A B PROSIDING KBS 2 UNNES 2 1 319
INTERNATIONAL CONFERENCE ON LANGUAGE, LITERATURE AND TEACHING
Jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Semarang
Editor: Zulfa Fahmy
Tata Letak Zulfa Fahmy Ayom Indramayu Wahyu Mutiana Windari Esa Meigiza Fahrudin Bustomi Faoziah Arumi Emi Nur Hidayah
Desain sampul Danang Wahyu Puspito
ISSN 2598-0610 E-ISSN 2598-0629
KATA PENGANTAR
Literasi telah lama disadari sebagai salah satu elan penting bagi manusia, baik secara individual maupun secara komunal. Literasi mencakup banyak aspek dalam kehidupan. Jika dulu literasi hanya dimaknai sebagai kemelekaksaraan dan kemampuan membaca teks, kini literasi diperluas maknanya sehingga mencakup kecakapan berbahasa, bersastra, bermedia (termasuk media sosial), bahkan ber- karya ilmiah. Luasnya perspektif literasi semakin mengokohkan bahwa literasi sebagai unsur penting dalam masyarakat.
Berbagai survei, baik yang dilakukan lembaga nasional maupun internasional, menunjukkan kemampuan literasi masyarakat Indonesia masih rendah. Kondisi demikian membawa sejumlah konskuensi turuan. Literasi yang rendah menyebabkan distribusi pengetahuan tidak progresif, produktivitas rendah, bahkan dalam banyak kasus juga menyebabkan hubungan sosial menjadi tegang. Akibat yang disebutkan terakhir itu terutama disebabkan oleh beredarnya berita bohong (hoaks).
Dalam perspektif yang lebih luas dan jangka panjang, literasi merupakan variabel yang sangat menentukan program-program jangka panjang negara. Kesuksesan Indonesia untuk menjadi negara besar, adil, dan makmur turut ditentukan oleh daya literasinya. Sebab, literasi juga berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ada sejumlah inisiatif yang dilakukan untuk merespon rendahnya kecakapan literasi di Indonesia. Inisiatif itu telah diambil pemerintah dengan menjalankan Gerakan Literasi Nasional (GLN). Inisiatif serupa juga diambil oleh komunitas masyarakat dengan membangun komunitas baca dalam skala kecil. Dalam dua inisiatif itu, ada peran swasta yang biasanya terlibat sebagai penyokong logistik untuk mendukung program-program tersebut.
Perguruan tinggi tentu saja memiliki peran yang tidak kecil untuk turut menyelesaikan persoalan kebangsaan ini. Terlebih, perguruan tinggi adalah Perguruan tinggi tentu saja memiliki peran yang tidak kecil untuk turut menyelesaikan persoalan kebangsaan ini. Terlebih, perguruan tinggi adalah
Universitas Negeri Semarang (UNNES) dalam kapasitas sebagai perguruan tinggi negeri mengambil peran-peran demikian bersama perguruan tinggi lain. Namun UNNES memiliki peran yang lebih spesifik lagi karena memiliki tekad menjadikan dirinya sebagai rumah ilmu. Dalam pengertian luas, rumah ilmu adalah ruang yang menjadikan ilmu pengetahuan sebagai landasan utama dalam aktivitasnya. Dalam setiap keputusan dan tindakannya.
Untuk memperkuat jati diri sebagai rumah ilmu, UNNES telah menempuh serangkaian kebijakan untuk meningkatkan performanya sebagai lembaga keilmuan. Selain meningkatkan kiklim akademik, meningkatkan produktivitas penelitian, meningkatkan publikasi, UNNES juga mendeseminasikan hasil penelitiannya kepada masyarakat secara langsung. Aktivitas tersebut biasanya dilakukan dalam bentuk program pengabdian kepada masyarakat.
Tema Membangun Budaya Literasi yang diangkat dalam Koenferensi Bahasa dan Sastra II (KBS II) ini merupakan tema yang tepat dalam konteks meningkatkan peran perguruan tinggi dalam meningkatkan budaya literasi. Melalui forum ini diharapkan akan muncul perspektif keilmuan baru yang dapat menopang suksesnya program literasi, baik program yang sedang berjalan maupun program yang baru direncanakan. Kajian yang dihasilkan melalui forum KBS II diharapkan dapat menjadi panduan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program literasi.
Saya menyambut baik terselenggaranya KBS II ini dan mengucapkan terima kasih kepada para panitia, pembicara, pemakalah, dan peserta. Semoga Konferensi Bahasa dan Sastra II dapat terlaksana dengan baik dan ditindaklanjuti dengan konferensi sejenis yang lebih mantap lagi. KBS II adalah sumbangan yang bermakna bagi kemajuan gerakan literasi di Indonesia.
Rektor UNNES Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum.
PENINGKATAN KECAKAPAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA REVOLUSI INDUSTRI 4.0. DENGAN LITERASI
Fathur Rokhman
Jurusan Bahasa dan Sastra Indoensia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 surel: [email protected]
Abstrak
Sumber daya manusia merupakan elan vital bagi bangsa untuk mengembangkan peradaban unggul. Perjalanan sejarah peradaban telah dibuktikan bahwa SDM yang memiliki keunggulan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mampu membuat perubahan kehidupan manusia secara drastis dan revolusioner. Kini pada era revolusi industri 4.0. perubahan peradaban tidak perlu mengitung ribuan, ratusan, hingga puluhan tahun. Dengan ditemukan internet, perubahan peradaban manusia dapat berlangsung lebih cepat dibandingkan peradaban sebelumnya. Agar tidak tergerus dalam pusaran perubahan peradaban tersebut, kecakapan SDM dengan literasi tingkat tinggi menjadi modal dasar agar seseorang dapat bertahan dan bersaing dalam persaingan global. Karena itu, hanya dengan literasi pada era revolusi industri 4.0. ini, kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa dan negara dapat dicapai.
Kata kunci: kecapakan, literasi, revolusi industri 4.0., sumber daya manusia
Abstract
Human resource has become a vital life spirit that can build excellent civilization. The journey of civilization history has been passed through by the existence of people who belong with advanced and sophisticated human resources provenly being able to change human life drastically and revolutionarily. Nowadays, in the era of industry revolution 4.0, the change of civilization does not need to count a million, hundred or even tens of years. By the invention of internet, it can happen more rapidly than the last civilization. Being highly literate and skillful can be one essential asset that someone has, making him globally compete and endure. Accordingly, with the only being literate in this industry revolution era 4.0, the prosperity and wealth of a country and nation are easily achieved.
Keywords: skills, literacy, industry revolution 4.0, humah resources
PENDAHULUAN
Peradaban dalam revolusi industri 4.0. atau yang lebih dikenal dengan Internet of Things (IoT) memaksa manusia berubah sangat cepat. Arus perubahan itu mengakibatkan daya saing antarnegara makin sengit. Banyak negara berlomba-lomba untuk menginvestasikan pembiayaan dalam rangka meningkatkan daya saing. Hal ini disebabkan daya saing dianggap sebagai salah satu sumber ketahanan suatu bangsa atau negara dalam menghadapi berbagai tantangan dalam membangun peradaban.
Berdasarkan Global Competitiveness Report yang dirilis World Economic Forum (WEF), posisi daya saing Indonesia terus melorot setiap tahunnya, dari peringkat ke-37 menjadi peringkat ke-41. Jika dibandingkan dengan negera-negera tetangga, posisi Indonesia masih kalah. Singapura berada di peringkat ke-2, Malaysia berada di peringkat ke-25, dan Thailand berada di peringkat ke-34 (Schwab 2016). Selain itu, dari hasil penelitian Central Connecticut State University (CCSU) tahun 2016, Indonesia menempati rangking literasi ke 60 dari 61 negara dalam The World’s Most Literate Nations. Indonesia tertinggal dari negara pengguna facebook terbanyak lainnya, yakni Amerika Serikat (7) dan Brazil (43). Indonesia juga tertinggal dari sesama negara ASEAN, yakni Singapura (36), Malaysia (53) dan Thailand (59). Adapun lima besar urutan negara dengan rangking literasi tertinggi adalah Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark, dan Swedia. Data minat baca sebagai unsur literasi juga tidak menggembirakan. UNESCO pada tahun 2012 menyatakan bahwa indeks minat baca Indonesia hanya 0,001 yang berarti hanya ada 1 orang yang membaca dari setiap 1000 penduduk. Sementara kajian Perpustakaan Nasional pada tahun 2015 menunjukkan minat baca masyarakat masih 25,1 atau masuk kategori rendah.
Dengan kondisi yang demikian itu komunitas warganet Indonesia kurang mendapatkan suplai nutrisi untuk membuat konten maupun pembicaraan yang bermutu di sosial media. Wajar jika akhirnya informasi yang beredar di sosial media didominasi oleh hoaks, karena warganet gagal mengidentifikasi kebenaran suatu informasi yang diterima. Karena itu, literasi (literacy) sebagai wahana pengungkit Dengan kondisi yang demikian itu komunitas warganet Indonesia kurang mendapatkan suplai nutrisi untuk membuat konten maupun pembicaraan yang bermutu di sosial media. Wajar jika akhirnya informasi yang beredar di sosial media didominasi oleh hoaks, karena warganet gagal mengidentifikasi kebenaran suatu informasi yang diterima. Karena itu, literasi (literacy) sebagai wahana pengungkit
Berbeda dengan revolusi sebelumnya, revolusi industri ke-4 memberikan ruang bahwa teknologi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Berbagai macam kebutuhan manusia telah banyak menerapkan dukungan internet dan dunia digital sebagai wahana interaksi dan transaksi. Babak baru era ini menyebabkan perombakan besar dalam industri dan perusahaan. Keterbatasan yang dimiliki oleh industri tereduksi dengan kreativitas yang tidak lagi terkungkung dalam keterbatasan oleh sistem manufaktur atau lainnya. Era revolusi industri 4.0. benar-benar menyebabkan konsep dan proses perancangan industri mengalami penyesuaian dan perkembangan yang bermuara pada hasil produksi dengan harga murah dan kompetitif, peningkatan efisiensi dan produktivitas, penurunan biaya transportasi dan komunikasi, peningkatan keefektifan logistik dan rantai pasokan global, serta pembiayaan perdagangan akan berkurang. Pada konteks ini, perubahan dan perkembangan tersebut ditentukan oleh para tenaga kerja dengan kecakapan tinggi. Sementara itu, keberadaan para tenaga kerja dengan kecapakan rendah terancam akan digantikan oleh otomasi-otomasi dan robot yang diterapkan dalam berbagai bidang industri. Pada posisi ini kecakapan sumber daya manusia perlu ditingkatkan agar sesuai dengan peradaban revolusi industri 4.0.
Literasi sebagi Kunci Peningkatan Kecakapan Abad 21
Literasi (literacy) berasal dari Bahasa Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan pengertian sistem-sistem tulisan konvensi-konvensi yang menyertainya. Kendatipun demikian, literasi umunya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan. Adapun sistem bahasa tulis itu sifatnya sekunder. Manakala berbicara mengenai bahasa, tentunya tidak lepas dari pembicaraan mengenai budaya karena bahasa itu sendiri meruapakan bagian dari budaya. Karena itu, pendefinisian istilah literasi harus mencakup unsur yang meliputi bahasa itu sendiri, yakni situasi sosial budayanya. Berkenaan dengan ini Kern (2000) mendefinisikan istilah literasi secara komprehensif sebagai berikut:
Literacy is the use of socially-, and historically-, and culturally-situated practices of creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit a awareness of the relationship between textual conventions and their context of use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships. Because it is purpose sensitive, literacy in dynamic – not static – and variable across and whitin discourse communitises and cultures. It draws on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of written and spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge.
Literasi bukanlah sekadar keterampilan membaca dan menulis secara mekanis. Literasi meliputi tanggapan, pemahaman, dan kegiatan kehidupan yang tersusun dan diaplikasikan melalui kegiatan pembelajaran berkelanjutan. Dalam hal ini, konsep literasi mempunyai arti yang luas sebagaimana disarankan Wagner (1987), Freire dan Madeco (1987), Namuddu (1989), dan Unsworth (1993) yaitu penguasaan suatu tahap ilmu yang berdasarkan keterpaduan antara keterampilan mendengar, berbicara, membaca, menulis, berhitung, dan berpikir. Kemampuan ini melibatkan kegiatan mengumpulkan pengetahuan yang mengarahkan seseorang untuk memahami dan menggunakan bahasa yang tepat sesuai dengan situasi sosial. Konsep literasi yang digunakan dalam kegiatan ini memadukan konsep literasi fungsional, literasi skill (keterampilan dasar hidup dan literasi budaya).
Secara sederhana, definisi literasi diarahkan pada kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam konteks sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi juga dapat berarti melek teknologi, politik, berpikir kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Krisch dan Jungebult (1985) dalam Literacy: Profile of America’s Young Adult mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Lebih jauh, seseorang baru dapat dikatakan literat kalau ia sudah dapat memahami sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.
Dilihat dari tingkatan literasi, Wells (1987) menyatakan bahwa literasi dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu performative, funtional, informational, dan Dilihat dari tingkatan literasi, Wells (1987) menyatakan bahwa literasi dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu performative, funtional, informational, dan
Sebagai gambaran bentuk kemajuan yang dapat dirasakan dan diraih pada abad
21 melihat pada batasan yang dikemukakan P21, yakni: pihak yang kali pertama mendefinisikan batasan kecakapan abad 21 (twenty first century skills) yang menandai dimulainya revolusi industri 4.0. adalah lembaga P21. Menurut P21 (2009:3-7) definisi kacakapan abad 21 mencakupi (1) kemampuan belajar dan inovasi (learning and inovasi skills), (2) berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thingking and problem solving), (3) komunikasi dan kolaborasi (comunication and colaboration), (4) kemampuan Informasi, media, dan teknologi (information, media and technologi skills), dan (5) kemampuan hidup dan berkarir (life and carier skills). Konsep learning and inovasi skills mengacu pada bentuk kecakapan individu untuk memiliki kemampuan kreatif dan inovatif. Hal ini bermaksud bahwa aktivitas yang dilakukan keseluruhanya didasarkan pada implementasi proses kerja kreatif dan inovatif. Konsep critical thingking and problem solving diwujudkan dalam bentuk kecakapan dalam membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Konsep comunication and colaboration diimplementasikan dalam bentuk kecakapan berkomunikasi dengan jelas dan berkolaborasi dengan orang lain, termasuk juga bekerja sama dalam tim. Konsep information, media and technologi skills diwujudkan melalui literasi informasi, literasi media dan literasi ICT. Konsep life and carier skills diwujudkan dalam kecakapan individu untuk mampu melaksanakan sesuatu hal dengan cara fleksibel dan 21 melihat pada batasan yang dikemukakan P21, yakni: pihak yang kali pertama mendefinisikan batasan kecakapan abad 21 (twenty first century skills) yang menandai dimulainya revolusi industri 4.0. adalah lembaga P21. Menurut P21 (2009:3-7) definisi kacakapan abad 21 mencakupi (1) kemampuan belajar dan inovasi (learning and inovasi skills), (2) berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thingking and problem solving), (3) komunikasi dan kolaborasi (comunication and colaboration), (4) kemampuan Informasi, media, dan teknologi (information, media and technologi skills), dan (5) kemampuan hidup dan berkarir (life and carier skills). Konsep learning and inovasi skills mengacu pada bentuk kecakapan individu untuk memiliki kemampuan kreatif dan inovatif. Hal ini bermaksud bahwa aktivitas yang dilakukan keseluruhanya didasarkan pada implementasi proses kerja kreatif dan inovatif. Konsep critical thingking and problem solving diwujudkan dalam bentuk kecakapan dalam membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Konsep comunication and colaboration diimplementasikan dalam bentuk kecakapan berkomunikasi dengan jelas dan berkolaborasi dengan orang lain, termasuk juga bekerja sama dalam tim. Konsep information, media and technologi skills diwujudkan melalui literasi informasi, literasi media dan literasi ICT. Konsep life and carier skills diwujudkan dalam kecakapan individu untuk mampu melaksanakan sesuatu hal dengan cara fleksibel dan
Batasan kecakapan abad 21 tersebut, kecakapan abad 21 dapat diintegrasikan dalam beberapa domain yang terdiri atas knowledge, skills, attitudes, values, and ethics. Selanjutnya, konsep domain ini dikenal KSAVE (Binkley et al 2012: 24). Knowledge pada kategori ini mencakup semua referensi yang spesifik, pengetahuan atau pemahaman persyaratan pada setiap kecakapan abad 21. Knowledge ini sama halnya seperti kemampuan kognitif. Skills merupakan kemampuan dan keterampilan pada kecakapan abad 21. Dalam hal ini domain ini termasuk pada domain psikomotorik. Attitudes, values, and ethics merupakan nilai dari sikap dan kecakapan yang tercermin dalam kecakapan abad 21 yang identik dengan domain afektif. Dengan demikian, domain dalam kecakapan abad 21 mencakupi dalam tiga bentuk kecakapan, yakni: kemampuan, karakter, dan literasi. Pembentukan kecakapan ketiganya dilakukan secara simultan dari keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ini berarti peran keluarga, sekolah, dan masyarakat tidak dapat dipisahkan dalam peningkatan sumber daya manusia yang berdaya saing pada revolusi industri 4.0.
Tantangan pada Era Revolusi Industri 4.0.
Selama ratusan tahun, dunia telah melihat ke Barat, Eropa dan Amerika untuk kepemimpinan global. Namun sekarang ini, telah terjadi pergeseran kekuatan ekonomi ke Asia. Kita melihat kebangkitan China dan kekuatan besar lainnya muncul di India, Jepang, Korea, Taiwan, Singapura, dan sejumlah negara Asia lainnya. Di negara- negara Afrika, yang selama ini banyak dijajah oleh Barat dan kemudian didekolonisasi, sumber investasi terbesar akhir-akhir ini berasal dari China. Negara dengan pasar besar seperti Brazil di Amerika Latin, telah menjadikan China sebagai mitra dagang terbesarnya. Prestasi menakjubkan China dalam percaturan global tidak bisa dilepaskan dari inovasi awal di bidang politik-ekonomi yang kemudian diikuti dengan inovasi teknologi dan bidang lain.
Perubahan cara hidup manusia selalu dipengaruhi oleh temuan teknologi. Inovasi mengantar umat manusia merambah kehidupan baru yang belum pernah dibayangkannya. Fakta demikian membuat inovasi tak bisa diabaikan jika sebuah komunitas bangsa ingin bangkit meraih kemajuan. Beberapa catataan sejarah menunjukkan, teknologi menjadi hulu perubahan peradaban. Abad informasi dimulai dengan penemuan mesin cetak oleh Guttenberg. Abad industri dimulai dengan peneluam mesin uap oleh James Watt. Kini, internet dan kemudian media sosial juga telah mengubah cara manusia terhubung satu sama lain ke tahap yang benar-benar baru.
Seorang ekonom yang terkemuka di dunia yang bernama Schwab (2016, 2017) menyebut masyarakat dunia sedang berada di ambang revolusi industri keempat. Era ini ditandai dengan berkembangnya teknologi nano dam kecerdasan buatan (artificial intelligence). Bahkan lebih jauh lagi, umat manusia sedang bersiap memasuki era genetic editing. Ketiga hal itu akan membuat kehidupan manusia benar-benar memasuki fase baru yang penuh kejutan.
Gejala itu tidak mungkin dihindari oleh bangsa Indonesia sebagai anggota dari masyarakat dunia. Oleh karena itu, bangsa Indonesia perlu mempersiapkan diri menjadi pemain aktif yang turut menentukan arah perkembangan teknologi. Jika tidak ada persiapan yang matang, kita akan terkena dampak yang membahayakan bagi kelangsungan hidupa masyarakat Indoensia. Gerd Leonhard, CEO The Futurist, menegaskan bahwa secara global, era revolusi industri 4.0 akan menghilangkan sekitar
1 – 1,5 miliar pekerjaan sepanjang tahun 2015 – 2025. Penyebab utamanya adalah reposisi manusia yang digantikan dengan mesin otomatis. Salah satu bukti nyata bahwa hal itu terjadi di Amerika Serikat. Para pengacara muda sudah kesulitan mencari pekerjaan karena IBM Watson. Melalui IBM Watson, saran mengenai hukum bisa didapatkan dalam hitungan detik dengan keakuratannya 90%. Hasil ini jauh lebih tinggi jika dikerjakan oleh manusia yang hanya memperoleh 70% tingkat akurasinya. Selain itu, IBM Watson juga telah menolong perawat mendiagnosis kanker. Kemampuan itu empat kali lebih akurat dari kemampuan manusia. Fakta lain juga tampak pada facebook yang kini memiliki perangkat lunak pengenal pola yang dapat mengenali wajah jauh lebih akurat dari manusia. Dengan berbagai capaian yang 1 – 1,5 miliar pekerjaan sepanjang tahun 2015 – 2025. Penyebab utamanya adalah reposisi manusia yang digantikan dengan mesin otomatis. Salah satu bukti nyata bahwa hal itu terjadi di Amerika Serikat. Para pengacara muda sudah kesulitan mencari pekerjaan karena IBM Watson. Melalui IBM Watson, saran mengenai hukum bisa didapatkan dalam hitungan detik dengan keakuratannya 90%. Hasil ini jauh lebih tinggi jika dikerjakan oleh manusia yang hanya memperoleh 70% tingkat akurasinya. Selain itu, IBM Watson juga telah menolong perawat mendiagnosis kanker. Kemampuan itu empat kali lebih akurat dari kemampuan manusia. Fakta lain juga tampak pada facebook yang kini memiliki perangkat lunak pengenal pola yang dapat mengenali wajah jauh lebih akurat dari manusia. Dengan berbagai capaian yang
Gambaran di masa depan juga dinyatakan dalam U.S. Department of Labor Report. Pada masa yang akan datang, 65% murid sekolah dasar di dunia akan bekerja pada pekerjaan yang belum pernah ada di hari ini. Gambaran itu memberikan petanda bahwa tantangan masa depan dunia kian sulit dan kompleks untuk ditaklukkan. Namun demikian, berdasarkan kajian dari World Economic Forum 2016, yaitu The Future Jobs, kita tidak perlu khawatir jika kita memiliki sepuluh kecakapan utama yang paling dibutuhkan pada tahun 2020. Kesepuluh kecakapan tersebut antara lain adalah kemampuan pemecahan masalah kompleks, berpikir kritis, kreativitas, manajemen sumber daya manusia, koordinasi, kecerdasan emosional, penilaian dan pengambilan keputusan, orientasi melayani, negosiasi, dan fleksibilitas kognitif. Dengan kecakapan tersebut, menurut World Economic Forum, era revolusi industri 4.0. berpotensi memberikan peningkatan net tenaga kerja hingga 2.1 juta pekerjaan baru pada tahun 2025. Selain itu, era tersebut juga berpotensi pada pengurangan emisi karbon kira-kira
26 miliar metrik ton dari tiga industri: elektronik (15,8 miliar), logistik (9,9 miliar) dan otomotif (540 miliar) dari tahun 2015 – 2025. Ini berarti kecakapan pada era revolusi industri 4.0. menjadi syarat mutlak bagi seluruh warga dunia yang memiliki tanggung jawab untuk senantiasa menghadirkan kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia.
UNNES sebagai Rumah Ilmu sebagai Spirit Pengembangan Literasi
Seperti halnya sebuah keluarga, rumah merupakan tempat untuk berkumpul, bercegkrama, dan menumpahkan segala keinginan, harapan, dan keluh kesah dengan penuh kebebasan tanpa adanya tekanan maupun paksaan dari pihak mana pun. Sementara itu, ilmu dipahami sebagai entitas kekayaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mengalami berbagai pengujian. Dalam konteks ini, rumah ilmu dipahami sebagai wadah atau tempat menumbuhkembangkan segala bentuk keilmuan dengan budaya ilmiah. Hasil pengembangan ilmu pengetahaun dan teknologi yang dihasilkan oleh para warganya akan membentuk suatu peradaban yang berbeda dengan zaman sebelumnya.
Spirit mengahasilkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan harus terus dipupuk, sehingga pada akhirnya akan disemai suatu peradaban unggul. Karena itu, UNNES sebagai rumah ilmu pengembangan peradaban unggul memiliki tanggung jawab mempunyai posisi strategis untuk mengambil peran menyuguhkan berbagai bentuk kemaslahatan bagi warga dunia, baik pada tataran keilmuan maupun praktis. Potensi sumber daya perguruan tinggi yang dikelola dan diarahkan secara profesional akan mampu menghasilkan insan-insan intelektual publik yang memiliki pemikiran- pemikiran solutif. Di sinilah pentingnya peran perguruan tinggi dalam menghasilkan insan yang kompeten dan berdaya saing dunia.
Dinamika perkembangan ilmu dan teknologi di tingkat global sedemikian cepat berlangsung. Kemampuan dan kecepatan kita merespons dinamika ilmu dan teknologi terbaru itu akan dapat kita gunakan untuk ikut mengambil peran, meraih peluang dan memperbaiki rancangan masa depan kita sesuai bidang keilmuan kita. Sebagai contoh, sekarang ini telah muncul konsep teknologi mobil tanpa sopir yang dikendalikan secara digital; teknologi drone; teknologi rekayasa gen manusia; teknologi pembuatan sel telur dan sperma melalui laboratorium; dan teknologi pembuatan kecerdasan buatan/artifisial (artificial intelligence) yang kelak diprediksi akan bisa menggantikan sebagian besar fungsi manusia.
Dari sekian banyak perkembangan terbaru tersebut, ketika kita bisa menempatkan diri secara intens ikut dalam pusaran dinamika itu, maka kita berpeluang besar berkontribusi memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi kemaslahatan manusia. Setidaknya kita dapat berpikir, meneliti, menganalisis dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia dengan menggunakan pisau analisis keilmuan kita. Selanjutnya, kita gunakan sebagai langkah awal bagi kita untuk peduli, kritis, dan tidak gagal paham terhadap dinamika terkini untuk kemudian kita jadikan bahan untuk berkontribusi.
UNNES dengan komitmen konservasi merancang lembaga ini untuk melakukan evolusi dengan integritas seluruh komponen menjadikan UNNES memberikan peran bukan hanya pada aras keilmuan melaikan juga nilai, kebudayaan, dan peradaban. Kami berusaha sepenuh hati agar saatnya nanti warga dunia akan
mengenal UNNES karena reputasi sivitas akademiknya di kancah pergaulan global. Ketepatan kita dalam mengambil posisi dan peran di tengah dinamika perubahan dahsyat ini akan dapat menjadi lompatan monumental (monumental leap) yang akan dapat membuka mata warga dunia pada sebuah perguruan tinggi yang bernama Universitas Negeri Semarang (UNNES), perguruan tinggi yang berada dalam sebuah Negara yang bernama Indonesia. Oleh karena itulah, pengembangan literasi menjadi modal gerakan bersama dalam mengawal UNNES menjadi bagian dunia yang mampu bersanding dan bersaing dalam kancah pergaulan dunia demi membawa kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya. Hal ini sejalan dengan pandangan Ambigapati (1999) yang menyatakan bahwa literasi dapat memberi peluang terhadap pembangunan ekonomi dan sosial menuju kesejahteraan hidup, baik individu maupun masyarakat. Manusia literat merupakan aset yang paling signifikan bagi negara mana pun di dunia. Banyak negara khususnya yang sedang membangun dan berkembang menjadikan literasi sebagai agenda utama pembangunan yang banyak menelan biaya. Pembiayaan yang mahal tidak akan sia-sia manakala manusia yang memiliki kecerdasan dan berkarakter benar-benar terbentuk. Di satu sisi, kini masyarakat dunia telah berada dalam era masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Dalam era seperti ini, masyarakat memanfaatkan pengetahuannya untuk meningkatkan produktivitas. Selfi (2012:90) mengatakan bahwa kualitas hidup seseorang akan berkembang bergantung pada perbaikan pengetahuan yang mereka inginkan dan apa yang mereka butuhkan untuk diketahui. Terkait dengan hal itu, literasi merupakan wahana yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkulitas dan berdaya saing.
UNNES yang memiliki visi menjadi universitas berwawasan konservasi dan bereputasi internasional terpanggil untuk melakukan akselerasi inovasi dan bahkan melakukan lompatan-lompatan inovasi yang dapat menghasilkan sumber daya manusia yang mampu berkiprah dan berkonstribusi pada perubahan peradaban masa depan. Melalui kebersamaan, integritas, dan kerja nyata, seluruh elemen UNNES bahu-membahu melaksanakan tridharma perguruan tinggi di atas Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Komitmen UNNES semacam itu telah ditanamkan pada benak civitas akademica UNNES dalam rangka menghasilkan lulusan berprestasi dan UNNES yang memiliki visi menjadi universitas berwawasan konservasi dan bereputasi internasional terpanggil untuk melakukan akselerasi inovasi dan bahkan melakukan lompatan-lompatan inovasi yang dapat menghasilkan sumber daya manusia yang mampu berkiprah dan berkonstribusi pada perubahan peradaban masa depan. Melalui kebersamaan, integritas, dan kerja nyata, seluruh elemen UNNES bahu-membahu melaksanakan tridharma perguruan tinggi di atas Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Komitmen UNNES semacam itu telah ditanamkan pada benak civitas akademica UNNES dalam rangka menghasilkan lulusan berprestasi dan
PENUTUP
Perkembangan peradaban perlu diimbangi dengan adanya sumber daya manusia yang unggul dan berkarakater. Pilar kunci ini merupakan elemen dasar yang harus dipersiapkan oleh setiap bangsa dalam menghadapi perubahan peradaban masa kini. Salah satunya tuntutan kecapakan abad 21 yang ditopang dari tiga kecakapan, yakni kemampuan, literasi, dan karakter. Konstribusi kecakapan yang berasal dari kemampuan setidaknya terdiri atas sepuluh kemampuan, yakni kemampuan pemecahan masalah kompleks, berpikir kritis, kreativitas, manajemen sumber daya manusia, koordinasi, kecerdasan emosional, penilaian dan pengambilan keputusan, orientasi melayani, negosiasi, dan fleksibilitas kognitif. Sementara itu, karakter merupakan kecakapan mendasar bagi bangsa Indonesia yang akhir-akhir ini menjadi isu mutakhir, terlebih karakter di dunia maya. Beredarnya informasi atau berita yang berbau hoaks dan adu domba merupakan keprihatinan bangsa di tengah terpaan isu radikalisme dan disintegrasi bangsa. Adanya kondisi tersebut membuat peran dan kedudukan pendidikan karakter menjadi elan vital dari bagian kecakapan abad 21 yang patut dimiliki. Agar kemampuan dan karakter berkembang dengan baik, literasi memberikan kesempatan bagi insan manusia untuk mengembangkan diri menjadi sumber daya manusia yang tampil di depan untuk memberikan langkah-langkah solutif bagi umat manusia sehingga dicapai kondisi yang maju, makmur, dan mensejahterakan.
DAFTAR PUSTAKA
Binkley, Marilyn et al. 2012. Defining Twenty First Century Skills. Dalam Grifin, P., Care, E., & McGaw, B (eds), Assessment and Teaching of 21st Century Skills (pp.17- 66). London: Springer.
Freire, Paulo & Donaldo Macedo. 1987. Literacy: Reading the World and the World. South Hadley, Mass.: Bergin & Garvey Publishers.
Kern, R. 2000. Literacy and Language Teaching. Oxford: Oxford University Press. Kirsch, Irwin S. and Ann Jungeblut. 1985. Literacy: Profile of America’s Young Adult.
New Jersey: National Assessment of Educational Progress at Educational Testing Service. Rosedale Road. Princeton.
Namuddu, Katherine. 1989. “Problem of Communication between Northern and Southern Researches in the Context of Africa”. Paper presented at the VII World Congress of Comparative Education. Montrea, June, 20-30.
P21. 2009. P21 Framework Definitions. Diambil pada september 2013, dari http://www.p21. org/ storage/dcuments/P21_Framework_Definitions.pdf
Schwab, Klaus. 2016. The Global Competitiveness Report 2016–2017. Geneva: World Economic Forum.
Schwab, Klaus. 2017. The Fourth Industrial Revolution. London: Penguin Books Ltd. Ulrich, Dave. 1998. Human Resource Cahmpi-ons: The Next Agendafor Adding Value
and Delivering Results. Harvard Business Presss. Massachusetts. Unsworth, L. 1993. Learning and Teaching: Language of Social Practice in The
Primary School. Melbourne: macmillan Education. Wagner, Daniel A. 1987. The Future of Literacy in a Changing World, Revised
Edition. New York: Pergamon Press. Wells, B. 1987. Apprenticeship in Literacy. Dalam Interchange 18,1/2:109-123.
KOMUNITAS DAN SAYEMBARA SEBAGAI ARENA LITERASI SASTRA
Agus Nuryatin
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Membaca dan menulis karya sastra utamnaya novel seringkali menjadi beban berat bagi masyarakat. Untuk itu, perlu adanya solusi dalam meningkatkan minat membaca dan menulis karya sastra dikalangan masyarakat. Arena mmenjadi hal penting untuk menumbuhkembangkan literasi sastra. Arena dalam konteks literasi sastra menjadi tempat individu atau kelompok untuk melindungi dan meningkatkan posisi nilai karya yang diciptakan. Komunitas sastra dapat dijadikan arena gerakan literasi untuk menjadikan anggotanya literat sepanjang hayat melalui pelibatan masyarakat dalam mengapresiasi sekaligus mengekspresikan sastra. Sayembara penulisan sastra khususnya novel menjadi arena bergengsi sebagai medan “pertempuran,” arena juga merupakan medan “perjuangan” untuk meningkatkan posisi nilai karya yang diciptakan.
Kata Kunci: Komunitas Sastra, Sayembara, Arena Literasi
PENDAHULUAN
Al-Quran, surat Al-Alaq memerintahkan kita, manusia untuk membaca, iqra; bacalah! Ini disebabkan karena membaca dan menulis novel membutuhkan waktu yang relatif lama. Kecenderungan lain, karya sastra kurang diapresiasi dikarenakan cerita yang tidak menarik, isinya sulit dipahami, ideologi yang ada dalam karya sastra berbeda dengan ideologi pembaca, membaca sastra hanya menyita waktu tanpa adanya manfaat yang langsung bagi pembaca, dan berbagai alasan lain. Berbagai alasan tersebut membuat masyarakat khususnya siswa dan mahasiswa menghindar dari teks sastra khususnya novel. Untuk itu, perlu adanya solusi dalam meningkatkan minat membaca dan menulis karya sastra dikalangan masyarakat. Membaca dan menulis karya sastra memang membutuhkan energi berpikir lebih keras untuk memahami dan menjiwai nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Perlu adanya Al-Quran, surat Al-Alaq memerintahkan kita, manusia untuk membaca, iqra; bacalah! Ini disebabkan karena membaca dan menulis novel membutuhkan waktu yang relatif lama. Kecenderungan lain, karya sastra kurang diapresiasi dikarenakan cerita yang tidak menarik, isinya sulit dipahami, ideologi yang ada dalam karya sastra berbeda dengan ideologi pembaca, membaca sastra hanya menyita waktu tanpa adanya manfaat yang langsung bagi pembaca, dan berbagai alasan lain. Berbagai alasan tersebut membuat masyarakat khususnya siswa dan mahasiswa menghindar dari teks sastra khususnya novel. Untuk itu, perlu adanya solusi dalam meningkatkan minat membaca dan menulis karya sastra dikalangan masyarakat. Membaca dan menulis karya sastra memang membutuhkan energi berpikir lebih keras untuk memahami dan menjiwai nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Perlu adanya
Arena didefinisikan sebagai medan “pertempuran,” arena juga merupakan medan “perjuangan” (Bourdieu dan Wacquant, 1992:101). Arena dalam konteks literasi sastra menjadi tempat individu atau kelompok untuk melindungi dan meningkatkan posisi nilai karya yang diciptakan. Arena sastra dapat menjadi pasar bebas dan terbuka atas kompetisi kualitas sastra untuk dipergunakan dan disebarluaskan.
Bourdieu menjelaskan tiga tahap untuk menganalisis suatu arena. Tahap pertama melacak hubungan setiap struktur medan yang mencerminkan keunggulan arena. Langkah kedua, memetakan struktur objektif relasi-relasi antarposisi-posisi yang ada dalam medan tersebut. Langkah terakhir, menentukan hakikat para agen yang menduduki aneka tipe posisi di dalam medan itu (Ritzer, 2012:907). Keberhasilan sebuah arena sastra juga tidak dapat dilepaskan dari berbagai jenis modal. Modal budaya terdiri atas keakraban dan kemudahan dalam memanfaatkan bentuk-bentuk budaya yang dilembagakan (sekolah, perguruan tinggi, badan bahasa, dan lain-lain) yang ada di puncak hirarki budaya masyarakat. Modal sosial terdiri atas relasi-relasi sosial yang bernilai di antara manusia. Modal simbolik berasal dari kehormatan dan gengsi seseorang. Posisi berbagai agen di dalam arena ditentukan oleh jumlah bobot relatif modal yang dimiliki. Arena sastra sebagai sebuah medan tentu tidak dapat dilepaskan dari modal di dalam melancarkan gerakan literasinya.
Karya sastra sastra merupakan identitas peradaban suatu bangsa. Masyarakat yang melek sastra akan peka terhadap keberadaan dan perkembangan. Literasi sastra atau melek sastra tidak sekadar menjadi aktivitas pelengkap, akan tetapi harus mampu membawa ke peradaban bangsa yang lebih baik. Karya sastra perlu dibaca dan ditulis sebagai media untuk menggambarkan manusia dengan berbagai persoalannya. Karya sastra dicipta guna memberikan kesenangan atau hiburan bagi pembacanya (fungsi rekreatif). Membaca karya sastra akan memberikan wawasan pengetahuan mengenai seluk-beluk kehidupan manusia bagi pembacanya (fungsi didaktfi). Pengetahuan mengenai moral yang baik dan buruk juga dapat diperoleh dari pembacaan karya sastra.(fungsi moralitas). Karya sastra yang mengandung ajaran keagamaan Karya sastra sastra merupakan identitas peradaban suatu bangsa. Masyarakat yang melek sastra akan peka terhadap keberadaan dan perkembangan. Literasi sastra atau melek sastra tidak sekadar menjadi aktivitas pelengkap, akan tetapi harus mampu membawa ke peradaban bangsa yang lebih baik. Karya sastra perlu dibaca dan ditulis sebagai media untuk menggambarkan manusia dengan berbagai persoalannya. Karya sastra dicipta guna memberikan kesenangan atau hiburan bagi pembacanya (fungsi rekreatif). Membaca karya sastra akan memberikan wawasan pengetahuan mengenai seluk-beluk kehidupan manusia bagi pembacanya (fungsi didaktfi). Pengetahuan mengenai moral yang baik dan buruk juga dapat diperoleh dari pembacaan karya sastra.(fungsi moralitas). Karya sastra yang mengandung ajaran keagamaan
Melalui pembacaan karya sastra kita dapat menemukan ungkapan-ungkapan yang indah dan memberikan inspirasi misalnya; “tak satu jalan ke Roma” Idrus, “adil sejak dalam pikiran” Pramoedya Ananta Toer, “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi” Seno Gumira Ajidarma, “Aku mau hidup 1000 tahun lagi,” Chairil Anwar, “Kematian Makin Akrab” Subagio. “Zaman edan” yang diungkapkan oleh Ronggowarsito sampai saat ini masih tepat dikarenakan ungkapan tersebut mampu menjadi rujukan peristiwa sosial yang ada. Ungkapan tentang bahasa sebagai penanda karakter “Jika hendak mengenal orang berbangsa/Lihat kepada budi bahasa” hal tersebut terdapat dalam Gurindam Dua Belas Karya Raja Ali Haji (Banua, 2017). Gerakan Literasi saatnya pula mendorong pemerintah menginisiasi komunitas sastra dan sayembara penulisan sastra.
LINGKUP LITERASI SASTRA
Literasi sastra dapat diartikan sebagi kesanggupan membaca dan menulis karya sastra. Dengan kata lain, literasi sastra merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis karya sastra. Cakupan yang lebih luas, literasi sastra juga mencakup melek audio visual sastra, yang artinya kemahiran untuk mengenali, memahami, sekaligus menuangkan ide-ide yang disampaikan secara visual baik dalam adegan drama/teater, audio video sastra, ataupun film yang diangkat dari karya sastra. Literasi sastra diharapkan menjadi modal bagi masyarakat khususnya siswa dan mahasiswa untuk menggali dan mengembangkan potensi dalam berapresiasi dan berekspresi sastra. Kegiatan literasi sastra diharapkan menjadikan masyarakat menerima efek komunikasi sastra. Kesadaran membaca buku karya sastra tidak harus digerakkan secara nasional, tetapi idealnya harus menjadi kebutuhan primer bagi setiap individu. Kemampuan di dalam berliterasi sastra merupakan hak dan bukan kewajiban setiap orang.
Literasi merupakan bentuk integrasi dari kemampuan menyimak, berbicara, menulis, membaca dan berpikir kritis (Baynham, 1995:5). Sebagai sebuah kesatuanpaduan piranti komunikasi, makna literasi dapat diartikan sebagai Literasi merupakan bentuk integrasi dari kemampuan menyimak, berbicara, menulis, membaca dan berpikir kritis (Baynham, 1995:5). Sebagai sebuah kesatuanpaduan piranti komunikasi, makna literasi dapat diartikan sebagai
Literasi sastra, yang dapat dimaknai sebagai kemampuan baca dan tulis tentang bidang sastra tidak dapat dilepaskan dari bahasa, karena karya sastra menggunakan bahasa sebagai media. Membaca sastra pada hakikatnya merupakan sebuah keterampilan membaca dengan objek karya sastra dalam bentuk puisi, prosa, maupun naskah drama, sedangkan menulis sastra yakni kegiatan untuk menghasilkan tulisan dalam bentuk karya sastra.
KOMUNITAS SEBAGAI ARENA LITERASI SASTRA
Komunitas sastra sebagai sebuah arena dalam menjalankan aktivitasnya tidak bisa dilepaskan dari modal budaya. Modal budaya terwujud dalam menjalin keakraban guna memperoleh kemudahan dalam memanfaatkan bentuk-bentuk budaya yang dilembagakan (sekolah, perguruan tinggi, badan bahasa, dan lain-lain) yang ada di puncak hirarki budaya masyarakat. Modal tersebut diperlukan karena pengembangan sastra tidak dapat dilakukan secara maksimal tanpa bantuan dan kerja sama dengan berbagai pihak, baik pemerintah daerah tingkat provinsi sampai kecamatan, sastrawan, guru, dosen, peneliti, mahasiswa dan masyarakat. Orang-orang yang bergabung dalam sebuah komunitas sastra memiliki kepedulian dan perhatian yang besar untuk mejaga kelangsungan sastra, mereka membaktikan hidupnya untuk meningkatkan budaya baca tulis di daerah melaui gerakan literasi sastra.
Komunitas dapat dijadikan arena gerakan literasi masyarakat khususnya masyarakat pendidikan tinggi. Kumunitas sastra menjadi sebuah wadah untuk menjadikan anggotanya literat sepanjang hayat melalui pelibatan masyarakat dalam mengapresiasi sekaligus mengekspresikan sastra. Para pemangku posisi di dalam komunitas sastra sebagai arena literasi dalam operasinya menggunakan berbagai strategi guna melangsungkan hidupnya. Ide strategi dimuncukan oleh para patron komunitas sastra untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah diperhitungkan. Tujuan komunitas sastra pada umumnya yaitu mengapresiasi dan mengekspresikan karya sastra. Komunitas sastra dalam kegiatannya seyogyanya harus betul-betul memosisikan sastra sesuai dengan porsinya. Hal ini penting, mengingat selama ini sastra hanya dijadikan sebagai elemen pelengkap atau tambahan dalam kehidupan bermasyarakat.
Para pemangku posisi dalam komunitas sastra terus berusaha baik secara individu atau kolegial, melindungi atau memperbaiki posisi mereka. Banyak cara yang dapat dilakukan sebuah komunitas untuk melindungi dan memperbaiki posisi sastra, di antaranya dengan aktivitas membaca dan menulis sastra. Pembiasaan (conditioning) membaca dan mengapresiasi karya sastra dapat menumbuhkembahkan nilai rasa karena tanpa menguasai sastra, tata bahasa hanya akan menjadi alatmenyambung pikiran/logika dan bukan menyambung rasa (Wijaya, 2007). Komunitas sastra perlu melakukan inovasi berkelanjutan agar dapat menjadi wadah/tempat yang baik bagi upaya menghidupkan sastra. Aktivitas membaca dan menulis sastra perlu digalakkan menggali dan mengembangkan potensi masyarakat dalam bersastra, sebagai bagian dari kegiatan apresiasi dan ekspresi sastra.
Kegiatan membaca sastra di sebuah komunitas dilakukan dengan beragam model. Arena literasi sastra tidak hanya sebagai medan membaca apresiatif saja, akan tetapi ada aktivitas membaca kreatif sekaligus diskusi sastra. Anggota komunitas tidak hanya mampu membaca sastra, tetapi juga berani mengeksplorasi kemampuan mereka melalui kegiatan berliterasi dengan menulis sastra.
Beragam komunitas sastra di Indonesia berkembang pesat. Perkembangan komunitas sastra di Indonesia tidak bisa terlepas dari patron komunitas tersebut. Patron dalam komunitas sastra menjadi odal simbolik. Komunitas Salihara memilili Beragam komunitas sastra di Indonesia berkembang pesat. Perkembangan komunitas sastra di Indonesia tidak bisa terlepas dari patron komunitas tersebut. Patron dalam komunitas sastra menjadi odal simbolik. Komunitas Salihara memilili
Komunitas sastra juga yang tumbuh di daerah dan di media sosial. Entah itu komunitas yang mempunyai medan riil maupun medan online. Melalui arena komunitas sastra, gerakan literasi semakin menemukan bentuk nyatanya. Artinya, komunitas sastra bisa menjadi instrumen untuk menumbuhkan literasi dikalangan masyarakat.
Komunitas sastra sebagai arena literasi memiliki berbagai fungsi, diantaranya: 1) sebagai fungsi komunikasi. Komunitas sastra bisa menjadi media komunikasi antara sastrawan, pemerhati sastra, peneliti sastra, dan masyarakat. Media komunikasi ini, diharapkan bisa menjembatani keinginan masing-masing pihak.
2) Fungsi pengembangan keahlian menulis sastra. Komunitas sastra bisa menjadi ajang penyaluran bakat menulis. Bagi mereka yang sudah dari awal berbakat menulis, maupun mereka yang kurang punya bakat menulis tetapi ingin belajar dan bisa menulis. Komunitas sastra bisa memublikasikan hasil karyanya dan minimal akan dibaca oleh seluruh anggota komunitas. 3) Fungsi transfer pengetahuan sastra. komunitas sastra mengadakan forum diskusi, bedah buku sastra, ulasan sastra. Komunitas sastra juga mengasah dan mengolah rasa kemanusiaan dan kepekaan lewat sastra; 4) Publikasi karya sastra, adanya komunitas sastra masyarakat bisa mengetahui karya yang ditulis oleh anggota komunitas. 5) Media Propaganda, komunitas sastra dapat menjadikan kesepahaman dalam mempererat persamaan visi misi dalam membentuk tata nilai peradaban bangsa. Anggota komunitas melalui literasi mampu bersikap kritis atas ketidakadilan dan kesenjangan sosial. Gerakan literasi dapat berkembang seiring dengan tumbuh kembangnya komunitas sastra.
Komunitas PMK yang dipresideni Sosiawan Leak melakukan gerakan literasi “Puisi Menolak Korupsi”. Komunitas PMK melakukan gerakan literasi atas kegelisahan para penyair yang sudah mulai jengah dengan fenomena korupsi di Indonesia. Leak dan kawan-kawan melakukan gerakan literasi dengan menggiatkan gerakan menulis puisi guna menolak korupsi. Pembacaan puisi, seminar, orasi budaya, Komunitas PMK yang dipresideni Sosiawan Leak melakukan gerakan literasi “Puisi Menolak Korupsi”. Komunitas PMK melakukan gerakan literasi atas kegelisahan para penyair yang sudah mulai jengah dengan fenomena korupsi di Indonesia. Leak dan kawan-kawan melakukan gerakan literasi dengan menggiatkan gerakan menulis puisi guna menolak korupsi. Pembacaan puisi, seminar, orasi budaya,
Komunitas Rumah Dunia yang berada di Ciloang, Serang Banten, melakukan kegiatan literasi dalam bentuk menulis puisi, membaca buku sastra, diskusi dan bedah karya digelar tiap bulan. Hal itu, mendorong anggota komunitas untuk mencintai dunia literasi. Komunitas tersebut melatih anak-anak berperan aktif memeriahkan segala bentuk kegiatan yang digelar, seperti wisata gambar, wisata dongeng, mengarang, wisata lakon, kelas musik dan kelas puisi, yang semuanya dibimbing oleh para relawan. Nafas komunitas Rumah Dunia adalah karya. Seperti yang Pramoedya Ananta Toer pernah katakan, ”Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Dari perkataan tersebut bisa disimpulkan, sebuah karya lebih kekal dari durasi usia pengarangnya. Hal itu kemudian dikuatkan oleh larik puisi dari Chairil Anwar, ”Aku ingin hidup seribu tahun lagi”.
Komunitas sastra saat ini menjamur di wilayah Semarang dan sekitarnya. Perkembangan komunitas sastra pernah di tulis oleh Andrian pada tahun 2016. Hasil amatan penulis terdapat beberapa komunitas sastra yang menjadi arena literasi sastra di Semarang saat ini tidak jauh beda dengan dengan komunitas yang pernah diungkap oleh Andrian. Yang membedakan saat ini banyak muncul komunitas literasi sastra berbasis online. Komunitas sastra yang memiliki ruang riil, diantaranya; Pesantren budaya “Surau Kami” di Jalan Tusam Raya Banyumanik Semarang, komunitas “Kumandang Sastra” yang selalu rutin membacakan sastra di RRI Semarang, “Lacikata” sebagai komunitas yang diinisiasi oleh orang-orang Hysteria, “Komunitas Sendangmulyo” berdiri sejak tahun 2003, bermarkas di Jl. Bougenvile Raya II nomor