Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bank bagi masyarakat ekonomi modern saat ini memiliki peranan yang sangat krusial. Karena, dengan adanya perbankan terjadi fungsi intermediasi antar masyarakat yang memiliki uang kepada masyarakat yang membutuhkan uang. Dengan adanya intermediasi ini maka terjadilah pembangunan dan peningkatan produktivitas masyarakat. Di Indonesia, terdapat dua jenis bank yaitu bank berbasis bunga konvensional dan bank syariah. Pada kali ini, penulis akan lebih membahas pada bank syariah. Perbankan syariah di Indonesia, hadir sebagai lembaga keuangan yang berfungsi sebagai intermediasi antara pemilik dana dengan pihak yang butuh dana melalui mekanisme yang sesuai dengan syariat Islam. Dasar hukum dari berdirinya bank syariah di Indonesia adalah UU Perbankan Syariah No. 21 tahun 2008. Bank syariah sendiri terdiri dari 3 jenis yaiu Bank Umum Syariah BUS dan Unit Usaha Syariah UUS dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS. Perkembangan bank syariah di Indonesia relatif selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat digambarkan dari tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah dan Kantor Perbankan Syariah Tahun 2008-2014 Indikator 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 BUS 5 6 11 11 11 11 12 2 Jumlah Kantor 581 7.11 1.215 1.401 1.745 1.998 2.151 UUS 27 25 23 24 24 23 22 Jumlah Kantor 241 287 262 336 517 590 320 Sumber: Bank Indonesia diolah sesuai kebutuhan Dari data di atas, meskipun pertumbuhannya lambat, jaringan kantor layanan BUS dan UUS di Indonesia diperkirakan akan terus berkembang dengan Pesat. Dari segi keuangan, industri perbankan syariah telah mengalami peningkatan volume Usaha. Seperti ditunjukan Statistik Bank Syariah, pada Desember 2013 aset perbankan syariah telah mencapai Rp 242,276 Triliun. Hal ini meningkat sebesar 24,23 dibandingkan pada Desember tahun 2012. Sedangkan dari segi pembiayaan meningkat dari sebesar Rp 147,5 Triliun Rupiah pada Desember 2012 menjadi Rp 184,12 Triliun atau sebesar 24,82 . Dari tingkat penghimpunan dana pihak ketiga meningkat dari Rp 147.42 Triliun menjadi Rp 183,53 Triliun atau sebesar 24,49. 1 Pada tahun 2013 marketshare perbankan syariah telah mencapai 4,8 perbankan nasional. 2 Di Indonesia terdapat bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki dimiliki oleh pemerintah daerah. Bank yang saham mayoritas dimiliki pemerintah daerah disebut dengan Bank Pembangunan Daerah BPD. Diantara BPD yang terdapat di Indonesia tersebut ada yang telah membuka layanan syariah baik berbentuk BUS 1 Bank Indonesia 2014, Statistik Perbankan Syariah Januari 2014. Diakses 26 September 2014 dari www.bi.go.id 2 Agustianto 2014 . “Outlook Perbankan Syariah 2014”.diakses tanggal 26 September 2014 dari www.agustiantocentre.com 3 ataupun UUS. Diantara BPD tersebut contohnya adalah PT. Bank Jabar Banten Tbk dan PT. Bank DKI. Kedua bank di atas telah memiliki layanan keuangan berbasis syariah walaupun memiliki perbedaan jenis. Bank Jabar Banten Syariah telah berbentuk sebagai Bank Umum Syariah BUS sedangkan Bank DKI Syariah berbentuk sebagai Unit Usaha Syariah UUS. Bank syariah sebagai lembaga keuangan komersial, tentu bank syariah bertujuan untuk mendapat keuntungan dalam operasionalnya profit oriented. Keuntungan tersebut di dapat dari hasil penghimpunan dana dan penyaluran dana kembali kepada masyarakat. Sebagai pihak yang menghimpun dana masyarakat, bank harus mempunyai kinerja yang baik agar semakin menarik minat masyarakat agar menempatkan dananya di bank tersebut. Kinerja yang baik tersebut dapat ditunjukkan dari keuntungan bank tersebut dalam menjalankan operasionalnya. Apabila sebuah bank memiliki tingkat kinerja keuangan yang menguntungkan maka bank tersebut terkategori sebagai bank yang sehat. Selain dari jumlah keuntungan, kategori bank sehat pun dapat dilihat dari pengukuran terhadap efisiensi bank tersebut dalam mengelola sumber dana yang dimiliki. Efisiensi secara sederhana dapat dipahami sebagai pengukuran kemampuan bank mengelola sumberdaya keuangan bank input dalam menghasilkan penghasilan output yang maksimal. Pada saat pengukuran efisiensi , bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapat tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Pengukuran efisiensi ini menjadi sangat penting karena 4 efisiensi ini menggambarkan kesehatan sebuh bank sehingga akan semakin menarik investor dan nasabah untuk menempatkan dananya di bank tersebut. Efisiensi merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Dengan diidentifikasikannya alokasi input dan output, dapat dianalisa lebih jauh untuk melihat penyebab ketidakefisiensian. Efisiensi dalam dunia perbankan adalah salah satu parameter kinerja yang cukup populer, banyak digunakan karena merupakan jawaban atas kesulitan- kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja perbankan. Sering kali, perhitungan tingkat keuntungan menunjukkan kinerja yang baik, tidak masuk dalam kriteria “sehat” atau berprestasi dari sisi peraturan. Berdasarkan keterangan dan gambaran di atas, maka peneliti tertarik mengambil judul “TINGKAT EFISIENSI BANK SYARIAH BERBASIS DAERAH DENGAN METODE STOCHASTIC FRONTIER ANALYSIS Studi Perbandingan Bank Jabar Banten Syariah dengan Bank DKI Syariah “. Alasan penulis memilih PT. Bank Jabar Banten Syariah dan Bank DKI Syariah adalah sebagai berikut: 5 1. Wilayah asal kedua BPD Syariah di atas merupakan wilayah yang dekat dengan pusat pemerinmtahan dan bisnis di Indonesia. Oleh karena itu diasumsikan kedua bank tersebut memiliki asset terbesar di antara BPD dan BPDS dari daerah lain. 2. Kedua BPDS di atas merupakan BPDS tertua yang lahir di Indonesia. 3. Meskipun berbeda dari segi jenis Bank BUS dan UUS, akan tetapi kedua bank memiliki aset yang besar dengan nilai lebih dari 1 triliun rupiah pada tahun 2014. 4. Kedua BPDS di atas memiliki data tersedia paling lengkap pada periode penelitian dibanding dengan BPD dan BPDS yang lain.

B. Identifikasi Masalah