Sejarah dan perkembangan Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia

Hukum Hak Azasi Manusia Internasional IHRL adalah cabang hukum internasional yang bidang kajiannya berkaitan dengan Hak Asasi Manusia. 17 Secara umum, diketahui bahwa Hukum Humaniter Internasional modern, sebagai bagian atau cabang dari hukum internasional publik, mulai diformulasikan pada tahun 1864 dalam Konvensi Jenewa Tentang Perawatan Terhadap Orang- orang Angkatan Bersenjata yang terluka dan sakit di Medan Perang selanjutnya disebut Konvensi Jenewa 1864. Sebenarnya, cukup banyak norma-norma atau aturan-aturan Hukum Humaniter Internasional modern saat ini yang telah ada dan dikenal sebagai aturan dalam peperangan yang dilaksanakan oleh kesatuan- kesatuan tentara di berbagai belahan dunia semenjak 3000 sebelum Masehi. Aturan-aturan tersebut sering disebut dengan hukum perang tradisional. Di samping itu, norma-norma Hukum Humaniter Internasional juga dapat ditemui dalam ajaran-ajaran agama sebagaimana tertulis dalam kitab suci agama Hindu, Budha, Yahudi, Kristen dan Islam. Oleh karena Hak Asasi Manusia berdimensi internasional, yaitu Hak Asasi Manusia telah mengandung nilai-nilai yang bersifat Universal, maka dapat dikatakan bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia telah menjadi suatu persoalan internasional. Pelanggaran Hak Asasi Manusia tidak lagi dapat diklaim sebagai urusan dalam negeri suatu negara semata-mata.

B. Sejarah dan perkembangan Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia

18 17 Ibid., hal. 91. 18 Arlina Permanasari, Op.Cit., hal. 13 Khusus hukum perang tradisional yang telah ada sejak sebelum Masehi, memang belum setaraf dibanding hukum perang modern. Hukum perang modern, sesuai dengan judulnya yang memuat kata-kata “humaniter” humanitarian dalam istilah international humanitarian law, telah memuat aspek-aspek dan pertimbangan kemanusiaan dalam norma dan sistem hukumnya. Adapun hukum perang tradisional masih lebih didedikasikan kepada kepentingan militer dan kehormatan ksatria. Secara singkat, dapat dikatakan, Hukum Humaniter Internasionl adalah aturan-aturan yang dibuat dengan mempertimbangkan kepentingan kemanusiaan dan juga kepentingan militer. Dalam istilah yang lebih populer, dapat dikatakan bahwa Hukum Humaniter Internasional terbentuk dari percampuran antara seni perang dengan pertimbangan kemanusiaan. 19 Sebagai contoh, hukum perang tradisional adalah suatu norma hukum perang tradisional tentang larangan meracuni sumur di daerah taklukan. Norma yang dianut oleh tentara suatu suku di Afrika tersebut tampaknya tidak berbeda dengan ketentuan Hukum Humaniter Internasional yang termuat dalam perjanjian- perjanjian internasional. Namun demikian, ada perbedaan dalam tujuannya karena norma tersebut sebenarnya ditujukan sebagai pembenaran eksploitasi sumber daya di daerah taklukan, bukan semata-mata untuk melindungi penduduk di daerah taklukan. 20 Contoh lainnya adalah ketentuan untuk memperlakukan tawanan perang dengan keluhuran budi dan tulus hati. Ketentuan tersebut telah ada pada zaman kebudayaan Confusian di Cina sejak tahun 551 sebelum Masehi. Ketentuan 19 Ambarwati, Op.Cit, hal. 30 20 Ibid, hal. 31. tersebut diperintahkan dengan maksud agar pihak penawar dapat memanfaatkan mereka. Adapun kebutuhan memanfaatkan mereka dirasakan karena naiknya harga di daerah-daerah yang dimasuki tentara. 21 Instrumen pertama Hukum Humaniter Internasional ini lahir dari inisiatif Henry Dunant, setelah beliau menyaksikan penderitaan korban pertempuran di medan perang di Solferino Itali. Memang, Hukum Humaniter Internasional Perbedaan lainnya antara hukum perang sebelum Konvensi Jenewa 1864 dengan Hukum Humaniter Internasional modern adalah terletak pada pemberlakuan hukum perang tradisional yang belum universal. Artinya, setiap sistem hukum perang tradisional suatu masyarakat atau suatu negara hanya berlaku bagi tentara dari masyarakat atau negara yang bersangkutan. Salah satu contoh hukum perang tertulis yang dibuat menjelang lahirnya Hukum Humaniter Internasional modern adalah Lieber Code 1863. Instrumen hukum yang dirancang oleh Lieber ini merupakan instruksi bagi tentara pemerintah Amerika Serikat sewaktu itu. Dengan demikian, tidak seperti pada masa-masa sebelumnya yang terjadi melalui proses proses hukum kebiasaan, maka pada masa ini perkembangan- perkembangan yang sangat penting bagi hukum humaniter internasional, dikembangkan melalui traktat-traktat umum yang ditandatangani oleh mayoritas negara-negara setelah tahun 1850. Jauh sebelumnya, setelah tahun 1850 telah dihasilkan berbagai konvensi yang dihasilkan pada konferensi perdamaian I dan II di Den Haag, serta berbagai konvensi lainnya di bidang hukum humaniter. 21 Ibid sering dikembangkan berdasarkan pengalaman yang tragis seperti yang dialami Solferino, dan penderitaan manusia yang semakin para telah mendorong penyusunan peraturan baru guna meringankannya. Pernyataan ini mempunyai arti bahwa dibandingkan dengan kebutuhan yang ada, hukum humaniter internasional sebenarnya selalu terlambat dikembangkan. Demikian pula protokol-protokol tambahan konvensi Jenewa tahun 1977 disusun setelah selama kedua dasawarsa terakhir ini, terjadi jenis konflik baru yang menimbulkan masalah, dalam arti jumlah korban akibat konflik baru itu, semakin besar dan perlindungan yang diberikan kepada korban tersebut oleh konvensi-konvensi Jenewa dirasakan sangat kurang. 22 Perkembangan hukum perang tidak terlepas dari perkembangan hak asasi manusia. Walaupun Hukum Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional lahir dari semangat yang mirip dan meskipun kedua bidang hukum ini Dalam jangka waktu seabad lebih lebih, lingkup orang yang dilindungi oleh Hukum Humaniter Internasional menjadi semakin luas. Suatu faktor yang mendorong perkembangan ini adalah defenisi yang tepat mengenai kategori orang yang dilindungi, yaitu : peserta tempur yang luka, sakit, korban kapal karam, tawanan perang, orang sipil di bawah kekuasaan musuh. Tetapi perkembangan terakhir mengacu pada perlindungan setiap orang yang tidak turut serta dalam permusuhan. Dengan perkembangan tersebut Hukum Humaniter Internasional mendekati sistem Hukum Asasi Manusia yang menegaskan bahwa setiap orang berhak dilindungi, tanpa diskriminasi apapun. 22 Fadillah Agus, Hukum Humaniter Suatu Perspektif. Pusat Studi Hukum Humaniter, Fakultas Hukum Universitas Trisaksi, Jakarta, 1997, hal. 87. berkembang sejajar sejak abad XIX, sebenarnya masing-masing mengikuti perkembangan tersendiri dan berbeda. Ketentuan-ketentuan pertama Hak Asasi Manusia terdapat dapat berbagai Deklarasi yang disusun beberapa negara bagian Amerika pada akhir abad XVIII khususnya “Bill of Rights” yang dibuat oleh negara bagian Virginia tahun 1776, dan dalam Deklarasi Perancis tentang hak manusia dan warganegara tahun 1789. Proklamasi tersebut merupakan hasil dari suatu proses yang cukup lama. Sehubungan dengan itu, sejarah Konstitusi Inggris sangat berarti. Rakyat Inggris berhasil memperoleh dari Raja serta dari pemerintah Inggris hak-hak tertentu yang ditegaskan dalam berbagai piagama, seperti “Petition of Rights” tahun 1628, “Habeas Corpus Act” tahun 1679 dan “Bill of Rights” tahun 1689. Hak-hak tersebut tidak dapat diberlakukan terhadap kewenangan parlemen dan tidak dianggap sebagai hak asasi atau HAM dalam artian seperti diakui sekarang. Namun di masa revolusioner sebagian besar di antara Hak ini tercakup dalam berbagai deklarasi Hak Asasi Manusia yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. 23 Di abad XIX, semakin lama, semakin sering deklarasi Hak Asasi Manusia termuat dalam Undang-Undang Dasar nasional. Di masa kini, hampir di setiap negara hukum konstitusional meliputi jaminan semacam itu. Sedangkan di tingkat internasional, ketentuan-ketentuan mengenai Hak Asasi Manusia belum terdapat sampai Perang Dunia II, kecuali konvensi-konvensi yang mengatur tentang beberapa aspek tertentu, seperti pelarangan perbudakan, serta perlindungan minoritas. 24 23 Ibid, hal. 88 24 Ibid. Sejak dulu, jaminan Hak Asasi Manusia ini selalu menyinggung hubungan antara pemerintah dan warga negaranya sendiri masa damai. Perlakuan terhadap pihak musuh pada waktu perang tidak pernah dipertimbangkan dalam ketentuan- ketentuan Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia dan Hukum Perang tetap dipisahkan setelah Perang Dunia II padahal konvensi-konvensi internasional mengenai Hak Asasi Manusia sudah ada, dan konvensi-konvensi tersebut tetap mengatur terutama tentang hubungan antara pemerintah dan warganegaranya sendiri. Konvensi-konvensi tentang Hak Asasi Manusia disetujui di tingkat internasional, setelah disadari bahwa penghormatan Hak Asasi Manusia dalam negeri merupakan suatu persyaratan untuk memelihara perdamaian. Oleh sebab itu, Sekretaris Jendral PBB, dalam laporannya mengenai “Penghormatan Hak Asasi Manusia pada waktu pertikaian bersenjata” tahun 1969 A. 7720, di paragraf 16, menyatakan “Perang Dunia II membuktikan secara nyata hubungan erat yang ada antara perlakuan buruk pemerintah terhadap rakyat dan serangan yang dilakukan pemerintah terhadap negara yang lain, dan sekaligus, keterkaitan yang ada antara penghormatan Hak Asasi Manusia dan pemeliharaan perdamaian”. Sampai sekarang, jumlah negara yang meratifikasi konvensi- konvensi internasional mengenai Hak Asasi Manusia masih kurang dibandingkan dengan Konvensi-konvensi Jenewa, alasannya karena Hak Asasi Manusia merupakan bagian dari hukum itern. 25 25 Ibid, hal. 89

C. Sumber-sumber Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia