PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA TE (1)

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP
PERKEMBANGAN MORAL PADA REMAJA DI KECAMATAN DUKUN
KABUPATEN MAGELANG
Proposal Skripsi
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar PNF

Oleh:
Dewi Candra Puspita
1201413014

JURUSAN PENDIDIKAN NONFORMAL
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 merupakan usaha sadar dan terencaba untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Untuk memenuhi akan pendidikan tersebut manusia memasuki dunia pendidikan
melalui prpses belajar, dalam proses tersebut muncul pengaruh yang dapat membawa
perubahan sikap atas manusia yang dipengaruhinya. Seiring dengan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi menuntut setiap orang untuk membekali dirinya lebih baik
sehingga dirinya mampu membekali diri dengan perkembangan yang ada. Salah satu untuk
membekali diri adalah pendidikan, baik pendidikan informal, formal maupun nonformal.
Pendidikan informal merupakan pendidikan yang pertama dan utama, karena di dalam
keluargalah setiap orang sejak pertama kali dan seterusnya belajar memperoleh
pengembangan pribadi, sikap, dan tingkah laku, nilai-nilai dan pengalaman hidup,
pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sosial yang berlangsung setiap hari di antara
sesama anggota keluarga (Sutarto, 2007: 2-3).
Pentingnya sebuah keluarga dapat dilihat dalam sebuah pendapat bahwa: “Keluarga
adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak”. Jika suasana
dalam keluarga itu menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula, jika tidak tentu
terhambatlah pertumbuhan anak tersebut (Darajat, 1995:47).
Melalui pendidikan seseorang akan memiliki pemikiran yang berbeda, dari sejak
pendidikan dasar, menengah sampai perguruan tinggi. Begitupun pengaruhnya pada remaja
yang memiliki orang tua yang berlatar belakang pendidikan yang berbeda mereka pasti

memiliki sikap, moral dan perilaku yang berbeda dalam kehidupan kesehaiannya. Orang tua
yang memiliki tingkat pendidikan tinggi biasanya memiliki cita-cita yang tinggi pula
terhadap pendidikan anak-anaknya. Tentunya itu akan mempengaruhi sikap dan perhatian
terhadap anaknya. Berbeda dengan orang tua yang memiliki latar belakang pendidikan yang
rendah. Sebab kapasitas pengetahuan yang dimiliki, sehingga kemampuan dalam mengasuh
anak, bisa menjadi kurang baik. Helden (1977) dan Richard (1971) merumuskan pengertian

moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan dan tindakan dibandingkan dengan
tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prindip dan aturan.
Berbicara mengenai moral berarti berbicara benar dan salah, dosa dan tidak dosa dan
larangan dan tindakan. Menurut Suseno (dalam Multahada, 2005) moral adalah hal yang
selalu mengacu pada baik buruknya manusia. Sehingga bidang moral adalah bidang
kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Moral adalah suatu nilainilai yang berlaku di suatu wilayah tertentu. Moral adalah suatu nilai-nilai yang berlaku di
suatu wilayah tertentu. Jadi pengertian moral dapat diartikan sebagai suatu adat istiadat,
kebiasaan, peraturan atau tata cara kehidupan dalam suatu masyarakat yang Berhubungan
sengan baik dan buruknya tingkah laku manusia. (Multahada, 2005)
Nilai moral yang berkembang di suatu masyarakat tentulah berbeda-beda, sesuai
dengan yang telah disepakati bersama. Sesuai dengan apa yang dikatakatan Hogan (dalam
Haste dan Locke, 1983), ia mencoba mendefenisikan nilai moral dari perspektif sosial. Ia
mengatakan bahwa moral bersifat relatif artinya, nilai moral adalah suatu nilai yang

ditetapkan secara kultural maupun subkultural secara tidak pasti. Dengan demiian setiap
orang mempunyai “kebebasan” dalam memahami dan menginternalisasi nilai moral yang
berkembang pada suatu masyarakat. Nilai moral yang berkembang di masyarakat dapat saja
berubah karena pengaruh budaya dari luar, teknologi, maupun ideologi. Hal semacam inilah
yang menjadikan seseorang remaja menyimpang dari nilai-nilai moral yang ada. Lalu apa
kaitan antara moral dengan remaja? Bagaimana moral berkembang pada remaja?
Perkembangan moral sebenarnya telah berlangsung pada masa kanak-kanak. Namun
pada saat remaja akan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan kemampuan
kognitif dan minat sosialnya. Menurut Damon (1984) ada membedakn antara remaja dengan
anak kecil, yaitu (1) remaja lebih sensitif terhadap pandangan dan harapan masyarakat.
Remaja sering mementingkan “reputasi” dirinya. Selain itu remaja lebih dituntut untuk
mewujudkan harapan dan tanggung jawab dari lingkungan. Hal tersebut digunakan untuk
mewujudkan reputasinya. Yang ujung ada keinginan dalam remaja untuk dapat diterima dan
dihargai secara sosial dalam suatu lingkungan. (2) ideologi. Remaja mulai senang dengan halhal yang bersifat filosofi, ideologi, aliran-aliran. Mereka terkadang mulai mengadopsi hal
tersebut sebagai pandangan, pendapat dan kepercayaan.
Ada dua hal yang bisa mempengaruhi perkembangan moral remaja, yaitu
perkembangan kognitif dan interaksi sosial. Pertama, adalah kemampuan berfikirnya.
Menurut Kohlberg masa reaja masuk pada tahap pasca konvensional. Pada masa ini remaja
sudah mampu berfikir secara induksi-induksi, sudah mampu menghadapi beberapa masalah.


Gallagher (dalam Craig, 1980) mengatakan remaja sudah mampu mengkombinasikan dan
mencari solusi permasalahan. Perkembangan kognitif pada remaja meliputi kemampuan
berfikir secara rasional dan penalaran secara efektif, sehingga remaja secara relatif telah
mampu membuat keputusan sendiri. Kemampuan operasional kognitif serta ketrampilan
perspektif abstrak akan mempengaruhi pencapaian prinsip moralitas (Helwig dalam
Multahada, 2005).
Kedua, interaksi sosial. Kematangan moral tidak hanya ditentukan oleh kematangan
berfikir saja tetapi perlu didukung oleh kematangan lainnya, salah satunya kematangan sosial.
Pada saat remaja, keinginan untuk berinteraksi dengan teman-teman sudah mlai tumbuh.
Orientasinya tidak lagi kedalam (keluarga) tetapi lebih keluar keluarga. Dengan berinteraksi
dengan teman-teman sebaya, orang dewasa dan masyarakat, maka remaja mulai belajar
banyak hal. Seperti perilaku tolong-menolong, bekerjasama, empati, saling memahami dan
sebagainya. Menurut teori social learning (dalam Atkinson, 1999) seseorang dapat belajar
dari cara mengamati perilaku orang lain. Remaja mulai membandingkan dirinya dengan
orang lain baik dalam berpikir, bersikap dan berperilaku. Setelah itu remaja baru bisa
memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya.
Remaja adalah masa-masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa awal. Pada
masa itu banyak perubahan yang terjadi pada diri remaja, mulai dari perubahan fisik,
psikologis, dan perkembangan sosial (Schuster, 1980). Hal ini menjadi masa remaja yang
sering disebut masa “kritis”. Artinya masa remaja menjadi masa yang labil, penuh gejolak,

dan cenderung mudah terbawa arus. Selain itu, remaja mulai mempertanyakam dirinya
sendiri. Siapakah saya? Pertanyaan seperti ini sering muncul karena remaja sedang
mengalami masa transisi dari anak-anak menuju dewasa awal. Perubahan-perubahan yang
terjadi pada remaja menuntut mereka untuk dapat menyesuaikan diri dengan peran baru yang
mereka sandang. Bila remaja tidak dapat menyesuaikan, maka ia akan sulit menemukan
identitas dirinya. Seperti teori Erikson (dalam Hurlock, 1980), ia mengatakan bahwa masa
remaja merupakan masa pencarian identitas diri, bila remaja gagal, maka ia akan mengalami
kekaburan identitas. Lalu bagaimana proses pencarian identitas remaja? Salah satunya
dengan mulai berinteraksi dengan kelompok sebaya (peer group).
Kelompok sebaya (peer group) sangatlah penting bagi proses perkembangan remaja.
Menurut penelitian, remaja yang bergabung dengan kelompok informa maksudnya di luar
sekolah (tim sepakbola, band, pramuka dan sebagainya) akan memunculkan ras keinginan
untuk memiliki status sosial (Austin.1980). bergabungnya remaja pada suatu kelompok akan
membuat remaja lebih banyak belajar dari orang lain, bagaimana bertingkah laku,

bekerjasama dengan orang lain dan memahami antar sesama. Itu beberapa keuntungan
didapati remaja ketika bergabung pada suatu kelompok. Namun ada beberapa dampak
negatifnya. Salah satunya adalah nimai-nilai negatif yang dianut kelompok. Ketika remaja
bergabung dengan suatu kelompok, maka konsekuensinya remaja harus mengikuti apa yang
disepakati kelompoknya. Hal ini dilakukan karena berkaitan dengan penerimaan sosial (social

acceptance) pada kelompok. Dengan demikian remaja lebih suka mengadopsi nilai-nilai dari
peer group daripada orangtua. Kadang-kadang nilai-nilai yang dianut oleh remaja dari
kelompoknya bertentangan dengan nilai-nilai yang di dalam keluarga. Bahkan bisa terjadi
konflik antara remaja dengan orangtua. Benar menurut kelompoknya belum tentu benar
menurut masyarakat dan kelurga. Disinilah peran keluarga menjadi penting. Bagaimana
orangtua dapat menanamkan nilai-nilai yang baik pada remaja. Selain itu orangtua harus
menjalin komunikasi yang positif. Dengan itu, diharapkan nilai-nilai moral yang diajarkan
orangtua kepada remaja dapat dipahami dan diterima. Lalu timbul pertanyaan, bagaimana
pengaruh tingkat pendidikan orangtua terhadap perkembangan moral remaja?
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH
TINGKAT PENDIDIKAN ORANGTUA TERHADAP PERKEMBANGAN MORAL PADA
REMAJA” di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.

1.2 Rumusan Masalah
1. Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap perkembangan moral
pada anak remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang?
2. Adakah pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap perkembangan moral pada
anak remajadi Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap
perkembangan moral pada anak remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
2. Adakah pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap perkembangan moral pada
anak remajadi Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi Orang Tua
Untuk memberikan pengertian kepada orang tua bahwa pendidikan bagi anak itu
sangat penting. Selain itu orang tua juga merupakan salah satu dari faktor
perkembangan moral dari remaja, sehingga orang tua perlu memiliki pengetahuan
yang tinggi tentang moral yang baik. Karena moral anak akan terbentuk pertama kali
di lingkungan keluarga.
2. Bagi Remaja
Para remaja dapat mengetahui tentang moral-moral dalam masyarakat yang baik dan
memilih teman sebaya yang memiliki moral yang baik juga. Remaja dapat lebih
mementingkan pendidikan untuk bekal mengembangkan moral pada anaknya kelak.

1.5 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah bertujuan agar penelitian yang dilakukan ini lebih terarah pada bidang

kajian yang diteliti. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Pengaruh
Pengaruh adalah daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda, dan
sebagainya) yang berkuasa atau memberi kekuatan. (Poerwodarminta, dalam
Nugroho, 2011: 08)
2. Pengertian pendidikan
Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang SistemPendidikan
Nasional pasal 1 merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkaansuasana
belajar

dan

proses

pembelajaran

agar

peserta


didik

secara

aktif

mengembangkanpotensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa, dan negara.

3. Definisi Perkembangan Moral
Menurut Rogers, Pengertian Moral adalah aspek kepribadian yang diperlukan
seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, seimbang dan

adil. Perilaku moral ini diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh
keteraturan, keharmonisan dan ketertiban.
Menurut Kohlberg, penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional.
Keputusan dari moral ini bukanlah soal perasaan atau nilai, malainkan selalu
mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat
konstruksi kognitif yang bersifat aktif terhadap titik pandang masing-masing individu

sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan, kewajiban, hak dan keterlibatan
setiap pribadi terhadap sesuatu yang baik dan juga adil. kesemuanya ini merupakan
tindakan kognitif.
4. Pengertian Remaja
Remaja adalah masa-masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa awal.Pada
masa itu banyak perubahan yang terjadi pada diri remaja, mulai dari perubahanfisik,
psikologis, dan perkembangan sosial (Schuster, 1980).

BAB II
LANDASAN TEORI
1.1 Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan
Menurut UU No. 20 tahun 2003 pengertian Pendidikan adalah sebuah usaha
yang di lakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk

memiliki


kekuatan

spiritual

keagamaaan,

membangun

kepribadian,

pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan
perubahan yang tetap (permanen) di dalam kebiasaan-kebiasaan tingkah lakunya,
pikirannya dan sikapnya, menurut Sir Godfrey Thomson (dalam Fattah, 2012:39).
Sedangkan menurut Ahmadi (1991: 71) Pendidikan adalah pengaruh, bantuanatau
tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik.
Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha
manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawan baik
jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan
kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan normanormatersebut serta mewariskan kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan
dalamhidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan sebagai
usaha manusiauntuk melestarikan hidupnya, atau dengan kata lain bahwa pendidikan
dapat diartikansebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar
pandangan hidupbangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi
sebagai filsafatpendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan
pendidikannya. Sekaligusjuga menunjukkan sesuatu bagaimana warga negara
bangsanya berpikir dan berperilakusecara turun-temurun hingga kepada generasi
berikutnya yang dalam perkembangannyaakan sampai pada tingkat peradaban yang
maju atau meningkatnya nilai-nilai kehidupandan pembinaan kehidupan yang lebih
sempurna.
Semakin tinggi cita-cita manusia semakin menuntut kepada peningkatan mutu
pendidikan sebagai sarana mencapai cita-cita tersebut. Akan tetapi di balik itu,
karenasemakin tinggi cita-cita yang hendak diraih, maka semakin kompleks jiwa
manusia itu,karena didorong oleh tuntutan hidup (rising demands) yang meningkat

pula. Itulahsebabnya pendidikan beserta lembaga-lembaganya harus menjadi cermin
dari cita-citakelompok manusia di satu pihak dan pada waktu bersamaan, pendidikan
sekaligusmenjadi lembaga yang mampu mengubah dan meningkatkan cita-cita hidup
kelompokmanusia sehingga tidak terbelakang dan statis. Pendidikan sebagai salah
satu sektor yangpaling penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan
untuk berfungsisemaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup
manusia Indonesia, dimana iman dan takwa kapada Tuhan Yang Maha Esa menjadi
sumber motivasikehidupan segala bidang. (Ihsan, 2010: 1)
Di dalam buku Fattah (2012, 38-39) memuat definisi-devinisi pendidikan yang
dikemukakanoleh para ahli diantaranya yaitu:
a. Driyarkara

(1980)

mengatakan

bahwa

pendidikan

adalah

upaya

memanusiakan manusiamuda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah
yang disebut mendidik.
b. Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses di
manaseseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk
tingkah lakulainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses sosial di
mana orangdihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khususnya yangdatang dari sekolah), sehingga dia dapat
memperoleh

atau

mengalami

perkembangankemampuan

sosial

dan

kemampuan individu yang optimum.
c. Crow and Crow menyebut pendidikan adalah proses yang berisi berbagai
macamkegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan
membantumeneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari
generasi ke generasi.
d. Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Taman Siswa yang pertama pada tahun
1930menyebutkan: Pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan
bertunbuhnya budipekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan
tubuh anak; dalam TamanSiswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian
itu agar kita dapat memajukankesempurnaan hidup, kehidupan dan
penghidupan anak-anak yang kita didik selarasdengan duniannya.
e. Di dalam GBHN tahun 1973 disebutkan bahwa pendidikan pada hakikatnya
adalahusaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di
dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Dari uraian di atas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai:
1. Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan;
2. Suatu

pengarahan

dan

bimbingan

yang

diberikan

kepada

anak

dalampertumbuhannya;
3. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu
yangdikehendaki oleh masyarakat;
4. Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju
kedewasaan.
Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan
pembentukan ketrampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk
mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola
hidup pribadi dan sosial yang memuaskan, pendidikan bukan semata-mata sebagai
sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi untuk kehidupan anak
sekarang yangsedang mengalami perkembangan menuju ke tingkat kedewasaanya.
2. Jalur Pendidikan
Pengalaman

yang

dialami

oleh

seseorang

khususnya

pengalaman

pendidikanberbeda-beda, baik dilihat dari jalur, jenjang maupun jenis pendidikan
yang dialaminya.Dalam undang-undang sisdiknas no.20 tahun 2003 (bab 1 pasal 1
no.7),

Jalur

pendidikanadalah

wahana

yang

dilalui

peserta

didik

untuk

mengembangkan potensi diri dalam suatuproses pendidikan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan.Jalur pendidikan terdiri ataspendidikan formal, nonformal, dan
informal yang dapat saling melengkapi danmemperkaya.
a.

Pendidikan Formal
Yaitu

pendidikan

yang

berlangsung

secara

teratur

sistematis,

mempunyaijenjang dan dalam kurun waktu tertentu. Pendidikan ini
berlangsung di sekolah.

b. Pendidikan Non-Formal
Pendidikan nonformal yaitu pendidikan yang diselenggarakan bagi
wargamasyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti,penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam

rangka mendukungpendidikan sepanjang hayat. Selain itu juga berfungsi
untuk mengembangkan potensipeserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilanfungsional serta pengembangan
sikap

dan

kepribadian

profesional.Pendidikan

nonformal

meliputi

pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anakusia dini, pendidikan
kepemudaan,

pendidikan

pemberdayaan

perempuan,

pendidikankeaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, sertapendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.Satuan pendidikan nonformal
terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,kelompok belajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuanpendidikan
yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat
yangmemerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan
sikap untukmengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha
mandiri,

dan/ataumelanjutkan

pendidikan

ke

jenjang

yang

lebih

tinggi.Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil
programpendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan
oleh lembaga yangditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dengan mengacu pada standarnasional pendidikan.
c. Pendidikan Informal
Yaitu

kegiatan

pendidikan

yang

dilakukan

oleh

keluarga

dan

lingkunganberbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan
sama dengan pendidikanformal dan nonformal setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar nasionalpendidikan. (UUSPN no.20 th 2003)
3. Jenjang Pendidikan
Dalam Undang-undang System Pendidikan Nasional no.20 th 2003, jenjang
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan
yangdikembangkan. Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan tentang jenjang
pendidikandari yang terendah sampai yang tertinggi sebagai berikut:
a. Jenjang Pendidikan Dasar
Pendidikan

dasar

adalah

pendidikan

yang

memberikan

pengetahuan

danketerampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat,

sertamempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Pendidikandasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal
bagiperkembangan kehidupan baik untuk pribadi maupun masyarakat. (Ihsan,
2010: 22). Dari penjelasan di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
sekolahdasar merupakan lembaga pendidikan terendah untuk mempersiapkan
siswanya kelembaga yang lebih tinggi. Sedangkan pendidikan dasar merupakan
pendidikan yanglamanya sembilan tahun terdiri dari sekolah dasar selama enam
tahun dan SLTP selama tiga tahun. Jadi pendidikan dasar tidak identik dengan
sekolah dasar,melainkan sekolah dasar merupakan bagian dari pendidikan dasar.
Adapun jenjangpendidikan yang termasuk dalam pendidikan dasar adalah SD/MI,
SMP/MTs, atauyang sederajat.
b. Jenjang Pendidikan Menengah
Dalam hal ini Ihsan (2010: 23) juga mengemukakan bahwa pendidikanmenengah
adalah

pendidikan

yang

mempersiapkan

peserta

didik

menjadi

anggotamasyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal
balik denganlingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat
mengembangkan kemampuanlebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan
tinggi. Dari penjelasan tersebut makadapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan
menengah merupakan kelanjutan daripendidikan dasar yang diarahkan untuk
mempersiapkan anak didik agar mampumenghadapi kehidupan. Adapun sekolahsekolah yang termasuk ke dalam pendidikanmenengah yaitu SMA, MA, SPK,
SMK, dan sekolah lain yang sederajat.
c. Jenjang Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi adalah yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadianggota
masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersikap akademisatau
professional

sehingga

dapat

menerapkan,

mengembangkan,

atau

menciptakanilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam rangka pembangunan
nasional

danmeningkatkan

kesejahteraan

manusia

(Kep.Mendikbud

No.

0186/P/1984)
Untuk mengetahui lebih jauh tentang perguruan tinggi di Indonesia, bisa kitalihat
pada UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 20 ayat I yang
berbunyi:“Perguruan tinggi dapat berbentuk akademik, sekolah tinggi, institut,
universitas danpoliteknik”. Dari UU Sisdiknas pasal 20 ayat I diatas dapat kita
lihat dan kita ketahuibahwa perguruan tinggi di Indonesia ada lima yaitu:

1. Sekolah Tinggi
2. Institut
3. Universitas
4. Akademik
5. Politeknik
4. Tujuan Pendidikan di Indonesia
Pendidikan merupakan upaya membentuk kepribadian manusia. Dalam

konteks mikro, orang tua dapat menjadikan pendidikan sebagai upaya dalam
membentuk pribadi anak sesuai yang diharapkan. Dan dalam konteks makro
pendidikan nasional juga merupakan upaya strategis dalam membentuk kepribadian
bangsa sesuai dengan apa yang dicita-citakan dan yang dibutuhkan dalam
pembangunan.
Pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan pendidikan yang berlandaskan
filsafat hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Inilah yang akan menjadi pedoman
pokok dalam upaya pendidikan, merealisasikannya melalui pendidikan warga negara
dan akan diperjuangkan dan dikembangkan melalui upaya-upaya pendidikan kita
sejak dalam keluarga, masyarakat dan sekolah (Croe, 1990:9)
Sedangkan tujuan pendidikan menurut Langeveld yaitu dibagi menjadi 6,
yaitu :
a. Tujuan Umum
Adalah

tercapainya

kedewasaan

jasmani

dan

rohani

anak

didik.

Pengertiankedewasaan jasmani adalah apabila pertumbuhan fisik atau
jasmaninya sudahpenuh sempurna dan tidak mengalami pertumbuhan lagi.
Kedewasaan rohanipada prinsipnya apabila anak didik sudah mampu
menolong dirinya sendiri,mampu berdiri sendiri dan mampu bertanggung
jawab atas segala perbuatannya.

b. Tujuan Khusus
Yaitu

pengkhususan

dari

tujuan

umum.

Sebagai

pengkhususandisesuaikan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Sifat dan bakat anak didik, umur dan jenis kelamin

dasar

- Kemungkinan yang ada pada keluarga, masyarakat dan lingkungan anak
didik
- Kesanggupan pada pendidik
- Tugas masing-masing lembaga pendidikan
- Tugas bangsa dan umat manusia dewasa ini.
c. Tujuan Insidental (Seketika atau Sesaat)
Tujuan ini hanya bersifat seketika atau sesaat di mana situasi dan
kondisimemerlukannya. Misalnya tujuan untuk mengadakan liburan atau
variasi dalamkehidupan sekolah dengan diadakan darma wisata. Dalam hal ini
tujuan sudahtercapai setelah darma wisata itu dilakukan.
d. Tujuan Sementara
Tujuan sementara merupakan terminal dalam perjalanan atau prosesmencapai
tujuan akhir. Dan setiap terminal (pertahapan) merupakan landasan
bagipencapaian tahap berikutnya. Perumusan tujuan ini erat kaitannya
denganperkembangan anak.
e. Tujuan Tidak Lengkap (Partial)
Tujuan ini menyangkut pembinaan aspek kepribadian manusia yangmuncul
sebagai fungsi rokhaniah yang khas sesuai dengan latar belakang
etnis,keagamaan, estetis, intelektual dan bakat-bakat tertentu yang ada pada
seseorang.
f. Tujuan Perantara (Intermediasi)
Fungsi utama tujuan ini sebagai alat mencapai tujuan berikutnya.Misalnya
belajar membaca sebagai alat untuk memahami ilmu pengetahuan.(Ahmadi,
1991: 105)
Dari beberapa rumusan tersebut, maka jelaslah bahwa tjuan pendidikan bukan
hanya membentuk anak didik menjadi orang yang memiliki pengetahuan yang luas
saja, tetapi supaya anak itu berbudi pekerti luhur dan mau mengabdi kepada Allah
sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

5. Fungsi pendidikan
Lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yang nyata yakni

1. Menanamkan keterampilan yang diperlukan untuk ikut ambil bagian dalam
demokrasi
2. Mengembangkan bakat yang dimiliki tiap orang demi kepentingan pribadi dan
masyarakat
3. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk dapat mencari nafkah
4. Melestarikan kebudayaan
5. Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui mekanisme pendidikan di sekolah,
orang tua melimpahkan wewenang dan tugas dalam mendidik anak pada pihak
sekolah
6. Sebagai sarana untuk mengakomodir perselisihan paham seperti perbedaan
pandangan antara pihak sekolah dan pihak umum tentang beberapa nilai tertentu
misalnya keterbukaan, pendidikan seks dan lain sebagainya
7. Menjaga system kelas sosial. Pendidikan sekolah adalah sebagai sarana siswa
melangkah ke tahapan dimana pada akhirnya dapat memiliki status sosial yang
sama atau lebih tinggi dari orang tuanya. Di sekolah juga diajarkan untuk dapat
menerima berbagai perbedaan dan status yang ada di masyarakat
8. Pendidikan sekolah juga dianggap mampu memperpanjang masa remaja seseorang
karena peserta didik dianggap masih tergantung secara psikologis dan finansial
pada orang tuanya
1.2 Perkembangan Moral pada Remaja
1. Pengertian Perkembangan Moral
Menurut Rogers, Pengertian Moral adalah aspek kepribadian yang diperlukan
seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, seimbang dan
adil. Perilaku moral ini diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh
keteraturan, keharmonisan dan ketertiban.

Menurut Kohlberg, penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat
rasional. Keputusan dari moral ini bukanlah soal perasaan atau nilai, malainkan selalu
mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat

konstruksi kognitif yang bersifat aktif terhadap titik pandang masing-masing individu
sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan, kewajiban, hak dan keterlibatan
setiap pribadi terhadap sesuatu yang baik dan juga adil. kesemuanya ini merupakan
tindakan kognitif.
Kohlberg juga mengatakan bahwa terdapat pertimbangan moral yang sesuai
dengan pandangan formal harus diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja untuk
mempertanggungjawabkan perbuatan moralnya.Kolhberg juga membenarkan gagasan
Jean Piaget yang mengatakan bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah
mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral. Adanya kesejajaran
antara perkembangan kognitif dengan perkembangan moral dapat dilihat pada masa
remaja yang mencapai tahap tertinggi dari perkembangan moral, yang kemudian
ditandai dengan kemampuan remaja menerapkan prinsip keadilan universal pada
penilaian moralnya.
1. Perkembangan moral menurutteori belajar social
Menurut teori ini perkembangan moral merupakan proses yang dipelajari
selama proses interaksi sosial perseorangan dengan orang lain
Remaja akan berkembang moral dan baik apabila dalam sejarah kehidupan
ia dapat meniru orang lain dilingkungannya.
2. Perkembangan moral menurut teori kognitif
Jean Piaget menekankan bahwa perrkembangan kognitif erat kaitanya
dengan perkembangan moral remaja tergantung dengan perkembangan
konitif.
2. Tahap-tahap Perkembangan Moral
Tahap-tahap perkembangan moral yang dikemukakan oleh Lawrence E Kohlberg.
Tahap-tahap berkembangan moral tersebut, yaitu :
1. Tingkat Prakonvensional yaitu tahap perkembangan moral yang aturanaturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh individu atau
anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya, baik itu berupa
sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan. Pada tingkat ini terdapat dua
tahap, yaitu tahap orientasi hukuman dan kepatuhan serta orientasi
relativitas instrumental.

2. Tingkat Konvensional ialah tahap perkembangan moral yang aturanaturan dan ungkapan-ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti
harapan keluarga, kelompok atau masyarakat. Pada tingkat ini terdapat
juga dua tahap, yaitu tahap orientasi kesepakatan antara pribadi atau
disebut "orientasi anak manis" serta tahap orientasi hukum atau ketertiban.
3. Tingkat Pascakonvensional adalah tahap perkembangan moral yang
aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dirumuskan secara jelas
berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan
dapat diterapkan, hal ini terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang
berpegangan pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri
dengan kelompok tersebut. Pada tingkatan ini terdapat dua tahap, yaitu
tahap orientasi kontrak sosial legalitas dan tahap orientasi prinsip etika
universal.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
1. Orang tua dan guru sebagai model.
Setiap anak menjadikan orangtua sebagai contoh teladan hidupnya, aspek
tingkahlaku orangtua dan guru dipandukan atau diuji dengan kenyataan yang
berbeda dilingkunagn sehingga terjadilah identifikasi analitik yang hasilnya
tingkahlaku yang diperoleh pada saat identifikasi.seorang anak meniru tinkahlaku
orangtua nta dilihat dari : keseluruhan tingkahlaku, motivasi, aspirasi.
2. Perubahan dalam lingkungan
Perubahan dan kemajuan dalam berbagai bidang membawa pergeseran nilai moral
serta

sikap

warga

masyarakat

ditengah

perubahan

dapat

terjadi

kemajuan/kemrosotan moral. Perbedaan perilaku moral individu sebagian adalah
dampak pengalaman dan pelajaran dari lingkungan nilai masyarakatnya.
Lingkungan memberi ganjaran dan hukuman. Ini memacu proses belajar dan
perkembangan moral secara berkondisi.
3. Struktur kepribadian
Psiko analisa (freud) menggambarkan perkembangan kepribadian termasuk moral.
Dimulai ndengan sistem ID, selaku aspek biologis yang irasional dan tak disadari.
Diikuti aspek psikologis yaitu subsistemego yang rasional dan sadar. Kemudian

pembentukan superego sebagai aspek sosial yang berisi sistem nilai dan moral
masyarakat.

1.3 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan
dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting, menurut
Uma Sekaran (dalam Sugiyono, 2013: 60).
Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa kerangka berfikir merupakan alur
atau arah berfikir yang hendak disampaikan oleh peneliti kepada pembaca. Dari landasan
teori yang sudah dibahas sebelumnya ada dua variabel yang digunakan dalam penelitian,
yaitu variabel independen yang dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan orang tua
dan variabel dependen yang dalam penelitian ini adalah perkembangan moral. Tingkat
pendidikan seseorang akan berbeda-beda, satu orang dengan orang lainnya tidak memiliki
kesamaan. Tingkat pendidikan seseorang dapat diukur dari jenjang

pendidikannya

maupun dari jalur pendidikannya. Pada variabel dependen “Perkembangan Moral”
terdapat beberapa teori yang dibahas, salah satu pembahasan dalam perkembangan moral
adalah faktor ang dapat mempengaruhi perkembangan moral dan tahap-tahap
perkembangan moral.
1.4 Hipotesis
Pada penelitian yang akan dilakukan, terdapat beberapa kemungkinan Hipotesis yang
akan muncul, yaitu sebagai berikut:
1. Hipotesis Kerja (Ha) yaitu terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan orangtua
terhadap perkembang moral pada remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
2. Hipotesis nol (Ho) yaitu tidak terdapatpengaruh antara tingkat pendidikan orangtua
terhadap perkembang moral pada remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
Selanjutnya hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Hipotesis
Kerja (Ha) yaitu terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan orangtua terhadap
perkembang moral pada remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, yaitu
penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang
diangkakan Sugiyono, (2003:14)
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang di pilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah di Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang. Alasan peneliti memilih lokasi ini, diantaranya sebagai
berikut:
1. Di kecamatan Dukun merupakan daerah asal peneliti sehingga lebih menghemat
biaya dan waktu.
2. Peneliti sudah mengenal dan memahami lokasi penelitian sehingga lebih
memudahkan untuk melakukan penelitian
3.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2008:115), “Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu. ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”. Dalam penelitian ini
populasinya adalah orang tua remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2008:116) “sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.Sedangkan menurut Arikunto
(2008:116)

“Penentuan

pengambilan

Sample

sebagai

berikut

:

Apabila kurang dari 100 lebih baik diambil semua hingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara
10-15%

atau

20-55%

atau

lebih

tergantung

sedikit

banyaknya

dari:

1.

Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.

2.

Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini
menyangkut banyak sedikitnya dana.

3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti untuk peneliti yang
resikonya besar, tentu saja jika samplenya besar hasilnya akan lebih
baik.
Peneliti menggunakan sampel 15% dari populasi yang ada.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan
yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudin ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu:
1. Variabel independen
Variabel independen yaitu variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi atau
menjadi sebab perubahan variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah tingkat pendidikan orang tua.
2. Variabel dependen
Variabel dependen yaitu variabel terikata atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen (bebas). Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah perkembangan
moral pada remaja.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Arikunto (2002:136) ” metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh
peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya ”. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat dikatakan bahwa metode penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data yang di perlukan dalam penelitian.
Yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu:
1. Kuesioner atau angket

Pengertian metode angket menurut Arikunto (2006:151) “Angket adalah
pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui”. Sedangkan
menurut Sugiyono (2008:199) “Angket atau kuesioner merupakan tehnik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan
atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab”.
Kuesioner atau angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
kuesioner atau angket langsung yang tertutup karena responden hanya tinggal
memberikan tanda pada salah satu jawaban yang dianggap benar.
2. Dokumentasi
Menurut

Arikunto

(2006:158)

“Dokumentasi

adalah

mencari

dan

mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat
kabar, majalah, notulen, rapot, agenda dan sebagainya.”
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini contohnya adalah data
remaja

yang

berada

di

kecamatan

Dukun

Kabupaten

Magelang.

3.6 Analisis Data
Sesuai dengan judul penelitian ini maka peneliti dapat mengolah data
menggunakan pengolahan data secara statistik. Adapun metode analisis data yang
digunakan adalah sebagai berikut:
a. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
umum atau generalisasi (Sugiyono, 2013:207).
b. Analisis Regresi Sederhana
Analisis digunakan untuk membuat model matematika yang dapat menunjukkan
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini
terdapat satu variabel terikat dan variabel bebas sehingga peneliti menggunakan
metode analisis regresi linier sederhana untuk mengetahui adakah pengaruh dan
berapa

besar

pengaruh

antara

tingkat

pendidikan

orangtua

terhadap

perkembangan moral pada remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2010. Judul : Psikologi Remaja (Perkembangan
Peserta Dididik). Penerbit PT Bumi Aksara : Jakarta.
Rifa’i, Achmad. 2008. Aplikasi Statistik Untuk Menganalisis Data Penelitian Pendidikan.
Semarang: UNNES PRESS.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
D. Bandung: ALFABETA
Sumber: https://notako.wordpress.com/2013/06/16/psikologi-kenakalan-remaja
Sumber: http://evayuliawati.blogspot.co.id/2013/03/makalah-perkembangan-moral.html
Sumber:http://www.eurekapendidikan.com/2015/02/peran-keluarga-dalam-perkembanganmoral.html
Sumber:

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3982/A13.pdf?

sequence=1
Sutarto, Joko. 2007. Pendidikan Nonformal (Konsep Dasar, Proses Pembelajaran, &
Pemberdayaan Masyarakat). Semarang: UNNES PRESS.