mengetahui model pengembangan pendidikan karakter pada SMP di Kota Samarinda?

3. Mengetahui Faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi dan pengembangan pendidikan karakter pada SMP di Kota Samarinda?

D. Signifikansi Dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki menurut hemat penulis memiliki signifikansi dan kegunaan sebagai berikut :

1. Bagi Kelembagaan STAIN samarinda, penelitian ini signifikan untuk informasi dan data tentang pendidikan karakter. Informasi dan data ini berguna sebagai bahan untuk pengembangan model kajian dan metodologi pembelajaram tentang pendidikan karakter di sekolah.

2. Bagi Mahasiswa, khususnya Prodi PAI dan MPI STAIN Samarinda, penelitian ini signifikan untuk mendapatkan pengetahuan, skill dan kompetensi yang riil dibutuhkan dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah.

3. Bagi sekolah/Madrasah Pengguna lulusan STAIN Samarinda, penelitian ini signifikan untuk memberikan ruang masukan dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah.

Sedangkan dari sisi kegunaan, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai :

1. Masukan bagi peneliti, pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam lingkup kerja-kerja pendidikan karakter.

2. Melakukan bahan dan evaluasi dan rancang bangun (design) pengembangan studi pendidikan karakter

3. Sumbangan ilmu pengetahuan dan pemikiran tentang implementasi pendidikan karakter di sekolah.

E. Definisi Operasional

Pemberian fokus arah terhadap maksud sebuah judul penelitian merupakan suatu hal yang penting. Hal ini dimaksudkan, agar suatu penelitian dapat berjalan sesuai dengan alur maksud dan tujuannya. Disamping itu, dalam rangka menghindari kesalahpahaman pemahaman terhadap isi bahasannya. Untuk itu, peneliti memandang perlu menjelaskan definisi operasional tentang judul penelitian ini.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran,

pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. 8 Namun secara luas dapat dimengerti bahwa Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan

kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. 10 Pendidikan

8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1994, hal. 232.

10 Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal Pendidikan Islam (JPI), (No.2 Th. Fakultas Tarbiyah UII, 1 Oktober 1996), hlm. 6.

juga dapat dimaknai sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Jadi, pendidikan yang dilakukan suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa bangsa. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut

menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat tersebut. 11 Sedang karakter secara etimologis berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan,

akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau watak 4 . Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian,

budi pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga

bawaan sejak lahir. 5 Makna karakter juga pernah dikemukakan oleh Thomas Lickona.

Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and

moral behavior”. 6 Jadi, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan

akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter

11 M. Natsir, Kapita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 77. 4 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.

Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682 5 Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.

Jakarta, Grasindo. Cet. I. 2007, Hal. 80. 6 Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and

Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991, hal. 51 Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991, hal. 51

Dengan dua definisi tersebut, maka fokus penelitian ini adalah studi tentang serangkaian upaya dan pengembangannya dalam pelaksanaan pendidikan karakter pada SMP di Samarinda. Dengan demikian dapat diketahui pola dan modelnya.

F. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan eksplorasi penulis, telah terdapat beberapa studi yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Adalah Thomas Lickona dalam bukunya Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility yang secara khusus mengkaji tentang pendidikan karakter di sekolah. Menurutnya, karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” Karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang

Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter (character education).Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul The Return of Character Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for Character: How Our School CanTeach Respect and Responsibility. Melalui buku ini, ia menyadarkan akan pentingnya pendidikan karakter.

Selanjutnya, dalam buku tersebut juga telah disebutkan bahwa Pendidikan karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang yang baik sehingga siswa paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Pendidikan karakter ini membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.

Michele Borba juga pernah menawarkan pola atau model untuk pembudayaan karakter. Michele Borba menggunakan istilah membangun

Kecerdasan moral, menurut Michele Borba (2008: 4), adalah kemampuan seseorang untuk memahami hal yang benar dan yang salah, yakni memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga ia bersikap benar dan terhormat. adalah sifat-sifat utama yang dapat mengantarkan seseorang menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan menjadi warga negara yang baik. Bagaimana cara menumbuhkan karakter yang baik dalam diri anak-anak disimpulkannya menjadi tujuh cara yang harus dilakukan anak untuk menumbuhkan kebajikan utama (karakter yang baik), yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan

keadilan. 7 Sementara itu, Darmiyati Zuchdi dalam bukunya ’Humanisasi

Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi’ menekankan pada empat hal dalam rangka penanaman nilai yang bermuara pada terbentuknya karakter (akhlak) mulia, yaitu inkulkasi nilai, keteladanan nilai,

fasilitasi, dan pengembangan keterampilan akademik dan sosial. 8 Ia juga menambahkan, untuk ketercapaian program pendidikan nilai atau pembinaan

7 Borba, Michele. Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi. Terj. oleh Lina Jusuf. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2008, Hal. 4

8 Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2008, Hal. 46-50.

Pemerintah Indonesia sendiri melalui Kementrian Pendidikan Nasional telah mengembangkan Grand Design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Grand Design ini dapat dijadikan sebagai rujukan konseptual dan operasional terkait dengan pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pendidikan karakter pada setiap jalur, jenjang, dan

jenis pendidikan di Indonesia. 10 Dari Tinjauan beberapa pustaka ini, maka peneliti dapat menjadikan

acuan dalam membangun kerangka teori penelitian.

G. Kerangka Teori

Secara praktis, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai- nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia paripurna (insan kamil).

Pembangunan karakter bangsa secara real dilakukan dengan membantu peserta didik berkarakter, sehingga kebanyakan program berintikan penyampaian nilai-nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dimiliki dan dikembangkan oleh peserta didik di dalam hidup selanjutnya.

9 Ibid, Hal. 55 10 Depdiknas RI. Pengembangan Karakter Sekolah. Jakarta: Depdiknas RI. 2004.

Karakter seringkali dimaknai sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau watak. 11

Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian, budi pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan

sejak lahir. 12 Menurut Thomas Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable

inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral

knowing, moral feeling, and moral behavior”. 13 Jadi, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan

komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).

Dari tinjauan diatas, maka setidaknya terdapat empat hal dalam rangka penanaman nilai yang bermuara pada terbentuknya karakter (akhlak) mulia, yaitu inkulkasi nilai, keteladanan nilai, fasilitasi, dan pengembangan

11 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682

12 Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta, 2007, Hal. 80.

Grasindo. Cet. I. 13 Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and

Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991, hal. 51

nilai. Evaluasi harus dilakukan secara akurat dengan pengamatan yang relatif lama dan secara terus-menerus. 15

Pemerintah Indonesia sendiri dalam rangka memperkuat karakter bangsa melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), telah dirumuskan 18 nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa yang diharapkan untuk disampaikan kepada peserta didik dalam pendidikan formal antara lain : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air,. Menghargai prestasi, Bersahabat/ komunikasi, Cinta damai, Gemar membaca Peduli social, Peduli lingkungan dan Tanggung jawab.

Selanjutnya, Kementrian Pendidikan Nasional telah mengembangkan Grand Design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Grand Design ini dapat dijadikan sebagai rujukan konseptual dan operasional terkait dengan pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pendidikan karakter pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di

Indonesia. 16 Selanjutnya, dalam konteks implementatif, Howard Kirschenbaum

pernah berpendapat bahwa nilai-nilai karakter dapat jalankan melalui lima metode, yaitu: 1) inculcating values and morality (penanaman nilai-nilai dan

14 Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2008, Hal. 46-50.

15 Ibid, Hal. 55 16 Depdiknas RI. Pengembangan Karakter Sekolah. Jakarta: Depdiknas RI. 2004.

education program (mengembangkan program pendidikan nilai). 17 Dari tinjauan teoritik ini, maka penelitian ini dapat disistematisasikan

dalam kerangka penelitian sebagai berikut :

Intervensi Struktural

Hasil Belajar pendidikan

Konsep SMP

Budaya

Proses

dan karakter

Karakter siswa

Intervensi

Kultural

H. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Menurut klasifikasi bidangnya, jenis penelitian ini disebut penelitian pendidikan yang bersifat the development of Islamic educational thought. Artinya, sebuah penelitian yang banyak mengkaji dan menelaah tentang perkembangan wacana pemikiran tentang persoalan-persoalan pendidikan.

17 Howard Kirschenbaum, 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and Youth Settings. Massachusetts: Allyn & Bacon, 1995.

Namun, karena fokus kajiannya sekolah yang bisa ditelusuri di tingkat lapangan, maka jenis penelitian ini adalah field research 18 Penelitian ini

merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat diskriptif kualitatif.

Selain pendekatan di atas, penelitian ini juga menggunakan beberapa pendekatan lain yakni phenomenology dan logika reflektif. Pertama, pendekatan phenomenologi, yaitu pendekatan yang mengemukakan bahwa objek ilmu tidak terbatas pada yang empirik (sensual), melainkan mencakup fenomena lain baik persepsi, pemikiran, kemauan dan keyakinan subjek

tentang suatu yang transenden, disamping yang aposteoritik 19 . Ketiga, Pendekatan logika reflektif, yaitu cara berpikir melalui proses

mondar-mandir secara cepat antara induksi dan deduksi. Logika induksi umumnya memerlukan penyajian data empirik yang cukup untuk membuat abstraksi, sedangkan logika deduktif memerlukan penjabaran sistematik

spesifik yang luas dan menyeluruh. 20 Pendekatan ini digunakan untuk menelaah Implementrasi pendidikan multikultur di sekolah.

2. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan penelitian ini terdiri dari dua jenis: Primer dan Sekunder. Dari keduanya, masing-masing terdiri dari dua jenis, yakni lapangan dan tertulis. Sumber data primer merupakan sumber data utama yang

18 Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1995, Cet. II. Hal. 3 19 Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi IV, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000, Hal. 17

20 Ibid, Hal. 6

Sumber data primer lapangan meliputi para aktor sekolah seperti kepala sekolah, komite, guru, tenaga kependidikan dan siswa. dan data lapangan lainnya seperti kantor, tempat-tempat pelaksanaan program dan sebagainya. Untuk jenis data ini, maka metode pengumpulan datanya menggunakan teknik observasi, wawancara, Focus Group Discussion, dan dan dokumentasi.

Sedangkan data-data primer tertulis bersumber dari karya-karya langsung dalam bentuk tulisan seperti pedoman sekolah, laporan, buku, artikel, buletin, laporan program, rekaman proses dan sebagainya yang berkaitan dengan implementasi pendidikan multikultur di sekolah.

Demikian halnya dengan sumber data lapangan sekunder yang antara lain meliputi: pendapat para nara sumber pendapat para pakar dan sebagainya. Maka teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara dan forum dialog atau diskusi. Adapun sumber data tertulis sekunder seperti buku, majalah, artikel, buletin dan sebagainya yang mempunyai keterkaitan dengan kajian ini, teknik pengumpulan datanya menggunakan survei literatur atau telaah pustaka.

3. Metode Analisa

Untuk keperluan analisis, penelitian ini menggunakan dua metode analisis. Pertama, metode analitis kritis. Analitis kritis yaitu metode yang mendeskripsikan, membahas dan mengkritisi gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontasikan dengan gagasan primer yang lain dalam upaya studi

perbandingan, hubungan dan pengembangan model. 21

Kedua, analisis isi (Content analysis). Analisis isi merupakan teknik penelitian untuk uraian yang objektif, sistematis dan kuantitatif dari

pengejawantahan isi 22 . Sesuai langkah-langkah metode ini, maka langkah- langkah penelitian ini sebagai berikut : 1) memilih sampel atau keseluruhan isi

pendidikan karakter di sekolah di samarinda. 2) menetapkan kerangka kategori eksternal yang relevan dengan tujuan pengkajian, yakni kategorisasi- kategorisasi meliputi model pendidikan, metodologi pendidikan, dan operasionalisasi pendidikan meliputi kurikulum (materi, metode dan evaluasi) dan relasi antar pelaku pendidikan dan sebagainya; 3) memilih satuan analisis isi diatas; 4) menyesuaikan isi dengan kerangka kategori. Dalam hal ini, kerangka pendidikan multikultur dengan kategori-kategori pembahasan yang ada; dan 5) mengungkapkan hasil sebagai distribusi menyeluruh dari semua kategorisasi yang menjadi acuan.

21 Suriasumantri, S. Jujun, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, t.pt: Pusjarlit dengan penerbit Nuansa, t.th, hal. 45

22 McQuail, Dennis, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Edisi II, Jakarta: Erlangga, 1991. Hal. 179

J. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab satu pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, definisi operasional, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab dua, mengenai konsep dan model pengembangan pendidikan karakter yang meliputi; pengertian karakter, pengertian pendidikan karakter,Tujuan pendidikan karakter, urgensi pendidikan karakter, karakteristik pendidikan karakter dan Strategi pendidikan Karakter, Bab ketiga, membahas tentang Implementasi pendidikan karakter pada SMP di Kota Samarinda. Bab keempat membahas analisis yang meliputi model implementasi dan Pengembangan pendidikan karakter pada sekolah di kota samarinda, Bab kelima adalah kesimpulan dan rekomendasi.

20

BAB II KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER

Menghadirkan sebuah konsepsi dasar merupakan keniscayaan dalam melakukan sebuah kajian sebagai basis teori yang akan diterapkan. Untuk itu, melakukan kajian penelitian tentang model pengembangan Pendidikan karakter pada sekolah, maka mewajibkan untuk menghadirkan teori tentang Pendidikan Karakter dan teori tentang Model Pengembangan Pendidikan Karakter. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan tentang dua konsep tersebut sebagai basis teori penelitian ini.

A. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter saat ini telah menjadi diskursus menarik dan penting bagi banyak kalangan, khususnya bagi dunia pendidikan. untuk itu, untuk memulai kajian tentang Pendidikan Karakter, penulis akan menghadirkan dua pengertian dari dua term istilah tersebut, yakni pengertian pendidikan dan pengertian karakter. dengan demikian, diharapkan akan memunculkan pemahaman tentang pendidikan karakter lebih utuh.

Pendidikan dipandang sebagai hal yang sangat penting, sehingga banyak pihak yang merasa perlu untuk memberikan definisi dan pengertian. Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu ilmu menuntun anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata Pendidikan dipandang sebagai hal yang sangat penting, sehingga banyak pihak yang merasa perlu untuk memberikan definisi dan pengertian. Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu ilmu menuntun anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata

Para ahli pendidikan menemui kesulitan dalam merumuskan definisi pendidikan. Kesulitan itu antara lain disebabkan oleh banyaknya jenis kegiatan serta aspek kepribadian yang dibina dalam kegiatan ini. JOE Park umpamanya merumuskan pendidikan sebagai pengajaran (instruction). Sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Mayer Grene mendefinisikan pendidikan dengan usaha manusia untuk menyaiapkan dirinya untuk suatu kehidupan bermakna. Di dalam definisi ini aspek

pembinaan pendidikan lebih luas. 2 Menurut Marimba, dalam buku Metodologi Pengajaran Agama Islam

mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani si terdidik menuju

terbentuknya kepribadian yang utama 3 Soegarda Poerbakawatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan”

menguraikan pengertian pendidikan sebagai “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamanya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1994, hal. 232.

2 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995, hal. 5-6

3 Ahmad Tasfir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008), h. 6 3 Ahmad Tasfir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008), h. 6

Dengan kata lain, pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia; beliau mengatakan bahwa “Pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan jasmani anak didik.”

Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara singkat pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya. Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang

[primitif]. 5 Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan

anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Jadi, pendidikan yang dilakukan suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan

4 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h.120 5 Ahmad Syafii Maarif, menyatakan apabila dilihat dari segi sejarah, pendidikan

merupakan suatu gerakan yang telah berumur sangat tua. Dalam bentuk sederhana dapat dipahami, pendidikan telah dijalankan sejak dimulainya manusia di muka bumi ini. Penguasaan alam semesta, memberi contoh pendidikan kepada manusia dan dilanjutkan dengan mendidik keluarga. Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal Pendidikan Islam (JPI), (No.2 Th. Fakultas Tarbiyah UII, 1 Oktober 1996), hlm. 6.

dengan rekayasa bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat

tersebut. 6 Adapun karakter secara etimologis berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan,

akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau watak 7 . Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian,

budi pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga

bawaan sejak lahir. 8

karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadaminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak dan budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai watak,

tabiat, pembawaan, kebiasaan. 9

6 M. Natsir, Kapita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 77. 7 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta:

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682 8 Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.

Jakarta, Grasindo. Cet. I. 2007, Hal. 80. 9 10Pius A Partanto, dkk , Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : AROKALA, 2001), h.24

Secara terminologi Sedangkan secara terminologi, istilah karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Menurut Simon Philips dalam buku Refleksi Karakter Bangsa, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap dan prilaku yang ditampilkan. Sementara itu, Koesoema A,

mengatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian 10 . Kepribadian disini dianggap beliau sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri

seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.

Sedangkan Imam Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Hermawan Kertajaya, mendefinisikan karakter sebagai “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.13 Ciri khas tersebut adalah

10 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, ( Jakarta : Bumi Aksara. 2011), h. 70 10 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, ( Jakarta : Bumi Aksara. 2011), h. 70

bertindak, bersikap, berujar, serta merespon sesuatu. 11

Sedangkan Makna karakter juga pernah dikemukakan oleh Thomas Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral

feeling, and moral behavior”. 12 Jadi, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap

kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).

Dari beberapa penjelasan diatas dapat difahami, bahwasanya pendidikan karakter ialah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Dan individu yang berkarakter baik ialah individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya (perasaannya), serta memiliki nilai-nilai seperti amanah, beriman, bertaqwa,

11 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, (Bandung : ALFABETA, 2012), h.2

12 Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991, hal. 51 12 Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991, hal. 51

hormat, tertib, produktif, susila, tekun, tegar, tepat janji, ulet 13

Selanjutnya pendidikan karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan social, pengembangan emosional, dan pengembangan etika para peserta didik. Merupakan suatu upaya proaktif yang dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah untuk membantu siswa mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etik dan nilai-nilai kinerja, seperti kepedulian, kejujuran, kerajinan, fairness, keuletan dan ketabahan (fortitude), tanggung jawab, menghargai diri sendiri dan orang lain.

Seperti apa yang diungkapkan oleh Scerenko bahwa, pendidikan karakter dapat difahami atau dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulsi (usaha maksimal untuk mewujudkan

hikmah dari apa-apa yang diamati dan yang dipelajari). 14 Seperti yang telah diungkapkan oleh Koesoema A dan Imam Ghazali

diatas, bahwa istilah karakter dapat diartikan dengan akhlak dan budi pekerti,

13 Abdul Majid & Dian Andayani ,Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA. 2011) h. 45

14 Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, h.45 14 Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, h.45

lahirnya perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang 15 . Sedangkan sebagian ulama, mendefinisikan Akhlak sebagai suatu keadaan yang melekat

pada jiwa manusia yang melahirkan perbuatan baik ataupun buruk. 16 Jadi dari beberapa statement diatas dapat disimpulkan bahwa,

pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan budi pekerti, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk dapat memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Dalam kaitannya dengan hal ini, maka sikap/karakter atau budi pekerti telah mengandung lima rumusan atau jangkauan atau integritas sebagai berikut: a) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan, b) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri, c) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga, d) sikap dan perilaku dalam hubungannya

15 Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.10 16 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

1998), h.345 1998), h.345

Adapun karakteristik sosok pribadi yang berakhlak mulia atau berbudi pekerti luhur itu dapat direfleksikan atau aktualisasikan dalam sikap dan prilaku sebagai berikut:20 a) berpenampilan bersih dan sehat, b) bertutur kata yang sopan, c) bersikap respek, menghormati orang tua dan orang lain tanpa melihat perbedaan kedudukan, harta kekayaan atau suku, d) memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahtraan dan kemajuan masyarakat atau bangsa, baik melalui ilmu pengetahuan, kekayaan (zakat, infaq atau shodaqoh), atau jabatan (otoritas), e) menjalin ukhuwah islamiyah dan ukhuwah basyariyah atau insaniyah, f) bersikap amanah, bertanggung jawab atau tidak khianat pada saat diberi kepercayaan, g) bersikap jujur dan tidak suka berbohong (berdusta), h) memelihara ketertiban, keamanan, keindahan dan kebersihan lingkungan.

B. Prinsip Dasar Pendidikan Karakter

Menurut Foerster, pencetus pendidikan karakter dan pedagog Jerman, menyebutkan ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter, antara lain: 18

a. Keteraturan interior, dimana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normative setiap tindakan.

17 Muchlas Samani, & Hariyant, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya.2012), h.46-47

18 Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.37 18 Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.37

c. Otonomi, di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan orang lain.

d. Keteguhan dan kesetiaan, keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Sedang dalam praktiknya, Lickona dkk, menemukan sebelas prinsip agar pendidikan karakter dapat berjalan efektif. Kesebelas prinsip tersebut sebagai berikut: 1) Kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai pondasi karakter yang baik. 2) Definisikan „karakter‟ secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan dan perilaku. 3) Gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter. 4) Ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian.

5) Beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral. 6) Buat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untu berhasil. 7) Usahakan mendorong motivasi diri siswa. 8) Libatkan staf sekolah sebagai 5) Beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral. 6) Buat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untu berhasil. 7) Usahakan mendorong motivasi diri siswa. 8) Libatkan staf sekolah sebagai

Menurut Rusworth Kidder dalam How Good People Make Tough Choices (1995), beliau menyampaikan tujuh kualitas yang diperlukan dalam pendidikan karakter, yaitu seven E’s antara lain sebagai berikut: Pemberdayaan (Empowered), efektif (Effective), komunitas harus membantu dan mendukung sekolah dalam menanamkan nilai-nilai (Extended into the community), integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh raingkaian proses pembelajaran (Embedded), melibatkan komunitas dan menampilkan topik- topik yang cukup esensial (Engaged), harus ada koherensi antara cara berfikir makna etik dengan upaya yang dilakukan untuk membantu siswa

menerapkannya secara benar (Epistemological), evaluasi (Evaluative). 19

C. Tujuan Pendidikan Karakter

Setiap model pendidikan tentu memiliki tujuan. Demikian pula dengan pendidikan Karakter. Pendidikan karakter menjadi penting untuk

19 Abdul Majid & Dian Andayani ,Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.37 19 Abdul Majid & Dian Andayani ,Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.37

Alasan utamanya tentu saja adanya fenomena kemerosotan moral, sehingga lembaga pendidikan perlu segera untuk mencari cara bagaimana lembaga pendidikan kembali mampu menyumbangkan perannya bagi perbaikan kultur. Hal inilah yang mendasari pentingnya penerapan pendidikan karakter di sekolah.