Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Penyakit Pada Beberapa Varietas Tanaman Jagung (Zea Mays L) Di Lapangan

(1)

PENGARUH PEMBERIAN BAHAN ORGANIK TERHADAP

PENYAKIT PADA BEBERAPA VARIETAS TANAMAN

JAGUNG ( Zea mays L. ) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH :

SINDA MAROGANDA SARAGI

030302049

HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Judul Penelitian : PENGARUH PEMBERIAN BAHAN ORGANIK TERHADAP PENYAKIT PADA BEBERAPA VARIETAS TANAMAN JAGUNG ( Zea mays L. ) DI LAPANGAN

Nama : Sinda Maroganda Saragi

NIM : 030302049

Departemen : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

( Ir. Kasmal Aripin, MSi ) (Ir. Mukhtar Iskandar Pinem M.Agr) Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

SINDA MAROGANDA SARAGI “ Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap penyakit pada beberapa varietas tanaman jagung ( zea mays L. ) di lapangan” Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Pertanian Kampung Susuk dengan ketinggian tempat ± 25 m diatas permukaan laut. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor 1 perlakuan dengan memberikan Bahan Organik yaitu B0 = tanpa bahan organik, B1 = 3 kg bahan organik dari jerami per petak

perlakuan, B2 = 3 kg bahan organik dari daun jagung per petak perlakuan. Faktor

ke 2 perlakuan dengan menggunakan varietas tanaman jagung yang berbeda yaitu V1 = Varietas Arjuna, V2 = Varietas Pioner 12, V3 = Varietas Hibrida C-7.

Parameter yang diamati adalah Persentase Serangan Bulai Peronosclerospora maydis (%), Intensitas Serangan Hawar Daun

Helminthosporium maydis (%), Intensitas Serangan Karat Daun Puccinia sp (%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase serangan tertinggi

Peronosclerospora maydis untuk perlakuan bahan organik terdapat pada B0 = 38,19% dan yang terendah B2 = 20.56, persentase serangan tertinggi untuk

varietas terdapat pada V2 = 49,03% dan yang terendah V3 = 16.25, dan persentase

serangan tertinggi untuk interaksi antara bahan organik dan varietas terdapat pada perlakuan B0V2 = 73,33 % dan yang terendah B1V3 = 1,25%. Intensitas serangan

penyakit Helminthosporium maydis untuk perlakuan bahan organik yang tertinggi terdapat pada B0 = 43,58% yang terendah pada B2 = 42,36%, intensitas serangan

tertinggi untuk varietas terdapat pada V1 = 43,93% dan yang terendah

V2 = 42,07% , dan intensitas serangan tertinggi untuk interaksi antara bahan

organik dan varietas terdapat pada perlakuan B2V1 = 46,33 % dan yang terendah

B2V3 = 39,47%.Intensitas serangan penyakit Puccinia sp untuk perlakuan bahan

organik yang tertinggi terdapat pada B0 yaitu 8,27% yang terendah pada

B2 = 6,56%, intensitas serangan tertinggi untuk varietas terdapat pada V3 = 11,6%

dan yang terendah V2 = 3,91% , dan intensitas serangan tertinggi untuk interaksi

antara bahan organik dan varietas terdapat pada perlakuan B1V3 = 12,53 % dan

yang terendah B1V2 = 2,60%.Pemberian bahan organik dan Varietas tanaman

yang berbeda mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap perkembangan penyakit-penyakit pada tanaman jagung di lapangan.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Sinda Maroganda Saragi lahir tanggal 4 Mei 1985 di Pematang Siantar Kec. Siopat suhu, Kab. Simalungun Sumatera Utara, dari Ayah S. Saragi dan Ibu L. Sinaga. Penulis merupakan putri keempat dari lima bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Nomensen Pematang Siantar dan pada tahun 2003 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB, di Departemen Ilmu Hama dan penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota organisasi Ikatan Perlindungan Tanaman Fakultas Pertanian dan Ikatam Mahasiswa Katolik (IMK) Fakultas Pertanian selama menjadi mahasiswi. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian Sungei Putih, Kec. Galang Propinsi Sumatera Utara.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.

Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah Penyakit Tanaman dengan judul “Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Beberapa Penyakit pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Lapangan”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir. Kasmal Aripin, Msi dan Ir. Mukhtar Iskandar Pinem , M.Agr selaku komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini dan semua rekan-rekan yang membantu penulis selama melaksanakan penelitian. Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ayahanda A. Saragi Sitio dan Ibunda L. br. Sinaga serta seluruh keluarga atas segala doa dan perhatiannya. Kepada teman terdekat penulis Donni Kristian, SP yang telah membantu baik moril maupun materil.


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2008


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung... 6

Syarat Tumbuh Tanaman Jagung... 8

Iklim ... 8

Tanah... 9

Penyakit-penyakit Penting Tanaman Jagung ... 10

Penyakit Peronosclerospora... 10

Penyakit Helminthosporium ... 14

Penyakit Puccinia... 16

Pengaruh pemberian Bahan Organik Terhadap Tanaman Jagung ... 19

BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian... 22

Bahan dan Alat Penelitian... 22

Metoda Penelitian ... 22

Pelaksanaan Penelitian... 24

Pengolahan Lahan ... 24

Pembuatan Bahan Organik... 24

Perlakuan Bahan Organik ... 25

Penanaman Benih... 25


(8)

Parameter Penelitian ... 27

Intensitas serangan Helminthosporium... 27

Intensitas serangan Puccinia... 27

Persentase serangan Peronosclerospora... 27

Panen ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase serangan Peronosclerospora... 29

Intensitas serangan Helminthosporium... 34

Intensitas serangan Puccinia... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41

Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Kandungan Bahan Organik ... ... 21

2 Rataan Persentase serangan Peronosclerospora... ... 30

3 Rataaan Intensitas serangan Helminthosporium... ... 35


(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1 Tanaman Jagung (4 mst)... 8

2 Gejala Serangan Penyakit Peronosclerospora... 12

3 Patogen Penyakit Helminthosporium... 14

4 Gejala Serangan Penyakit Helminthosporium... 15

5 Patogen Penyakit Puccinia... 17

6 Gejala Serangan Penyakit Puccinia... 18

7 Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Persentase Serangan P. maydis... 31

8 Histogram Pengaruh Varietas yang berbeda terhadap Persentase Serangan P. maydis... 32

9 Histogram Pengaruh antara Bahan Organik dan Varietas terhadap Persentase serangan P. maydis... 33

10 Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Intensitas Serangan H. maydis... 36

11 Histogram Pengaruh Varietas Yang Berbeda terhadap Intensitas Serangan H. maydis... 36

12 Histogram Pengaruh antara Bahan Organik dan Varietas terhadap Intensitas serangan H. maydis... 37

13 Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Intensitas Serangan Puccinia... 39

14 Histogram Pengaruh Varietas yang berbeda terhadap Intensitas Serangan Puccinia... 40

15 Histogram Pengaruh antara bahan organik dan Varietas terhadap Intensitas Serangan Puccinia... 41


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung (Zea mays) merupakan bahan pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Disamping sebagai bahan pangan, komoditi ini juga dikonsumsi sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku industri. Hasil penelitian agroekonomi tahun 1981-1986 menunjukkan bahwa permintaan terhadap jagung terus mengingkat. Hal ini berkaitan erat dengan laju pertumbuhan penduduk, peningkatan konsumsi perkapita, perubahan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan benih (Najayati dan Danarti, 1999).

Dalam 25 tahun mendatang kebutuhan pangan akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya penduduk Indonesia. Dengan demikian kebutuhan masukan teknologi tinggi berupa pupuk makin meningkat, demikian juga kebutuhan pestisida akan lebih besar dari yang diperlukan sekarang. Dengan makin meningkatnya kebutuhan masukan energi tinggi, maka biaya produksi yang diperlukan akan semakin besar. Hal ini merupakan tantangan para pakar bidang pertanian untuk mencari teknologi alternatif dalam mencukupi kebutuhan pangan dengan kualitas yang baik dan menyehatkan, tetapi tidak menimbulkan kerusakan lingkungan (Sutanto, 2002b).

Kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat serangan penyakit lebih parah dibandingkan dengan serangan hama. Tinjauan secara umum dampak penyakit terletak pada akibat serangan penyakit, sedangkan untuk hama tanaman terletak pada luas serangan, walaupun dalam tempo yang sangat singkat. Pada jagung


(12)

penyakit terpenting pada daerah pertanaman jagung, dapat menyerang tanaman jagung yang berumur 2-3 minggu, 3-5 minggu dan pada tanaman dewasa, selain itu ada juga penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Helminthosporium turcicum dan penyakit karat pada tanaman yang sudah tua

yang disebabkan oleh Puccinia sorghi (AAK, 1993).

Indonesia saat ini mengarah pada pertanian organik dalam artian luas. Banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mempromotori hal tersebut. Pemerintah pun telah mencanangkan go organic 2010. Bahkan, sekitar tahun 1990 pernah dibuat surat keputusan bersama (SKB) antara Departemen Pertanian dan Departemen kesehatan RI mengenai ambang batas residu hasil pertanian (Musnamar, 2003b).

Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Konsep pertanian sebagai suatu industri yang berbasiskan teknologi mencakup banyak inovasi selain pengenalan singkat tentang teknologi yang baru. (Anonim, 2007a ; Padmo, 2000).

Sejalan dengan banyaknya bahaya yang ditimbulkan oleh petani modern pengendalian dengan manggunakan bahan kimia, seperti pestisida, herbisida, dan pupuk kimia terhadap lingkungan berdampak negatif. Perhatian terhadap dampaknya penggunaan pupuk kimia mulai tampak pada akhir 70-an setelah residu pupuk, terutama nitrogen diketahui mencemari air tanah sebagai sumber air minum dan bahaya bagi kesehatan manusia (Sutanto, 2002a).


(13)

Pengembalian bahan organik kedalam tanah adalah hal yang mutlak dilakukan untuk mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif. Dua alasan yang selama ini sering dikemukakan para ahli adalah pengolahan tanah yang dangkal selama bertahun-tahun mengakibatkan menurunnya kandungan C dan N organik, penggunaan pupuk kimia seperti urea, KCL dan TSP telah melampaui batas efesiensi teknis dan ekonomis sehingga efisiansi dan pendapatan bersih ang diterima petani dari setiap pupuk yang digunakan semakin menurun. Kedua alasan tersebut memberikan dampak buruk bagi pertanian di nasa mendatang jika tidak dimulai tindakan antisipasi (Musnamar, 2003b).

Sumber bahan organik adalah jaringan tumbuhan. Di alam daun, ranting, cabang, batang dan akar tumbuhan merupakan penyumbang bahan organik setiap saat. Bahan-bahan ini akan mengalami dekomposisi dan terangkut ke lapisan yang lebih dalam dari tanah. Hewan biasanya dianggap sebagai penyumbang bahan organik kedua setelah tumbuhan. Mikroorganisme tanah akan menggunakan bahan organik sebagai sumber energi (Adianto, 1993).

Selama ini para petani telah banyak memanfaatkan bahan organik sebagai pupuk di lahan pertanian, karena bahan tersebut merupakan bahan yang cepat melapuk. Salah satu contoh bahan organik yang digunakan antara lain kotoran hewan (sapi, kambing, ayam, dll) dan limbah pertanian. Dengan munculnya berbagai pupuk alternatif dan untuk menunjang pembangunan pertanian yang ramah lingkungan, maka saat ini digalakan pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pembuatan pupuk organik, bahkan beberapa petani/swasta telah mencanangkan adanya pertanian organik (Anonim, 2007e).


(14)

Data yang pernah diperoleh bahwa tanah di pulau Jawa umumnya mengandung bahan organik dibawah 2%, sementara di Pusat penelitian tanah dan agroklimatologi menunjukkan sekitar 95% lahan pertanian di Indonesia mengandung Bahan organik kurang dari 1%, padahal batas minimum bahan organik dianggap layak untuk lahan pertanian antara 4-5% (Musnamar, 2003a).

Salah satu pembentuk tanah adalah bahan organik sehingga sangat penting dilakukan penambahan bahan organik kedalan tanah. Mengingat pentingnya peranan bahan organik bagi tanah serta semakin intensifnya penggunaan pupuk anorganik oleh petani maka sangat penting dilakukan upaya pengembalian bahan organik kedalam tanah. Kesadaran akan pentingnya kesuburan tanah di masa depan dan dampak negatif penggunaan pupuk anorganik harus dipahami, bahan kimia dapat mengganggu kesehatan dan lingkungan. Untuk itu perlu dicarikan alternatif kombinasi penggunaan sarana produksi organik (paket teknologi pertanian organik) agar produksi yang dapat dicapai tidak akan jauh berbeda dibanding penggunaan bahan anorganik (Musnamar, 2003a).

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan organik terhadap penyakit pada beberapa varietas tanaman jagung (Zea mays L) di lapangan.

Hipotesa Penelitian

- Ada pengaruh pemberian bahan organik terhadap perkembangan beberapa penyakit penting pada tanaman jagung (Zea mays L.)


(15)

- Ada pengaruh Varietas yang berbeda terhadap perkembangan beberapa penyakit penting pada tanaman jagung (Zea mays L.)

- Ada pengaruh interaksi bahan organik dan varietas terhadap

perkembangan beberapa penyakit penting pada tanaman jagung (Zea mays L.)

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Ujian Sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Adapun sistematika (taksonomi) tanaman jagung adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Famili : Poaceae Genus : Zea

Spesies : Zea mays L. (Anonim, 2007c).

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun, bunga dan buah (Anonim, 2007b).

Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian


(17)

besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (AAK, 1993).

Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (Anonim, 2007b).

Daun jagung adalah daun sempurna Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan [helai daun]] terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Anonim, 2007b).

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun (Rukmana, 1997).


(18)

Gambar 1: Tanaman Jagung (4 mst) Sumber: Foto langsung

Syarat Tumbuh

Tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang agak kering. Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian antara 0-600 m dpl

merupakan ketinggian yang optimum bagi pertumbuhan tanaman jagung (AAK, 1993).

- Iklim

a. Iklim yang dikehendaki oleh tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS.

b. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase


(19)

pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau.

c. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.

d. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 derajat C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27 derajat C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 derajat C.

e. Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil.

(Anonim, 2007c). - Tanah

a. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus.

b. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung berapi), latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat (grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat (latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.


(20)

c. Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6-7,5.

d. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik.

e. Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami jagung, karena disana kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu.

(Anonim, 2007c).

Penyakit-Penyakit Penting Pada Tanaman Jagung

1. Penyakit bulai (Downy mildew)

Biologi Penyebab Penyakit

Jamur penyebab penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Myceteae

Divisi : Eumycota

Class : Oomyetes

Ordo : Peronosporales

Family : Peronosporaceae Genus : Peronoslerospora Species : Peronoslerospora maydis (Gandjar, dkk, 2006).

Suku peronosporaceae mempunyai sporangiofor yang berbeda jelas dari hifa yang biasa. Sporangiofor mempunyai sumbu yang jelas, umumnya


(21)

mempunyai percabangan. Sporangiofor waktu permukaan berembun, miselium membentuk konidiofor yang keluar melalui mulut kulit (Semangun, 1993).

Dari satu mulut kulit dapat keluar satu konidifor atau lebih. Konidium yang masih muda berbentuk bulat, sedang yang sudah masak dapat menjadi jorong, konidium berukuran 12-19 x 10-23 μm denga rata-rata 19,2 x 17 μm. Konidium tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah. Sporangiofor pada sclerospora, panjang daun dan kekar, bercabang-cabang dekat dengan ujung. Sporangium tumbuh pada ujung cabang-cabang. Peronosporaceae tidak menghasilkan sporangium terus menerus tetapi sekali saja. Sporangium boleh dikatakan seragam, semuanya serupa dengan jeruk nipis (Dwidjosaputro, 1978). Gejala Serangan Penyakit

Penyakit jamur parasitik pada jagung dapat dikelompokkan menjadi penyakit daun,batang, tongkol, biji, bibit, dan akar. Salah satu jenis penyakit penting pada tanaman jagung adalah penyakit bulai (downy mildew) yang disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora maydis. Penyakit bulai dapat menimbulkan gejala sistemik yang meluas ke seluruh bagian tanaman, dan dapat pula menimbulkan gejala lokal. Gejala sistemik hanya terjadi bila jamur dari daun yang terinfeksi dapat mencapai titik tumbuh, sehingga menginfeksi semua daun yang terbentuk oleh titik tumbuh tersebut. Kerugian akibat penyakit bulai pada jagung sangat bervariasi. Intensitas penularan penyakit ini dapat mencapai 90% (Semangun, 1993).

Daun yang terkena infeksi menjadi bergaris-garis putih sampai kekuningan. Pada tingkatan akhir warna daun menjadi kecoklatan dan kering. Pertumbuhan menjadi terlambat, bila yang terserang tanaman jagung yang baru


(22)

saja tumbuh biasanya daun menjadi barwarna putih dan akhirnya mati. Kalau umur tanaman sudah beberapa minggu daun akan menguning dan yang baru muncul akan menjadi kaku dan kering. Tanaman ini bias menjadi kerdil dan mati dan tidak bias berbuah. Bila umur tanaman sudah kira-kira satu bulan, walaupun sudah diserang oleh cendawan ini namun masih bias tumbuh dan berbuah hanya tongkolnya tak bias besar, kelobot tidak membungkus secara penuh pada tongkol. Ujung tongkol masih kelihatan dan kadang-kadang bijinya tak penuh, ompong (Pracaya, 2005).

Gambar 2: Tanaman Jagung Terserang Bulai Sumber: Foto langsung

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit

Jamur menyebar dengan konidia melalui infeksi pada stomata atau lentisel. Perkembangan cendawan sangat baik pada keadaan lembab, curah hujan tinggi, pemupukan N yang berat dan sifat fisik tanah yang berat. Spora disebarkan oleh angin pada cuaca kering. Konidium berkecambah paling baik pada suhu 30o C (Pracaya, 2005).

Pengendalian Penyakit

Untuk mengendalikan penyakit bulai pada jagung dapat dianjurkan untuk melakukan langkah-langkah pengendalian secara terpadu:


(23)

- Pengendalian penyakit bulai perlu dilakukan secara terpadu, yang mencakup penanaman serentak, pencabutan tanaman sakit diikuti pembakaran atau pembenaman ke dalam tanah, pengaturan pola tanam, pemakaian fungisida, penggunaan varietas tahan. Varietas tahan bulai dapat diperoleh melalui seleksi plasmanutfah yang ada atau melalui persilangan antara tetua terpilih.

- Pada permulaan musim hujan tanaman jagung tegalan ditanam agak awal secara serentak untuk suatu daerah yang luas.

- Bila musim hujan datang, udara lembab dan serangan bulai banyak. Tanaman yang terserang segera dicabut kemudian selebihnya disemprot dengan fungisida Tembaga.

- Melakukan rotasi tanaman, dimaksudkan untuk memutus siklus hidup penyakit. Rotasi tanaman dapat dilakuakan dengan tanaman palawija lainnya.

- Pemupukan bersamaan saat tanam juga dapat membantu mencegah serangan penyakit. Melalui pemupukan, petani meyediakan unsur hara lebih awal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman akan tumbuh sehat dan kokoh sehingga mempunyai kekuatan untuk menangkal penyakit

(Semangun, 1993 ; Anonim, 2007d).

2. Penyakit Hawar Daun


(24)

Sistematika jamur penyebab penyakit hawar daun dikalsifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Myceteae

Divisi : Eumycota

Class : Deutromyetes

Ordo : Moniliales

Family : Dematiaceae

Genus : Helminthosporium

Species : Helminthosporium maydis (Dwidjosaputro, 1978).

Konidiofor terbentuk dalam kelompok, sering dari stomata yang datar, berwarna coklat tua atau hitam. Konidiofor lurus atau lentur. Kadang-kadang mempunyai bengkokan seperti lutut. Konidium jelas bengkok seperti perahu, mempunyai 5-11 sekat palsu dan kebanyakan mempunyai panjang 70-160 μm (Semangun, 1993).

Gambar 3: Patogen Penyebab Penyakit (Helminthosporium maydis)

Sumber: Pengamatan di Mikroskop Perbesaran 40X

Gejala Serangan Penyakit

Gejala visual yang menunjukkan ciri khas. Serangan


(25)

melebar, makin ke pinggir makin kecil, berwarna cokelat keabuan, dikelilingi oleh warna kekuningan sejajar tulang daun bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat (Anonim, 2007d).

Gambar 4: Tanaman Jagung yang Terserang H. maydis

Sumber: Foto langsung

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit

Penyakit hawar daun yang disebabkan oleh

Helminthosporium merupakan salah satu penyakit utama pada jagung setelah bulai. Patogen ini menular melalui udara sehingga mudah menyebar. Kehilangan hasil akibat bercak daun mencapai 59%, terutama bila penyakit menginfeksi tanaman sebelum bunga betina keluar (Poy, 1970). Perkembangan penyakit ditentukan oleh kondisi lingkungan. Suhu optimal untuk perkembangan penyakit adalah 20- 30 0C. Keadaan suhu tersebut umum dijumpai pada areal pertanaman jagung di Indonesia sehingga Helminthosporium hampir selalu ditemukan pada setiap musim tanam. Patogen dalam bentuk miselium dorman juga mampu bertahan hingga satu tahun pada sisa tanaman jagung sehingga penyakit bersifat


(26)

laten serta mampu menyebabkan serangan secarasporadis yang serius terutama pada varietas rentan (Anonim, 2007d).

Pengendalian

Pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman hendaknya selalu dilakukan guna menekan meluasnya cendawan, mekanis dengan mengatur kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak lembab, kimiawi dengan pestisida antara lain; Daconil 75 WP, Difolatan 4 F. Penanaman jagung dilakukan bila curah hujan rata-rata 10 hari kurang dari 55 mm, menanam varietas tahan (Semangun, 1993).

3. Penyakit Karat Daun

Biologi Penyebab Penyakit

Sistematika jamur penyebab penyakit ini adalh sebagai berikut:

Kingdom : Myceteae

Divisi : Eumycota

Class : Basidiomyetes

Ordo : Uredinales

Family : Pucciniaceae

Genus : Puccinia

Species : Puccinia sp (Dwidjosaputro, 1978).

Urediospora bulat telur sampai bulat telur memanjang,seringkali agak bersudut-sudut 28-38 μm x 22-30 μm, berdinding agak tebal, berwarna enas,dengan duri-duri halus yang jarang, tebal 1-2 μm;pori 4-5. Teliospora jorong,


(27)

berbentuk tabung atau gada. Aesiospora bulat atau jorong, bergaris tengah 12-24

μm, berdinding hialin (Semangun, 1993).

Gambar 3 : Basidia dan basidiospores Puccinia

Sumber: Pengamatan di Mikroskop Perbesaran 40X

Puccinia membentuk ureidiosorus bulat atau jorong. Di lapangan kadang-kadang epidermis tetap mnutupi ureidiosorus sampai matang. Tetapi ada kalanya epidermis pecah dan masa spora dalam jumlah besar menjadi tampak. Setelah terbuka ureidiosorus berwarna jingga atau jingga tua. Jamur membentuk banyak oreisorus pada daun dan kadang-kadang juga pada upih daun. Karena adanya sorus ini permukaan atas daun menjadi kasar. Pada tingkatan yang jauh penyakit karat menyebabkan mengeringnya bagian-bagian daun (Semangun, 1993).

Gejala Serangan Penyakit

Tanaman jagung yang terserang cendawan ini memperlihatkan gejala bercak kuning kemerahan (seperti karatan) pada daun, bunga dan kelobot buah. Jika serangan berat maka tanaman dapat mengalami kematian (Tjahjadi, 1989).


(28)

Gambar 5: Tanaman Jagung Terserang Karat (Puccinia) Sumber: Foto langsung

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit

Jamur karat tidak dapat hidup sebagai saprofit, sehingga tidak mempertahankan pada sisa tanaman jagung. Puccinia mempertahankan diri pada tanaman jagung yang hidup dan dipencarkan oleh urediospora. Spora ini dapat diterbangkan jauh oleh angin dengan tetap hidup, karena kering dan mempunyai dinding yang cukup tebal (Semangun, 1993).

Penyakit dibantu oleh suhu 16 – 230C. Uresiospora terdapat di udara palang banyak di waktu siang, pada tengah hari dan setelah tengah hari. infeksi terjadi melalui mulut kulit, pada umumnya dengan pembentukan apresorium (Semangun, 1993).

Pengendalian

Pengendalian dapat dilakukan dengan mengatur kelembaban pada areal tanam, menanam varietas unggul atau varietas yang tahan terhadap penyakit, melakukan sanitasi pada areal pertanaman jagung, kimiawi dengan menggunakan pestisida seperti Daconil 75 Wp, Difolatan 4 (Semangun, 1993).

Pengaruh Pemberian Bahan Organik Pada Tanaman Jagung

Hara mempengaruhi laju pertumbuhan dan tingkat kesiapan untuk bertahan terhadap serangan patogen. Kelebihan unsur hara menyebabkan


(29)

pertumbuhan muda dan sekulen, dan mungkin memperpanjang lama stadium vegetatif dan menunda kematangan tumbuhan. Kelebihan unsur hara menyebabkan tumbuhan menjadi lebih rentan terhadap patogen, sebaliknya tumbuhan yang mengalami kekurangan nitrogen akan tumbuh lebih lemah, lebih lambat, dan lebih cepat tua dan rentan terhadap patogen yang menyerang tumbuhan yang lemah dan tumbuh lebih lambat (Agrios, 1996).

Ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat produksi suatu tanaman. Macam dan jumlah unsur hara yang tersedia di dalam tanah bagi pertumbuhan tanaman pada dasarnya harus berada dalam keadaan yang cukup dan seimbang agar tingkat produksi yang diharapkan akan dapat tercapai dengan baik. jadi kesuburan tanah adalah suatu keadaan tanah dimana tata air, udara dan unsur hara dalam keadaan cukup seimbang (Adianto,1993).

Secara umum, tumbuhan yang mendapatkan hara yang seimbang, yaitu semua kebutuhan tersedia dengan jumlah yang cukup, akan lebih mampu melindungi dirinya sendiri dari infeksi baru dengan membatasi infeksi yang terjadi dibanding dengan bila salah satu hara dalam keadaan lebih atau kekurangan, tetapi keadaan hara yang seimbang mungkin mempengaruhi perkembangan penyakit jika melebihi dosis (Agrios, 1996).

Unsur hara yang diserap oleh tanaman berasal dari 3 sumber sebagai berikut:

1. Bahan organik. Sebagian besar unsur hara terkandung di dalam bahan organik. Sebagian dapat langsung digunakan oleh tanaman, sebagian lagi disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama. Bahan organik harus


(30)

mengalami dekomposisi atau pelapukan terlebih dahulu sebelum tersedia bagi tanaman.

2. Mineral alami. Setiap jenis batuan mineral yang membentuk tanah mengandung bermacam-macam unsur hara. Mineral alami ini berubah menjadi unsur hara yang tersedia bagi tanaman setelah mengalami penghancuran oleh cuaca.

3. Unsur hara yang terjerap atau terikat. Unsur hara ini terikat di permukaan atau di antara lapisan koloid tanah dan sebagai sumber utama dari unsur hara yang dapat diatur oleh manusia.

(Novizan, 2005).

Penimbunan dari sisa-sisa tumbuhan atau hewan yang telah mati serta hasil-hasil buangan hewan yang sebagian besar telah mengalami dekomposisi dinamakan bahan organik tanah. Bahan organik tanah yang berada dalam proses pelapukan akan menjadi bahan nutrisi jasad renik dan akan menggunakannya sebagai sumber energi. Bahan- bahan akan mengalami dekomposisi dan terangkut kelapisan yang lebih dalam dari tanah (Adianto, 1993).

Pada umumnya tanaman menghendaki tanah dengan struktur yang gembur atau remah. Pada kondisi tanah memiliki ruang-ruang pori yang cukup untuk menyimpan air an udara yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan akar tanaman. Struktur tanah yang gembur juga dapat menciptakan temperatur dan kelembabanyang ideal bagi kehidupan mikroorganisme tanah yang sangat membantu proses dekomposisi mineral dan bahan organik untuk bahan makanan tanaman di atasnya (Marsono dan Sigit, 2002).


(31)

Struktur tanah yang mengandung bahan organik bersifat lebih terbuka sehingga aerase tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan dari pada tanah yang mengandung bahan organik yang rendah, keuntungan struktur tanah yang demikian ialah udara dan air tanah berjalan lancar, temperaturnya stabil. Tanah yang kaya bahan organik mempunyai warna yang lebih kelam sehingga menyerap sinar matahari lebih banyak. Sinar yang diserap tanah maka lebih banyak hara, oksigen, dan air yang diserap tanaman melalui perakaran (Marsono dan Lingga, 2005 : Sutanto, 2002b).

Senyawa tumbuhan yang terdapat dalam bahan organik sangat banyak dan bervariasi, terdiri dari karbohidrat, lemak, lilin, tannin, dan protein. Karbohidrat

terdiri dari karbon, oksigen, dan hidrogen yang merupakan senyawa sederhana seperti gula, hingga yang kompleks seperti sellulosa. Lemak dan minyak merupakan gliserida asam lemak, seperti butirat, stearat, oleat

dan sebagainya. Penambahan bahan organik dalam tanah dapat menyebabkan terjadinya serangkaian reaksi yang kompleks dan hasil dekomposisi yang kompleks pula (Adianto, 1993).

Adapun Nisbah Karbon-Nitrogen dari jerami padi adalah 50-70 dan daun jagung adalah 60. (Foth, 1994).

Tabel 1: Kandungan Bahan Organik Jerami dan Daun Jagung

Bahan Organik C (%) N (%) C/N P2O5 (%) K2O (%)

Jerami 26,91 1,90 14,16 0,538 1,462

Daun jagung 33,15 1,46 22,71 0,584 0,810


(32)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian direncanakan dilaksanakan di Lahan Pertanian Kampung Susuk dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian direncanakan dilaksanakan mulai bulan September 2007 sampai dengan bulan Januari 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih Jagung dengan Varietas lokal Arjuna, Varietas Hibrida C-7, Varietas Pioner 12, Bahan Organik dari jerami, Bahan Organik dari daun jagung, EM4, .gula pasir dan air.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, gembor, papan sampel, papan nama, tugal, timbangan, mikroskop, lup (kaca pembesar), meteran, handsprayer, alat-alat tulis, dan buku data dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Dengan perlakuan sebagai berikut:

Faktor I : Bahan Organik (B) dengan 3 taraf perlakuan B0 : Kontrol (Tanpa Bahan Organik)

B1 : Bahan organik dari jerami 3 Kg/petak


(33)

Faktor II : Varietas Tanaman Jagung dengan 3 taraf

V1 : Varietas Arjuna

V2 : Varietas Pioner 12

V3 : Varietas Hibrida C-7

Penelitian dianalisis dengan menggunakan model linier yaitu: Yijk : μ + ρi + j + k + ( )jk +Eijk

Dimana : Yijk = Data yang dihasilkan dari pengaruh ulangan pada taraf ke i dan perlakuan ke j dan perlakuan ke k.

μ = Rataan / nilai tengah

ρi = Efek blok ke i j = Efek perlakuan ke j k = Efek perlakuan ke k

( )jk = Efek interaksi perlakuan ke j dan perlakuan ke k

Eijk = Efek error dari ulangan pada taraf ke i dan perlakuan ke j dan perlakuan ke k.

( Bangun, 1981).

Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali diperoleh dari: (t-1) (r-1) ≥ 15

(9-1) (r-1) ≥ 15 8 (r-1) ≥ 15

8r ≥ 23


(34)

Untuk analisa data secara statistik digunakan Uji Jarak Duncan taraf 5 %. (Sastrosupadi, 2000).

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan dimulai dengan pembersihan areal dari gulma dan

sisa-sisa tanaman, setelah areal bersih dilakukan pencangkulan tanah sedalam 20 cm-30 cm untuk menghancurkan bongkahan tanah. Selanjutnya dilakukan penggemburan tanah kembali dengan membalik tanah sekaligus membuat petak-petak percobaan / plot dengan ukuran 2,2 m x 2 m. jarak antar petak-petak/plot adalah 30 cm, dan jarak antar blok/ulangan adalah 50 cm

Pembuatan Bahan Organik

Bahan organik dari jerami padi

Jerami padi dikumpulkan, kemudian dipotong-potong sepanjang 5-10 cm, setelah itu siram dengan EM4 dan gula yang telah dilarutkan dengan air (10 ml :

20 gr : 1 ltr) secara perlahan dan merata. Aduk potongan jerami hingga seluruhnya tercampur dengan larutan EM4, kemudian timbun dan ditutup dengan plastik,

diusahakan agar kelembaban bahan organik tetap terjaga. Setelah itu biarkan selama 1 bulan sampai bahan organik terurai dan dapat digunakan.

Bahan organik dari daun jagung

Daun jagung dikumpulkan, kemudian dipotong-potong sepanjang 5-10 cm, setelah itu siram dengan EM4 dan gula yang telah dilarutkan dengan air


(35)

jagung hingga seluruhnya tercampur dengan larutan EM4, kemudian timbun dan

ditutup dengan plastik, diusahakan agar kelembaban bahan organik tetap terjaga. Setelah itu biarkan selama 1 bulan sampai bahan organik terurai dan dapat digunakan.

Perlakuan Bahan Organik

Bahan Organik diberikan dua kali yaitu pada saat tanah diolah dan pada saat tanaman jagung berumur satu minggu setelah tanam Bahan Organik dari jerami dan Bahan Organik dari daun jagung disebar merata di permukaan tanah pada setiap plot sesuai dengan perlakuan, banyak bahan organik yang diberikan pada aplikasi pertama yaitu 1,5 kg per plot. Setelah itu tanah digemburkan dan dicampur dengan bahan organik secara merata. Pemberian bahan organik berikutnya dilakukan pada waktu 1 minggu setelah tanam.

Dosis pemupukan yang dibutuhkan yaitu sebanyak 3 ton/ha untuk pemakaian bahan organik.

Penanaman Benih

Benih yang ditanam adalah benih yang sehat dan seragam, rendam benih dengan air. Sebelum benih ditanam, dibuat lubang tanam pada setiap plot percobaan dengan menggunakan tugal. Kedalaman lubang tanam antara 3 – 5 cm dengan jarak tanam 60 cm x 30 cm, setiap lubang tanam diisi dengan 2 benih jagung perlubang, penanaman dilakukan pada pagi atau sore hari.


(36)

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan Tanaman meliputi penyiraman, penyulaman , penjarangan, penyiangan gulma, pembumbunan tanaman dan pengendalian hama.

Penyiraman dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari, jika terjadi hujan penyiraman cukup dilakukan disekitar akar tanaman.

Penyulaman dilakukan apabila tanaman mati, persentase pertumbuhan kurang dari 100%. Waktu penyulaman dilakukan pada waktu tanaman berumur 7 – 14 hari.

Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 14 hari. Hal ini dilakukan apabila disetiap lubang tanam, tanaman tumbuh lebih dari satu dan tanaman yang tumbuh adalah tanaman yang lebih baik.

Pembumbunan dilakukan dengan cara mengumpulkan tanah disekitar barisan tanaman yang bertujuan untuk menutup akar yang terbuka dan membuat tanaman menjadi tegak.

Dilakukan pengaplikasian insektisida alami dari daun nimba untuk mengendalikan hama yang terdapat di areal pertanaman. Daun nimba diambil sebanyak 100 gram kemudian dicuci hingga bersih setelah itu dihaluskan bisa dengan menggunakan blender, disaring dan ditambah 1 liter air (secukupnya) dan dimasukkan kedalam handsprayer untuk diaplikasikan bila terdapat hama.

Penetapan Sampel dan Pengambilan Data

Karena tanaman berjumlah 24 tanaman perplot maka penetapan sampel yaitu ≥ 10 %, maka ditetapkan menjadi 5 tanaman sampel per plot dengan


(37)

memberi tanda pada tiap-tiap sampel dengan pacak sampel. Bagan contoh sampel dapat dilihat pada lampiran.

Parameter Pengamatan

Intensitas Serangan

Pengamatan Intensitas serangan dilakukan pada saat tanaman terinfeksi pertama kali di lapangan dan diamati satu minggu sekali sebanyak enam kali pengamatan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

% 100 ) (

x NxZ

nxv I =

Dimana:

IS : Intensitas Serangan Penyakit (%)

n : Jumlah bagian tanaman yang terserang (helai) V : Nilai skala daun yang terserang

N : Jumlah seluruh daun yang diamati

Z : Skala tertinggi dari kategori skala serangan Kategori Skala Serangan :

Skala Keterangan

0 Tidak terdapat gejala serangan (sehat)

1 > 1 % - ≤ 15% luas permukaan daun terserang 2 > 15 % - ≤ 25% luas permukaan daun terserang 3 > 25 % - ≤ 50% luas permukaan daun terserang 4 > 50 % - ≤ 75% luas permukaan daun terserang 5 > 75 % -≤ 100% luas permukaan daun terserang (Anonim, 1994).


(38)

Persentase serangan penyakit bulai digunakan rumus : P = a /N x 100 %

Dimana:

P = Persentase Serangan

a = Jumlah tanaman atau bagian tanaman yang terserang N = Jumlah tanaman atau bagian tanaman yang diamati (Anonim, 1994).

Panen

Panen dilakukan setelah tanaman berumur ± 3 – 4 bulan. Ciri jagung yang siap dipanen yaitu umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam, tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga dan biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengaruh pemberian beberapa jenis bahan oraganik terhadap perkembangan penyakit penting pada tanaman Jagung (Zea mays L.) di lapangan adalah sebagai berikut:

1. Persentase Serangan Peronosclerospora maydis

Data pengamatan, data transformasi dan sidik ragam dari persentase serangan P. maydis pada 3 s.d 8 mst dicantumkan pada lampiran 7 – 12.

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap serangan P. maydis pada pengamatan 4, 6, 7 dan 8 mst, sedangkan pemberian bahan organik berpengaruh tidak nyata pada pengamatan 3 s.d 8 mst, interaksi antara bahan organik dan varietas berpengaruh nyata terhadap serangan penyakit P. maydis pada pengamatan 4 dan 6 mst.

Pengamatan 3 s.d 8 mst menunjukkan bahwa perlakuan tanpa bahan organik berbeda tidak nyata terhadap perlakuan bahan organik dari jerami dan perlakuan bahan organik dari daun jagung.

Persentase serangan P. maydis pada pengamatan 3 s.d 7 mst menunjukkan bahwa varietas Arjuna berbeda tidak nyata terhadap varietas Pioner 12 dan varietas C-7, sedangkan pada pengamatan 8 mst menunjukkan bahwa varietas Pioner 12 berbeda nyata terhadap varietas Arjuna dan C-7.


(40)

Tabel 2. Rataan persentase serangan penyakit P. maydis

Rataan (%) pada Pengamatan (mst) Perlakuan

3 4 5 6 7 8

Tanpa Bahan Organik (B0)

2.22 8.89 22.22 22.22 35.56 37.78

Bahan Organik Jerami (B1) 0.00 6.67 11.11 11.11 22.22 22.22

Bahan Organik Daun Jagung (B2) 4.44 4.44 11.11 11.11 20.00 20.00

Varietas Arjuna (V1) 2.22 4.44a 11.11 8.89a 15.5a 15.56b

Varietas Pioner 12 (V2) 2.22 13.3a 24.44 26.67a 46.6a 48.89a

Varietas C-7 (V3) 2.22 2.22a 8.89 8.89a 15.5a 15.56b

Tanpa BO X Varietas Arjuna (B0V1) 0.00 6.67b 13.33 6.67bc 13.33 13.33

Tanpa BO X Varietas Pioner 12 (B0V2) 6.67 20.0a 40.00 46.67a 66.67 73.33

Tanpa BO X Varietas C-7 (B0V3) 0.00 0.00c 13.33 13.33bc 26.67 26.67

BO Jerami X Varietas Arjuna (B1V1) 0.00 0.00c 6.67 6.67bc 13.33 13.33

BO Jerami X Varietas Pioner 12 (B1V2) 0.00 20.0a 26.67 26.67ab 53.33 53.33

BO Jerami X Varietas C-7 (B1V3) 0.00 0.00c 0.00 0.00c 0.00 0.00

BO Daun jagung X Varietas Arjuna (B2V1) 6.67 6.67b 13.33 13.33bc 20.00 20.00

BO Daun jagung X Varietas Pioner 12 (B2V2) 0.00 0.00c 6.67 6.67bc 20.00 20.00

BO Daun jagung X Varietas C-7 (B2V3) 6.67 6.67b 13.33 13.33bc 20.00 20.00

Keterangan : Angka-angka dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji DMRT.

BO = bahan organik.

Pengamatan 4 mst menunjukkan bahwa Varietas Arjuna tanpa bahan organik, Varietas Arjuna yang diberi bahan organik dari daun jagung dan Varietas C-7 yang diberi bahan organik dari daun jagung berbeda nyata terhadap Varietas Pioner 12 tanpa bahan organik, Varietas C-7 tanpa bahan organik, Varietas Arjuna yang diberi bahan organik dari jerami, Varietas Pioner 12 yang diberi bahan organik dari jerami, Varietas C-7 yang diberi bahan organik dari jerami dan Varietas Pioner 12 yang diberi bahan organik dari daun jagung. Begitu juga dengan Varietas Pioner 12 tanpa bahan organik dan dengan bahan organik dari jerami berbeda nyata terhadap Varietas C-7 tanpa bahan organik, Varietas Arjuna yang diberi bahan organik dari jerami, Varietas C-7 yang diberi bahan organik


(41)

dari jerami. Pada pengamatan 6 mst Varietas Arjuna tanpa bahan organik, Varietas C-7 tanpa bahan organik, Varietas arjuna yang diberi bahan organik dari

jerami, Varietas arjuna yang diberi bahan organik dari daun jagung, Varietas

pioner 12 yang diberi bahan organik dari daun jagung, dan Varietas C-7 yang diberi bahan organik dari daun jagung berbeda nyata terhadap Varietas pioner 12 tanpa bahan organik, Varietas Pioner 12 yang diberi bahan organik dari jerami

dan Varietas C-7 yang diberi bahan organik dari jerami.

37. 78 35. 56 40 35 30 Rataan (%) 22. 22 22. 22 20. 00 22. 22 22. 22 20. 00

25 B0=Tanpa BO

B1=BO dari jerami

20 11. 11 11. 11 11. 11 11. 11

15 B2=BO dari daun jagung

8. 89 6. 67 4. 44 10 2. 22 0. 00 4. 44 5 0

3 4 5 6 7 8

Pengamatan (mst)

Gambar 6 : Histogram pengaruh pemberian bahan organik terhadap persentase serangan P. maydis

Dari gambar dapat dilihat bahwa persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa bahan organik yaitu 37,78% dan terjadi peningkatan serangan penyakit mulai pengamatan 4 s.d 8 mst. Sedangkan pada pengamatan 3 mst, persentase serangan tertinggi terdapat pada bahan organik dari daun jagung dan persentase serangan terendah pada bahan organik dari jerami.


(42)

Gambar 7 : Histogram pengaruh varietas yang berbeda terhadap Persentase serangan P. maydis

Dari gambar dapat dilihat bahwa persentase serangan tertinggi terdapat pada Varietas pioner 12 yaitu 48,89%, terjadi peningkatan serangan penyakit mulai pengamatan 3 s.d 8 mst. Pada pengamatan 3 mst bahwa pada Varietas Arjuna, Varietas Pioner 12, Varietas C-7 mempunyai persentase serangan yang

sama yaitu 2,22%. Dapat diketahui juga bahwa Varietas Arjunadan berbeda tidak nyata terhadap Varietas C-7 memiliki persentase serangan penyakit terendah.

2.

22 4.44

11. 11 8. 89 15. 56 15. 56 2. 22 13. 33 24. 44 26. 67 46. 67 48. 89 2. 22 2. 22 8. 89 8. 89 15. 56 15. 56 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 Rataan (%)

V1=Tanpa BO

V2=BO dari jerami

V3=BO dari daun jagung

3 4 5 6 7 8


(43)

80 73. 3 3 75 66. 6 7 70

65 B0V1

B0V2

60 53. 3 3 53. 3 3

B0V3

55

B1V1

46.

6

7

50

Rataan (%)

B1V2

45

40.

0

0

B1V3

40 B2V1

35 B2V2

26. 6 7 26. 6 7 26. 6 7 26. 6 7

B2V3

30 20. 0 0 20. 0 0 20. 0 0 20. 0 0 20. 0 0 20. 0 0 20. 0 0 20. 0 0 25 20 13. 3 3 13. 3 3 13. 3 3 13. 3 3 13. 3 3 13. 3 3 13. 3 3 13. 3 3 13. 3 3 13. 3 3 13. 3 3 15 6. 6 7 6. 6 7 6. 6 7 6. 6 7 6. 6 7 6. 6 7

Keterangan B0V1 = Varietas Arjuna tanpa Bahan organik

B0V2 = Varietas Pioner 12 tanpa Bahan organik

B0V3 = Varietas C-7 tanpa Bahan organik

B1V1 = Varietas Arjuna yang diberi Bahan organik dari jerami

B1V2 = Varietas Pioner 12 yang diberi Bahan organik dari jerami

B1V3 = Varietas C-7 yang diberi Bahan organik dari jerami

B2V1 = Varietas Arjuna yang diberi Bahan organik dari daun jagung

B2V2 = Varietas Pioner 12 yang diberi Bahan organik dari daun jagung

B2V3 = Varietas C-7 yang diberi Bahan organik dari daun jagung

Gambar 8 : Histogram pengaruh antara bahan organik dan Varietas terhadap persentase serangan P. maydis

Dari gambar dapat dilihat bahwa persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan Varietas Pioner 12 tanpa bahan organik yaitu 73,33 % pada pengamatan 8 mst dan persentase serangan terendah terdapat pada Varietas C-7 yang diberi bahan organik dari jerami yaitu 0,00% pada pengamatan 3 s.d 8 mst. Dapat diketahui bahwa perkembangan penyakit P. maydis pada Varietas Pioner 12 tanpa menggunakan bahan organik, hal ini diakibatkan karena tanaman

kekurangan Unsur hara sehingga tanaman tersebut mudah terserang penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agrios (1996) yang menyatakan bahwa tumbuhan

0. 0 0 6. 6 7 0. 0

0 0.00 0.0

0 0. 0 0 6. 6 7 0. 0

0 0.00 0.00 0.0

0 0. 0 0 0. 0 0 0. 0 0 6. 6 7 0. 0 0 0. 0 0 6. 6 7 6. 6 7 0 5 10

3 4 5 6 7 8


(44)

yang mendapatkan hara yang seimbang akan mampu melindungi dirinya dari infeksi yang ada dan mampu mempertahankan dirinya dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung.

Perkembangan penyakit P. maydis di lapangan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan selama dalam penelitian. Dari data yang diterima bahwa selama melakukan penelitian curah hujan sangat tinggi. Rata-rata curah hujan harian yaitu sebesar 12,5 mm/hari, kelembaban udara 83,45% dan suhu udara rata-rata sebesar 26,39oC. Hal tersebut dapat mendorong perkembangan penyakit karena penyakit banyak terdapat pada daerah yang di tanam pada musim hujan dan kelembaban yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pracaya (2005) yang menyatakan bahwa perkembangan cendawan sangat baik pada keadaan lembab, curah hujan tinggi, pemupukan N yang berat dan sifat fisik tanah yang berat.

2. Intensitas Serangan Helminthosporium maydis

Data pengamatan, data transformasi dan sidik ragam dari Intensitas serangan H. maydis pada 4 s.d 8 mst dicantumkan pada lampiran 13 – 18.

Hasil analisa sidik ragam pengamatan intensitas serangan penyakit H. maydis menunjukkan bahwa pemberian bahan organik berpengaruh tidak

nyata terhadap serangan H. maydis pada pengamatan 4 s.d 8 mst, varietas berpengaruh nyata terhadap serangan H. maydis pada pengamatan 7 mst sedangkan pada pengamatan 4, 5, 6 dan 8 mst tidak berpengaruh nyata. Interaksi antara bahan organik dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap serangan penyakit H. maydis pada pengamatan 4 s.d 9 mst.


(45)

Tabel 3. Rataan persentase serangan penyakit H. maydis

Rataan (%) pada Pengamatan (mst) Perlakuan

4 5 6 7 8 9

Tanpa Bahan Organik (B0)

13.16 28.31 38.64 27.29a 30.29 43.58

Bahan Organik Jerami (B1) 13.18 25.73 35.76 22.69a 27.07 43.16

Bahan Organik Daun Jagung (B2) 12.80 27.91 39.09 25.58a 31.71 42.36

Varietas Arjuna (V1) 12.64 27.78 40.73 29.29a 32.42 43.93

Varietas Pioner 12 (V2) 13.18 27.38 36.76 22.58b 28.33 42.07

Varietas C-7 (V3) 13.31 26.80 36.00 23.69b 28.31 43.09

Tanpa BO X Varietas Arjuna (B0V1) 13.87 32.27 44.33 28.60 32.40 43.40

Tanpa BO X Varietas Pioner 12 (B0V2) 12.73 26.33 36.00 27.80 29.80 43.20

Tanpa BO X Varietas C-7 (B0V3) 12.87 26.33 35.60 25.47 28.67 44.13

BO Jerami X Varietas Arjuna (B1V1) 13.00 25.07 36.73 26.07 29.07 42.07

BO Jerami X Varietas Pioner 12 (B1V2) 13.53 26.07 34.60 20.80 23.33 41.73

BO Jerami X Varietas C-7 (B1V3) 13.00 26.07 35.93 21.20 28.80 45.67

BO Daun jagung X Varietas Arjuna (B2V1) 11.07 26.00 41.13 33.20 35.80 46.33

BO Daun jagung X Varietas Pioner 12 (B2V2) 13.27 29.73 39.67 19.13 31.87 41.27

BO Daun jagung X Varietas C-7 (B2V3) 14.07 28.00 36.47 24.40 27.47 39.47

Keterangan : Angka-angka dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Duncan

BO = bahan organik

Dari tabel dapat diketahui bahwa Varietas Arjuna berbeda nyata terhadap Varietas Pioner 12 dan Varietas C-7, sedangkan Varietas Pioner 12 berbeda tidak nyata terhadap Varietas C-7 pada pengamatan 7 mst.


(46)

Gambar 9 : Histogram pengaruh pemberian bahan organik terhadap Intensitas Serangan H. maydis

Dari gambar dapat dilihat bahwa intensitas serangan tertinggi terdapat pada B0 (tanpa bahan organik) yaitu 43,58%, dan terendah bahan organik dari

daun jagung yaitu 42,36% pada pengamatan 9 mst. Sedangkan pada pengamatan 4 s.d 9 mst tanpa bahan organik berbeda tidak nyata terhadapbahan organik dari jeramidan bahan organik dari daun jagung.

Gambar 10 : Histogram pengaruh varietas yang berbeda terhadap Intensitas serangan H. maydis

13. 16 28. 31 38. 64 27. 29 30. 29 43. 58 13. 18 25. 73 35. 76 22. 69 27. 07 43. 16 12. 80 39. 09 25. 58 31. 71 42. 36 27. 91 0 5 10 15 20 25 30 35 50 45 40 Rataan (%)

B1= BO dari jerami

B0=Tanpa BO

B2=BO dari daun jagung

4 5 6 7 8 9

Pengamatan (mst) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 43. 93 42. 07 43. 09 40. 73 36. 76 36. 00 32. 42 28. 33 28. 31 Rataan (%) 29. 29 22. 58 23. 69 27. 78 27. 38 26. 80

V1=Varitas Arjuna

V2=Varietas Pioner 12

V3=Varietas C-7

12. 64 13. 18 13. 31

4 5 6 7 8 9


(47)

Dari gambar dapat dilihat bahwa persentase serangan tertinggi terdapat pada Varietas Arjuna yaitu 43,93%, dan yang terendah Varietas Pioner 12 yaitu 42,07% pada pengamatan 9 mst. Pada pengamatan 4 mst bahwa Varietas Arjuna mempunyai intensitas serangan yang rendah dan yang tertinggi Varietas C-7 tetapi pada pengamatan 5 s.d 6 mst intensitas serangan tertinggi terdapat pada Varietas Arjuna dan yang terendah Varietas C-7 dan Pioner 12

.

Keterangan B0V1 = Varietas Arjuna tanpa Bahan organik

B0V2 = Varietas Pioner 12 tanpa Bahan organik

B0V3 = Varietas C-7 tanpa Bahan organik

B1V1 = Varietas Arjuna yang diberi Bahan organik dari jerami

B1V2 = Varietas Pioner 12 yang diberi Bahan organik dari jerami

B1V3 = Varietas C-7 yang diberi Bahan organik dari jerami

B2V1 = Varietas Arjuna yang diberi Bahan organik dari daun jagung

B2V2 = Varietas Pioner 12 yang diberi Bahan organik dari daun jagung

B2V3 = Varietas C-7 yang diberi Bahan organik dari daun jagung

Gambar 11 : Histogram pengaruh antara bahan organik dan Varietas terhadap Intensitas serangan H. maydis 13. 87 00 32. 27 44. 33 28. 60 32. 40 43. 40 12. 73 12. 87 13. 26. 33 26. 33 5. 07 36. 00 5. 60 27. 80 7 29. 80 8. 67 43. 20 44. .07 3 25. 4 2 13 2 36. 73 0 26. 07 29. 07 42 13. 53 13.

00 7

11.

07 13.

2

14.

07

4 5 6 7 8 9

Pengamatan (mst)

B2V3

26. 07 34. 6 20. 80 23. 33 41. 73 45. 6 46. 33 26. 07 35. 93 21. 20 28. 80 26. 00 41. 13 33. 20 35. 80 29. 73 39. 67 19. 13 31. 87 41. 27 28. 00 36. 4 24. 40 27. 47 39. 47 2 Rat aan ( 30 35 40 % ) 5 50 45

B0V1

B0V2

B0V3

B1V1

B1V2

B1V3

B2V1

20 B2V2

15 10 5 0


(48)

Dari gambar dapat dilihat bahwa pada pengamatan 5 dan 6 mst bahwa Varietas Arjuna tanpa bahan organik memiliki intensitas serangan tertinggi yaitu 32,27% pada pengamatan 5 mst dan 44,33% pada pengamatan 6 mst. Pada pengamatan 9 mst intensitas serangan tertinggi terdapat pada Varietas Arjuna yang diberi bahan organik dari daun jagung yaitu 46,33%. Peningkatan dan penurunan intensitas serangan penyakit, hal ini disebabkan oleh karena faktor lingkungan yang tidak menentu pada saat melakukan penelitian.

3. Intensitas Serangan Puccinia sp.

Data pengamatan, data transformasi dan sidik ragam dari Intensitas serangan Puccinia pada 4 s.d 8 mst dicantumkan pada lampiran 19 – 24.

Tabel 4. Rataan persentase serangan penyakit Puccinia sp

Rataan (%) pada Pengamatan (mst) Perlakuan

4 5 6 7 8 9

Tanpa Bahan Organik (B0)

0.36 1.71 2.91a 4.47 5.51 8.27

Bahan Organik Jerami (B1) 0.60 1.91 3.40a 4.67 4.69 6.73

Bahan Organik Daun Jagung (B2) 0.56 1.87 3.16a 4.16 4.56 6.56

Varietas Arjuna (V1) 0.38a 1.29a 1.98b 3.49a 3.87a 6.02a

Varietas Pioner 12 (V2) 0.13a 0.76a 1.29b 1.87a 2.51a 3.91a

Varietas C-7 (V3) 1.00a 3.44a 6.20a 7.93a 8.38a 11.62a

Tanpa BO X Varietas Arjuna (B0V1) 0.27 1.13 2.07 4.60 5.13 7.40

Tanpa BO X Varietas Pioner 12 (B0V2) 0.13 1.53 1.60 2.20 3.73 5.87

Tanpa BO X Varietas C-7 (B0V3) 0.67 2.47 5.07 6.60 7.67 11.53

BO Jerami X Varietas Arjuna (B1V1) 0.13 0.80 1.93 2.80 3.40 5.07

BO Jerami X Varietas Pioner 12 (B1V2) 0.27 0.47 1.33 1.60 1.40 2.60

BO Jerami X Varietas C-7 (B1V3) 1.40 4.47 6.93 9.60 9.27 12.53

BO Daun jagung X Varietas Arjuna (B2V1) 0.73 1.93 1.93 3.07 3.07 5.60

BO Daun jagung X Varietas Pioner 12 (B2V2) 0.00 0.27 0.93 1.80 2.40 3.27

BO Daun jagung X Varietas C-7 (B2V3) 0.93 3.40 6.60 7.60 8.20 10.80

Keterangan : Angka-angka dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Duncan


(49)

Hasil analisa sidik ragam pengamatan intensitas serangan penyakit Puccinia menunjukkan bahwa pemberian bahan organik berpengaruh tidak nyata

pada pengamatan 4 s.d 9 mst, Varietas berpengaruh nyata terhadap serangan Puccinia pada pengamatan 4 s.d 9 mst. Interaksi antara bahan organik dan varietas

berpengaruh tidak nyata terhadap serangan penyakit Puccinia pada pengamatan 4 s.d 9 mst.

Dari tabel dapat diketahui bahwa pada pengamatan 6 mst Varietas Arjuna berbeda nyata terhadap Varietas C-7 tetapi berbeda tidak nyata terhadap Varietas Pioner 12. Varietas Arjuna berbeda tidak nyata dengan Varietas Pioner 12 dan Varietas C-7pada pengamatan 4, 5, 7, 8 dan 9 mst.

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 6. 73 6. 56 8. 27 5. 51 4. 69 4. 56 4. 47 4. 67 4. 16 2. 91 3. 40 3. 16 1.

71 1.91 1.87

0.

36 0.60 0.56

Rataan (%)

B0=Tanpa BO

B1=BO dari jerami

B2= BO dari daun jagung

4 5 6 7 8 9

Pengamatan (mst)

Gambar 12 : Histogram pengaruh pemberian bahan organik terhadap Intensitas Serangan Puccinia

Dari gambar dapat dilihat bahwa intensitas serangan tertinggi pada pengamatan 4 mst terdapat pada bahan organik dari daun jagung dan terendah


(50)

serangan tertinggi terdapat pada bahan organik dari jerami dan terendah pada tanpa terdapat pada tanpa bahan organik. Pada pengamatan 8 dan 9 mst intensitas serangan tertinggi terdapat pada tanpa Bahan organik dan terendah pada bahan organik dari daun jagung.

14 12 10 8 6 4 2 0 11. 62 8. 38 7. 93 6. 20 3. 44 3. 91 2. 51 1. 87 6. 02 3. 87 3. 49 1. 98 1. 29 1. 29 0. 76 0. 38 0.

13 1.00

Rataan (%) V3=Varietas C-7

V2=Varietas Pioner 12

V1=Varietas Arjuna

4 5 6 7 8 9

Pengamatan (mst)

Gambar 13 : Histogram pengaruh varietas yang berbeda terhadap Intensitas serangan Puccinia

Dari gambar dapat dilihat bahwa intensitas serangan tertinggi terdapat pada Varietas C-7 pada pengamatan 4 s.d 9 mst yaitu 11,62% pada pengamatan 9 mst, dan yang terendah Varietas Pioner 12 yaitu 3,91% pada pengamatan 9 mst. Dapat dilihat bahwa Varietas Arjuna berbeda tidak nyata terhadap Varietas Pioner 12. pada Varietas C-7 terjadi peningkatan intensitas serangan penyakit Puccinia.


(51)

Keterangan B0V1 = Varietas Arjuna tanpa Bahan organik

B0V2 = Varietas Pioner 12 tanpa Bahan organik

B0V3 = Varietas C-7 tanpa Bahan organik

B1V1 = Varietas Arjuna yang diberi Bahan organik dari jerami

B1V2 = Varietas Pioner 12 yang diberi Bahan organik dari jerami

B1V3 = Varietas C-7 yang diberi Bahan organik dari jerami

B2V1 = Varietas Arjuna yang diberi Bahan organik dari daun jagung

B2V2 = Varietas Pioner 12 yang diberi Bahan organik dari daun jagung

B2V3 = Varietas C-7 yang diberi Bahan organik dari daun jagung

Gambar 14 : Histogram pengaruh antara bahan organik dan Varietas terhadap Intensitas serangan Puccinia

Dari gambar dapat dilihat bahwa pada pengamatan 4 s.d 9 mst bahwa Varietas C-7 yang diberi bahan organik dari jerami memiliki intensitas serangan tertinggi yaitu 12,53% pada pengamatan 9 mst dan terjadi peningkatan penyakit pada tiap pengamatan. Intensitas serangan terendah terdapat pada Varietas Pioner 12 yang diberi bahan organik dari jerami pada pengamatan 5 s.d 9 mst sedangkan pada pengamatan 4 mst intensitas serangan terendah terdapat pada Varietas Pioner tanpa Bahan organik yaitu 0,13%.

0.27 1.13 2.07 4.60 5.13 7.40 0.13 1.53 1.60 2.20 3.73 5.87 0.67 2.47 5.07 6.60 7.67 11.53 0.13 0.80 1.93 2.80 3.40 5.07 0.27 0.47

1.33 1.60 1.40

2.60 1.40 4.47 6.93 9.60 9.27 12.53 0.73 1.93 1.93 3.07 3.07 5.60 0.00 0.27 0.93 1.80 2.40 3.27 0.93 3.40 6.60 7.60 8.20 10.80 0 2 4 6 8 10 12 14

4 5 6 7 8

B0V1 B0V2

Rataan (%)

B0V3 B1V1 B1V2 B1V3 B2V1 B2V2 B2V3

9 Pengamatan (mst)


(52)

Dari setiap pengamatan dapat diketahui bahwa intensitas serangan Puccinia sangat rendah, hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan penyakit Puccinia, hal ini sesuai dengan pernyataan Semangun (1993) bahwa perkembangan penyakit Puccinia dibantu oleh suhu 16-23oC sedangkan suhu udara rata-rata saat melakukan penelitian adalah 26,39oC, sehingga penyakit tidak dapat berkembang dengan baik pada kondisi ini.


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase serangan penyakit Peronosclerospora maydis untuk perlakuan bahan organik yang tertinggi terdapat pada tanpa bahan organik yaitu 37,78% dan yang terendah bahan organik dari daun jagung yaitu 20.00%, persentase serangan tertinggi untuk varietas terdapat pada Varietas Pioner 12 yaitu 48,89% dan yang terendah Varietas C-7 dan Varietas Arjuna yaitu 15,56% dan persentase serangan tertinggi untuk interaksi antara bahan organik dan varietas terdapat pada perlakuan Varietas Pioner 12 tanpa bahan organik yaitu 73,33 % dan yang terendah Varietas C-7

yang diberi bahan organik dari jerami yaitu 0,00% pada pengamatan 9 mst.

2. Intensitas serangan penyakit Helminthosporium maydis untuk perlakuan bahan organik yang tertinggi terdapat pada tanpa bahan organik yaitu 43,58% yang terendah pada bahan organik dari daun jagung yaitu 42,36%, intensitas serangan tertinggi untuk varietas terdapat pada Varietas Arjuna yaitu 43,93% dan yang terendah Varietas Pioner 12yaitu 42,07%, dan intensitas serangan tertinggi untuk interaksi antara bahan organik dan varietas terdapat pada perlakuan Varietas Arjuna yang diberi bahan organik dari daun jagung yaitu 46,33% dan yang terendah Varietas

C-7 bahan organik dari daun jagung yaitu 39,47% pada pengamatan 9 mst.


(54)

3. Intensitas serangan penyakit Puccinia sp untuk perlakuan bahan organik yang tertinggi terdapat pada tanpa Bahan organik yaitu 8,27% yang terendah pada bahan organik dari daun jagung yaitu 6,56%, intensitas serangan tertinggi untuk varietas terdapat pada Varietas C-7 yaitu 11,62% dan yang terendah Varietas Pioner 12yaitu 3,91% , dan intensitas serangan tertinggi untuk interaksi antara bahan organik dan varietas terdapat pada Varietas C-7 yang diberi bahan organik dari jerami yaitu 12,53% dan yang terendah Varietas Pioner 12 yang diberi bahan organik dari jerami

yaitu 3,27%.

Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam pemberian bahan organik terhadap persentase dan intensitas serangan penyakit pada tanaman jagung dengan dosis yang berbeda di lapangan.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1993. Teknik Bercocok Tanam jagung, Kanisius, Yogyakarta.

Adianto, 1993. Biologi Pertanian: Pupuk Kandang, Pupuk Organik nabati dan Insektisida. Penerbit Alumni, Bandung.

Agrios, G.N, 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Tiga. Terjemahan M. Busnia. Gajah Mada University Press, yogyakarta.

Anonim, 1994. Pedoman Rekomendasi pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura- Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, Jakarta.

Anonim, 2007a. Ketelitian Kesuburan tanah. e-mail : soil-n@indo.net.id. (2 Maret 2007).

Anonim, 2007b. Botani Jagung - Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.htm ( 2 Maret 2007).

Anonim, 2007c. Jagung. Pertanian- Warintek - Merintis Bisnis - Progressio.htm. ( 2 Maret 2007).

Anonim, 2007d. Epidemiologi dan Pengendalian Penyakit Bercak Daun Helminthosporium sp. Pada Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian. Syahrir pakki (170106)_pmd.htm (5 Maret 2007).

Anonim, 2007e. Pembuatan Pupuk Organik. http://www.pustaka-deptan.go.id/agritech/dkij0104.pdf ( 4 Maret 2007).

Bangun, M.K, 1981. Rancangan Percobaan untuk Analisa data, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dwidjoseputro, 1978. Dasar-Dasar Mikologi, Djambatan, Malang.

Foth, D.H, 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Adisoemarto, S. Erlangga, Jakarta.

Gandjar, I, Sjamsuridzal, W, dan Oetari, A., 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Najiyati, S dan Danarti, 1999. palawija Budidaya dan Analisis Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta.


(56)

Marsono dan Lingga. P., 2005. Petunjuk penggunaan Pupuk. Penebar swadaya, Jakarta.

Matnawy. H, 1994. Perlindungan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

Musnamar, E.I.,2003a. Pupuk Organik: Cair dan Padat, Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Musnamar, E.I.,2003b. Pupuk Organik Padat, Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Novizan, 2002. petunjuk Pemupukan yang Efektif. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Padmo, S., 2000. Pupuk dan Petani. Terjemahan Sofyan, S. Media Pressindo,

Yogyakarta.

Pracaya, 2005. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swdaya, Jakarta. Rukmana, R., 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius, Yogyakarta.

Sastrosupadi, A., 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius, yogyakarta.

Sutanto, R., 2002a. Pertanian Organik: menuju pertanian Alternatif dan berlanjutan. Kanisius, Yogyakarta.

Sutanto, R., 2002b. Penggunaan Pupuk Organik: menuju pertanian Alternatif dan berlanjutan. Kanisius, Yogyakarta.

Semangun, H., 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman pangan di Indonesia. Gajah Mada University-Press, Yogyakarta.


(57)

(58)

Lampiran 2.

Bagan Pengambilan Sampel 2,2m

2m X X X X

X Xa X X X Xa Xa X

X X X X a

b X c X X X

d

X Xa Xa X

Keterangan : a = 20 cm b = 20 cm c = 60 cm d = 30 cm

X = Tanaman Utama ( 24 tanaman )

Xa = Tanaman Sampel ( 5 tanaman )

Jumlah Plot = 9 x 3 = 27

Luas Lahan = 23.2 m x 8 m

Luas Plot = 2,2 m x 2 m

Jarak antar plot = 30 cm

Jarak antar Ulangan = 50 cm

Jarak Tanam = 60 cm x 30 cm

Jumlah Populasi/plot = 24 tanaman

Jumlah Populasi = 24 x 27 = 648 tanaman Jumlah Tanaman sample/plot = 5 tanaman


(59)

Lampiran 3.

Kebutuhan Bahan Organik

B0V1 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 0 kg

B0V1 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 0 kg

B0V1 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 0 kg

B1V1 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 9 kg

B1V2 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 9 kg

B1V3 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 9 kg

B2V1 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 9 kg

B2V2 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 9 kg


(1)

3. Intensitas serangan penyakit Puccinia sp untuk perlakuan bahan organik yang tertinggi terdapat pada tanpa Bahan organik yaitu 8,27% yang terendah pada bahan organik dari daun jagung yaitu 6,56%, intensitas serangan tertinggi untuk varietas terdapat pada Varietas C-7 yaitu 11,62% dan yang terendah Varietas Pioner 12yaitu 3,91% , dan intensitas serangan tertinggi untuk interaksi antara bahan organik dan varietas terdapat pada Varietas C-7 yang diberi bahan organik dari jerami yaitu 12,53% dan yang terendah Varietas Pioner 12 yang diberi bahan organik dari jerami

yaitu 3,27%.

Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam pemberian bahan organik terhadap persentase dan intensitas serangan penyakit pada tanaman jagung dengan dosis yang berbeda di lapangan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1993. Teknik Bercocok Tanam jagung, Kanisius, Yogyakarta.

Adianto, 1993. Biologi Pertanian: Pupuk Kandang, Pupuk Organik nabati dan Insektisida. Penerbit Alumni, Bandung.

Agrios, G.N, 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Tiga. Terjemahan M. Busnia. Gajah Mada University Press, yogyakarta.

Anonim, 1994. Pedoman Rekomendasi pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura- Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, Jakarta.

Anonim, 2007a. Ketelitian Kesuburan tanah. e-mail : soil-n@indo.net.id. (2 Maret 2007).

Anonim, 2007b. Botani Jagung - Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.htm ( 2 Maret 2007).

Anonim, 2007c. Jagung. Pertanian- Warintek - Merintis Bisnis - Progressio.htm. ( 2 Maret 2007).

Anonim, 2007d. Epidemiologi dan Pengendalian Penyakit Bercak Daun Helminthosporium sp. Pada Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian. Syahrir pakki (170106)_pmd.htm (5 Maret 2007).

Anonim, 2007e. Pembuatan Pupuk Organik. http://www.pustaka-deptan.go.id/agritech/dkij0104.pdf ( 4 Maret 2007).

Bangun, M.K, 1981. Rancangan Percobaan untuk Analisa data, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dwidjoseputro, 1978. Dasar-Dasar Mikologi, Djambatan, Malang.

Foth, D.H, 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Adisoemarto, S. Erlangga, Jakarta.

Gandjar, I, Sjamsuridzal, W, dan Oetari, A., 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Najiyati, S dan Danarti, 1999. palawija Budidaya dan Analisis Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta.


(3)

Marsono dan Lingga. P., 2005. Petunjuk penggunaan Pupuk. Penebar swadaya, Jakarta.

Matnawy. H, 1994. Perlindungan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

Musnamar, E.I.,2003a. Pupuk Organik: Cair dan Padat, Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Musnamar, E.I.,2003b. Pupuk Organik Padat, Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Novizan, 2002. petunjuk Pemupukan yang Efektif. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Padmo, S., 2000. Pupuk dan Petani. Terjemahan Sofyan, S. Media Pressindo,

Yogyakarta.

Pracaya, 2005. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swdaya, Jakarta. Rukmana, R., 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius, Yogyakarta.

Sastrosupadi, A., 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius, yogyakarta.

Sutanto, R., 2002a. Pertanian Organik: menuju pertanian Alternatif dan berlanjutan. Kanisius, Yogyakarta.

Sutanto, R., 2002b. Penggunaan Pupuk Organik: menuju pertanian Alternatif dan berlanjutan. Kanisius, Yogyakarta.

Semangun, H., 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman pangan di Indonesia. Gajah Mada University-Press, Yogyakarta.


(4)

(5)

Lampiran 2.

Bagan Pengambilan Sampel 2,2m

2m X X X X

X Xa X X X Xa Xa X

X X X X a

b X c X X X

d

X Xa Xa X

Keterangan : a = 20 cm b = 20 cm c = 60 cm d = 30 cm

X = Tanaman Utama ( 24 tanaman )

Xa = Tanaman Sampel ( 5 tanaman )

Jumlah Plot = 9 x 3 = 27

Luas Lahan = 23.2 m x 8 m

Luas Plot = 2,2 m x 2 m

Jarak antar plot = 30 cm

Jarak antar Ulangan = 50 cm

Jarak Tanam = 60 cm x 30 cm

Jumlah Populasi/plot = 24 tanaman

Jumlah Populasi = 24 x 27 = 648 tanaman Jumlah Tanaman sample/plot = 5 tanaman


(6)

Lampiran 3.

Kebutuhan Bahan Organik

B0V1 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 0 kg

B0V1 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 0 kg

B0V1 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 0 kg

B1V1 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 9 kg

B1V2 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 9 kg

B1V3 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 9 kg

B2V1 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 9 kg

B2V2 = 3 kg/petak perlakuan X 3ulangan = 9 kg