Pewarna Alami Zat Pewarna

Pewarna alami dalam penggunaanya perlu dalam jumlah lebih banyak agar dapat menghasilkan warna yang baik sehingga pewarna alami lebih mahal, selain itu ketersediaanya pun terbatas. Warna yang tersedia juga kurang bervariasi, sehingga hanya terbatas pada warna–warna asli dari tumbuhan atau hewan yang menghasilkan zat warna tersebut Murdiati dan Amaliah, 2013. Ciri–ciri zat warna alami pada produk pangan: a. konsentrasi pigmen rendah warna agak suram b. seringkali memberikan rasa khas yang tidak diinginkan c. mudah larut dalam air d. satabilitas pigmen rendah e. keseragaman warna kurang baik f. spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis g. membutuhkan waktu lama untuk meresap kedalam produk h. mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat saat diolah dan disimpan i. selain itu umumnya, pigmen-pigen ini bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya dan pH tertentu. Walau begitu, pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh Nugraheni, 2014. Tabel 2.1 Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas Karamel Cokelat Gula dipanaskan Air Stabil Anthosianin Jingga Merah Biru Tanaman Air Peka terhadap panas dan pH Flavonoid Tanpa kuning Tanaman Air Stabil terhadap panas Leucoanthosianin Tidak bewarna Tanaman Air Stabil terhadap panas Tannin Tidak bewarna Tanaman Air Stabil terhadap panas Batalain Kuning, merah Tanaman Air Sensitif terhadap panas Quinon Kuning-hitam Tanaman bakteria lumut Air Stabil terhadap panas Xanthon Kuning Tanaman Air Stabil terhadap panas Karotenoid Tanpa kuning- Tanaman Lipida Stabil merah hewan terhadap panas Klorofil Hijau,cokelat Tanaman Lipida dan air Sensitif terhadap panas Heme Merah,cokelat Hewan Air Sensitif terhadap panas Cahyadi, 2006. Penggunaaan pewarna makanan alami semakin lama semakin ditinggalkan produsen makanan. Hal ini disebabkan karena kurang praktis, memberi rasa khas yang tidak diinginkan, kurang stabil dalam penyimpanan, menghasilkan warna yang kurang seragam yang bisa disebabkan oleh perubahan pH, proses oksidasi, pengaruh cahaya dan pemanasan sehingga intensitas warnanya sering berkurang selama proses pembuatan makanan. Akibatnya produsen makanan banyak yang beralih ke pewarna sintetis Nugraheni, 2014.

2.3.2 Pewarna Sintetis

Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat pewarna sintetis harus melalui suatu pengujian secara intensif untuk menjamin keamananya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memilikiwarna yang bervariasi dibandingkan dengan zat pewarna alami. Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah dibandingkan dengan zat pewarna alami Pahmawati, 2011. Beberapa keuntungan penggunaan zat pewarna sintetis adalah tersedia dalam jumlah yang memadai, stabilitas bagus, kekuatan mewarnai yang tinggi menjadikan zat pewarna sintetis menguntungkan secara ekonomi, daya larut bagus dalam air dan alkohol, tidak berasa dan tidak berbau tersedia dalam berbagai bentuk dan bebas bakteri Nugraheni, 2014. Pewarna sintetis juga mempunyai kekuranganyaitu dapat menimbulkan berbagai macam penyakit terutama jika digunakan dengan dosis yang berlebihan atau pemakaiannya sedikit tetapi dikonsumsi secara rutin dalam waktu yang lama Murdiati dan Amaliah, 2013. Ciri–ciri pewarna sintetis antara lain: a. warna cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan b. tidak mudah larut dalam air c. membutuhkan bahan pewarna lebih sedikit, karena dalam konsentrasi rendah sudah mampu mewarnai dengan baik d. cepat meresap ke dalam produk Nugraheni, 2014. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melaui pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus memenuhi suatu senyawa dulu yang terkadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hal akhir atau berbentuk senyawa–senyawa baru yang