Jenis-Jenis Tindak Pidana TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

toerekeningsyat baarheid terhadap kelakuan yang bertentangan dengan hukum. 8 Jadi, unsur-unsur tindak pidana dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut Undang-Undang dan dari sudut para teoritisi yang mempunyai unsur yang berbeda-beda. Sedangkan menurut undang-undang yaitu terdiri dari delapan unsur.dan dari delapan unsur tersebut terbagi ke dalam unsur subyektif yang mengenai pelakunya atau keadaan batin seseorang. Sedangkan unsur obyektif yaitu unsur mengenai tindakannya yang bertentangan dengan hukum

C. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP Kitab Undang- Undang Hukum Pidana terbagi atas kejahatan misdrijven dan pelanggaran overtredingen. Penggolonggan ini pertama-tama terlihat dalam kitab undang- undang Hukum Pidana KUHP yang terdiri dari tiga buku. Buku I memuat ketentuan-ketentuan umum algcemen teerstukken. Buku II memuat penyebutan tindak-tindak pidana yang masuk golongan ”Kejahatan” atau ”Misdrijven” . Buku II memuat penyebutan tindak-tindak pidana yang masuk golongan ”Pelanggaran” atau ”Overtredingen”. 9 8 L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradya Paramita, 1978, Cet.Ke- 1., h. 338-339. 9 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana, Bandung: PT.Eresco, 1989, Cet.Ke- 8, h.30. Misdriif atau kejahatan berarti tidak lain daripada ”perbuatan melanggar hukum ”. Overtredingen atau pelanggaran berarti suatu perbuatan yang melanggar sesuatu, dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain daripada ”perbuatan melanggar hukum”. 10 Sedangkan Pipin Syarifin mengemukakan bahwa kejahatan adalah perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam Undang-Undang sebagai perbuatan pidana, tetapi dapat dirasakan sebagai suatu yang bertentangan dengan tata hukum yang dapat diketahui setelah adanya Wet yang menentukan dilarangnya suatu perbuatan. 11 Namun ada pula yang berpendapat bahwa perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran terletak pada berat atau ringannya suatu tindak pidana seperti tindak kejahatan, misalnya pemerasan pasal 368 KUHP dan tindak pelanggaran seperti kenakalan pasal 489 KUHP dan mengganggu kesejahteraan di malam hari pasal 503 KUHP . Hal tersebut secara spesifik dapat di lihat dari aturan pidana yang terdapat dalam KUHP sebagai berikut : 1. Pidana penjara hanya diancamkan pada tindak pidana kejahatan saja; 2. Mengenai bentuk kesalahan beberapa kesengajaan atau kealpaan , tindak kejahatan harus dibuktikan oleh jaksa, sedangkan pelanggaran tidak harus dibuktikan; 3. Percobaan dan pembantuan pada pelanggaran tidak dapat dipidana; 4. Masa daluwarsa pada pelanggaran lebih pendek daripada masa daluwarsa pada kejahatan; 10 Ibid., h.31. 11 Pipin Syarifin, Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 2000, h.93. 5. Perbarengan atau concursus pemidanaan pada pelanggaran lebih mudah daripada kejahatan. 12 Perbuatan-perbuatan pidana selain daripada dibedakan dalam kejahatan dan pelanggaran, biasanya dalam teori dan praktek dibedakan pula antara lain : 1. Delik Dolus dan Delik Culpa Tindak pidana sengaja doleus delicten adalah tindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan. 13 Bagi delik dolus diperlukan adanya kesengajaan; misalnya pasal 338 KUHP; dengan sengaja menyebabkan matinya orang lain”. Sedangkan tindak pidana culpa culpose delicten adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur culpa, dan unsur kesalahannya adalah berupa kelalaian, karena kurang hati-hati, dan tidak karena kesengajaan. Misalnya menurut pasal 359 KUHP ”dapat dipidanannya orang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpaannya”. 2. Delik Commissionis dan Delikta Ommissionis Tindak pidana aktif delicta commissionis adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif positif . Perbuatan aktif disebut juga perbuatan materiil adalah perbuatan yang untuk mewujudkan disyaratkan adanya gerakan anggota tubuh orang yang berbuat, dan perbuatannya tersebut yang dilarang oleh aturan-aturan pidana, misalnya mencuri pasal 12 Ibid., h.95. 13 Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, h.124. 362 KUHP, menggelapkan pasal 372 KUHP, dan menipu pasal 378 KUHP. Tindak pidana pasif delicta ommissionis adalah delik yang terdiri dari tidak berbuat atau melakukan sesuatu padahal mestinya berbuat. Misalnya delik dirumuskan dalam pasal 164; mengetahui sesuatu pemufakatan jahat samenspanning untuk melakukan kejahatan yang disebut dalam pasal itu. Pada saat masih ada waktu untuk mencegah kejahatan, tidak segera melaporkan kepada instansi yang berwajib atau orang yang terkena. 14 3. Delik biasa dan Delik yang dikualifisir Delik yang belakangan adalah delik biasa ditambah dengan unsur-unsur lain yang memberatkan ancaman pidananya. Adakalanya unsur-unsur lain yaitu mengenai cara yang khas dalam melakukan delik biasa, adakalanya obyek yang khas, adakalanya pula mengenai akibat yang khas dari perbuatan yang merupakan delik biasa tadi. Contoh pasal 362 KUHP adalah pencurian biasa, dan pasal 363 adalah pencurian yang dikualifisir, yaitu karena cara melakukannya di waktu ada kebakaran atau dengan beberapa orang, maupun karena obyeknya adalah hewan. Pasal 351 adalah penganiayaan yang dikualifisir, karena mungkin caranya, obyeknya maupun akibatnya adalah lebih khusus daripada dalam penganiayaan biasa. 15 14 Ibid., h.126. 15 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: PT.Rineka Cipta, h. 76-77. 4. Delik seketika dan Delik yang berlangsung terus menerus Delik seketika adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja. Misalnya pencurian 362, jika perbuatan mengambilnya selesai, maka tindak pidana itu selesai secara sempurna. 16 Delik yang berlangsung terus menerus adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah perbuatan dilakukan, tindak pidana itu masih berlangsung terus. Tindak pidana ini disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan suatu keadaan yang terlarang. Seperti pasal 333 perampasan kemerdekaan itu berlangsung lama, bahkan sangat lama, dan akan terhenti setelah korban dibebaskan. 5. Delik Formal dan Delik materiil Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dimaksudkan dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu. Jadi, semata-mata hanya pada perbuatannya. Misalnya pada pencurian 362 untuk selesainya pencurian digantungkan pada selesainya perbuatan mengambil. Tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang dimaksudkan dalam suatu ketentuan pidana dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat tertentu. Tanpa merumuskan wujud dari perbuatan itu. Misalnya 16 Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, h.127. pembunuhan yang dalam pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai perbuatan yang mengakibatkan matinya oranglain, tanpa disebutkan wujud dari perbuatan itu. 6. Delik biasa dan Delik Aduan Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak. Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang untuk dapatnya dilakukan penuntutan pidana disyaratkan untuk terlebih dahulu adanya pengaduan, yakni korban atau wakilnya. Tindak pidana aduan ada dua macam, yaitu 1 tindak pidana aduan mutlak yaitu tindak pidana aduan yang setiap kejadian syarat pengaduan itu harus ada. Misalnya pencemaran nama pasal 310 dan fitnah 311.dan 2 tindak pidana aduan relatif adalah sebaliknya, hanya dalam keadaan tertentu atau jika memenuhi syarat atau unsur-unsur tertentu saja tindak pidana itu menjadi aduan, misalnya pencurian dalam keluarga pasal 376 ayat 2 jo 362-365 atau penggelapan dalam keluarga pasal 376 jo 367. 7. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi tersebut. Misalnya tindak pidana korupsi UU No.31 Thn. 1999, tindak pidana psikotropika UU No.5 Thn. 1997 dan tindak pidana narkotika UU No.22 Thn. 1997.

D. Pertanggungjawaban Pidana

Dokumen yang terkait

Hukum Tidak Tertulis Sebagai Sumber Hukum untuk Putusan Pengadilan Perkara Pidana

7 92 392

Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas (vrijspraak) terhadap Terdakwa dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan No.51/Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn)

2 101 101

Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

1 57 110

Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan)

3 130 140

Analisis Yuridis Normatif Terhadap Putusan Hakim Nomor: 582/Pid.B/2013/PN.Mlg Dalam Perkara Tindak Pidana Perjudian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor: 582/Pid.B/2013/PN.Mlg)

1 8 31

Disparitas pemidanaan kasus korupsi dalam pandangan hukum islam dan hukum positif Indonesia : studi pemidanaan terhadap kasus korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

1 9 91

Perjudian dalam pendangan hukum pidana Islam dan KUHP (kajian dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan)

2 20 102

Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Putusan Mahkamah Agung Tentang Illegal Logging : Perkara No.761 K/Pid.Sus/2007

1 19 77

Analisis hukum islam terhadap Putusan Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tentang Perkara Pidana Penghinaan oleh Pers : Putusan No.1426/PID.B/2003/PN.Jkt.Pst

0 7 86

Tinjauan Viktimologis terhadap Korban Pemerkosaan dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Bandung pada Perkara Nomor 624/PID.B/2006/PN.BDG

4 39 98