Karakterisasi dan Uji Aktivitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Sisik Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) dan Gliserin Untuk Pembungkus Sosis

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sisik Ikan Gurami(Oshpronemus gouramy)

Sisik ikan dapat dianggap sebagai kerangka luar dan susunan sisik seperti susunan genting dengan bagian belakangnya bebas, dengan demikian ada bagian sisik yang tertutup oleh sisik lainnya. Sebagian besar ikan tubuhnya ditutupi oleh sisik. Sisik berasal dari lapisan kulit yang dinamakan dermis, sehingga kulit sering disebut rangka dermis. Beberapa ikan sisiknya menjadi keras karena bahan penyusunnya. Ikan yang tingkat evolusinya lebih modern, kekerasan sisiknya sudah tereduksi menjadi sangat lentur (Rahardjo et al. 1988). Sisik ikan adalah jaringan yang mengandung osteoblast dan osteoclast seperti yang ditemukan pada tingkat vertebrata yang lebih tinggi, namun regulasi aktivitas sel dalam jaringan masih sedikit diketahui (Rotllant et al. 2005). Sisik juga mempunyai karakteristik yang ditemukan dalam struktur-struktur lain seperti tulang, gigi dan urat daging yang bermineral. Semua bahan ini sebagian besar dibentuk oleh suatu komponen organik (yaitu kolagen), suatu komponen mineral (yaitu hydroxyapatite) dan air (Torres et al. 2007).

Jenis sisik gurami adalah stenoid Nikol’skii (1961). Sisik stenoid tedapat pada sebagian besar golongan Osteichthyes, yang masing-masing terdapat pada golongan ikan berjari-jari sirip lemah (Malacopterygii). Sisik ini sangat tipis, fleksibel, transparan, dan tidak mengandung dentin ataupun enamel. Bagian-bagian sisik sikloid pada dasarnya sama dengan sisik stenoid, kecuali Bagian-bagian posterior sisik stenoid dilengkapi dengan stenii (semacam gerigi kecil). Bentuk sisik stenoid sebagai berikut :


(2)

Bagian yang tertanam pada dermis bagian yang tampak Alur

(radi/radius)

Anulus I fokus

geligi

Garis tepi (stenii)

depan

kromatofor

Sirkulus Garis gelap

Gambar 2.1. Ilustrasi Sisik Ikan Tipe Stenoid pada Ikan Bertulang Punggung (bony ridge)

2.2. Sisik Ikan sebagai Bahan Pengisi

Bahan pengisi dapat diklasifikasikan menurut sifat-sifat kimia dan fisiknya. Pada awalnya pengisi dibagi atas pengisi organik dan anorganik tetapi dapat juga dibagi atas pengisi berserat dan partikulat seperti pada Gambar di bawah ini.


(3)

Pengisi

Organik Anorganik

Berserat: Tidak Berserat: Berserat: Tidak berserat:

- kapas -karbon hitam -asbestos -silika

- serbuk kayu -grafit -serat jaca -tanah liat

- kelapa sawit -abu sekam padi -serat kevlar -kalsium

- dsb -dsb -serat aramid -mika

-dsb -dsb

Gambar 2.3. Skema Bahan Pegisi

Pengunaan pengisi alamiah sebagai penguat memberikan beberapa keuntungan dibanding bahan pengisi mineral yaitu kuat dan pejal, ringan, ramah lingkungan, sangat ekonomis dan sumber dapat diperbaharuhi. Pengisi alamiah juga memiliki kelemahan dan kekurangan yaitu, mudah terurai karena kelembaban, adhesi permukaan yang lemah pada polimer hidrofobik, Diantara berbagai jenis bahan pengisi yang umum digunakan dalam komposit ialah serat kaca, serat karbon, serat kevlar, dan serat alamiah seperti serat kelapa, serat nenas, serat kelapa sawit, serat pohon karet, serbuk kayu dan sebagainya. Luo dan Netravali (1999) telah meneliti dan membuktikan bahwa sifat-sifat regangan dan fleksibilitas yang dihasilkan pada komposit dengan kandungan serat nenas yang berbeda-beda, lebih baik dibandingkan dengan resin tanpa pengisi. Belmeras et al, (1983) menemukan bahwa serat-serat sisal dan kelapa sawit memiliki sifat regangan, sifat kimia dan fisika yang sama sehingga baik digunakan sebagai bahan pengisi (Abubakar,2009).

Penggunaan sisik ikan sebagai bahan pengisi karena diketahui memiliki rendemen berkisar 3,8 dan sampai 4,9 % diperoleh berdasarkan bobot molekul


(4)

tertentu. Sisik ikan memiliki sifat fisik kimia yang baik untuk kesehatan seperti protein, karbohidrat, lemak dan kadar airnya. Kandungan air 70%, protein 27%, lipid 1% dan abu 2%, komponen organik dari sisik ikan yaitu 40-90% dan komponen terbanyaknya adalah kolagen. Diketahui sisik ikan dengan bobot gurami rata-rata 1,2 kg dengan rendemen 3,85% memiliki protein 35,16%, air 33,68%, abu 24,82%, karbohidrat 5,68%, lemak 0,66% kalsium 7,32%, kitin 0,99% (Yogaswari, 2009).

2.3. Manfaat Sisik Ikan Gurami(Oshpronemus gouramy)

Sisik ikan merupakan limbah padat yang selama ini hanya dibuang dan langsung mencemarkan lingkungan. Padahal sisik ikan banyak mengandung kolagen yang langsung mencair pada tubuh pada suhu 8 ºC sehingga sangat mudah diserap oleh tubuh. Sumber kolagen paling banyak pada kulit dan sisiknya. Sisik ikan banyak mengandung senyawa organik antara lain protein sebesar 41-81% berupa kolagen. (Noor, A.M, 2010). Kolagen selain berfungsi di dalam tubuh juga berfungsi di berbagai bidang industri. Di dalam tubuh kolagen berfungsi untuk melindungi tulang dari kerusakan untuk memperkuat dan merangsang pertumbuhan akar rambut serta memperkuat kuku. Dibidang industri, kolagen digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan produk perawatan rambut, wajah dan tubuh seperti sampo, kondisioner, sabun, body lotion dan kosmetik lainnya. (Rosmawati,2007)

2.4. Edible Film

Edible film adalah suatu lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotan. Salah satu jenis kemasan yang bersifat ramah lingkungan adalah kemasan edible (edible packaging). Keuntungan dari edible packaging adalah dapat langsung dimakan serta aman bagi lingkungan. Edible film dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu pelapis (edible coating) dan berupa lembaran (edible film). Bahan pengemas telah memainkan peranan yang sangat


(5)

penting dalam rantai distribusi produk makanan olahan dan telah menjadi satu bagian baik dalam proses pembuatan makanan tersebut maupun dalam proses pendistribusiannya. Bahan pengemas digunakan untuk melindungi makanan dari lingkungan sekitarnya seperti cahaya, mikroba, abu, tekanan mekanis,uap air dan lain-lain. Bahan pengemas harus mampu melindungi makanan dari berbagai macam kemungkinan kerusakan yang akan dialaminya seperti misalnya akibat dari proses fisiologis (contoh proses respirasi pada sayuran dan buah-buah segar), proses kimiawi (contoh oksidasi lemak), proses fisika (contoh dehidrasi), aspek mikrobiologis (contoh timbulnya jamur) dan pencemaran oleh serangga. Edible packaging pada bahan pangan pada dasarnya dibagi menjadi tiga jenis bentuk, yaitu edible film, edible coating dan enkapsulasi.Edible coating langsung dibentuk pada produk sedangkan pada edible film pembentukannya tidak secara langsung pada produk yang akan dilapisi atau dikemas. Fungsi dari edible film sebagai penghambat perpindahan uap air, menghambat pertukaran gas, mencegah kehilangan aroma, mencegah perpindahan lemak, meningkatkan karakteristik fisik, dan sebagai pembawa zat aditif. Jumlah karbondioksida dan oksigen yang kontak dengan produk merupakan salah satu yang harus diperhatikan untuk mempertahankan kualitas produk dan akan berakibat pula terhadap umur simpan produk. Edible film yang terbuat dari lipida dan juga film dua lapis (bilayer) ataupun campuran yang terbuat dari lipida dan protein atau polisakarida pada umumnya baik digunakan sebagai penghambat perpindahan uap air dibandingkan dengan edible film yang terbuat dari protein dan polisakarida dikarenakan lebih bersifat hidrofobik (Hui,2006).

2.5. Bahan Tambahan Edible Film

2.5.1. Tepung Tapioka Bahan Pembuatan Film Layak Makan

Tepung tapioka (kanji) dibuat secara langsung dari singkong segar.Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan dihaluskan. Tepung tapioka merupakan produk awetan singkong. Singkong yang diolah menjadi tepung tapioka dapat bertahan selama 1-2 tahun dalam penyimpanan (apabila


(6)

dikemas dengan baik). Perlakuan selama proses produksi menyebabkan kadar HCN (asam sianida) turun drastis mencapai ambang batas aman bagi konsumen.

Pada proses pembuatan tepung tapioka dapat dicapai rendemen 25%, artinya setiap 100 kg singkong dapat dihasilkan tepung tapioka sebanyak 25 kg. Beberapa hal yang mempengaruhi pencapaian rendemen tersebut adalah umur singkong kurang dari 9 bulan, mesin atau alat parut yang kurang baik sehingga hasil parutan kurang halus, proses pemerasan kurang sempurna sehingga tidak seluruh bagian tepung terekstraksi dan lain-lain.

Tepung tapioka memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan bakunya (singkong), yaitu lebih tahan dalam penyimpanan, lebih mudah didistribusikan karena praktis, ringan dan aman. Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran/tambahan pada berbagai macam produk antara lain kerupuk, biskuit, kue kering, alkohol, lem. Selain itu tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan pemadat, bahan pengisi (filler), bahan pengikat pada industri makanan olahan, dan juga sebagai bahan penguat benang (warp seizing) pada industri testil. (Suprapti,2005).

2.5.2. Plasticizer Gliserol

Plasticizer adalah bahan non volatile dengan titik didih tinggi yang apabila ditambahkan ke dalam bahan lain akan merubah sifat fisik atau fisik mekanik dari bahan tersebut (Krochta,et.al, 1994). Penggunaan plasticizer dengan jumlah yang berbeda-beda. Biasanya dengan bahan biopolimer dan dengan penambahan plasticizer. Masing-masing komponen akan memberikan kontribusi pada sifat keseluruhan, misalnya dalam pembuatan plastik dengan penambahan plasticizer memiliki sifat yang lebih fleksibel namun penambahan yang berlebihan juga dapat memberikan pengaruh yang tidak baik. Gliserol merupakan salah satu plasticizer yang efektif dan murah dan cenderung dapat menghasilkan plastik yang fleksibel bahkan pada suhu yang sangat rendah.

Gliserol atau gliserin atau 1,2,3-propanatriol adalah alkohol jenuh bervalensi tiga, alkohol primer atau alkohol sekunder. Pada suhu kamar berupa zat


(7)

cair yang tidak berwarna, kental, netral terhadap lakmus dan rasanya manis. Dalam keadaan murni mempunyai sifat hidrokopis. Dapat bercampur dengan air tetapi tidak larut dalam karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, karbon disulfide dan benzene. Gliserol dapat mencegah terbentuknya endapan pada reaksi antara tembaga sulfat encer dan natrium hidroksida encer. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya senyawa komplek yang larut. Hasil oksidasi gliserol tergantung pada kekuatan oksidator yang digunakan. Dengan oksidator lemah akan terbentuk gliseral-dehida sedangkan dengan oksidator kuat akan terbentuk asam gliserat. Gliserol mempunyai banyak kegunaan, terutama sebagai bahan dasar untuk sintesis senyawa organik lainnya. Pada konsentrasi 25% gliserol bekerja sebagai antiseptik. Selain sebagai pelarut dan pemanis, gliserol juga digunakan sebagai pengawet vaksin dan fermen (Steven,E.S, 2002).

2.5.3. Kitosan

Kitosan adalah poli - ( 2 – amino – 2 – deoksi – β - ( 1 – 4 ) – D – glukopiranosa ) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme.

Gambar 2.4 Struktur Polimer Kitosan

Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi yaitu mencapai 85-93%. Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga sangat acak, sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu proses kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan dan melibatkan banyak reaksi samping


(8)

yang dapat menurunkan rendemen. Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakterisasi yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya. Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi spesifik [α]D11

-3 hingga -100 (pada konsentrasi asam asetat 2%). Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan di dalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1 % sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu untuk kita ketahui, bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya. Sifat fisika dan kimia kitosan di atas telah dijadikan bagian dalam penentuan spesifikasi kitosan niaga.

Kitosan dalam bentuk terprotonasi menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi dan bersifat sebagai polielektrolit kationik dan sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif dan biomolekul permukaan, sedangkan dalam bentuk netralnya kitosan mampu mengompleks ion logam berat berbahaya seperti Cu, Cr, Cd, Mn, Co, Ph, Hg, Zn dan Pd.

Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Dibidang industri, kitin dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak, tannin, PCB (poliklorinasi bifenil), mineral dan asam organik, media kromatografi afinitas, gel dan pertukaran ion, pembentuk film dan membran mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp, dan produk tekstil. Sementara dibidang pertanian dan pangan, kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur pakan ternak, antimikroba, anti jamur, serat bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental dan pengemulsi produk olahan pangan, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasidifikasi buah-buahan, sayuran dan


(9)

penjernih sari buah.fungsinyasebagai antimikroba dan antijamur jugaditerapkan dibidang kedokteran. Kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans dan Staphylacoccus aureus. selain itu, biopolimer tersebut juga berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran dialisis, bahan shampoo dan kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom, bahan ortopedik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan, antiinfeksi (Sugita, 2009).

2.6. Sifat-Sifat Edible film

Sifat fisik dari film yaitu sifat mekanik dan penghambatan. Sifat fisik menunjukkan kemampuan kekuatan film dalam menahan kerusakan bahan selama pengolahan, sedangkan sifat penghambatan menunjukkan kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunakan film tersebut.

1. Ketebalan edible film

Ketebalan merupakan sifat fisik edible film yang besarnya dipengaruhi oleh konsentrasi padatan terlarut. Ketebalan film akan mempengaruhi laju transmisi uap air, gas dan senyawa volatil. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film maka semakin sulit dilewati uap air.

2. Perpanjangan edible film atau elongasi

Perpanjangan edible film atau elongasi merupakan kemampuan perpanjangan bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film menunjukkan kemampuan rentangnya.

3. Kekuatan peregangan edible film atau tensile strength

Peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya. Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh bahan atau sampel.

4. Kelarutan edible film

Kelarutan film merupakan faktor yang penting dalam menentukan biodegradibilitas film ketika digunakan sebagai pengemas. Ada film yang


(10)

dikehendaki tingkat kelarutannya tinggi atau sebaliknya tergantung jenis produk yang dikemas.

5. Laju transmisi uap air

Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah untuk menahan migrasi uap maka permebelitasnya terhadap uap air harus serendah mungkin.

6. Warna Edible film

Perubahan warna edible film dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi bahan pembentuk edible film dan suhu pengeringan. Warna edible film akan mempengaruhi penampakan produk sehingga lebih menarik.

2.7. Karakterisasi Edible Film

2.7.1. Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) dikembangkan untuk mempelajari secara langsung struktur permukaan, mikrostruktur, dan morfologi bahan. Alat SEM yang digunakan pada penelitian ini dilengkapi dengan EDS (Energy Dispersive Spectroscopy). EDS dihasilkan dari Sinar-X karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar-X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung.

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan sejenis mikroskop yangmenggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resoles itinggi. Analisa SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositasdan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut elektron gun. Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan elektron gun terkondensasi dilensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objekstif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang


(11)

dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas dipermukaan Cathoda Ray Tube (CRT) sebagai topografi gambar. Pada sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar.

Cuplikan yang akan dianalisis dalam kolom SEM perlu dipersiapkan dahulu, walaupun telah ada jenis SEM yang tidak memerlukan pelapisan (coating) cuplikan. Terdapat tiga tahap persiapan cuplikan, antaralain:

1. Plat dipotong dengan menggunakan gergaji intan. Seluruh kandungan air, larutan dan semua benda yang dapat menguap apabila divakum, dibersihkan.

2. Cuplikan dikeringkan pada suhu 60°C minimal selama 1 jam.Cuplikan non logam harus dilapisi dengan emas tipis atau logam lainnya, seperti Pt. 3. Cuplikan logam dapat langsung dimasukkan dalam ruang cuplikan.

Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat konduktif agar dapat memantulkan berkas elektron dan mengalirkannya ke ground.

Bila lapisan cuplikan tidak bersifat konduktif maka perlu dilapisi dengan emas atau Pt. Pada pembentukan lapisan konduktif, spesimen yang akan dilapisi diletakkan pada tempat sampel disekeliling anoda. Ruang dalam tabung kaca dibuat memliki suhu rendah dengan memasang tutup kaca rapat dan gas yang ada didalam tabung dipompa keluar. Antara katoda dan anoda dipasang tegangan 1,2 kV sehingga terjadi ionisasi udara yang bertekanan rendah. Elektron bergerak menuju anoda dan ion positif dengan energi yang tinggi bergerak menumbuk katoda emas. Hal ini menyebabkan partikel emas menghambur dan mengendap dipermukaan spesimen. (Gunawan dan Azhari, 2010).

2.7.2. Spektroskopi Infra Merah dan FTIR

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik (REM). Interaksi yang terjadi dalam spektroskopi inframerah ini merupakan interaksi dengan REM melalui absorbansi


(12)

radiasi. Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan gelombang mikro. Molekul menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus. Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan pindahnya sebuah elektron ke orbital dengan energi yang lebih tinggi. Radiasi inframerah tidak cukup mengandung energi untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya hanya mengakibatkan membesarnya amflitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain (Sudarmadji, 1989).

Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah vibrasi molekul yang dideteksi dan dapat diukur pada spektrofotometer infra merah. Spektra didaerah infra merah dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat bahan, perubahan struktur yang sedikit saja dapat memberikan perubahan yang dapat diamati pada spectrogram panjang gelombang versus transmitasi. Menurut Sastrohamidjojo (1992), panjang gelombang yang diserap oleh berbagai tipe ikatan tergantung pada jenis vibrasi ikatan tersebut. Oleh karena itu berbagai jenis ikatan mengabsorbsi radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berbeda.Perubahan ini sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul dengan membandingkan spektogram yang dihasilkan oleh bahan yang diuji terhadap bahan yang sudah diketahui secara kualitatif. Penerapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan fungsi puncak pada panjang gelombang terkait yang dihasilkan oleh zat-zat yang diujikan dan zat standart. Spectra inframerah ditujukan terutama untuk senyawa organik yaitu analisis gugus fungsi yang dimiliki oleh senyawa tersebut (Mulja, M. 1995).

Kebanyakkan spektrum inframerah merekam panjang gelombang atau frekuensi versus %T. Tidak adanya serapan atau suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu direkam sebagai 100%T (dalam keadaan ideal). Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh contoh akan berkurang. Ini menyebabkan suatu penurunan %T dan terlihat didalam spektrum sebagai suatu sumur, yang disebut sebagai puncak absorpsi atau pita absorpsi. Bagian spektrum dimana %T menunjukkan angka 100 (atau hampir 100) disebut garis dasar (baase line), yang didalam spektrum inframerah direkam pada bagian atas (Fessenden, 1992).


(13)

2.7.3. Antioksidan

Sejak perang dunia pertama telah dikenal lebih kurang sebanyak 500 macam persenyawaan kimia yang mempunyai aktivitas antioksidan, yaitu dapat menghambat atau mencegah kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat proses oksidaasi. Pada pertama kali, bahan kimia tersebut ditambahkan untuk menghambat kerusakan oleh oksidasi pada karet, gasoline, plastik atau bahan non pangan lainnya dan belum digunakan dalam bahan pangan karena pada saat itu belum diketahui sampai berapa jauh pengaruh racun yang mungkin dapat ditimbulkannya. Sekarang antioksidan tersebut telah banyak digunakan atau ditambahkan ke dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Berdasarkan penelitian Food Laboratories of Eastman Chemical Product Inc, telah diketahui efektifitas beberapa jenis antioksidan, sifat sinergis dari fosfolipid serta pengaruh asam sitrat dan asam fosfat terhadap aktifitas antioksidan pada kondisi tertentu. (Ketaren. S, 2005).

Sebagian penyakit disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Tampaknya oksigen merupakan sesuatu yang diparadoksial dalam kehidupan. Molekul ini sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberikan energi pada proses metabolisms dan represi, namun pada kondisi tertentu keberadaan dapat berimplikasi pada berbagai penyakit dan kondisi degenetatif seperti kanker. Reaksi oksidasi terjadi setiap saat, ketika kita bernafas pun terjadi reaksi oksidasi. Reaksi ini mencetuskan terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif yang dapat merusak struktur serta fungsi sel. Namun reaktivitas radikal bebas itu dapat dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh. Para ahli kimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Senyawa ini terbentuk didalam tubuh dipicu oleh bermacam-macam faktor. Radikal bebas bisa terbentuk, misalnya ketika komponen makanan diubah menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme. Pada proses metabolisme ini sering kali terjadi kebocoran elektron. Dalam kondisi demikian mudah sekali terbentuk radikal bebas, seperti anion superoksida, hidroksil dan lain-lain. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan radikal


(14)

bebas, tapi mudah berubah menjadi radikal bebas. Misalnya hidrogen peroksida (H2O2), ozon dan lain-lain. Kedua kelompok senyawa tersebut sering diistilahkan sebagai Senyawa Oksigen Reaktif (SOR) atau Reaktive Oxygen Species (ROS). Senyawa ini juga memiliki aktivitas yang sama dan memberikan akibat yang hampir sama, meskipun melalui proses yang berbeda. Sebagai contoh dampak reaksi H2O2 (Sebagai antioksidan) dan radikal bebas hidroksil (OH•) terhadap glutation (GSH) atau reduktor. Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifatnya yang segera menarik atau menyerang elektron disekelilingnya, senyawa radikal bebas juga dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal. Berdasarkan sifat ini, radikal bebas dianggap sama dengan oksidan. Pemahaman radikal bebas sebagai oksidan memang tidak salah, tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap oksidan merupakan radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksigen non-radikal. Hal ini berkaitan dengan tingginya reaktivitas senyawa radikal bebas tersebut, yang mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal baru. Bila senyawa radikal baru tersebut bertemu dengan molekul lain akan terbentuk radikal baru lagi dan seterusnya sehingga akan terjadi reaksi berantai. Reaksi seperti ini akan berlanjut terus dan baru akan berhenti apabila reaktivitasnya diredam oleh senyawa yang bersifat antioksidan seperti glutation (Winarsi,H.2007).

Pembentukkan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Inilah penyebab utama dari proses penuaan dan berbagai penyakit degenetatif. Radikal bebas yang penting dalam makhluk hidup dan yang sangat berbahaya adalah radikal bebas oksigen (RBO), yaitu hidroksil (OH•), superoksida (O2-), nitrogen monooksida (NO), dan peroksil (RO2•), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), oksigen singlet (1O2) dan ozon (O3) bukanlah radikal tetapi dengan mudah dapat menjurus ke reaksi-reaksi radikal bebas. (Silalahi.J,2007)

2.7.3.1. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan DPPH

Peredaman radikal merupakan suatu mekanisme utama dari antioksidan berperan dalam makanan. Metode yang telah dikembangkan dalam perhitungan nilai


(15)

aktivitas antioksidan oleh peredaman radikal sintetis dalam pelarut organik polar pada suhu kamar. Dalam pengujian DPPH peredaman radikal-radikal DPPH diikuti dengan memantau penurunan absorbansi yang disebabkan karena reduksi oleh antioksidan (AH) atau reaksi dengan spesi radikal (R•),

DPPH • + AH DPPH-H + A•

DPPH • + R • DPPH-R

Reaksi cepat terjadi pada radikal DPPH dengan beberapa senyawa fenolik, tetapi reaksi selanjutnya lambat yang disebabkan terjadinya penurunan absorbansi. Oleh karena itu, keadaan dasar tidak akan tercapai untuk bebarapa jam. Kebayakan dokumentasi untuk penggunaan metoe DPPH adalah peredaman 15 atau 30 menit untuk reaksi. Hasil uang dituliskan berupa IC50 yang merupakan suatu konsentrasi sampel antioksidan yang diuji mampu melakukan perdeman 50% terhadap radikal DPPH dalam jangka waktu tertentu. (Murkovic,M.2015)

2.7.4. Uji Aktivitas Mikrobiologi Pangan

Sejumlah besar penelitian memperlihatkan bahwa makanan tambahan yang dioalah dalam kondisi yang tidak higenis kerapkali terkontaminasi berat dengan bakteri patogen dan merupakan faktor resiko utama dalam penularan penyakit, Dalam kemasan edible film dapat ditambahkan bahan baku seperti antimikroba. Kemasan antimikroba adalah sistem kemasan yang mampu mengendalikan, mengurangi, menghambat atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan mengurangi kontaminasi permukaan makanan.

Berdasarkan pewarna gram karena perbedaan struktur dinding selnya, bakteri digolongkan menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

1. Escherichia Coli

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 mikrometer dan diameter 0,5 mikrometer, bersifat anaerob fakulatif, biasanya dapat bergerak dan tidak membenruk spora. Bakteri ini umumnya hidup pada rentang 20-40ºC, optimum pada 37ºC. Escherichia coli merupakan bakteri yang secara normal terdapat di dalam usus dan berperan dalam


(16)

proses pembusukan sisa-sisa makanan. Keberadaan bekteri ini merupakan parameter ada tidaknya materi fekal di dalam suatu habitat khusunya air, Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada dalam tinja manusia dan dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti diare.

2. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau anaerobfakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter 0,8 – 1,0 μm, tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning. Bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37ºC tetapi paling baik membentuk pigmen pada suhu 20-25ºC. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lender, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan.

Usaha untuk menjaga agar mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan makanan dapat mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan pangan dan memperkecil kemungkinan adanya patogen. Pengepakan (kemasan) makanan, pengalengan makanan yang telah diolah dan pelaksanaan metode yang memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan makanan merupakan contoh penanganan aseptik (Jawetz,2001).

2.9. Sosis

Sosis merupakan suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan, ternak dan rempah, serta bahan bahan laut. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama.


(1)

27

dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas dipermukaan Cathoda Ray Tube (CRT) sebagai topografi gambar. Pada sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar.

Cuplikan yang akan dianalisis dalam kolom SEM perlu dipersiapkan dahulu, walaupun telah ada jenis SEM yang tidak memerlukan pelapisan (coating) cuplikan. Terdapat tiga tahap persiapan cuplikan, antaralain:

1. Plat dipotong dengan menggunakan gergaji intan. Seluruh kandungan air, larutan dan semua benda yang dapat menguap apabila divakum, dibersihkan.

2. Cuplikan dikeringkan pada suhu 60°C minimal selama 1 jam.Cuplikan non logam harus dilapisi dengan emas tipis atau logam lainnya, seperti Pt. 3. Cuplikan logam dapat langsung dimasukkan dalam ruang cuplikan.

Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat konduktif agar dapat memantulkan berkas elektron dan mengalirkannya ke ground.

Bila lapisan cuplikan tidak bersifat konduktif maka perlu dilapisi dengan emas atau Pt. Pada pembentukan lapisan konduktif, spesimen yang akan dilapisi diletakkan pada tempat sampel disekeliling anoda. Ruang dalam tabung kaca dibuat memliki suhu rendah dengan memasang tutup kaca rapat dan gas yang ada didalam tabung dipompa keluar. Antara katoda dan anoda dipasang tegangan 1,2 kV sehingga terjadi ionisasi udara yang bertekanan rendah. Elektron bergerak menuju anoda dan ion positif dengan energi yang tinggi bergerak menumbuk katoda emas. Hal ini menyebabkan partikel emas menghambur dan mengendap dipermukaan spesimen. (Gunawan dan Azhari, 2010).

2.7.2. Spektroskopi Infra Merah dan FTIR

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik (REM). Interaksi yang terjadi dalam spektroskopi inframerah ini merupakan interaksi dengan REM melalui absorbansi


(2)

Molekul menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus. Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan pindahnya sebuah elektron ke orbital dengan energi yang lebih tinggi. Radiasi inframerah tidak cukup mengandung energi untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya hanya mengakibatkan membesarnya amflitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain (Sudarmadji, 1989).

Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah vibrasi molekul yang dideteksi dan dapat diukur pada spektrofotometer infra merah. Spektra didaerah infra merah dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat bahan, perubahan struktur yang sedikit saja dapat memberikan perubahan yang dapat diamati pada spectrogram panjang gelombang versus transmitasi. Menurut Sastrohamidjojo (1992), panjang gelombang yang diserap oleh berbagai tipe ikatan tergantung pada jenis vibrasi ikatan tersebut. Oleh karena itu berbagai jenis ikatan mengabsorbsi radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berbeda.Perubahan ini sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul dengan membandingkan spektogram yang dihasilkan oleh bahan yang diuji terhadap bahan yang sudah diketahui secara kualitatif. Penerapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan fungsi puncak pada panjang gelombang terkait yang dihasilkan oleh zat-zat yang diujikan dan zat standart. Spectra inframerah ditujukan terutama untuk senyawa organik yaitu analisis gugus fungsi yang dimiliki oleh senyawa tersebut (Mulja, M. 1995).

Kebanyakkan spektrum inframerah merekam panjang gelombang atau frekuensi versus %T. Tidak adanya serapan atau suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu direkam sebagai 100%T (dalam keadaan ideal). Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh contoh akan berkurang. Ini menyebabkan suatu penurunan %T dan terlihat didalam spektrum sebagai suatu sumur, yang disebut sebagai puncak absorpsi atau pita absorpsi. Bagian spektrum dimana %T menunjukkan angka 100 (atau hampir 100) disebut garis dasar (baase line), yang didalam spektrum inframerah direkam pada bagian atas (Fessenden, 1992).


(3)

29

2.7.3. Antioksidan

Sejak perang dunia pertama telah dikenal lebih kurang sebanyak 500 macam persenyawaan kimia yang mempunyai aktivitas antioksidan, yaitu dapat menghambat atau mencegah kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat proses oksidaasi. Pada pertama kali, bahan kimia tersebut ditambahkan untuk menghambat kerusakan oleh oksidasi pada karet, gasoline, plastik atau bahan non pangan lainnya dan belum digunakan dalam bahan pangan karena pada saat itu belum diketahui sampai berapa jauh pengaruh racun yang mungkin dapat ditimbulkannya. Sekarang antioksidan tersebut telah banyak digunakan atau ditambahkan ke dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Berdasarkan penelitian Food Laboratories of Eastman Chemical Product Inc, telah diketahui efektifitas beberapa jenis antioksidan, sifat sinergis dari fosfolipid serta pengaruh asam sitrat dan asam fosfat terhadap aktifitas antioksidan pada kondisi tertentu. (Ketaren. S, 2005).

Sebagian penyakit disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Tampaknya oksigen merupakan sesuatu yang diparadoksial dalam kehidupan. Molekul ini sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberikan energi pada proses metabolisms dan represi, namun pada kondisi tertentu keberadaan dapat berimplikasi pada berbagai penyakit dan kondisi degenetatif seperti kanker. Reaksi oksidasi terjadi setiap saat, ketika kita bernafas pun terjadi reaksi oksidasi. Reaksi ini mencetuskan terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif yang dapat merusak struktur serta fungsi sel. Namun reaktivitas radikal bebas itu dapat dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh. Para ahli kimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Senyawa ini terbentuk didalam tubuh dipicu oleh bermacam-macam faktor. Radikal bebas bisa terbentuk, misalnya ketika komponen makanan diubah menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme. Pada proses metabolisme ini sering kali terjadi kebocoran elektron. Dalam kondisi demikian mudah sekali terbentuk radikal bebas, seperti anion superoksida, hidroksil dan lain-lain. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan radikal


(4)

sebagai Senyawa Oksigen Reaktif (SOR) atau Reaktive Oxygen Species (ROS). Senyawa ini juga memiliki aktivitas yang sama dan memberikan akibat yang hampir sama, meskipun melalui proses yang berbeda. Sebagai contoh dampak reaksi H2O2 (Sebagai antioksidan) dan radikal bebas hidroksil (OH•) terhadap glutation (GSH) atau reduktor. Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifatnya yang segera menarik atau menyerang elektron disekelilingnya, senyawa radikal bebas juga dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal. Berdasarkan sifat ini, radikal bebas dianggap sama dengan oksidan. Pemahaman radikal bebas sebagai oksidan memang tidak salah, tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap oksidan merupakan radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksigen non-radikal. Hal ini berkaitan dengan tingginya reaktivitas senyawa radikal bebas tersebut, yang mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal baru. Bila senyawa radikal baru tersebut bertemu dengan molekul lain akan terbentuk radikal baru lagi dan seterusnya sehingga akan terjadi reaksi berantai. Reaksi seperti ini akan berlanjut terus dan baru akan berhenti apabila reaktivitasnya diredam oleh senyawa yang bersifat antioksidan seperti glutation (Winarsi,H.2007).

Pembentukkan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Inilah penyebab utama dari proses penuaan dan berbagai penyakit degenetatif. Radikal bebas yang penting dalam makhluk hidup dan yang sangat berbahaya adalah radikal bebas oksigen (RBO), yaitu hidroksil (OH•), superoksida (O2-), nitrogen monooksida (NO), dan peroksil (RO2•), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), oksigen singlet (1O2) dan ozon (O3) bukanlah radikal tetapi dengan mudah dapat menjurus ke reaksi-reaksi radikal bebas. (Silalahi.J,2007)

2.7.3.1. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan DPPH

Peredaman radikal merupakan suatu mekanisme utama dari antioksidan berperan dalam makanan. Metode yang telah dikembangkan dalam perhitungan nilai


(5)

31

aktivitas antioksidan oleh peredaman radikal sintetis dalam pelarut organik polar pada suhu kamar. Dalam pengujian DPPH peredaman radikal-radikal DPPH diikuti dengan memantau penurunan absorbansi yang disebabkan karena reduksi oleh antioksidan (AH) atau reaksi dengan spesi radikal (R•),

DPPH • + AH DPPH-H + A• DPPH • + R • DPPH-R

Reaksi cepat terjadi pada radikal DPPH dengan beberapa senyawa fenolik, tetapi reaksi selanjutnya lambat yang disebabkan terjadinya penurunan absorbansi. Oleh karena itu, keadaan dasar tidak akan tercapai untuk bebarapa jam. Kebayakan dokumentasi untuk penggunaan metoe DPPH adalah peredaman 15 atau 30 menit untuk reaksi. Hasil uang dituliskan berupa IC50 yang merupakan suatu konsentrasi sampel antioksidan yang diuji mampu melakukan perdeman 50% terhadap radikal DPPH dalam jangka waktu tertentu. (Murkovic,M.2015)

2.7.4. Uji Aktivitas Mikrobiologi Pangan

Sejumlah besar penelitian memperlihatkan bahwa makanan tambahan yang dioalah dalam kondisi yang tidak higenis kerapkali terkontaminasi berat dengan bakteri patogen dan merupakan faktor resiko utama dalam penularan penyakit, Dalam kemasan edible film dapat ditambahkan bahan baku seperti antimikroba. Kemasan antimikroba adalah sistem kemasan yang mampu mengendalikan, mengurangi, menghambat atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan mengurangi kontaminasi permukaan makanan.

Berdasarkan pewarna gram karena perbedaan struktur dinding selnya, bakteri digolongkan menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

1. Escherichia Coli

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 mikrometer dan diameter 0,5 mikrometer, bersifat anaerob fakulatif, biasanya dapat bergerak dan tidak membenruk spora. Bakteri ini umumnya hidup pada rentang 20-40ºC, optimum pada 37ºC. Escherichia coli merupakan bakteri yang secara normal terdapat di dalam usus dan berperan dalam


(6)

Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada dalam tinja manusia dan dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti diare.

2. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau anaerobfakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter 0,8 – 1,0 μm, tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning. Bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37ºC tetapi paling baik membentuk pigmen pada suhu 20-25ºC. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lender, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan.

Usaha untuk menjaga agar mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan makanan dapat mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan pangan dan memperkecil kemungkinan adanya patogen. Pengepakan (kemasan) makanan, pengalengan makanan yang telah diolah dan pelaksanaan metode yang memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan makanan merupakan contoh penanganan aseptik (Jawetz,2001).

2.9. Sosis

Sosis merupakan suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan, ternak dan rempah, serta bahan bahan laut. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama.


Dokumen yang terkait

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, dan Ekstrak Jambu Biji (Psidium guajava L.) dengan Pemlastis Gliserin

3 64 75

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dan Dedak Dengan Penambahan Gliserin Sebagai Kulit Risol Dan Pengaruh Akibat Penggorengan

1 58 65

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Sisik Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) dan Gliserin Untuk Pembungkus Sosis

4 67 81

Karakterisasi Dan Analisa Nutrisi Edible Film Dari Campuran Ekstrak Daun Sirsak (Annona Muricata) Dengan Tepung Tapioka, Kitosan Dan Gliserin

2 17 67

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

1 12 89

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Sisik Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) dan Gliserin Untuk Pembungkus Sosis

0 0 2

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Sisik Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) dan Gliserin Untuk Pembungkus Sosis

0 0 5

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Sisik Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) dan Gliserin Untuk Pembungkus Sosis

0 0 2

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Sisik Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) dan Gliserin Untuk Pembungkus Sosis

0 0 15

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 1 13