2.8.2 Perawatan Pada Bahan Pustaka
Perawatan merupakan bagian dari “Concervation” yaitu pengawetan. “Menurut Perpustakaan RI, 1992:
2 pengawetan merupakan kebijaksanaan dan cara tertentu yang dipakai untuk melindungi bahan
pustaka dan arsip dari kerusakan dan kehancuran termasuk metode dan teknik yang ditetapkan oleh petugas teknis”.
Dapat disimpulkan bahwa perawatan bahan pustaka berarti suatu usaha
yang dilakukan terhadap bahan pustaka untuk melindungi bahan pustaka dari kerusakan dan kehancuran. Usaha-usaha berikut meliputi:
1. Pembersihan terhadap noda
Noda yang terjadi pada kertas selain memeberikan kesan kotor, juga dapat menimbulakan karat dan zat asam yang dapat membuat tumbuhnya jamur pada
bahan pustaka. Pembersihan yang akan dilakukan tergantung pada jenis noda atau kotoran dan keadaan bahan. Menurut perpustakaan Nasional RI, 1992: 28 hal-
hal yang menyebabkan terjadinya noda adalah: a.
Debu Parikel Padat Debu merupakan partikel padat yang berasal dari berbagai macam zat.
Partikel logam misalnya, bila teroksidasi akan menimbulkan bercak-bercak kuning pada permukaan bahan. Debu ini dapat dibersihkan dengan kuas atau
sikat, penghapus karet, busa atau vacuum cleaner. Noda terjadi hendaknya dibersihkan dengan air, karena air akakn menyebabkan noda meresap masuk
ke dalam serat kertas dan akan tinggal selamanya. b.
Zat cair 1
Minyak Minyak akan meresap dan menjalar sesuai dengan sifat zat cair.
Noda yang dihasilkan ditandai dengan perubahan warna kertas menjadi lebih tua dari warna aslinya.
2 Air
Air yang meresap dan mengalir pada kertas sekaligus akan membawa kotoran ke batas alir air, sehingga noda lebih nampak di daerah
tepi alir air. Sedangkan di daerah alirannya sendiri lebih bersih.
Universitas Sumatera Utara
3 Tinta Yang Luntur
Noda yang disebabkan oleh tinta yang luntur hanay terjadi pada satu permukaan saja.
4 Asam
Terjadinya asam pada bahan disebabkan karena beberapa hal, misalnya karena lingkungan, partikel debu, pengaruh usia atau dari proses
pembuatan kertas itu sendiri. Asam dapat menimbulkan noda diatas permukaan bahn yaitu berubahnya warna bahan menjadi kecoklatan.
2.
Fumigasi
Fumigasi berasal dari kata “fumigation” atau “to fumigati” yang artinya mengasapi atau megasap. Perpustakaan Nasioanal RI, 1995: 75 bahwa fumigasi
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk megasapi bahan pustaka dengan menggunakan uap atau gas peracun membasmi serangga atau jamur yang
menyerang bahan pustaka yang ada di perpustakaan. Bahan yang digunakan untuk membunuh serangga dan jamur disebut fumigant yang dapat berbentuk padat, cair
atau gas. Pada pelaksanaanya fumigant akan menjadi uap atau gas pada tekanan dan suhu kamar tertentu.
Dalam mengadakan fumigasi pustakawan harus memperhitungkan jumlah bahan yang akan difumigasi dan luas ruang yang diperlukan. Dengan
memperhatikan ruang yang ada maka dipilih pula fumigant yang akan dipergunakan, jenis-jenis fumigant, jumlah yang diperlukan serta lama fumigasi.
Pustakawan juga harus memperhatikan bahaya dari pemakai zat-zat kimia untuk fumigasi. Tidak satu pun bahan kimia dapat dipakai tanpa alat pengaman,
atau tanpa supervisi oleh orang yang berpengalaman dalam bidang ini. 3.
Menghilangkan keasaman pada kertas
Keasaman yang terkandung dalam kertas menyebabkan kertas itu cepat lapuk, terutama kalau kena polusi. Bahan pembuat kertas merupakan bahan
organik yang mudah bersenyawa dengan udara luar. Agar pengaruh udara tersebut tidak berlanjut, maka bahan pustaka perlu dilaminasi. Agar laminasi efektif,
sebelum dikerjakan, bahan pustaka dihilangkan atau diturunkan tingkat keasamannya. Ada dua cara menghilangkan keasaman pada bahan pustaka, yaitu
Universitas Sumatera Utara
cara kering dan cara basah. Sebelum ditentukan cara yang mana yang tepat, maka perlu diukur tingkat keasaman pada dokumen. Ada berbagai alat pengukur tingkat
keasaman dokumen yang dibicarakan dalam bahan pustaka ini, sehingga pustakawan dapat memilih cara mana yang paling mungkin untuk dikerjakan
sesuai dengan kondisinya. Tinta yang dipergunakan untuk menulis bahan pustaka sangat menentukan
apakah bahan pustaka akan dihilangkan keasamannya secara basah, atau secara kering. Kalau tinta bahan pustaka luntur, maka cara keringlah yang paling cocok.
Kalau menggunakan cara basah, harus diperhatikan cara pengeringan bahan pustaka yang ternyata cukup sukar dan harus hati-hati. Kalau hanya sekedar
mengurangi tingkat keasaman kertas dan tidak akan dilaminasi, kiranya cara kering lebih aman, sebab tidak ada kekhawatiran bahan pustaka robek. Cara
kering ini dapat diulang setiap enam bulan, sampai bahan pustaka dimaksud sudah kurang keasamannya dan dijamin lebih awet.
4. Laminasi
Laminasi adalah suatu proses pelapisan dua permukaan kertas dengan bahan penguat. Laminasi maksudnya adalah menutupi satu lembar di antara dua
lembar bahan penguat, Perpustakaan Nasional RI 1995: 93. Laminasi dapat dilakukan dengan cara manual yakni alaminasi dengan tangan dan laminasi
dengan modern dengan menggunakan mesin, dimana bahan laminasi sudah di desain dalam bentuk siap pakai. Proses ini menggunakan untuk melestarikan
bahan pustaka yang sudah rusak dan akan lebih parah bila dipergunakan lagi, misalnya bahan yang sudah tua, sobek atau rapuh, dan bersifat asam. Sebelum
pekerjaan laminasi dilaksanakan, hendaknya bahan sudah mengalami perawatan.
Perpustakaan Nasional RI, 1992: 35 misalnya: a.
Telah difumigasi b.
Telah dihilangkan nodanya c.
Telah dihilangkan asam yang terkandung didalamnya Manuskripsi, dokumen, naskah, yang kuno terutama kertas-kertasnya yang
sudah lapuk sehingga mudah hancur, dapat di awetkan dengan cara menyemprotkan bahan kimia atau laminasi.
Universitas Sumatera Utara
Cara modern menggunakan laminasi dan ahli bentuk, pada laminasi sederhana dilaksanakan secara manual. Laminasi secara modern yaitu laminasi
dengan menggunakan mesin dan bahan laminasi yang sudah didesain dalam bentuk siap pakai. Karena proses paans dari mesin, laminasi akan melindungi
dokumen. Cara ini banayk digunakan di Indonesia teruatama perlindungan dokumen berharga. Cara lain yang digunakan dalam penanganan bahan pustaka
pada laminasi dapat dilakukan dengan pelepasan atau penyemprotan bahan pustaka dengan bahan kimia. Sedangkan laminasi sederhana yang dilakukan
secara manual dilakukan dengan cara membentangkan kertas tissue sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan, kemudian diatasnya digelar selembar acetat foil dengan
dimensi ukuran yang sama. Lalu diatasnya dihamparkan bahan pustaka yang rusak. Kemudian dipasang lagi kertas tissue dengan ukuran lebih besar daripada
halaman yang rusak. Kemudian di ulas dengan cairan acetat pada semua halaman Dan dibolak-balik dengan bantuan kapas atau kuas. Persenyawaan cairan
aceton menyebabkan acetat foil bersenyawa dengan kertas tissue, baik diatas maupun dihalaman yang rusak, lalu kertas tissue digunting.
5. Enkapsulasi
Enkapsulasi adalah salah satu cara preservasi kertas dengan menempatkan lembaran bahan kertas diantara dua film plastik polyster untuk menghindari
kerusakan fisik karena sering dipegang atau melindungi kertas dari debu dan pollutant. Pada umumnya kertas yang akan di enkapsulasi adalah lembaran naskah
kuno, peta, bahan cetakan atau poster yang sudah rapuh, plastik yang digunakan sebagai bahan pelindung. Sebelum pelaksanaan enkapsulasi, kertas harus bersih,
kering, dan dideasidifiaksi untuk menetralkan asam yang terdapat pad kertas. 6.
Konservasi Koleksi Audio Visual Kerusakan suatu film nitrat dapat diperkirakan sebelumnya melalui test
kimia dan fisika, misalnya dengan test pelapukan. Dengan test ini dapat disimpulkan berapa tahun film nitrat akan bertahan lama. Daya tahan suatu film
juga tergantung dari kondisi penyimpanan dan mutu kerja saat prossing. Dalam merawat koleksi audio visual ini harus disesuaikan dengan temperatur dengan
kelembapan udara sehingga bahan pustaka yang berbentuk audio visual dapat bertahan selama mungkin.
Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Perbaikan Bahan Pustaka dan Restorasi