Akibat Hukum Jika Dalam Perjanjian Tersebut Para Pihak

ditinjau lagi ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian sewa menyewa tanah antara PT. Kereta Api Indonesia Persero maka akan ditemui pula ketimpangan, karena kewajiban yang dibebankan kepada pihak penyewa jauh lebih besar dari pada hak yang dimilikinya ataupun kewajiban yang dibebankan pada PT. Kereta Api Indonesia Persero.

B. Akibat Hukum Jika Dalam Perjanjian Tersebut Para Pihak

Melakukan Perbuatan Wanprestasi Perjanjian sewa menyewa tanah antara PT. Kereta Api Indonesia Persero dengan penyewa yang telah disepakati oleh para pihak, jika salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya, maka dikatakan telah melakukan perbuatan wanprestasi. Wanprestasi tersebut dapat dilakukan baik pihak PT. Kereta Api Indonesia Persero maupun oleh masyarakat. Jika terjadi wanprestasi, maka pihak yang dirugikan dapat melakukan tuntutan ganti rugi kepada pihak tidak memenuhi kewajibannya. Wanprestasi itu dapat ditemukan dalam praktek di lapangan setelah diadakan transaksi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Namun dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa tanah antara PT. Kereta Api Indonesia Persero dengan masyarakat, jika timbul wanprestasi harus ada data secara otentik secara resmi bahwa dalam perjanjian tersebut salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian yang telah disepakati. Perjanjian sewa menyewa tanah antara PT. Kereta Api Indonesia Persero bagi kedua pihak tidak ada penuntutan hak apabila pihak-pihak tersebut melaksanakan kewajibannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Para pihak atas perjanjian tersebut di atas telah menyetujui tanpa dibantah oleh masing- masing pihak. Tetapi karena terjadinya suatu kerusakan atau ketidak sesuaian terhadap objek perjanjian sewa menyewa tanah antara PT. Kereta Api Indonesia Persero dengan masyarakat, maka timbullah yang dinamakan resiko kerugian yang diderita. Misalnya penyewa mengulang sewakan objek sewa sepenuhnya kepada pihak lain atau melakukan perbuatan apapun yang dapat mengakibatkan beralihnya perjanjian danatau objek sewa, menjaminkan atau membebani objek sewa, fasilitas milik PT. Kereta Api Indonesia Persero dan sarana milik penyewa dengan hak tanggungan atau jaminan kebendaan lainnya atau menjual sarana milik penyewa tanpa seizing PT. Kereta Api Indonesia Persero, serta mengalihkan, mengubah danatau menambah alas hak yang melekat pada objek sewa tanpa seizin dari PT. Kereta Api Indonesia Persero. Resiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian diluar kesalahannya salah satu pihak yang menimpa kepada benda yang dimaksud dalam perjanjian. 67 Tujuan dari suatu perjanjian tidak lain adalah untuk ditepati atau dipenuhi oleh orang atau pihak-pihak yang mengadakannya. Memenuhi janji yang telah dibuat dan disepakati berarti pula merupakan suatu perbuatan mementingkan orang lain terhadap siapa janji itu ditujukan. Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa didalam pergaulan hidup manusia seringkali terjadi hal yang disebut ingkar janji atau wanprestasi. Hukum mewajibkan kepada seseorang yang berjanji untuk menepati apa yang telah diperjanjikannya itu. Hal ini mempunyai pengaruh baik bagi yang bersangkutan maupun bagi orang lain yang menerima janji itu. Bagi orang yang telah bersangkutan dengan menepati janji berarti ia telah menjaga nama baiknya sehubungan dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia yang seharusnya dapat dipercaya. Sedangkan bagi orang yang menerima janji itu, ketetapan atas pelaksanaan janji akan berarti menimbulkan kepuasan dan jika janji itu diingkari, maka orang yang akan menerima janji akan menderita suatu kekecewaan bahkan lebih jauh lagi dapat menimbulkan kerugian padanya. 67 Djanius Djamin dan Syamsul Arifin. Op.Ci. hal. 185 Adanya ingkar janji atau wanprestasi terhadap janji itulah, maka pentingnya itu peraturan hukum perjanjian yang di dalamnya mengatur seluk beluk peristiwa sehubungan dengan orang yang ingkar janji atau wanprestasi. Ingkar janji di sini adalah tidak menepati janji sebagaimana mestinya. Tujuan akhir dari wanprestasi adalah memberikan penggantian-penggantian kerugian kepada pihak yang dirugikan, cara-cara untuk menuntut ganti kerugian tersebut telah diatur sesuai dengan peraturan yang berkenan dengan itu. Perjanjian sewa menyewa tanah antara PT. Kereta Api Indonesia Persero disebutkan bahwa apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam akta perjanjian, maka para pihak yang tidak memenuhi kewajiban tersebut dikatakan telah ingkar janji. 68 PT. Kereta Api Persero maupun masyarakat tidak berprestasi pada saat yang telah ditentukan karena lalai atau alpa, Perjanjian sewa menyewa tanah antara PT. Kereta Api Indonesia Persero dengan masyarakatpenyewa apabila salah satu pihak sudah dengan tegas ditagih janjinya tetapi tetap tidak melaksanakan prestasinya, maka pihak yang tidak memenuhui kewajiban itu berada dalam keadaan lalai atau alpa yang mengakibatkan dapat dituntut di Pengadilan. 68 Hasil Wawancara dengan Roeslan Nasution Kepala Divisi Pengembangan dan Sumber Daya Manusia PT. Kereta Api Indonesia Persero Divisi Regional Sumatera Utara Tanggal 09 Maret 2015 Pukul 10.00 Wib. maka pihak yang dirugikan dapat menuntut di muka Pengadilan pembatalan perikatan atau perjanjian dengan atau tanpa tambahan ganti rugi, biaya dan bunga. 69 Sampai sekarang pihak masyarakat sebagai penyewa belum pernah melakukan ingkar janji terhadap perjanjian yang disepakati. Pihak penyewa tetap memenuhi kewajibannya demikian juga PT. Kereta Api Indonesia Persero tetap mengikuti petunjuk dan ketentuan perjanjian tersebut. Jadi dalam hal ini tidak ada pihak yang menuntut ganti rugi kepada pihak lain dan belum ada pemutusan perjanjian kepada para penyewa yang terikat dalam perjanjian tersebut. Penagihan janji oleh salah satu pihak kepada pihak yang menimbulkan kerugian pada pihak lain yang dinyatakan lalai adalah berbentuk surat teguran atau peringatan yang dibuat oleh pihak yang dirugikan. Menurut hasil wawancara penulis disebutkan bahwa : 70 Salah satu pihak telah berada dalam keadaan wanprestasi, maka harus didahului dengan teguran atau tagihan yang isinya menghendaki agar melaksanakan prestasi apa yang telah diperjanjikan dengan segera atau pada suatu waktu yang telah ditentukan, kecuali jika memang secara tegas nyata-nyata telah memutuskan untuk tidak melakukan apa yang menjadi kewajibannya sehubungan dengan perjanjian yang telah dibuat. Menentukan bahwa salah satu pihak berada dalam keadaan wanprestasi adalah apabila berada dalam keadaan tertagih, dengan tagihan atau teguran itu harus melaksanakan prestasinya. 71 Perjanjian dalam keadaan normal dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya tanpa gangguan ataupun halangan. Tetapi pada waktu yang tertentu, 69 Hasil Wawancara dengan Roeslan Nasution Kepala Divisi Pengembangan dan Sumber Daya Manusia PT. Kereta Api Indonesia Persero Divisi Regional Sumatera Utara Tanggal 09 Maret 2015 Pukul 10.00 Wib. 70 Hasil Wawancara dengan Roeslan Nasution Kepala Divisi Pengembangan dan Sumber Daya Manusia PT. Kereta Api Indonesia Persero Divisi Regional Sumatera Utara Tanggal 09 Maret 2015 Pukul 10.00 Wib. 71 M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal.145. yang tidak dapat diduga oleh para pihak, muncul halangan, sehingga pelaksanaan perjanjian tidak dapat dilaksanakan dengan baik, faktor penyebab terjadinya wanprestasi diklasifikasikan menjadi dua faktor yaitu: a. Faktor dari luar. b. Faktor dari dalam diri para pihak. 72 Faktor dari luar adalah peristiwa yang tidak diharapkan terjadi dan tidak dapat diduga akan terjadi ketika perjanjian dibuat. Sedangkan faktor dari dalam diri manusiapara pihak merupakan kesalahan yang timbul dari diri para pihak, baik kesalahan tersebut yang dilakukan dengan sengaja atau pun karena kelalaian pihak itu sendiri, dan para pihak itu sendiri, dan para pihak sebelumnya telah mengetahui akibat yang timbul dari perbuatannya tersebut. Kelalaian atau wanprestasi para pihak dalam perjanjian ini harus dinyatakan terlebih dahulu secara resmi yaitu dengan memperingatkan kepada pihak yang lalai, bahwa pihak yang menyewakan menghendaki pemenuhan prestasi oleh pihak penyewa. Menurut undang-undang peringatan tersebut harus dinyatakan tertulis, namun sekarang sudah dilazimkan bahwa peringatan itu pula dapat dilakukan secara lisan asalkan cukup tegas menyatakan desakan agar segera memenuhi prestasinya terhadap perjanjian mereka perbuat. Peringatan tersebut dapat dinyatakan pernyataan lalai. Pernyataan lalai oleh M. Yahya Harahap, memperinci pernyataan lalai tersebut dalam beberapa bentuk pernyataan lalai tersebut dalam beberapa bentuk pernyataan lalai yaitu : 1. Berbentuk surat perintah bevel atau akta lain yang sejenis of andre soortgelijke akte. 72 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.76 2. Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri. Apabila dalam surat perjanjian telah ditetapkan ketentuan: penyewa dianggap bersalah jika satu kali saja dia melewati batas waktu yang diperjanjikan. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong penyewa untuk tepat waktu dalam melaksanakan kewajiban dan sekaligus juga menghindari proses dan prosedur atas adanya wanprestasi dalam jangka waktu yang panjang. Dengan adanya penegasan seperti ini dalam perjanjian, tanpa teguran kelalaian dengan sendirinya pihak penyewa sudah dapat dinyatakan lalai, bila ia tidak menempati waktu dan pelaksanaan prestasi tepat pada waktunya. 3. Jika teguran kelalaian sudah dilakukan barulah menyusul peringatan aanmaning dan biasa juga disebut dengan sommasi. Sommasi berarti peringatan agar penyewa melaksanakan kewajibannya sesuai dengan teguranpernyataan kelalaian yang telah disampaikan kredit kepadanya. 73 Adanya pernyataan lalai dalam perjanjhian sewa menyeewa yang diberikan oleh pihak yanag menyewakan kepada pihak penyewa, maka menyebabkan pihak penyewa dalam keadaan wanprestasi, bila ia tidak mengindahkan pernyataan lalai tersebut. Pernyatan lalai sangat diperlukan karena akibat wanprestasi tersebut adalah sangat besar baik bagi kepentingan pihak yang menyewakan maupun pihak penyewa. Dalam perjanjian biasanya telah ditentukan di dalam isi perjanjian itu sendiri, hak dan kewajiban para pihak serta sanksi yang ditetapkan apabila pihak penyewa tidak menepati waktu atau pelaksanaan perjanjian. Dengan demikian maka para pihak dikatakan dalam keadaan wanprestasi, yaitu apabila tidak melaksanakan perjanjian atau keadaan tertagih. Perjanjian sewa menyewa tanah antara PT. Kereta Api Indonesia Persero dengan masyarakat, wanprestasi dapat menampakkan bentuknya dalam beberapa macam yaitu: 1. Tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan. 73 M. Yahya Harahap. Op.Cit. hal. 62. 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak dengan semestinya. 3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat. 74 Terhadap wanprestasi tersebut di atas, maka pihak yang melakukan wanprestasi itu dapat dipertanggung jawabkan untuk membayar ganti rugi Pasal 1365 KUHPerdata kepada pihak lawannya yang dirugikan. Ganti rugi di sini adalah merupakan sanksi atas kealpaan dari pihak yang melakukan wanprestasi. Jika salah satu pihak tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagaimana ditentukan atau ditetapkan dalam perjanjian atau tidak melakukan prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan sehingga kepadanya diwajibkan untuk memberikan ganti rugi. Akan tetapi salah satu pengecualian hukuman terhadap tindakan yang dilakukan untuk memberikan ganti rugi adalah apabila terjadi suatu keadaan memaksa force majeur. Keadaan memaksa atau force majeur adalah suatu keadaan di dalam hukum perdata yang dapat menyebabkan bahwa suatu hak atau suatu kewajiban dalam suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan. Perjanjian sewa menyewa tanah antara PT. Kereta Api Indonesia Persero disebutkan bahwa apabila waktu pelaksanaan perjanjian terjadi hal-hal yang di luar dugaan atau di luar perkiraan para pihak yang diklasifikasikan sebagai force majeur, seperti banjir, hujan terus menerus sampai satu hari penuh, huru-hara, gempa bumi dan bencana alam lainnya dan atas kebijaksanaan moneter pemerintah, yang mengakibatkan kerugian salah satu pihak, maka para pihak dapat mengajukan atau meminta pertimbangan kepada pihak lainnya untuk mendapat ganti rugi yang layak. 74 Ibid, hal.63. Pembelaan terhadap perbuatan yang dapat menggugurkan tuntutan ganti rugi ini antara lain adalah karena terjadinya force majeur atau keadaan memaksa. Dengan keadaan memaksa ini maka para pihak terpaksa tidak dapat melaksanakan prestasi yang diperjanjikannya karena suatu keadaan yang tidak dapat dihindarkannya dan memaksanya untuk itu. Dalam keadaan memaksa ini para pihak tidak dapat dipersalahkan, karena keadaan ini timbulnya di luar kemampuan pihak salah satu pihak. Keadaan memaksa force majeur itu adalah suatu keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, sebab peristiwa tersebut tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perjanjian. Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa force majeur dalam perjanjian sewa menyewa tanah antara PT. Kereta Api Indonesia Persero sesuai dengan Pasal 16 Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Milik PT. Kereta Api Indonesia Persero adalah: 75 1. Kecuali kewajiban untuk melakukan pembayaran bila telah jatuh tempo berdasarkan perjanjian ini, tidak satu pihakpun bertanggungjawab atas keterlambaan atau kegagalan pelaksanaan suatu kewajiban lain yang ditentukan dalam perjanjian ini. Jika hal tersebut disebabkan oleh atau timbul karena sesuatu kejadian atau keadaan yang memaksa force majeur yakni peristiwa-peristiwa di luar kekuasaan para pihak yang menghambat pelaksanaan perjanjian ini antara lain bencana alam, keadaan perang, 75 Pasal 16 Surat Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Milik PT. Kereta Api Indonesia Persero. pemogokan, atau gangguan perburuhan lain, kerusakan atau kegaduhan masyarakat yang tidak disebabkan oleh kelalaian dari pihak yang menuntut suatu keuntungan dari pasal ini atau oleh kebijakan pemerintah atau oleh suatu sebab yang berada di luar kekuasaan pihak yang terkena, baik keadaan yang serupa atau tidak dengan sebab-sebab tertentu. 2. Pihak yang mengalami keadaan force majeur wajib memberitahukan kepada pihak lainnya dalam perjanjian ini paling lama 7 tujuh hari kerja setelah terjadinya force majeur disertai pernyataan tertulis dari instansi yang berwenang atau pemerintah setempat. 3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam ayat 2 pihak yang tertimpa force majeur tidak memberitahukan kepada pihak lainnya force majeur yang dialaminya, maka force majeur tersebut dianggap tidak pernah ada, dan para pihak tetap menjalankan hak dan kewajibannya sebagaimana diatur dalam perjanjian ini. 4. Apabila dalam waktu 7 tujuh hari kerja setelah pihak lainnya menerima pemberitahuan tenteng terjadinya force majeur tersebut atau menerima surat keterangan dari instansi berwenang, belum memberikan tanggapan maka pihak yang menerima pemberitahuan dianggap telah menyetujui keadaan force majeur tersebut. 5. Pihak yang tertimpa force majeur sedapat mungkin untuk berusaha memperbaiki keadaan yang menjadi penyebab kegagalan atau penundaan pemenuhan kewajiban dan akan melanjutkan pemenuhan kewajiban berdasarkan perjanjian ini, selanjutnya dalam waktu 7 tujuh hari kerja. 6. Sejak disetujuinya force majeur oleh pihak lainnya para pihak segera berunding untuk menyelesaikan selanjutnya yang dituangkan dalam addendum perjanjian yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini. 7. Dalam hal keadaan kahar force majeur tersebut tidak dapat diselesaikan dengan perundangan antara para pihak, maka perjanjian diakhiri sesuai dengan ketentuan berakhirnya perjanjian. 8. Segala biaya atau kerugian yang diderita oleh pihak yang mengalami force majeur tidak menjadi beban danatau tanggungjawab pihak lainnya.

C. Akibat Hukum PT. Kereta Api Persero Memutuskan Perjanjian Secara