PENGARUH RATIONAL EMOTIVE BEHAVIORAL THE

PENGARUH RATIONAL EMOTIVE BEHAVIORAL THERAPY (REBT)
DALAM MENURUNKAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA DEPAN
PADA PENYALAHGUNA NAPZA DI PANTI REHABILITASI
Eva Siburian, Karyono, Dian Veronika Sakti Kaloeti
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
Jl. Prof Sudharto. SH, Kampus Tembalang, Semarang, 50275
evasiburian.psi@gmail.com ; karyono@undip.ac.id ; veronikasakti@undip.ac.id

Abstract
Abuse of Narcotic Drugs, Psychotropic and Addictive Substance (NAPZA) can be caused by anxiety which is not
normally owned by individuals. One type of anxiety is the future anxiety. Methods of handling future anxiety in this
research are Rational emotive behavioral therapy (REBT). REBT is given by provide material about future anxiety,
understand and change the irrational beliefs. The current study aims to determine the effect of REBT in reducing
future anxiety of drug abuse in rehab. Research subject are drugs abuser who is undergoing drug rehabilitation
program in Nursing Home Pamardi Putra Mandiri and has future anxiety score in the high category (minimum score
89). The design of the study is the single case of ABA design. The gathering of data was performed by using Facing
the Future Anxiety Scale, interviews, and home tasks. The results of hypothesis testing that were done by visual
analysis graphs of future anxiety and qualitative analysis showed that REBT programs had the effect to reduce future
anxiety. The pattern of change varied between one subject with another subject. The results of follow-up showed that
the results, which were obtained by the subject were affected by the commitment and consistency in applying the
materials provided on the subject.

Keywords : future anxiety, drugs abuse, anxiety

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Hawari, terdapat tiga faktor utama yang
mendorong terjadinya relapse, yaitu: faktor
teman, faktor sugesti (craving/desire), dan
faktor stres
(Hawari, 2002, h. 203).
Berdasarkan penelitian tersebut dapat dilihat
bahwa stres merupakan salah satu faktor
pemicu terjadinya relapse.
Stres dapat
menimbulkan reaksi emosional negatif, seperti
depresi, frustrasi, dan kecemasan. Kerentanan
penyalahguna NAPZA terhadap kecemasan
dapat menimbulkan craving atau hasrat untuk
mengkonsumsi NAPZA. Craving dapat
muncul
karena
adanya

keinginan
penyalahguna NAPZA untuk meredam atau
menghilangkan emosi-emosi negatif yang
timbul saat menghadapi stresor (Carson, 2000,
h.386).

PENDAHULUAN
Pada negara berkembang seperti Indonesia,
masalah pemakaian Narkotika, Alkohol,
Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA)
merupakan salah satu masalah besar yang
harus dihadapi (Jakarta Post, 2003, h.20).
Berdasarkan data yang diperoleh dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
dua hingga empat persen (sekitar 231 juta
jiwa)
merupakan
pengguna
NAPZA.
Pengguna NAPZA terbanyak merupakan

kelompok
remaja,
yakni
17
tahun
(Wawasandigital, 2009). Tingginya angka
penyalahguna NAPZA juga diikuti oleh
tingginya angka relapse. Penelitian yang
dilakukan oleh Brownell (dalam Alloy, 1999,
h. 324) menyebutkan bahwa tingkat relapse
berkisar dari 50 hingga 90 persen.

40

41 Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. 1, April 2010

Penelitian yang dilakukan oleh Kushner dkk.
pada tahun 2005 (dalam Schmidt, 2007, h.
204) menunjukkan fakta bahwa gangguan
kecemasan dapat meningkatkan resiko

terjadinya
relapse
pada penyalahguna
NAPZA. Hatsukami dalam penelitiannya
terhadap pasien-pasien penyalahguna NAPZA
yang dirawat ulang menemukan derajat
kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan derajat kecemasan sebelumnya, dan
lebih tinggi dari derajat kecemasan pada
mereka yang tidak mengalami kekambuhan
(dalam Hawari, 1990, h.44).
Survei awal peneliti di tempat rehabilitasi
Panti Pamardi Putra (PPP) “Mandiri”
Semarang memperkuat temuan di atas. Survei
awal dilakukan dengan menyebarkan 37
angket kepada penyalahguna NAPZA yang
sedang menjalani program rehabilitasi di PPP
Mandiri. Hasilnya 20 orang menyatakan
bahwa mereka mengalami kecemasan selama
menjalani program rehabilitasi, dan sisanya

mengalami stres dan depresi. Untuk
mengungkap lebih jauh mengenai kecemasan
yang dirasakan, peneliti
melakukan
wawancara dengan pembina serta mantan
penyalahguna NAPZA yang sedang menjalani
program rehabilitasi. Hasil wawancara awal
menunjukkan bahwa kecemasan yang paling
sering dirasakan oleh para penyalahguna
NAPZA yang sedang menjalani program
rehabilitasi adalah kecemasan menghadapi
masa depan.
Kecemasan menghadapi masa depan adalah
emosi yang tidak menyenangkan yang terkait
dengan berbagai masalah yang harus dihadapi
dalam
masa
perkembangannya
yang
berpengaruh pada aspek afektif, kognisi, dan

perilaku. Masalah yang menjadi sumber
kecemasan dalam menghadapi masa depan
berkaitan dengan
masalah pendidikan,
pekerjaan dan kehidupan berkeluarga. Kendall

dan Hammen (1998, h.160) mengemukakan
empat aspek dari kecemasan yang merupakan
kecenderungan individu untuk merespon
kecemasan, yaitu
aspek kognitif, aspek
afektif, aspek fisiologis, dan aspek perilaku.
Kecemasan yang dirasakan penyalahguna
NAPZA
merupakan
manifestasi
dari
keyakinan irasional yang dimiliki, yaitu bahwa
ia tidak dapat bertahan menghadapi stres dan
kecemasan tanpa bantuan NAPZA. Keyakinan

irasional ini membuat penyalahguna NAPZA
memiliki toleransi stres yang rendah dan
kecemasan yang tidak wajar. Perasaan yang
tidak menentu tersebut pada umumnya tidak
menyenangkan
yang
nantinya
akan
menimbulkan
atau
disertai
perubahan
fisiologis (misalnya gemetar, detak jantung
meningkat, ketegangan pada otot tubuh) dan
psikologis (misalnya gelisah, merasa rendah
diri, bingung, sulit berkonsentrasi). Inilah
yang pada akhirnya mengganggu aktivitas
mereka dalam mengikuti program rehabilitasi.
Salah satu pendekatan terapi yang efektif
untuk menurunkan kecemasan menghadapi

masa depan adalah Rational Emotive
Behavioral Therapy (REBT), yakni dengan
prinsip ABC.
Ellis (dalam
Dryden, 2009, h.15)
mengemukakan bahwa terdapat tiga hal yang
terkait dengan perilaku, yaitu antecedent event
(A), belief (B), dan emotional consequence
(C), yang dikenal dengan konsep A-B-C.
Secara lengkap dikenal dengan model ABCDE
(Dryden, 1998, h. 3). Elis menyatakan perilaku
seseorang, khususnya konsekuensi emosi,
seperti senang, sedih, cemas, bukan
disebabkan langsung oleh peristiwa yang
dialami individu. Perasaan-perasaan ini
diakibatkan cara berpikir atau sistem
keyakinan seseorang. Keterkaitan antara A, B,
dan C dapat digambarkan seperti gambar 1.

Siburian, Karyono dan Kaloeti, Pengaruh Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dalam Menurunkan 42

Kecemasan Menghadapi Masa Depan pada Penyalahguna Napza di Panti Rehabilitasi

Gambar 1. Model ABCDE

Keterangan:
A : peristiwa pendahulu
iB : keyakinan irasional
rB : keyakinan rasional
C1 : konsekuensi yang tidak sehat
C2 : konsekuensi yang sehat
D : penyangkalan
E : perubahan yang efektif

METODE
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini berjumlah tiga
orang penyalahguna NAPZA dengan kriteria
usia 13 hingga 25 tahun, sedang menjalani
program
rehabilitasi dan mengalami

kecemasan menghadapi masa depan dalam
kategori tinggi. Subjek diperoleh dari Panti
Pamardi Putra Mandiri Semarang.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunaka Desain Subjek
Tunggal (Single Case Design). Desain kasus
tunggal dapat berupa beberapa subjek dalam
satu kelompok atau subjek yang diteliti adalah
tunggal (N=1) (Latipun, 2006, h. 139). Pada
desain eksperimen kasus tunggal, upaya untuk
mengetahui efek suatu perlakuan yaitu dengan
membandingkan kondisi subjek dari waktu ke
waktu, serta melakukan pengukuran sebelum,

selama dan sesudah pemberian perlakuan
pada subjek. Subjek diamati berulang-ulang
perilakunya pada keaadaan tanpa perlakuan
dan dengan perlakuan secara bergantian. Hasil
perubahan perilaku sebelum perlakuan dan
sesudah perlakuan tersebut, kemudian

dibandingkan terhadap subjek sendiri.
Pengukuran pada penelitian ini dilakukan
sebelum treatment, selama treatment, dan
setelah treatment. Pengukuran sebelum,
selama, dan setelah treatment dilakukan
untuk
mengukur
timgkat
kecemasan
menghadapi masa depan pada subjek.
Kecemasan menghadapi masa depan subjek
diukur
dengan
menggunakan
Skala
Kecemasan Menghadapi Masa Depan.
Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Skala Kecemasan Menghadapi
Masa Depan, Termometer Kecemasan, tugas
rumah, wawancara.
1. Skala Kecemasan Menghadapi Masa
Depan disusun oleh peneliti dengan
jumlah aitem sebanyak 38 aitem dengan
reabilitas 0,935;
2. Termometer Kecemasan
sebagai self
monitoring. Subjek lebih menyadari dan
mengetahui tingkat kecemasan yang
dialami di awal dan akhir pertemuan.
Termometer Kecemasan juga digunakan

43 Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. 1, April 2010

sebagai data tambahan dalam menganalisis
pengaruh REBT yang diberikan;
3. Review untuk memastikan subjek telah
memahami inti dari materi di pertemuan
sebelumnya;
4. Tugas Rumah
dengan tujuan subjek
semakin memahami materi yang telah
diberikan yaitu dengan mempelajari sendiri
materi yang telah diajarkan sebelumnya di
luar sesi pelatihan;
5. Wawancara yang dilakukan di akhir
setiap
pertemuan
untuk
menggali
kecemasan menghadapi masa depan yang
dialami subjek di setiap pertemuan.

berupa
pemberian
materi
mengenal
kecemasan, mengenal keyakinan irasional dan
keyakinan rasional, menyangkal keyakinan
irasional. Teknik afektif yang digunakan
dalam penelitian ini adalah imagery hulahoop
untuk melatih subjek mengendalikan emosi
negatif
atau
perasaan
yang
tidak
menyenangkan. Teknik perilaku melalui
Paspor Perubahan, untuk melatih subjek berani
mengambil
tindakan
untuk
mencapai
perubahan yang diinginkan.
Metode Analisis Data
Analisis Kuantitatif

Penelitian ini dilakukan berdasarkan modul
panduan
yang
disusun
oleh peneliti.
Panduan tersebut berisi materi REBT
secara spesifik dan sistematis mengenai
langkah-langkah yang harus dilakukan selama
treatment.

Analisis jenis ini dilakukan dengan
menggunakan analisis visual grafik. Data yang
akan dianalisis diperoleh dari skor Skala
Kecemasan Menghadapi
Masa
Depan
sebelum, selama, dan setelah treatment
sehingga diperoleh gambaran kecemasan
menghadapi masa depan masing-masing
subjek.

Tahap Awal

Analisis Kualitatif

Tahap ini dilakukan sebelum memulai
penelitian, di mana peneliti melakukan
persiapan penelitian. Persiapan penelitian
meliputi beberapa hal, yaitu (1) proses
penyusunan alat ukur dan modul REBT
(termasuk di dalamnya uji coba modul
untuk memperbaiki instruksi dan bahasa
yang digunakan dalam panduan REBT pada
subjek yang sama dengan kriteria yang
sama dengan subjek penelitian); (2) screening.

Teknik ini bertujuan untuk mengetahui lebih
mendalam kondisi subjek berdasarkan hasil
wawancara
yang
dilakukan
selama
pelaksanaan penelitian dan selama follow up.

Treatment

Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan
penelitian.
Pelaksanaan
penelitian
berupa
pemberian
REBT
sebanyak 5 kali pertemuan, masing-masing
selama 90 menit. Jumlah pertemuan dalam
terapi ini disesuaikan dengan tujuan yang
akan dicapai. Adapun materi REBT secara
garis besar meliputi: teknik kognitif, teknik
perilaku, dan teknik emotif (Kaslow, 2002,
h.484). Teknik kognitif
yang digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data, didapatkan hasil
untuk
masing-masing
subjek yang
ditunjukkan dengan grafik Skala Kecemasan
Menghadapi Masa Depan.
Subjek 1. Berdasarkan grafik dapat dilihat
bahwa subjek 1 mengalami penurunan skor
kecemasan menghadapi masa depan setelah
mendapatkan REBT. Setelah fase treatment,
subjek tidak mendapatkan perlakuan apapun
selama satu minggu, kemudian dilakukan
pengukuran
untuk
mengukur
tingkat
kecemasan subjek setelah tidak mendapatkan
perlakuan. Selama fase baseline kedua,

Siburian, Karyono dan Kaloeti, Pengaruh Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dalam Menurunkan 44
Kecemasan Menghadapi Masa Depan pada Penyalahguna Napza di Panti Rehabilitasi

kecemasan menghadapi masa depan subjek
diukur sebanyak tiga kali. Berdasarkan hasil
pengukuran, diperoleh data kecemasan
menghadapi masa depan subjek berada pada
angka 8, 4, dan 4. Angka tersebut
menunjukkan tingkat kecemasan subjek
menghadapi masa depan tetap berada dalam
kategori sangat rendah. Adapun grafik yang
menunjukkan pola kecemasan menghadapi
masa depan subjek dapat dilihat pada Gambar
2.
Hasil wawancara selama
treatment
menunjukkan adanya banyak perubahan yang
dialami subjek sebelum dan setelah
mendapatkan
treatment berupa program
REBT dalam Menurunkan Kecemasan
Menghadapi Masa Depan pada penyalahguna
NAPZA di
Panti Rehabilitasi. Subjek
mengaku sebelum mendapatkan treatment,
subjek memiliki banyak pikiran-pikiran negatif
yang mengganggu. Pikiran-pikiran negatif ini
juga mempengaruhi emosi subjek.

Pikiran negatif yang mejadi sumber
kecemasan subjek, antara lain:
takut
kehilangan orangtua, takut kehilangan pacar,
serta tidak bisa melupakan masa lalu. Subjek
mengaku
pikiran
negatif
tersebut
menyebabkan subjek tidak dapat mengontrol
emosinya, sering marah dan mengganggu
orang-orang
di
sekitarnya.
Setelah
mendapatkan REBT, subjek mengaku
emosinya jauh lebih baik. Subjek merasa
sudah lebih dapat mengendalikan pikiranpikiran negatif yang sering kali memenuhi
pikirannya.
Berdasarkan hasil observasi selama diberikan
treatment, subjek mengalami kemajuan pada
setiap pertemuannya. Subjek merupakan orang
tertutup dalam menyampaikan perasaaannya di
pertemuan pertama dan kedua, namun sudah
mulai membuka diri di pertemuan ketiga,
keempat, dan kelima. Pada pertemuan kelima
subjek sudah bisa menceritakan mengenai
masalah-masalahnya pada peneliti.

45 Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. 1, April 2010

Subjek 2. Berdasarkan grafik dapat dilihat
bahwa skor kecemasan menghadapi masa
depan pada subjek 2 mengalami penurunan
setelah diberikan REBT. Pada fase baseline
kedua, subjek tidak lagi mendapatkan
treatment selama satu minggu namun tetap
dilakukan pengukuran terhadap kecemasan
menghadapi masa depan subjek. Hasil
pengukuran
menunjukkan
kecemasan
menghadapi masa depan berada pada angka 4,
0, dan 0. Selama fase baseline yang kedua,
kecemasan menghadapi masa depan subjek
tetap mengalami penurunan dibandingkan
fase
treatment.
Adapun grafik yang
menunjukkan kecemasan menghadapi masa
depan pada subjek dapat dilihat pada Gambar
3.
Hasil wawancara selama
treatment
menunjukkan adanya banyak perubahan yang
terjadi dalam diri subjek sebelum dan sesudah
diberikan treatment. Subjek menyebutkan

bahwa subjek merasa nyaman setelah
diberikan REBT. Lebih lanjut subjek
menjelaskan, bahwa perasaan tidak nyaman
merupakan pemicu munculnya kecemasan
yang dialami.
Perubahan-perubahan yang dialami subjek
juga tampak dari hasil observasi setiap
pertemuannya. Pada pertemuan pertama dan
kedua, subjek terlihat tertutup dalam
menceritakan perasaanya dan lebih sering
melamun dalam mengikuti sesi pelatihan.
Perubahan tampak dari pertemuan ketiga.
Subjek lebih aktif bertanya sepanjang sesi
materi. Subjek sudah berani mengungkapkan
secara langsung pikiran yang muncul. Namun,
setelah fase baseline yang kedua, subjek
kembali kelihatan tidak bersemangat dan
tampak murung selama dilakukan pengukuran
pertama, kedua, dan pengukuran ketiga. Saat
ditanyakan alasannya, subjek mengaku
sedang mempunyai masalah dengan temannya

Siburian, Karyono dan Kaloeti, Pengaruh Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dalam Menurunkan 46
Kecemasan Menghadapi Masa Depan pada Penyalahguna Napza di Panti Rehabilitasi

Subjek 3. Berdasarkan grafik dapat dilihat
bahwa skor kecemasan menghadapi masa
depan pada subjek 2 mengalami penurunan
setelah diberikan REBT. Pada fase baseline
yang kedua, subjek terlebih dahulu
dikembalikan pada kondisi awal, yakni subjek
tidak diberikan perlakuan selama satu
minggu. Setelah itu dilakukan pengukuran
sebanyak tiga kali. Selama fase baseline
yang kedua, kecemasan subjek menghadapi
masa depan berada pada angka 43, 32 dan 30.
Grafik yang menunjukkan pola kecemasan
menghadapi masa depan subjek dapat dilihat
pada Gambar 4.
Hasil wawancara dengan subjek selama
treatment, menunjukkan bahwa ada banyak
pikiran-pikiran negatif yang memenuhi
pikiran subjek, sehingga subjek selalu
Subjek lebih aktif bertanya sepanjang sesi
materi. Subjek sudah berani mengungkapkan
secara langsung pikiran yang muncul. Namun,
setelah fase baseline yang kedua, subjek
kembali kelihatan tidak bersemangat dan

dipenuhi perasaan tidak mampu dan selalu
mencemaskan mengenai pekerjaan. Pola pikir
yang negatif ini juga mempengaruhi emosi
subjek, subjek menjadi lebih sulit untuk
mengendalikan emosi negatifnya. Setelah
diberikan treatment, secara bertahap subjek
menunjukkan perubahan pola pikir, dimana
setelah diberikan treatment terjadi perubahan
pada pola pikir subjek dari yang negatif
menjadi lebih positif.
Perubahan-perubahan yang dialami subjek
juga tampak dari hasil observasi setiap
pertemuannya. Pada pertemuan pertama dan
kedua, subjek terlihat tertutup dalam
menceritakan perasaanya dan lebih sering
melamun dalam mengikuti sesi pelatihan.
Perubahan tampak dari pertemuan ketiga.
tampak murung selama dilakukan pengukuran
pertama, kedua, dan pengukuran ketiga. Saat
ditanyakan alasannya, subjek mengaku sedang
mempunyai masalah dengan temannya.

47 Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. 1, April 2010

Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dan
kualitatif mengenai pengaruh Rational
Emotive Behavioral Therapy (REBT) dalam
menurunkan kecemasan menghadapi masa
depan
pada
penyalahguna
NAPZA,
menunjukkan ada perbedaan kecemasan
menghadapi masa depan pada penyalahguna
NAPZA di panti rehabilitasi antara sebelum
diberikan REBT dengan setelah diberikan
REBT. Dengan kata lain, REBT yang
diberikan mampu menurunkan kecemasan
menghadapi masa depan subjek. Ditemukan
variasi
pola penurunan kecemasan
menghadapi masa depan serta pencapaian
target perubahan antara subjek yang satu
dengan subjek yang lain.
Pada subjek 1, penurunan kecemasan sangat
terlihat pada pengukuran pertama di fase
treatment. Penurunan kecemasan juga tetap
terjadi di pengukuran kedua dan ketiga selama
fase treatment. Terkait dengan pencapaian
target perubahan subjek 1 dapat dilihat melalui
pengisian lembar Paspor Perubahan subjek
selama 14
hari. Pada target pertama,
persentase keberhasilan pencapaian subjek
sudah 57 persen, target kedua sudah 86 persen,
target ketiga sudah mencapai 71 persen, target
keempat masih 50 persen, dan target kelima
sudah 57 persen.
Pada subjek 2, penurunan skor kecemasan
sudah dimulai sejak pengukuran pertama di
fase
treatment dan
tetap mengalami
penurunan di pengukuran kedua dan ketiga
selama fase treatment. Namun, penurunan
skor yang paling banyak terjadi pada
pengukuran ketiga di fase treatment.
Berdasarkan hasil wawancara pada subjek,
penurunan kecemasan disebabkan karena
subjek
2 sudah mulai merasa nyaman
mengikuti
pelatihan
dan
sudah
mempraktekkan materi yang diberikan. Subjek
menyebutkan bahwa perasaan nyaman akan
mempengaruhi kecemasan yang muncul.
Pencapaian target perubahan subjek 2 dapat

dilihat melalui lembar Paspor Perubahan yang
diisi subjek selama 14 hari. Lembar Paspor
Perubahan menunjukkan target pertama tidak
mengalami perubahan pencapaian. Angka
keberhasilan dari hari pertama sampai hari 14
tetap sama, persentase keberhasilan target
kedua 79 persen, target ketiga sudah 93
persen, 71 persen target keempat sudah
tercapai, dan persentase keberhasilan target
kelima sudah 79 persen.
Pada subjek 3, penurunan skor kecemasan
menghadapi masa depan sudah terlihat dari
pengukuran pertama di fase treatment dan
tetap mengalami penurunan selama fase
treatment. Terkait dengan pencapaian target
perubahan subjek 3 dapat dilihat pada lembar
Paspor Perubahan yang diisi subjek setiap hari
selama
14
hari.
Paspor
perubahan
menunjukkan keberhasilan pencapaian target
pertama sudah mencapai 71 persen, target
kedua, ketiga, keempat dan kelima sudah
berhasil dicapai 100 persen.
Hasil analisis data kuantitatif menunjukkan
adanya perbedaan tingkat penurunan skor
kecemasan menghadapi masa depan antara
subjek 1, 2, dan 3. Berdasarkan analisis data
kualitatif, ditemukan beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan treatment. Faktor
pertama adalah komitmen dan kekonsistenan
subjek dalam mempraktekan materi yang
diberikan. Komitmen dan kekonsistenan
subjek dalam mempraktekkan setiap materi
yang diberikan akan mempengaruhi hasil yang
diperoleh.
Perbedaan skor kecemasan menghadapi masa
depan antara subjek 1, 2, dan 3 juga dapat
dilihat berdasarkan ada tidaknya keyakinan
irasional yang masih dimiliki subjek.
Berdasarkan hasil wawancara dan Skala
Kecemasan Menghadapi Masa Depan yang
diisi subjek 1, dapat dilihat bahwa subjek 1
masih memiliki keyakinan irasional dalam
bentuk tidak ingin menceritakan masa depan
dengan orang lain. Subjek 1 masih belum
dapat sepenuhnya mempercayai orang lain

Siburian, Karyono dan Kaloeti, Pengaruh Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dalam Menurunkan 48
Kecemasan Menghadapi Masa Depan pada Penyalahguna Napza di Panti Rehabilitasi

dalam menceritakan masalahnya. Perilaku
subjek ini menunjukkan bahwa subjek masih
memiliki kecenderungan untuk menghindari
segala sesuatu yang berhubungan dengan masa
depan. Skor 4 pada aitem Skala Kecemasan
Menghadapi Masa Depan berupa “Saya
mengajak teman-teman mendiskusikan masa
depan”, menunjukkan bahwa subjek masih
memiliki ketakutan untuk bercerita mengenai
masa depan.
Berdasarkan teori yang
dikemukakan Kendall dan Hammen (1998, h.
160), salah satu aspek kecemasan adalah aspek
perilaku. Aspek perilaku menunjukkan bahwa
individu
yang
mengalami
kecemasan
cenderung untuk menghindari segala sesuatu
yang berhubungan dengan sumber kecemasan.
Hal ini ditunjukkan oleh subjek 1.
Skor kecemasan menghadapi masa depan pada
subjek 3 merupakan skor kecemasan yang
paling tinggi dibandingkan subjek 1 (skor 4)
dan subjek 2 (skor 0). Ketidakkonsistenan
subjek 3 dalam menerapkan teknik REBT
yang diberikan menyebabkan subjek 3 belum
bisa
mengalahkan
keyakinan-keyakinan
irasional yang dimilikinya. Saat wawancara
follow up, subjek mengaku masih meiliki
ketakutan akan masa depan setelah keluar dari
panti. Subjek 3 masih tetap mengkhawatirkan
pekerjaan dan penerimaan keluarga subjek,
meskipun kekhawatiran tersebut tidak terlalu
mengganggu seperti sebelum mendapatkan
treatment.
Berdasarkan hasil analisis data peneliti dan
didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu,
dapat disimpulkan bahwa metode REBT yang
diberikan berpengaruh dalam menurunkan
kecemasan menghadapi masa depan, hanya
saja hasinya dipengaruhi oleh individu sendiri.
Apabila individu konsisten dan memiliki
komitmen mengaplikasikan teknik-teknik yang
diberikan, maka akan diperoleh hasil yang
optimal, demikian juga sebaliknya. Apabila
subjek tidak konsisten dalam menerapkan
materi yang diberikan, maka hasilnya kurang
maksimal.

KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data peneliti dan
didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu,
dapat disimpulkan bahwa metode REBT yang
diberikan berpengaruh dalam menurunkan
kecemasan menghadapi masa depan, hanya
saja hasinya dipengaruhi oleh individu sendiri.
Penurunan kecemasan menghadapi masa
depan dipengaruhi oleh konsistensi serta
komitmen subjek dalam menerapkan REBT
yang diberikan selama treatment serta
dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Saran
Berdasarkan keterbatasan penelitian, saransaran yang dapat dikemukakan adalah:
1. Bagi Subjek Penelitian
Subjek
penelitian
diharapkan
tetap
menerapkan REBT yang telah diberikan dalam
kesehariannya secara teratur dan konsisten,
sehingga ketika kecemasan muncul kembali
dapat diatasi dengan segera
2. Bagi Penyalahguna NAPZA
Individu hendaknya menyadari bahwa
keyakinan irasional yang mereka miliki
merupakan akar dari kecemasan yang mereka
rasakan. REBT dapat membantu dalam
menyadari, mengenal dan mengalahkan
keyakinan irasional yang menimbulkan
kecemasan menghadapi masa depan.
3. Bagi Pihak Panti Rehabilitasi Penyalahguna
NAPZA
REBT dapat diberikan sebagai salah satu
program rehabilitasi tambahan di panti
rehabilitasi dalam membantu mengatasi
masalah kecemasan yang dialami oleh
penyalahguna NAPZA yang sedang menjalani
program rehabilitasi.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti lain yang tertarik untuk melakukan
penelitian sejenis disarankan untuk melibatkan
faktor-faktor lain yang mempengaruhi
efektivitas dari REBT, sehingga nantinya akan
diperoleh gambaran yang lebih komprehensif
mengenai efek REBT dalam menurunkan

49 Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. 1, April 2010

kecemasan menghadapi masa depan pada
penyalahguna NAPZA di panti rehabilitasi.

Jakarta Post. (2003). Drugs Trafficking.
Jakarta: Koran Jakarta Post.

DAFTAR PUSTAKA

Kaslow,
F.W.
2002.
Comprehensive
Handbook Of Psychotheraphy, Volume
2: Cognitive Behavioral Approaches.
New York: John Wiley & Sons, Inc.

Alloy L., Jacobson, N. & Joan, A. 1999.
Abnormal Psychology. Ed 2. Boston:
McGraw-Hill College.
Carson, R., James N. & Susan, M. 2000.
Abnormal Psychology. Ed 2. Boston:
Allyn & Bacon.
Dryden, W. 1998. Developing SelfAcceptance: A Brief, Educational,
Small Group Approach. Chichester:
John Wiley & Sons.
_________. 2009.
Rational Emotive
Behaviour
Therapy:
Distinctive
Features. New York: Routledge.
Hawari, D. 2002.
Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAZA (Narkotika,
Alkohol, dan Zat Adiktif). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Kendall, P. & Hammen, C. 1998. Abnormal
Psychology: Understanding Human
Problems. Second Edition. Boston:
Houghton Mifflin Company.
Latipun. 2006.
Psikologi
Malang: UMM Press

Eksperimen.

Schmidt, N., Julia, D. & Meghan, E. 2007.
Anxiety Sensitivity As a Prospective
Predictor of Alcohol Use Disorder.
Behavior Modification Volume 31
Number 2, March 2007; 202-219.
[online].
Http://
www.sagepublications.com. (Diunduh
tanggal: 28 Oktober2009).