Pemanfaatan gas karbon tungku sekam untuk pengembangan kompor dengan bahan bakar campuran air dan bahan bakar nabati/bahan bakar fosil dengan metode kavitasi

(1)

PEMANFAATAN GAS KARBON

TUNGKU SEKAM UNTUK PENGEMBANGAN

KOMPOR DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN AIR DAN

BAHAN BAKAR NABATI/BAHAN BAKAR FOSIL

DENGAN METODE KAVITASI

C A S N A N

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatan bahwa tesis Pemanfaatan Gas Karbon Tungku Sekam untuk Pengembangan Kompor dengan Bahan Bakar Campuran Air dan Bahan Bakar Nabati/Bahan Bakar Fosil dengan Metode Kavitasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

C a s n a n NIM G751090101


(4)

(5)

ABSTRACT

C A S N A N. The Utilization of Carbon Gas Rice Husk Burned for Developing Stove by Mixed Fosil Fuel/Bio Fuel and Water with Cavitation Method. Under direction of IRZAMAN and PUDJI UNTORO.

The world's population continuously grows at a quarter million people per day. This fast growing population has raised the world energy consumption up to 474x1018 J per year with 80 to 90 percent derived from the combustion of fossil fuels. It is estimated that the fossil energy will be lasted in 42 years. Rice husk is an alternative of non-fossil energy that may be utilized in traditional way of cooking (burning it in a traditional stove). One of the renewable energy has great potential to overcome the energy crisis was utilization of rice husk to husk stove. However, the utilization of rice husks to generate carbon gas stove that quite a lot. Excessive concentration of carbon in the air is not a good for the environment, because the excees carbon released into the air can make climate change will complicate things even further. So, we need a new alternative to utilize carbon gases from burning the husk. The purpose of the utilization of carbon gases from burning rice husk is to create alternative energy that can reduce the release of carbon into the air as part of efforts to reduce global warming impact method used in the manufacture of alternative energy is the method by cavitation. In order to reduce the gas pollution the gas may be mixed with kerosene and water using sonochemical technique to produce dry steam, so the dry steam from cavitation process can be used as fuel. The process result can be done to boil 1 liter water with energy efficiency between 11.44% - 18.16%. The stove with fuel of water-bio ethanol using cavitation method can be used to boil 1 liter water with energy efficiency between 13.25% - 17.50%. Carbon flown on stove interfered toward energy efficiency and can accelerate boiling time of 1 liter water.


(6)

(7)

RINGKASAN

C A S N A N. Pemanfaatan Gas Karbon Tungku Sekam untuk Pengembangan Kompor dengan Bahan Bakar Campuaran Air dan Bahan Bakar Nabati/Bahan Bakar Fosil dengan Metode Kavitasi. Dibimbing oleh IRZAMAN dan PUDJI UNTORO.

Pertumbuhan populasi dunia menyebabkan peningkatan konsumsi energi juga meningkat. Produksi energi yang ada saat ini, diperkirakan hanya bertahan sampai 42 tahun sampai energi tersebut habis. Oleh karena itu, banyak Negara di seluruh dunia meningkatkan penggunaan dan pengembangan energi terbarukan. Salah satu energy yang memiliki potensi besar untuk mengatasi krisis energi adalah pemanfaatan sekam padi untuk kompor sekam. Namun, pemanfaatan sekam padi menjadi kompor menghasilkan gas karbon yang cukup banyak. Sehingga diperlukan suatu alternatif baru untuk memanfaatkan gas karbon hasil pembakaran sekam padi. Tujuan pemanfaatan gas karbon hasil pembakaran sekam padi adalah untuk menciptakan energi alternatif yang dapat mengurangi pelepasan karbon ke udara sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dampak global warming Metode yang digunakan dalam pembuatan energi alternatif ini adalah metode kavitasi.

Kavitasi didefinisikan sebagai pembentukan suatu gelembung dalam zat cair, yang diakibatkan karena perubahan tekanan. Fenomena kavitasi diakibatkan oleh gelombang ultrasonik yang menimbulkan gaya vibrasi pada cairan yang mengubah cairan menjadi droplet-droplet atau uap kering. Ukuran droplet-droplet tersebut ditentukan oleh frekuensi gelombang ultrasonik yang dibangkitkan.

Penggunaan generator pembangkit gelombang yang menghasilkan getaran ultrasonik pada air- minyak/bioetanol menghasilkan uap kering. Setelah itu, gas karbon (asap) yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi dialirkan pada hasil kavitasi campuran minyak dan air. Hasil proses tersebut dapat digunakan untuk mendidihkan air sebanyak 1 liter. Campuran air-minyak-gas karbon (asap) menghasilkan efisiensi energi antara 11,36% sampai 18,16%. Campuran air-bioetanol-gas karbon (asap) menghasilkan efisiensi energi antara 13,25% sampai 17,50%. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan gas karbon dari hasil pembakaran sekam padi dapat mengefisienkan penggunaan minyak/bioetanol yang cukup besar dengan panas yang relatif tinggi.


(8)

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengunumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa ijin IPB


(10)

(11)

PEMANFAATAN GAS KARBON

TUNGKU SEKAM UNTUK PENGEMBANGAN

KOMPOR DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN AIR DAN

BAHAN BAKAR NABATI/BAHAN BAKAR FOSIL

DENGAN METODE KAVITASI

C A S N A N

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Irmansyah, M.Si.


(13)

Judul Tesis : Pemanfaatan Gas Karbon Tungku Sekam untuk Pengembangan Kompor dengan Bahan Bakar Campuaran Air dan Bahan Bakar Nabati/Bahan Bakar Fosil dengan Metode Kavitasi

Nama : C a s n a n NIM : G751090101

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Irzaman, M.Si. Ketua

Dr-ing. Drs. Pudji Untoro, B.Sc. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biofisika

Dr. Ir. Agus Kartono, M.Si.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(14)

(15)

“Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu

dan orang-orang yang menuntut ilmu dan diberi ilmu pengetahuan,

beberapa derajat…”(QS. Al-Mujaadilah: 11)

Kupersembahkan Tulisan ini untuk:

Kakek dan Nenek tercinta,

Ayah dan Ibunda tersayang.


(16)

(17)

PRAKATA

Dengan menyebut Asma Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puja dan puji hanyalah milik Allah Rabb semesta alam yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan petunjuknya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabat dan umatnya. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2010 sampai April 2011 di Laboratorium Fisika Material IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah Pemanfaatan Gas Karbon Tungku Sekam untuk Pengembangan Kompor dengan Bahan Bakar Campuaran Air dan Bahan Bakar Nabati/Bahan Bakar Fosil dengan Metode Kavitasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Irzaman, M.Si dan

Bapak Dr-ing. Drs. Pudji Untoro, B.Sc selaku pembimbing yang baik dan senantiasa menyempatkan waktu untuk berkonsultasi, serta senantiasa memberi dorongan semangat. Penulis menyampaikan penghargaan kepada Yayasan Bhakti Tanoto “TANOTO FOUNDATION” yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan pendidikan di IPB. Ungkapan terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada kedua orang tua atas doa yang senantiasa dipanjatkan, semangat, dan kasih sayang yang diberikan. Ungkapan terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada Kakek dan Nenek atas doa yang senantiasa dipanjatkan, dorongan moril, dan kasih sayang yang diberikan.

Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Pak Musiran dan Pak Yani sebagai staf laboratorium yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian ini, teman-teman biofisika yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan di IPB.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2011


(18)

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 15 Oktober 1985 dari ayah Tardi dan ibu Umyati. Penulis merupakan putra pertama dari satu bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kuningan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Penegetahuan Alam. Penulis menyelesaikan studi strata satu (S1) pada tahun 2009.

Tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke strata dua (S2) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Biofisika. Penulis mendapat beasiswa dari Yayasan Bhakti Tanoto “TANOTO FOUNDATION”, lulus pada bulan Juni 2011. Penulis aktif dalam organisasi kesnian dan kebudayaan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lingkung Seni Sunda (LISES) Gentra Kaheman IPB yang bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian dan

kebudayaan tradisional. Sejak tahun 2008 Penulis bekerja sebagai Guru Seni dan Budaya di SMK Wikrama Bogor.


(20)

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Objek Penelitian ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Sekam Padi ... 5

2.2 Karbon ... 6

2.3 Bahan Bakar Nabati ... 7

2.4 Etanol ... 9

2.5 Minyak Bumi ... 14

2.5 Kavitasi ... 16

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.3 Metode Penilitian ... 19

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Tungku Sekam ... 23

4.2 Efisiensi Energi Tungku Sekam ... 24

4.3 Kompor Dengan Bahan Bakar Minyak dan Air Dengan Metode Kavitasi ... 25

4.4 Kompor Dengan Bahan Bakar Minyak-Air-Gas Karbon (Asap) Dengan Metode Kavitasi ... 27

4.5 Kompor Dengan Bahan Bakar Bioetanol dan Air Dengan Metode Kavitasi ... 28

4.6 Kompor Dengan Bahan Bakar Bioetanol-Air-Gas Karbon (Asap) Dengan Metode Kavitasi ... 31

4.7 Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dan Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air Dengan Metode Kavitasi ... 32


(22)

(23)

5. SIMPULAN DAN SARAN ... 35 5.1 Simpulan ... 35 5.2 Saran... 35 DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN ... 39


(24)

(25)

xi 

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tabel 1. Potensi Biomassa Dalam Jutaan Ton dibeberapa

Negara ASEAN ... 4 2. Tabel 2. Karakteristik dari Karbon ... 5 3. Tabel 3. Faktor Emisi dan Nilai Kalor Bahan Bakar ... 7 4. Tabel 4. Potensi Pengurangan Emisi CO2 dari Penggunaan Biodiesel ... 8 5. Tabel 5. Proses Destilasi Bertingkat ... 13 6. Tabel 6. Hasil Akhir dan Perkiraan Analisis Bahan Bakar Sekam Padi ... 24

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Struktur dan Rumus Kimia Etanol ... 8 2. Gambar 2. Pembuatan Alkohol secara Enzimatik ... 9 3. Gambar. 3. Ikatan Hidrogen Pada Etanol Padat Pada −186 °C ... 10 4. Gambar 4. Model Kavitasi Persamaan Keller-Miskis ... 16 5. Gambar 5. Ilustrasi Vibrasi Cairan Menjadi Droplet-droplet oleh

Gelombang Ultrasonik. ... 17 6. Gambar. 6. Desain Kompor ... 18 7. Gambar 7. Diagram Alir Penelitian ... 20 8. Gambar 8. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Penggunaan

Kompor Sekam Untuk mendidihkan 1 liter air ... 21 9. Gambar 9. Grafik Efisiensi Energi Tungku Sekam ... 25 10. Gambar 10. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan

Bakar Air-Minyak Untuk Mendidihkan 1 liter air ... 26 11. Gambar 11. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan

Bakar Air-Minyak-Asap (Gas Karbon) Untuk Mendidihkan 1 liter air ... 28 12. Gambar 12. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan

Bakar Air-Bioetanol Untuk Mendidihkan 1 liter air ... 30 13. Gambar 13. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan

Bakar Air-Bioetanol-Asap (Gas Karbon) Untuk Mendidihkan 1 liter air ... 31 14. Gambar 14. Grafik Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air

Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air ... 32 15. Gambar 15. Grafik Waktu Pada Kompor Bahan Bakar Minyak-Air

Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air ... 32 16. Gambar 16. Grafik Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air

Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air ... 33 17. Gambar 17. Waktu Mendidihkan Air Pada Kompor Bahan Bakar


(26)

(27)

xii  DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1. Kompor Bahan Bakar Campuran

Air-Minyak/Bioetanol-Asap (Gas Karbon) ... ... 40 2. Lampiran 1. Penggunaan Tungku Sekam

Untuk Mendidihkan 1 Liter Air ... 41 3. Lampiran 2. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air

Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Dengan Beberapa Perbandingan ... 42 4. Lampiran 3. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon)

Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan

Beberapa Perbandingan... 45 5. Lampiran 4. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air

Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Dengan Beberapa Perbandingan ... 47 6. Lampiran 5. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon)

Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan

Beberapa Perbandingan... 49 7. Lampiran 6. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap

(Gas Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan ... 51 8. Lampiran 7. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap

(Gas Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan ... 52  

   


(28)

(29)

1

 

1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk yang terus meningkat di Indonesia menyebabkan pertambahan konsumsi energi di segala sektor kehidupan seperti transportasi, listrik, dan industri. Hal ini mengingat pemakaian energi per kapita masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Konsumsi per kapita pada saat ini sekitar 3 SBM (setara barel minyak) yang setara dengan kurang lebih sepertiga konsumsi per kapita rerata negara ASEAN. Pertumbuhan populasi dunia diperkirakan dapat menyebabkan krisis energi di tahun 2030. Konsumsi energi dunia meningkat sebesar 49 persen atau 1.4 persen per tahun dari 495 x 1015 Btu di tahun 2007 menjadi 739 x 1015 Btu di tahun 2035 (IEO, 2010). Di Indonesia diperkirakan kebutuhan energi nasional akan meningkat dari 674 juta SBM tahun 2002 menjadi 1680 juta SBM pada tahun 2020, meningkat sekitar 2,5 kali lipat atau naik dengan laju pertumbuhan rerata tahunan sebesar 5,2% (KNRT, 2006). Sedangkan cadangan energi nasional semakin menipis apabila tidak ditemukan cadangan energi baru. Sehingga perlu dilakukan berbagai terobosan untuk mencegah terjadinya krisis energi.

Untuk mengantisipasi hal tersebut Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan

blueprint pengelolaan energi nasional tahun 2005-2025. Penyusunan Kebijakan Energi Nasional dimulai dengan dituangkannya dokumen Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE). KUBE yang telah dirumuskan oleh Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) mulai tahun 1981 hingga yang terakhir tahun 1998 terdiri dari lima prinsip pokok, yaitu : diversifikasi energi, intensifikasi energi, konservasi energi, mekanisme pasar dan kebijakan lingkungan. Kemudian dilanjutkan dengan Kebijakan Energi Nasional tahun 2003 dengan kebijakan utama meliputi intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi energi.

Kebijakan energi ini khususnya ditekankan pada usaha untuk menurunkan ketergantungan penggunaan energi hanya pada minyak bumi. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional dirumuskan bahwa perlu adanya peningkatan pemanfaatan sumber


(30)

energi baru dan sumber energi terbarukan. Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari satu pada tahun 2025 dan terwujudnya energy mix yang optimal meliputi penggunaan minyak bumi menjadi kurang dari 20%. Termasuk di dalamnya adalah energi baru dan terbarukan (termasuk biomassa) menjadi lebih dari 5%.

Salah satu energi yang terbarukan yang mempunyai potensi besar di Indonesia adalah pemanfaatan sekam padi untuk kompor sekam. Kisaran industri padi di Indonesia dapat memproses lebih dari 40 juta ton padi menjadi beras dengan rendemen 60% - 80% (Irzaman et al, 2008).

Budidaya padi menghasilkan tiga produk yaitu jerami padi, vegetatif residu setelah panen, dan sekam padi/beras dedak setelah penggilingan padi. Berdasarkan produksi tahunan gabah 2,2 juta ton, output sekam padi adalah 0.44 juta ton di Malaysia dan potensi bimassa sekam padi di Indonesia adalah 14,3 juta ton (Irzaman et al, 2008). Residu sekam memiliki berbagai aplikasi diantaranya sebagai pupuk, sumber energi, abu sekam (silika), semen dan keramik manufaktur dan sebagai filler di lignoselulosa komposit serat termoplastik. Silika (20% dari abu) hadir dalam epidermis luar sel-sel yang tebal. Dengan meningkatnya biaya telah mendorong upaya untuk mengembangkan teknologi yang efisien tidak hanya potensi penuh sekam padi sebagai bahan bakar untuk produksi energi, tetapi juga sebagai sumber seperti amorphous silika, silika karbon campuran, kalium silikat dan karbon aktif (Jain, 1995).

Karbon atau zat arang merupakan salah satu unsur yang berbentuk padat, cair, maupun gas yang terdapat di dalam perut bumi, di dalam batang pohon, ataupun di udara (atmosfir). Sumber terciptanya karbon yang berada di udara dapat berasal dari pembakaran minyak dan gas dari kendaraan, industri, pembakaran hutan, asap yang keluar dari letusan gunung berapi, kayu yang dibakar, ataupun proses pelapukan tumbuh-tumbuhan.

Konsentrasi karbon yang berlebihan di udara bukanlah merupakan suatu hal yang baik bagi kondisi lingkungan, karena karbon yang terlepas ke udara secara berlebihan dapat mengakibatkan peningkatan suhu bumi atau pemanasan global (global warming). Bersama gas-gas hasil pencemaran lain, gas karbon membentuk


(31)

3

 

lapisan yang dapat menahan panas bumi keluar dari atmosfer sehingga menyebabkan suhu udara di bumi semakin panas (Sugiono, 2008).

Gelombang ultrasonik merupakan gelombang suara yang berada pada wilayah di atas wilayah pendengaran manusia, frekuensi di atas 20 kHz. Sedangkan batas atas dari frekuensi ultrasonik tidak terdefinisikan dengan baik, namun biasa digunakan batas frekuensi 5 MHz untuk gas dan batas frekuensi 500 MHz untuk zat cair dan zat padat (Cheeke, 2002).

Dengan pemanfaatan gelombang ultrasonic teknik-teknik baru selalu ditambahkan untuk pengolahan air salah satunya melalui teknik kavitasi untuk aplikasi pengolahan air (Gogate, 2002). Kavitasi didefinisikan sebagai pembentukan suatu gelembung dalam zat cair, yang diakibatkan karena perubahan tekanan. Pada awal pembentukannya akan mengalami pertumbuhan hingga mencapai ukuran maksimum yang kemudian akan diikuti oleh keruntuhan ukuran gelembung secara drastis, siklus refraksi-kompresi ini akan berlangsung secara berulang bergantung kondisi dari cairan yang digunakan. Namun, secara umum kavitasi yang muncul dalam cairan hanya mengalami satu atau dua kali siklus sebelum akhirnya gelembung tersebut terpecah menjadi gelembung-gelembung kecil lainnya.

Dengan metode kavitasi ini, pemanfaatan asap (gas karbon) dari tungku sekam merupakan salah satu upaya pencarian energi alternatif, dalam penelitian ini akan dikembangkan metode baru untuk pemanfaatan karbon yang dihasilkan dari tungku sekam sebagai salah satu energi alternatif yang ramah lingkungan, dan sebagai upaya mengurangi pemanasan global.

1.2 Tujuan

Menciptakan energi alternatif baru dengan bahan campuran minyak/bioetanol, air dan asap (gas karbon) dari pembuangan kompor sekam.


(32)

1.3 Objek Penelitian

Penggunaan generator pembangkit yang menghasilkan getaran ultrasonik pada air dan minyak/bioetanol menghasilkan uap kering. Setelah itu, gas karbon (asap) dari tungku sekam dialirkan pada hasil kavitasi campuran air dan minyak/bioetanol. Akibat pecahnya kavitasi akan timbul uap kering dengan molekulnya sangat kecil yang akan bercampur dengan asap (gas) karbon yang dapat digunakan untuk bahan bakar.


(33)

5

 

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tungku Sekam

Industri padi di Indonesia dapat memproses lebih dari 40 juta ton padi menjadi beras dengan rendemen 60% - 80%. Jika kondisi hasil panen padi sesuai kapasitas, ada 8 juta ton sekam padi yang akan diproduksi, dan menjadi masalah lingkungan. Menurut data BPS tahun 2004 total produksi sekam padi mencapai 53.7 juta ton atau setara dengan 33.92 ton beras (Irzaman et al, 2009).

Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir gabah, yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertauatan. Sekam sebagai limbah penggilingan padi jumlahnya mencapai 20-30% dari gabah. Jika produksi Gabah Kering Giling (GKG) mencapai 54 juta ton, maka jumlah sekam yang dihasilkan di Indonesia sekitar 10.8 juta ton (LPPM IPB, 2009). Sekam padi dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar alternatif. Dengan teknologi tungku sekam, sekam padi segar bisa digunakan untuk memasak.

Tabel 1. Potensi biomassa dalam jutaan ton dibeberapa Negara ASEAN

Biomass Type ASEAN Member Country

Indonesia Philippines Thailand Sugar cane

bagasse

6.5 7.0367 15.61

Rice husk 14.3 1.939 4.936

Coconut shells/fibres

2.1 5.638

-Palm oil residues 8.5 - -.


(34)

Dari aspek ekonomi perbandingan harga saat ini menunjukkan bahwa elpiji Rp. 5.000 per kg, harga minyak tanah per liter Rp. 9.000, sedangkan batu bara Rp. 2.000/ kg. Sedangkan sekam yang melimpah relatif tidak memiliki nilai jual secara ekonomi. Kalaupun dihargai untuk pembuatan bata merah adalah sekitar Rp. 0 – Rp. 10 per kg. Sehingga penggunaan sekam sebagai sumber energi panas selain memberi nilai ekonomis, juga membantu mengurangi pencemaran lingkungan terutama di sekitar penggilingan padi.

Panas pembakaran sekam dapat mencapai 3300 Kkal dan bulk density 0,100 g/ml serta konduktivitas panas 0,068 Kkal (Irzaman et al, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kompor sekam cukup prospektif untuk digunakan pada skala rumah tangga petani di pedesaan, karena selain mudah mendapatkan sekamnya, juga harga kompornya relatif terjangkau. Namun masih ada kelemahan pada kompor sekam yaitu masih banyak asap (gas karbon) yang dihasilkan dari kompor sekam yang belum termanfaatkan dan menjadi masalah untuk lingkungan.

2.2 Karbon

Karbon atau zat arang merupakan salah satu unsur yang berbentuk padat, cair, maupun gas yang terdapat di dalam perut bumi, di dalam batang pohon, ataupun di udara (atmosfir). Sumber terciptanya karbon yang berada di udara dapat berasal dari pembakaran minyak dan gas dari kendaraan, industri, pembakaran hutan, asap yang keluar dari letusan gunung berapi, kayu yang dibakar, ataupun proses pelapukan tumbuh-tumbuhan (Armestoa, 2002).

Konsentrasi karbon yang berlebihan di udara bukanlah merupakan suatu hal yang baik bagi kondisi lingkungan, karena karbon yang terlepas ke udara secara berlebihan dapat mengakibatkan peningkatan suhu bumi atau pemanasan global (global warming). Bersama gas-gas hasil pencemaran lain, gas karbon membentuk lapisan yang dapat menahan panas bumi keluar dari atmosfer sehingga menyebabkan suhu udara di bumi semakin panas (Sugiono, 2008).


(35)

7

 

Tabel 2. Karakteristik dari Karbon Carbon

Product

PH (H2O) EC (mS/cm) Maximum

Water Capasity (%)

Density (t/m3) Sugarcane

straw

6.8 0.38 497 0.23 Sewage

sludge*

8.5 0.09 57 0.65

Rice husk 8.7 0.22 232 0.31

Cattle waste* 8.2 2.90 294 0.32

Charcoal 1 9.8 0.14 117 0.34

Charcoal 2 7.0 0.08 184 0.35

*Dewatered

Sumber: (Shinogi, 2002).

Di Eropa, jumlah karbon lebih besar dari pada arang. Terutama, karbon yang terbesar dari limbah ternak, sementara itu dari kotoran lumpur adalah yang terkecil. kapasitas air maksimum untuk karbon dari limbah ternak merupakan jumlah yang terbesar, dan terkecil dari kotoran sludge. ini berarti bahwa produk karbon dari limbah ternak dapat terus meningkat sekitar tiga kali lipat volume air sendiri. Akibatnya, karbonisasi dari produk limbah harus ditangani untuk mengurangi jumlah volume karbon dan bau (Shinogi, 2002).

2.3 Bahan Bakar Nabati

Bahan Bakar Nabati merupakan salah satu bentuk green energy, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: biodiesel, bioetanol, dan Pure Plant Oil (PPO) atau sering disebut bio oil.

Biodiesel merupakan bentuk ester dari minyak nabati. Bahan baku dapat berasal dari kelapa sawit, jarak pagar, kedelai dan kelapa. Dalam pemanfaatanya dicampur dengan minyak solar dengan perbandingan tertentu. Contohnya B5 merupakan campuran 5% biodiesel dengan 95% minyak solar yang dijual secara komersil oleh Pertamina dengan nama dagang biosolar.

Bioetanol merupakan anhydrous alkohol yang berasal dari fermentasi tetes tebu, singkong, jagung atau sagu. Bioetanol dimanfaatkan untuk mengurangi


(36)

konsumsi premium. Contohnya E5 merupakan campuran 5% bioetanol dengan 95% premium yang telah dipasarkan Pertamina dengan nama dagang biopremium.

PPO (Pure Plant Oil) merupakan minyak nabati murni tanpa perubahan sifat kimiawi dan dimanfaatkan secara langsung untuk mengurangi konsumsi solar industri, minyak diesel, minyak tanah dan minyak bakar. Contohnya O15 merupakan campuran 15% PPO dengan 85% minyak diesel dan dapat digunakan tanpa tambahan peralatan khusus untuk bahan bakar peralatan industri (Sugiono, 2008).

Perhitungan emisi yang ditimbulkan dari semua sumber pembakaran dapat dihitung berdasarkan kuantitas bahan bakar dan faktor emisi rata-rata.

Dengan pendekatan ini, emisi CO2 dihitung dengan menggunakan rumus:

... ... ... (1) dengan:

Emisi = Emisi CO2 dalam (kg)

Fuela = Kuantitas Bahan Bakar (TJ)

EFa = Faktor Emisi (kg/TJ)

a = Jenis Bahan Bakar (minyak solar, minyak diesel, dan sebagainya)

Faktor emisi untuk setiap bahan bakar ditunjukkan pada Tabel 3. Potensi pengurangan emisi CO2 untuk penggunaan biodiesel ditunjukkan pada Tabel 4.


(37)

9

 

Tabel 4. Potensi Pengurangan Emisi CO2 dari Penggunaan Biodiesel

Sumber : (Sugiono, 2008).

2.4 Etanol

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau

alkohol, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol merupakan isomer konstitusional dari

dimetil eter. Alkohol merupakan salah satu nama yang diberikan ke kelompok zat organik yang mengandung unsur karbon, hydrogen dan oksigen. Etanol umumnya digunakan secara industri sebagai pelarut untuk cat, parfum, tinta cetak dan sebagai bahan pembasmi kuman. Alkohol dapat juga digunakan sebagai bahan bakar tetapi penggunaannya terbatas kaitannya dengan biaya produksi yang tinggi.

Etanol dapat di produksi dengan dua cara :

a) Dengan fermentasi gula dalam anggur dan biji-bijian pembuat bir.

b) Dengan tambahan uap (air) ke eten yang mana produk minyak

dipersiapkan dari ethanol.


(38)

Gambar 2. Pembuatan Alkohol secara Enzimatik

2.4.1 Sifat Fisika Etanol

Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.

Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Etanol juga larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana, heksana, dan larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena.

Campuran etanol-air memiliki volume yang lebih kecil dari pada jumlah kedua cairan tersebut secara terpisah. Campuran etanol dan air dengan volume yang sama akan menghasilkan campuran yang volumenya hanya 1,92 kali jumlah volume awal. Pencampuran etanol dan air bersifat eksotermik dengan energi sekitar 777 J/mol dibebaskan pada 298 K. Campuran etanol dan air akan membentuk azeotrop dengan perbandingkan kira-kira 89 mol% etanol dan 11 mol% air. Perbandingan ini juga dapat dinyatakan sebagai 96% volume etanol dan 4% volume air pada tekanan normal dan T = 351 K. Komposisi azeotropik ini sangat tergantung pada suhu dan tekanan. Ia akan menghilang pada temperatur di bawah 303 K (Tambun, 2009).


(39)

11

 

Gambar. 3. Ikatan hidrogen pada etanol padat pada −186 °C

Ikatan hidrogen menyebabkan etanol murni sangat higroskopis, sedemikiannya ia akan menyerap air dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkannya dapat larut dalam banyak senyawa ion, utamanya natrium hidroksida, kalium hidroksida, magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan natrium bromida. Natrium klorida dan kalium klorida sedikit larut dalam etanol. Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon nonpolar, etanol larut dalam senyawa nonpolar, minyak atsiripewarna, dan obat (Tambun, 2009).

Penambahan beberapa persen etanol dalam air akan menurunkan tegangan permukaan air secara drastis. Campuran etanol dengan air yang lebih dari 50% etanol bersifat mudah terbakar dan mudah menyala. Campuran yang kurang dari 50% etanol juga dapat menyala apabila larutan tersebut dipanaskan terlebih dahulu.

2.4.2 Sifat Kimia Etanol

Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang berikatan dengan gugus hidroksil paling tidak memiliki dua atom hidrogen yang terikat. Reaksi kimia etanol kebanyakan pada gugus hidroksilnya.


(40)

2.4.2.1 Reaksi asam-basa

Gugus hidroksil etanol membuat molekul ini sedikit basa. Etanol netral dalam air, dengan pH 100% etanol adalah 7,33. Etanol dapat diubah menjadi konjugat basa ion etoksida (CH3CH2O−), dengan mereaksikan logam alkali

seperti natrium:

2CH3CH2OH + 2Na → 2CH3CH2ONa + H2 ... ... ... (2)

ataupun dengan basa kuat seperti natrium hidrida:

CH3CH2OH + NaH → CH3CH2ONa + H2 ... ... (3)

Reaksi seperti ini tidak dapat dilakukan dalam larutan akuatik, karena air lebih asam daripada etanol, sehingga pembentukan hidroksida lebih mudah dari pada pembentukan etoksida.

2.4.2.2 Halogenasi

Etanol bereaksi dengan hidrogen halida dan menghasilkan etil halida seperti etil klorida dan etil bromida:

CH3CH2OH + HCl → CH3CH2Cl + H2O ... ... (4)

Reaksi dengan HCl memerlukan katalis seperti seng klorida. Hidrogen klorida dengan keberadaan seng klorida dikenal sebagai reagen Lucas.

CH3CH2OH + HBr → CH3CH2Br + H2O ... ... (5)

Reaksi dengan HBr memerlukan proses refluks dengan katalis asam sulfat.

Etil halida dapat dihasilkan dengan mereaksikan alkohol dengan agen halogenasi yang khusus, seperti tionil klorida untuk pembuatan etil klorida, ataupun fosforus tribromida untuk pembuatan etil bromida.


(41)

13

 

2.4.2.3Pembentukan ester

Dengan kondisi di bawah katalis asam, etanol bereaksi dengan asam karboksilat dan menghasilkan senyawa etil eter dan air:

RCOOH + HOCH2CH3→ RCOOCH2CH3 + H2O ... ... (7)

Agar reaksi ini menghasilkan rendemen yang cukup tinggi, air perlu dipisahkan dari campuran reaksi ketika etil eter terbentuk.

Etanol juga dapat membentuk senyawa ester dengan asam anorganik. Dietil sulfat dan trietil fosfat dihasilkan dengan mereaksikan etanol dengan asam sulfat dan asam fosfat. Senyawa yang dihasilkan oleh reaksi ini sangat berguna sebagai media etilasi dalam sintesis organik.

2.4.2.4Dehidrasi

Asam kuat yang sangat higroskopis seperti asam sulfat akan menyebabkan dehidrasi etanol dan menghasilkan etilena maupun dietil eter:

2 CH3CH2OH → CH3CH2OCH2CH3 + H2O (pada 120'C) .... ... (8)

CH3CH2OH → H2C=CH2 + H2O (pada 180'C) ... ... (9)

2.4.2.5Oksidasi

Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida, yang kemudian dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat. Dalam tubuh manusia, reaksi oksidasi ini dikatalisis oleh enzim tubuh. Pada laboratorium, larutan akuatik oksidator seperti asam kromat ataupun kalium permanganat digunakan untuk mengoksidasi etanol menjadi asam asetat. Proses ini akan sangat sulit menghasilkan asetaldehida karena terjadinya over oksidasi. Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida tanpa oksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat menggunakan piridinium kloro kromat (Pyridinium chloro chromate, PCC) (Wang, 1997).

C2H5OH + 2[O] → CH3COOH + H2O ... ... (10)

Produk oksidasi etanol, asam asetat, digunakan sebagai nutrien oleh tubuh manusia sebagai asetil-koA.


(42)

2.4.2.6Pembakaran

Pembakaran etanol akan menghasilkan karbon dioksida dan air:

C2H5OH(g) + 3 O2(g) → 2 CO2(g) + 3 H2O(l) ... ... (11)

2.5 Minyak Bumi

Minyak mentah (petroleum) adalah campuran kompleks yang terdiri dari hidrokarbon dengan sejumlah kecil komponen yang mengandung sulfur, oksigen dan nitrogen dan sangat sedikit komponen yang mengandung logam.

Struktur hidrokarbon yang ditemukan dalam minyak mentah adalah Alkana (parafin), Siklo alkana (napten), dan Aromatik. Ketiga tipe hidrokarbon tersebut sangat tergantung pada sumber dari minyak bumi. Pada umumnya alkana merupakan hidrokarbon yang terbanyak tetapi kadang-kadang mengandung sikloalkana sebagai komponen yang terbesar, sedangkan aromatik selalu merupakan komponen yang paling sedikit.

Pengilangan/penyulingan (refining) adalah proses perubahan minyak mentah menjadi produk yang dapat dijual (marketeble product) melalui kombinasi proses fisika dan kimia.

Proses pertama dalam pemrosesan minyak bumi adalah fraksionasi dari minyak mentah dengan menggunakan proses destilasi bertingkat, adapun hasil yang diperoleh sesuai table 5:

Tabel 5. Proses Destilasi Bertingkat

Keterangan:

Sisa : - Minyak bisa menguap : Minyak-minyak pelumas, lilin, parafin dan vaselin -Bahan yang tidak bisa menguap : Aspal dan arang minyak bumi

Sumber: (Zahro, 2003).

Interval titik didih (0C)

Banyaknya atom

karbon Nama Penggunaan Dibawah 30 1 – 4 Fraksi Gas Bahan Bakar Pemanas 30 – 180 5 – 10 Bensin Bahan Bakar Mobil 180 – 230 11 – 12 Minyak tanah Bahan Bakar Jet

230 – 305 13 – 17 Minyak Gas Bahan Bakar Diesel, Pemanas 305 – 405 18 - 25

Minyak Gas


(43)

15

 

Pemakaian kerosin sebagai penerangan di negara-negara maju semakin berkurang, sekarang kerosin digunakan untuk pemanasan. Contoh pemakaian kerosin antara lain:

a. Minyak lampu

Kerosin sebagai minyak lampu dihasilkan dengan jalan penyulingan langsung, sifat sifat yang harus diperhatikan bila kerosin digunakan sebagai minyak lampu adalah Warna (Water spirit (tidak berwarna), Prime spirit, Standar spirit), Sifat bakar (jika mengandung banyak aromatik maka apinya tidak dapat dibesarkan karena apinya mengandung berarang), Viskositas.

b. Bahan bakar untuk pemanasan untuk memasak

Macam-macam alat pembakar kerosin adalah Alat pembakar dengan sumbu gepeng (baunya tidak enak), Alat pembakar dengan sumbu bulat (mempunyai lubang pengisian yang dipusatkan), Alat pembakar dengan pengabutan tekan (merek dagang primus).

c. Bahan bakar motor

Motor-motor yang menggunakan kerosin sebagai bahan bakarnya adalah Alat-alat pertanian (traktor), Kapal perikanan, Pesawat penerangan listrik kecil.

d. Bahan pelarut untuk bitumen

Kerosin jenis white spirit sering digunakan sebagai pelarut untuk bitumen aspal.

e. Bahan pelarut untuk insektisida

Bubuk serangga dibuat dari bunga Chrysant (Pyerlhrum cinerarieotollum) yang telah dikeringkan dan dihaluskan, sebagai bahan pelarut digunakan kerosin. Untuk keperluan ini kerosin harus mempunyai bau yang enak atau biasanya obat semprot itu mengandung bahan pengharum (Zahro, 2008).


(44)

2.6 Kavitasi

Kavitasi didefinisikan sebagai pembentukan suatu gelembung dalam zat cair, yang diakibatkan karena perubahan tekanan. Pada awal pembentukannya akan mengalami pertumbuhan hingga mencapai ukuran maksimum yang kemudian akan diikuti oleh keruntuhan ukuran gelembung secara drastis, siklus refraksi-kompresi ini akan berlangsung secara berulang bergantung kondisi dari cairan yang digunakan. Namun, secara umum kavitasi yang muncul dalam cairan hanya mengalami satu atau dua kali siklus sebelum akhirnya gelembung tersebut terpecah menjadi gelembung-gelembung kecil lainnya, hal ini diakibatkan karena adanya pengaruh dari zat-zat yang terlarut di dalamnya.

Secara umum, kavitasi diklasifikasikan ke dalam empat jenis yaitu

a. Akustik kavitasi merupakan proses kavitasi dengan variasi tekanan dalam cairan yang dilakukan dengan menggunakan gelombang suara (gelombang ultrasonik), dengan frekuensi 16 kHz - 100 MHz . Perubahan kimia yang terjadi karena kavitasi disebabkan oleh berlalunya gelombang suara biasanya dikenal sebagai sonochemistry.

b. Hidrodinamik kavitasi merupakan proses kavitasi dengan variasi tekanan yang diperoleh dengan menggunakan sistem geometri untuk menciptakan variasi kecepatan. Sebagai contoh, pertukaran tekanan dan energi kinetik dapat dicapai dengan menggunakan lubang terbatas, aliran venturi dalam pipa, dan lain-lain.

c. Optik kavitasi meruapakan proses kavitasi yang dihasilkan oleh pecahnya foton akibat tingginya intensitas cahaya laser pada cairan kontinum.

d. Partikel kavitasi merupakan proses kavitasi yang dihasilkan oleh setiap jenis berkas partikel dasar, misalnya proton, pecahnya cairan seperti dalam gelembung ruang.


(45)

17

 

Dari cara menghasilkannya, kavitasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, kavitasi hidrodinamik dan kavitasi akustik. Kavitasi hidrodinamik merupakan suatu fenomena kavitasi yang dihasilkan melalui pergerakan hidrodinamik cairan tersebut sedangkan kavitasi akustik dihasilkan melalui aplikasi gelombang akustik terhadap cairan, dan gelombang yang digunakan berada pada daerah frekuensi ultrasonik (Alipi, 1992).

Karena perbedaan yang dimiliki dalam cara menghasilkannya, kedua fenomena kavitasi ini memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan paling mencolok diperlihatkan dalam waktu yang dibutuhkan oleh kedua fenomena kavitasi ini untuk menghasilkan satu siklus refraksi-kontraksi, dimana pada kavitasi hidrodinamik waktu yang dibutuhkannya jauh lebih lama dibandingkan kavitasi akustik, yang perbedaannya dapat mencapai hingga tiga orde (Arrojo, 2008). Waktu yang lebih lama untuk mengalami satu siklus akan menghasilkan gelembung kavitasi yang lebih banyak dibandingkan dengan kavitasi akustik, namun karena kavitasi hidrodinamik muncul diakibatkan oleh pergerakan dari cairan dengan kecepatan yang tidak konstan, menyebabkan studi yang dibutuhkan menjadi jauh lebih kompleks dibandingkan dengan kavitasi akustik.

Pada gambar 3 diperlihatkan salah satu contoh model dari pergerakan kavitasi akustik untuk nilai frekuensi (f) gelombang 500 kHz dan amplitudo tekanan (A) sebesar 141 kPa, dengan gelembung awal (R0) 10 µm.


(46)

Generator pembangkit merupakan suatu alat yang menggunakan transduser piezo elektrik yang berosilasi pada frekuensi 16 kHz – 100 MHz. Gelombang yang mengenai cairan menghasilkan droplet-droplet. Pada pengoperasiannya, cairan dialirkan dalam kristal, membentuk lapisan tipis cairan antara permukaan kristal dan lubang. Pembangkitan listrik kristal tersebut menyebabkan vibrasi permukaan kristal yang terjadi pada frekuensi tersebut. Adanya gaya vibrasi pada cairan yang melalui lubang, mengubah cairan menjadi droplet. Ukuran droplet-droplet tersebut ditentukan oleh frekuensi gelombang ultrasonik yang dibangkitkan. Gambar 4 adalah skema pembangkitan aerosol oleh gelombang ultrasonik (Mason and Lorimer, 2002).

Gambar 5. Ilustrasi vibrasi cairan menjadi droplet-droplet oleh gelombang ultrasonik.

Ukuran partikel-partikel droplet bergantung pada tensi permukaan (T ), kerapatan fluida (ρ ), dan frekuensi ( f ). Hubungan ketiga besaran tersebut secara matematis ditulis melalui persamaan:

... (12) Untuk air, T=0.0729N/m, ρ =1000kg/m3, and f=2.4mHz, menghasilkan ukuran partikel droplet sekitar 1.7 mikron (Liherlinah dkk, 2008).


(47)

19

 

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan November 2010 sampai dengan April 2011 di Laboratorium Biofisika-IPB.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air (H2O), minyak tanah,

etanol, dan asap (gas karbon) dari pembuangan tungku sekam.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tungku sekam, generator pembangkit gelombang ultrasonik (humnidifier dengan frekuensi ultrasonik 17 + 43 kHz, ukuran membrane keramik 16 mm, batas temperature 0-40 oC), Termometer digital.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap:

1. Mendisain kompor untuk bahan bakar campuran air, Bioetanol dan Asap (gas karbon).

Gambar. 6. Desain Kompor Sumber: (Irzaman et al, 2009).

Ultrasonik


(48)

2. Analisis kompor untuk bahan bakar campuran air, Minyak Tanah dan Asap (gas karbon).

3. Perhitungan Efisiensi Energi Kompor

Untuk mengetahui nilai efisiensi yang dihasilkan dari pemanfaatan karbon ini menggunakan persamaan berikut :

η = m c ∆t

Ein ... (13)

Ket:

η : Efisiensi energi m : massa air (kg) c : kalor jenis (J/kg0C)

∆t : perubahan suhu (0C) Ein : Energi input (J)


(49)

21

 

Gambar 7. Diagram Alir Penelitian Persiapan Alat dan Bahan 

Air  Minyak/Alkohol  Karbon dari 

pembuangan tungku 

Metode kavitasi dengan  menggunakan sonokimia 

Kompor dengan bahan  bakar campuran air +  minyak/alcohol + karbon 

Analisis Data 

Laporan  Disain Rekayasa 

Ya


(50)

(51)

23

 

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tungku Sekam

Pembakaran merupakan suatu proses kimia yang terjadi karena kombinasi yag sangat cepat antara oksigen dan elemen atau campuran kimia yang menghasilkan pelepasan panas (Gultom, 2000). Sekam padi dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar alternatif. Dengan teknologi kompor sekam bisa digunakan untuk memasak. Energi alternatif dengan menggunakan sekam padi lebih murah dibandingkan dengan energi yang lain (Irzaman et al, 2009). Kompor sekam masih mempunyai kekurangan yaitu masih banyaknya karbon yang terbuang ke udara dari hasil pembakaran sekam padi yang belum termanfaatkan dan menjadi masalah bagi lingkungan.

Proses penggunaan tungku sekam untuk mendidihkan 1 liter air membutuhkan waktu 7 – 10 menit, dengan penggunaan sekam sebanyak 0.1 kg seperti terlihat pada gambar 8. Hal ini menunjukan bahwa pengunaan sekam untuk bahan bakar mempunyai harga yang murah di bandingkan dengan minyak tanah atau LPG. Tungku sekam masih mempunyai kekurangan yaitu masih banyaknya karbon yang terbuang ke udara dari hasil pembakaran sekam padi yang belum termanfaatkan dan menjadi masalah bagi lingkungan.

Gambar 8. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Penggunaan Kompor Sekam Untuk mendidihkan 1 liter air

0 20 40 60 80 100 120

0 3 5 7 9 10

Suhu   Air   ( oC)

Waktu (menit)

Ulangan 2


(52)

Tabel 6. Hasil Akhir dan Perkiraan Analisis Bahan Bakar Sekam Padi

Sumber : (Albino, 2006).

Tabel 6 menunjukan bahwa karbon yang dihasilkan dari proses pembakaran sekam padi sebesar 41,44%. Angka tersebut cukup besar menyumbangkan karbon yang dilepas ke udara. Jika penggunaan sekam padi semakin meningkat dikhawatirkan akan meningkatnya jumlah karbon di atmosfir yang dapat menyebabkan perubahan suhu sebagai awal terjadinya global warming. Gas karbon hasil pembakaran sekam saat ini dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif dengan metode kavitasi.

4.2. Efisiensi Energi Tungku Sekam

Energi alternatif dengan menggunakan sekam padi lebih murah dibandingkan dengan energi yang lain. Nilai efisiensi tungku sekam untuk mendidihkan 1 liter air dengan tiga kali pengulangan berkisar antara 14.34% - 21.21% dengan waktu untuk mendidihkan air tersebut antara 7 – 13 menit. Pada penelitian sebelumnya, tungku sekam yang digunakan untuk

mendidihkan air sebanyak 6 liter mempunyai efisiensi energi sebesar 18 %, nilai efisiensi tungku sekam untuk mendidihkan 1 liter air mendekati nilai efisiensi tungku sekam untuk mendidihkan 6 liter air (Maulana, 2009).


(53)

25

 

Gambar 9. Grafik Efisiensi Energi Tungku Sekam

Panas pembakaran sekam dapat mencapai 3300 Kkal dan bulk density 0,100 g/ml serta konduktivitas panas 0,068 Kkal (Irzaman et al, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kompor sekam cukup prospektif untuk digunakan pada skala rumah tangga petani / pedesaan ataupun industri.

4.3. Kompor Bahan Bakar Minyak dan Air dengan Metode Kavitasi

Dalam pembakaran bahan bakar atau limbah dimana komponen utamanya terdiri dari karbon dan hidrogen, pelepasan panas yang terjadi ditunjukan oleh reaksi berikut:

C + O2 CO2 + Energi ... (14)

2H2 + O2 2H2O + Energi ... (15)

Dari reaksi di atas terlihat bahwa produk utama dari pembakaran bahan bakar adalah CO2, H2O dan energi (Panas) (Maulana, 2009).

Kompor bahan bakar minyak-air dengan metode kavitasi dapat dijadikan sebagai salah satu energi alternatif, metode ini dapat menghemat bahan bakar minyak karena ada penambahan air yang dicampur dengan minyak. Kompor dengan bahan bakar minyak-air dengan metode kavitasi mempunyai perbandingan maksimum antara minyak dan air adalah 240 ml : 460 ml atau 4 : 6, seperti pada gambar 10, kompor yang digunakan untuk memanaskan air sudah mati dalam waktu 18 menit dan suhu air hanya mencapai 72 oC. Hal ini menunjukan bahwa,

0 5 10 15 20 25

1 2 3

Efisiensi   En ergi   (%) Ulangan


(54)

minyak yang terlalu banyak dalam campuran minyak-air, tidak dapat teruraikan oleh gelombang ultrasonik yang dihasilkan oleh generator pembangkit gelombang, sehingga campuran minyak-air tersebut tidak dapat digunakan untuk bahan bakar karena pada perbandingan ini kompor kekurangan oksigen yang menyebabkan kompor mati..

Kompor dengan bahan bakar minyak-air dengan metode kavitasi mempunyai perbandingan minimum antara minyak dan air adalah 66 ml : 534 ml atau 1 : 8, seperti pada gambar 10 kompor yang digunakan untuk memanaskan air sudah mati pada waktu 20 menit dan suhu air hanya mencapai 75oC. Hal ini menunjukan bahwa, Jika campuran air terlalu banyak kompor akan kelebihan oksigen dan kompor kekurangan minyak tanah sebagai pemicu proses pembakaran sehingga kompor tidak akan menyala.

Pada Penelitian ini, kompor dengan bahan bakar minyak-air dengan metode kavitasi dibuat dengan perbandingan yang berbeda-beda untuk mengetahui perbandingan yang paling baik, dari hasil penelitian diperoleh perbandingan yang paling baik yaitu perbandingan minyak dan air (150 ml : 450 ml) karena dapat mendidihkan 1 liter air (95oC) dalam waktu 13 menit.

Gambar 10. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan Bakar Air-Minyak Untuk mendidihkan 1 liter air

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 5 10 15 20 25 30

Suhu   Air   ( oC)

Waktu (menit)

Minyak:Air (150:450)

Minyak:Air (120:480)

Minyak:Air (100:500)

Minyak:Air (240:360)


(55)

27

 

4.4. Kompor Bahan Bakar Minyak, Air dan Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi

Sekam padi memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai bahan bakar dalam memproduksi energi alternatif (Jain, 1995). Bagian yang dapat dijadikan sebagai energi alternatif adalah gas karbon hasil pembakaran sekam padi. Penggunaan gas karbon sebagai energi alternatif menjadi salah satu upaya untuk mengurangi jumlah karbon di udara karena gas karbon yang terlepas dalam jumlah yang berlebih memiliki dampak negatif bagi lingkungan dan menjadi salah satu penyebab untuk meningkatkan suhu bumi yang mengakibatkan pemanasan global, karena karbon yang terlepas ke udara secara berlebihan bersama gas-gas hasil pencemaran lain, gas karbon membentuk lapisan yang dapat menahan panas bumi keluar dari atmosfer sehingga menyebabkan suhu udara di bumisemakin panas.

Gas karbon hasil pembakaran sekam padi saat ini dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif dengan menggunakan metode kavitasi. Gas karbon yang dihasilkan tidak lagi dilepas ke alam sehingga dapat mengurangi pelepasan karbon ke udara yang dapat menyebabkan perubahan suhu bumi. Gas karbon hasil pembakaran sekam padi dialirkan pada kompor bahan bakar minyak-air hasil kavitasi oleh sonokimia. Dari data hasil penelitian diperoleh bahwa penambahan gas karbon dapat meningkatkan energi panas kompor sehinggga kompor yang sudah ditambahkan gas karbon dapat mendidihkan 1 liter air lebih cepat dibandingkan dengan kompor yang belum ditambahkan dengan gas karbon. Kompor dengan perbandingan minyak-air 150 ml : 450 ml (1 : 3) dan ditambahkan gas karbon dapat mendidihkan 1 liter air dalam waktu 11 menit, hal ini menunjukan bhwa penambahan gas karbon dapat mempercepat mendidihkan 1 liter air dibandingkan dengan kompor bahan minyak-air yang belum ditambahkan gas karbon. Pada kompor bahan minyak-air yang belum ditambahkan gas karbon untuk mendidihkan 1 liter air membutuhkan waktu 13 menit.


(56)

Gambar 11. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan Bakar Air-Minyak-Asap (Gas Karbon) Untuk mendidihkan 1 liter air

Gas karbon hasil pembakaran sekam padi yang dialirkan ke kompor hasil kavitasi dapat mempersingkat waktu pendidihan 1 liter air karena penambahan gas karbon pada kompor hasil kavitasi dapat menambah energy panas.

4.5. Kompor Bahan Bakar Bioetanol dan Air dengan Metode Kavitasi

Masalah yang berkenaan dengan energi nasional adalah adanya kecenderungan konsumsi energi fosil yang semakin besar, energi mix yang masih timpang, dan harga minyak dunia yang tidak menentu. Ketimpangan energi mix adalah terjadinya penggunaan salah satu jenis energi yang terlalu dominan, yaitu penggunaan minyak bumi sebesar 54,4% (Sugiono, 2008). Ketimpangan energi mix dan penggunaan energi yang masih boros mengakibatkan beban nasional semakin berat. Khusus untuk minyak tanah, subsidi pemerintah khusus masih mencapai sekitar 34,51 triliun rupiah. Oleh karena itu, perlu upaya-upaya lain, di antaranya adalah penggunaan bahan bakar nabati (BBN), untuk mengurangi subsidi, sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat bawah berupa pengganti minyak tanah. Bahan bakar nabati (BBN) adalah semua bahan bakar yang berasal

0 20 40 60 80 100 120

0 5 10 11 15 20

Suhu   Air   ( oC)

Waktu (menit)

Minyak:Air (150:450)

Minyak:Air (120:480)


(57)

29

 

dari minyak nabati, dan dapat berupa biodiesel, bioetanol, bio-oil (minyak nabati murni) (Prastowo, 2007).

Salah satu energi alternatif yang menjanjikan adalah bioetanol. Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi. Bioetanol dapat dibuat dari singkong. Singkong (Manihot utilissima) merupakan tanaman yang sangat populer di seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis. Di Indonesia, singkong memiliki arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang lain Selain itu kandungan pati dalam singkong yang tinggi sekitar 25-30% sangat cocok untuk pembuatan energi alternative (Prastowo, 2007). Dengan demikian, singkong adalah jenis umbi-umbian daerah tropis yang merupakan sumber energi paling murah sedunia dan dapat dioptimalkan untuk mengatasi krisis energi.

Bioetanol adalah etanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi. Etanol atau etil alkohol C

2H5OH berupa cairan

bening tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yg besar bila bocor. Etanol yang terbakar menghasilkan karbondioksida (CO

2) dan air (Rikana, 2006).

Etanol adalah bahan bakar beroktan tinggi dan dapat menggantikan timbal sebagai peningkat nilai oktan dalam bensin. Dengan mencampur ethanol dengan bensin, akan mengoksigenasi campuran bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih sempurna dan mengurangi emisi gas buang (seperti karbonmonoksida/CO) (Prastowo, 2007. Sugiono, 2008).

Kompor bahan bakar bioetanol-air dengan metode kavitasi dapat dijadikan sebagai salah satu energi alternatif, metode ini dapat menghemat bahan bakar bioetanol karena ada penambahan air yang dicampur dengan bioetanol. Kompor dengan bahan bakar bioetanol-air dengan metode kavitasi mempunyai perbandingan maksimum antara bioetanol dan air adalah 500 ml : 0 ml. karena gelombang ultrasonik yang dihasilkan oleh sonokimia dapat memecahkan larutan bioetanol tersebut menjadi droplet-droplet atau uap kering sehingga dapat digunakan langsung untuk bahan bakar.


(58)

Gambar 12. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan Bakar Air-Bioetanol Untuk mendidihkan 1 liter air

Kompor dengan bahan bakar bioetanol-air dengan metode kavitasi

mempunyai perbandingan minimum antara bioetanol dan air adalah 208 ml : 292 ml atau 2 : 3. Jika air terlalu banyak maka kompor mati, karena

oksigen terlalu banyak dan bioetanol sebagai pemicu dalam proses pembakaran kurang yang menyebabkan api tidak menyala.

Pada Penelitian ini, kompor dengan bahan bakar bioetanol-air dengan metode kavitasi dibuat dengan perbandingan yang berbeda-beda untuk mengetahui perbandingan yang paling baik, dari hasil penelitian diperoleh

perbandingan yang paling baik yaitu perbandingan bioetanol dan air (278 ml : 222 ml) karena dapat mendidihkan 1 liter air (95oC) dalam waktu 17 menit.

0 20 40 60 80 100 120

0 5 10 15 20 22 24

Suhu

 

Air

 

(oC)

Waktu (menit)

etanol:Air (333:167)

Etanol:Air (278:222)


(59)

31

 

4.6. Kompor Bahan Bakar Bioetanol, Air dan Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi

Gas karbon hasil pembakaran sekam padi dialirkan pada kompor bahan bakar bioetanol-air hasil kavitasi oleh sonokimia. Dari data hasil penelitian diperoleh bahwa penambahan gas karbon dapat meningkatkan energi panas kompor sehinggga kompor yang sudah ditambahkan gas karbon dapat mendidihkan 1 liter air lebih cepat dibandingkan dengan kompor yang belum ditambahkan dengan gas karbon. Kompor dengan perbandingan bioetanol -air 278 ml : 222 ml (1 : 1) dan ditambahkan gas karbon dapat mendidihkan 1 liter air (97 oC) dalam waktu 14 menit, hal ini menunjukan bahwa penambahan gas karbon dapat mempercepat mendidihkan 1 liter air dibandingkan dengan kompor bahan minyak-air yang belum ditambahkan gas karbon. Pada kompor bahan bioetanol -air yang belum ditambahkan gas karbon untuk mendidihkan 1 liter air (95 oC) membutuhkan waktu 17 menit, seperti ditunjukan pada gambar 13.

Gambar 13. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan Bakar Air-Bioetanol-Asap (Gas Karbon) Untuk mendidihkan 1 liter air 0 20 40 60 80 100 120

0 5 10 12 13 14 15

Suhu   Air   ( oC)

Waktu (menit)

Etanol:Air (389:111)

Etanol:Air (278:222)


(60)

Gas karbon hasil pembakaran sekam padi yang dialirkan ke kompor hasil kavitasi dapat mempersingkat waktu pendidihan 1 liter air karena penambahan gas karbon pada kompor hasil kavitasi dapat menambah energi panas.

4.7. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dan Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi

Penggunaan generator pembangkit gelombang menghasilkan getaran ultrasonik yang berguna untuk mengubah campuran air dan minyak menghasilkan uap kering. Sehingga uap kering hasil kavitasi dapat digunakan sebagai bahan bakar. Hasil proses tersebut dapat digunakan untuk mendidihkan air sebanyak 1 liter dengan efisiensi energi antara 11.49% - 18.16%, sedangkan Kompor dengan bahan bakar bioetanol-air dengan metode kavitasi dapat digunakan untuk mendidihkan 1 liter air dengan efisiensi energi antara 13.25% - 17.50%.

Gambar 14. Grafik Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Gambar 15. Grafik Waktu Pada Kompor Bahan Bakar Minyak-Air Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

0 5 10 15 20

150:450 120:480 100:500

Efisiensi   En ergi   (%)

Minyak:Air (ml)

Sebelum dialirkan 

karbon

Setelah dialirkan karbon

0 10 20 30 40

150:450 120:480 100:500

Waktu

 

(menit)

Minyak:Air (ml)

Sebelum dialirkan karbon


(61)

33

 

Gambar 16. Grafik Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Gambar 17. Waktu Mendidihkan Air Pada Kompor Bahan Bakar Etanol-Air dengan Metode Kavitasi

Karbon hasil pembakaran kompor sekam dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif dengan bantuan alat sonokimia. Penggunaan sonokimia menghasilkan getaran ultrasonic yang berguna untuk mengubah campuran air dan minyak menghasilkan uap kering. Setelah itu, gas karbon (asap) yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi dialirkan pada hasil kavitasi campuran minyak dan air. Hasil proses tersebut dapat digunakan untuk mendidihkan air sebanyak 1 liter dengan efisiensi energy antara 11.36% - 17.28%.

0 5 10 15 20

389 : 111 333 : 167 278 : 222 208 : 292

Efisiensi   En ergi   (%)

Bioetanol:Air (ml)

Sebelum dialirkan karbon

setelah dialirkan karbon

0 5 10 15 20 25

389 : 111 333 : 167 278 : 222 208 : 292

Waktu

 

(menit)

Bioetanol:Air (ml)

Sebelum dialirkan karbon


(62)

Kompor dengan bahan bakar bioetanol-air-asap (gas karbon) dengan metode kavitasi dapat digunakan untuk mendidihkan 1 liter air dengan efisiensi energi antara 13.34% - 17.50%.

Hal ini menunjukan bahwa penggunaan gas karbon dari hasil pembakaran sekam padi dapat mengefisienkan penggunaan bioetanol dan minyak yang cukup besar dengan panas yang relatif tinggi.


(63)

35

 

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Salah satu energi alternatif yang memiliki potensi besar adalah dengan memanfaatkan gas karbon hasil pembakaran tungku sekam padi. Dari hasil penelitan yang sudah dilakukan, Karbon dapat meningkatkan energi panas karena dengan penambahan karbon sebagai bahan bakar akan menghasilkan energi yang lebih banyak. Pemanfaatan asap (gas karbon) dengan metode kavitasi dari hasil pembakaran sekam padi untuk pengembangan kompor dengan bahan bakar campuran air-minyak tanah/bioetanol mudah diterapkan dalam kegiatan rumah tangga dan industri. Campuran air-minyak-gas karbon (asap) menghasilkan efisiensi energi antara 11,36% sampai 18,16%. Campuran air-bioetanol-gas karbon (asap) menghasilkan efisiensi energi antara 13,25% sampai 17,50%. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan gas karbon dari hasil pembakaran sekam padi dapat mengefisienkan penggunaan minyak tanah/bioetanol yang cukup besar dengan panas yang relatif tinggi.

Dengan peralatan sederhana dan bahan baku yang cukup murah diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dan diharapkan di masa depan tidak hanya karbon hasil pembakaran sekam padi yang dapat dijadikan energi alternatif tetapi juga jenis karbon dari hasil pembakaran apapun dapat dijadikan bahan baku. Sehingga selain menghasilkan energi alternatif tetapi juga dapat melestarikan lingkungan.

5.2. Saran

Bila penelitan ini akan dilanjutkan disarankan:

1. Menggunakan Bahan bakar selain minyak tanah dan bioetanol. 2. Asap (Gas karbon) yang berbeda tidak hanya dari tungku sekam.


(64)

(65)

37

 

DAFTAR PUSTAKA

Albino D O. 2006 Emissions from multiple-spouted and spout-fluid fluidized beds using rice husks as fuel. School of Engineering and Architecture, Mindanao Polytechnic State College, Cagayan de Oro City 9000, Philippines

Alipi A, Cataldo F, Galbato A. 1992. Ultrasound cavitation in sonochemistry: decomposition of carbon tetrachloride in aqueous solutions of potassium iodide.Ultrasonic Vol 30 No 3.

Armestoa L, Bahilloa A, Veijonenb K, Cabanillasa A, Oteroa J. 2002. Combustion behaviour of rice husk in a bubbling uidised bed. Elsevier Science Ltd. All rights reserved

Arrojo S, Benitto Y. 2008. A theoretical study of hydrodynamic cavitation. Ultrasonics Sonochemistry 15, 203-211.

Cheeke J D N. 2002. Fundamental and applications of Ultrasonic waves. CRC PRESS

Gogate Parag R. 2002. Cavitation: an auxiliary technique in wastewater treatment schemes. Elsevier Science Ltd. All rights reserved.

Gultom O. 2000. Pengkajian Recovery Energi Hasil Proses Insenerator untuk pemnasan udara Pembakaran. Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif.

(IEO)International Energy Outlook. 2010. World Energy Demand and Economic Outlook.

Irzaman, Darmasetiawan H, Alatas H, Irmansyah, Husni A D, Indro M N. 2008.

Workshop on Renewable Energy Technology Applicaitons to Support E3i Village, 22 – 24 July 2008, Jakarta Indonesia

Irzaman, Darmasetiawan H, Alatas H, Irmansyah, Husni A D, Indro M N, Herdhienata H, Abdullah K, Mandang T, Tojo S. 2009. Optimization of Thermal Efficiency of Cooking Stove withRice-Husk Fuel in Supporting the Proliferation of Alternative Energy in Indonesia

Jain A, Rajeswara Rao T, Sambi S and Grover P D. 1995. Energy and Chemical From Rice Husk. Chemical Enginering Dept, Indian Institut of Technology, Hauz Khas, New Delhi 110 016, India

(KNRT) Kementerian Negara Ristek 2006. Buku Putih Penelitian,

Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025, Jakarta.


(66)

Liherlinah, Muhammad Sanny, Ahmad Rifki Marully, Mikrajuddin Abdullah dan

Khairurrijal. 2008. Desain Prototipe Reaktor Steam Reforming

Menggunakan Ultrasonik Nebulizer. Laboratorium Sintesis dan Fungsionalisasi Nanomaterial KK Fisika Material Elektronik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

(LPPM) Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB. 2009. Tungku Sekam “HEMAT” (Hemat Energi Murah Amat Terjangkau). LPPM IPB dan Departemen Fisika IPB.

Mason T J and Lorimer P J. 2002. Applied Sonochemistry.Uses of Ultrasound in Chemistry and Prosesing. Copyright@2002 Wiley-VCH Verlag Gmbh & Co.KGaA.

Maulana R. 2009. Optimasi Efisiensi Tungku Sekam dengan Variasi Lubang Utama pada Badan Kompor. Departemen Fisika. Institit Pertanian Bogor Prastowo B. 2007. Bahan Bakar Nabati Asal Tanaman Perkebunan Sebagai

Alternatif Pengganti Minyak Tanah Untuk Rumah Tangga. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesian Center for Estate Crops Research and Development.

Rikana H, Adam R, Sumarno. 2006. Pembuatan Bioethanol Dari Singkong Secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Shinogi Y, Yoshida H, Koizumi T, Yamaoka M, Saito T. 2002 Basic

characteristics of low temperature carbon products from waste sludge. Elsevier Science Ltd. All rights reserved

Sugiono A. 2008. Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Mengurangi Dampak Pemanasan Global. Peneliti Bidang Perencaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Tambun H. 2009. Analisis Pengaruh Temperatur Reaksi dan Konsentrasi Katalis KOH Dalam Media Etanol Terhadap Perubahan Karakteristik Fisika Biodisel Minyak Kelapa.Unuversitas Sumatra Utara.

Wang M, Saricks C, May Wu. 1997. Fuel-Cycle Fosil Energy Use and

Greenhouse Gas Emissions of Fuel Ethanol Produced from U.S. Midwest Corn. Center for Transportation Research Argone National Laboratory.

Zahro C F. 2003. Penyulingan, Pemrosesan dan Penggunaan Minyak Bumi. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatra Utara.


(67)

(68)

(69)

40   

Lampiran 1. Kompor Bahan Bakar Campuran Air-Minyak/Bioetanol-Asap (Gas Karbon)

Gambar 18. Generator Pembangkit Gelombang Ultrasonik

Gambar 19. Proses Perubahan Air Menjadi Uap Kering Oleh Generator Pembangkit Gelombang Ultrasonik


(70)

   

Lampiran 2. Penggunaan Tungku Sekam Untuk Mendidhkan 1 Liter Air

Tebel 7. Penggunaan Tungku Sekam Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Tebel 8. Penggunaan Tungku Sekam Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Tebel 9. Efisiensi Energi Tungku Sekam Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Massa Sekam

(kg) Wadah (0C) Air (0C) Kompor (0C)

Waktu (menit)

0.1 106 68 454 3

104 74 432 5

129 90 436 7

116 96 451 9

108 96 371 10

Massa Sekam

(kg) Wadah (0C)

Air

(0C) Kompor (0C)

Waktu (menit)

0.1 122 70 454 3

122 85 432 5

127 90 436 6

110 97 451 7

113 95 371 9

Ulangan

Air (0C)

Efisiensi Energi (%)

Waktu (menit)

1 98 14.34 13

2 96 20.91 9


(71)

42   

Lampiran 3. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan

Tabel 10. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Tabel 11. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Minyak/air (ml) Wadah (0C) Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

240 : 360 58 54 244 5

71 63 210 10 71 70 169 15 70 71 76 18 mati 18

Minyak/air (ml) Wadah (0C) Air (0C) Kompor (0C)

Waktu (menit)

150 : 450 75 66 205 5

103 86 277 10 104 95 264 13 111 94 288 15


(72)

   

Tabel 12. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Tabel 13. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Minyak/air (ml) Wadah (0C) Air (0C) Kompor (0C)

Waktu (menit)

120 : 480 87 57 261 5

95 71 239 10 85 81 230 15 92 77 239 20 97 89 254 25

103 94 310 28

97 94 274 30

Minyak/air (ml) Wadah (0C) Air (0C) Kompor (0C)

Waktu (menit)

100 : 500 67 60 231 5

80 71 249 10 100 81 251 15 104 92 246 20 97 95 219 23


(73)

44   

Tabel 14. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Minyak/air (ml) Wadah (0C) Air (0C) Kompor (0C)

Waktu (menit)

66 : 534 66 58 308 5

85 62 322 10 98 71 303 15 80 75 155 20 mati 20


(74)

   

Lampiran 4. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan

Tabel 15. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Tabel 16. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Minyak/air (ml) Wadah (0C) Air (0C) Kompor (0C)

Waktu (menit)

150 : 450 102 65 205 5

200 86 277 10 122 95 264 11 194 98 288 15 118 98 308 20

Minyak/air (ml) Wadah (0C) Air (0C) Kompor (0C)

Waktu (menit)

120 : 480 148 61 195 5

119 77 226 10 96 85 266 12 107 99 271 15 108 99 279 17 89 95 271 20


(75)

46   

Tabel 17. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Minyak/air (ml) Wadah (0C) Air (0C) Kompor (0C)

Waktu (menit)

100 : 500 73 70 181 5

87 83 259 10 119 97 219 13 165 98 253 15 102 96 332 17


(76)

   

Lampiran 5. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan

Tabel 18. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Tabel 19. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

333 : 167 43 43 158 5

62 58 190 10

78 72 214 15

81 95 231 20

91 96 236 22

95 96 250 23

131 96 260 23

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

278 : 222 50 49 245 5

82 68 273 10

96 86 296 15

102 94 312 16

101 95 311 17

132 96 301 18

101 96 300 19


(77)

48   

Tabel 20. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

222 : 278 66 45 160 5

67 58 198 10

77 67 156 15

76 72 157 20


(78)

   

Lampiran 6. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan

Tabel 21. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Tabel 22. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

278 : 222 77 56 208 5

92 78 277 10

102 82 251 11.5

105 93 222 13

105 97 222 14

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

333 : 167 69 55 249 5

110 78 255 10

157 97 282 12.4

167 97 267 13


(79)

50   

Tabel 23. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

389 : 111 65 60 149 5

81 79 277 10

99 82 190 12

110 88 173 13

117 95 196 14


(80)

   

Lampiran 7. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan

Tabel. 24. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Tabel. 25. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Minyak/air (ml)

Air (0C)

Efisiensi Energi (%)

Waktu (menit)

150:450 95 18.16 13

120:480 94 11.49 30

100:500 95 12.56 23

Minyak/air (ml)

Air (0C)

Efisiensi Energi (%)

Waktu (menit)

150:450 95 11.36 11

120:480 99 17.28 15


(81)

52   

Lampiran 8. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan

Tabel. 25. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Tabel. 26. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Bioetanol/air (ml)

Air (0C)

Efisiensi Energi (%)

Waktu (menit)

333 : 167 96 13.15 22

278 : 222 96 13.69 18

208 : 292 72 17.50 20

Bioetanol/air (ml)

Air (0C)

Efisiensi Energi (%)

Waktu (menit)

389 : 111 96 14.12 15

333 : 167 97 13.34 12.4


(82)

Stove by Mixed Fosil Fuel/Bio Fuel and Water with Cavitation Method. Under direction of IRZAMAN and PUDJI UNTORO.

The world's population continuously grows at a quarter million people per day. This fast growing population has raised the world energy consumption up to 474x1018 J per year with 80 to 90 percent derived from the combustion of fossil fuels. It is estimated that the fossil energy will be lasted in 42 years. Rice husk is an alternative of non-fossil energy that may be utilized in traditional way of cooking (burning it in a traditional stove). One of the renewable energy has great potential to overcome the energy crisis was utilization of rice husk to husk stove. However, the utilization of rice husks to generate carbon gas stove that quite a lot. Excessive concentration of carbon in the air is not a good for the environment, because the excees carbon released into the air can make climate change will complicate things even further. So, we need a new alternative to utilize carbon gases from burning the husk. The purpose of the utilization of carbon gases from burning rice husk is to create alternative energy that can reduce the release of carbon into the air as part of efforts to reduce global warming impact method used in the manufacture of alternative energy is the method by cavitation. In order to reduce the gas pollution the gas may be mixed with kerosene and water using sonochemical technique to produce dry steam, so the dry steam from cavitation process can be used as fuel. The process result can be done to boil 1 liter water with energy efficiency between 11.44% - 18.16%. The stove with fuel of water-bio ethanol using cavitation method can be used to boil 1 liter water with energy efficiency between 13.25% - 17.50%. Carbon flown on stove interfered toward energy efficiency and can accelerate boiling time of 1 liter water.


(83)

1

 

1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk yang terus meningkat di Indonesia menyebabkan pertambahan konsumsi energi di segala sektor kehidupan seperti transportasi, listrik, dan industri. Hal ini mengingat pemakaian energi per kapita masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Konsumsi per kapita pada saat ini sekitar 3 SBM (setara barel minyak) yang setara dengan kurang lebih sepertiga konsumsi per kapita rerata negara ASEAN. Pertumbuhan populasi dunia diperkirakan dapat menyebabkan krisis energi di tahun 2030. Konsumsi energi dunia meningkat sebesar 49 persen atau 1.4 persen per tahun dari 495 x 1015 Btu di tahun 2007 menjadi 739 x 1015 Btu di tahun 2035 (IEO, 2010). Di Indonesia diperkirakan kebutuhan energi nasional akan meningkat dari 674 juta SBM tahun 2002 menjadi 1680 juta SBM pada tahun 2020, meningkat sekitar 2,5 kali lipat atau naik dengan laju pertumbuhan rerata tahunan sebesar 5,2% (KNRT, 2006). Sedangkan cadangan energi nasional semakin menipis apabila tidak ditemukan cadangan energi baru. Sehingga perlu dilakukan berbagai terobosan untuk mencegah terjadinya krisis energi.

Untuk mengantisipasi hal tersebut Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan

blueprint pengelolaan energi nasional tahun 2005-2025. Penyusunan Kebijakan Energi Nasional dimulai dengan dituangkannya dokumen Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE). KUBE yang telah dirumuskan oleh Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) mulai tahun 1981 hingga yang terakhir tahun 1998 terdiri dari lima prinsip pokok, yaitu : diversifikasi energi, intensifikasi energi, konservasi energi, mekanisme pasar dan kebijakan lingkungan. Kemudian dilanjutkan dengan Kebijakan Energi Nasional tahun 2003 dengan kebijakan utama meliputi intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi energi.

Kebijakan energi ini khususnya ditekankan pada usaha untuk menurunkan ketergantungan penggunaan energi hanya pada minyak bumi. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional dirumuskan bahwa perlu adanya peningkatan pemanfaatan sumber


(84)

energi baru dan sumber energi terbarukan. Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari satu pada tahun 2025 dan terwujudnya energy mix yang optimal meliputi penggunaan minyak bumi menjadi kurang dari 20%. Termasuk di dalamnya adalah energi baru dan terbarukan (termasuk biomassa) menjadi lebih dari 5%.

Salah satu energi yang terbarukan yang mempunyai potensi besar di Indonesia adalah pemanfaatan sekam padi untuk kompor sekam. Kisaran industri padi di Indonesia dapat memproses lebih dari 40 juta ton padi menjadi beras dengan rendemen 60% - 80% (Irzaman et al, 2008).

Budidaya padi menghasilkan tiga produk yaitu jerami padi, vegetatif residu setelah panen, dan sekam padi/beras dedak setelah penggilingan padi. Berdasarkan produksi tahunan gabah 2,2 juta ton, output sekam padi adalah 0.44 juta ton di Malaysia dan potensi bimassa sekam padi di Indonesia adalah 14,3 juta ton (Irzaman et al, 2008). Residu sekam memiliki berbagai aplikasi diantaranya sebagai pupuk, sumber energi, abu sekam (silika), semen dan keramik manufaktur dan sebagai filler di lignoselulosa komposit serat termoplastik. Silika (20% dari abu) hadir dalam epidermis luar sel-sel yang tebal. Dengan meningkatnya biaya telah mendorong upaya untuk mengembangkan teknologi yang efisien tidak hanya potensi penuh sekam padi sebagai bahan bakar untuk produksi energi, tetapi juga sebagai sumber seperti amorphous silika, silika karbon campuran, kalium silikat dan karbon aktif (Jain, 1995).

Karbon atau zat arang merupakan salah satu unsur yang berbentuk padat, cair, maupun gas yang terdapat di dalam perut bumi, di dalam batang pohon, ataupun di udara (atmosfir). Sumber terciptanya karbon yang berada di udara dapat berasal dari pembakaran minyak dan gas dari kendaraan, industri, pembakaran hutan, asap yang keluar dari letusan gunung berapi, kayu yang dibakar, ataupun proses pelapukan tumbuh-tumbuhan.

Konsentrasi karbon yang berlebihan di udara bukanlah merupakan suatu hal yang baik bagi kondisi lingkungan, karena karbon yang terlepas ke udara secara berlebihan dapat mengakibatkan peningkatan suhu bumi atau pemanasan global (global warming). Bersama gas-gas hasil pencemaran lain, gas karbon membentuk


(85)

3

 

lapisan yang dapat menahan panas bumi keluar dari atmosfer sehingga menyebabkan suhu udara di bumi semakin panas (Sugiono, 2008).

Gelombang ultrasonik merupakan gelombang suara yang berada pada wilayah di atas wilayah pendengaran manusia, frekuensi di atas 20 kHz. Sedangkan batas atas dari frekuensi ultrasonik tidak terdefinisikan dengan baik, namun biasa digunakan batas frekuensi 5 MHz untuk gas dan batas frekuensi 500 MHz untuk zat cair dan zat padat (Cheeke, 2002).

Dengan pemanfaatan gelombang ultrasonic teknik-teknik baru selalu ditambahkan untuk pengolahan air salah satunya melalui teknik kavitasi untuk aplikasi pengolahan air (Gogate, 2002). Kavitasi didefinisikan sebagai pembentukan suatu gelembung dalam zat cair, yang diakibatkan karena perubahan tekanan. Pada awal pembentukannya akan mengalami pertumbuhan hingga mencapai ukuran maksimum yang kemudian akan diikuti oleh keruntuhan ukuran gelembung secara drastis, siklus refraksi-kompresi ini akan berlangsung secara berulang bergantung kondisi dari cairan yang digunakan. Namun, secara umum kavitasi yang muncul dalam cairan hanya mengalami satu atau dua kali siklus sebelum akhirnya gelembung tersebut terpecah menjadi gelembung-gelembung kecil lainnya.

Dengan metode kavitasi ini, pemanfaatan asap (gas karbon) dari tungku sekam merupakan salah satu upaya pencarian energi alternatif, dalam penelitian ini akan dikembangkan metode baru untuk pemanfaatan karbon yang dihasilkan dari tungku sekam sebagai salah satu energi alternatif yang ramah lingkungan, dan sebagai upaya mengurangi pemanasan global.

1.2 Tujuan

Menciptakan energi alternatif baru dengan bahan campuran minyak/bioetanol, air dan asap (gas karbon) dari pembuangan kompor sekam.


(86)

1.3 Objek Penelitian

Penggunaan generator pembangkit yang menghasilkan getaran ultrasonik pada air dan minyak/bioetanol menghasilkan uap kering. Setelah itu, gas karbon (asap) dari tungku sekam dialirkan pada hasil kavitasi campuran air dan minyak/bioetanol. Akibat pecahnya kavitasi akan timbul uap kering dengan molekulnya sangat kecil yang akan bercampur dengan asap (gas) karbon yang dapat digunakan untuk bahan bakar.


(1)

   

Lampiran 5. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan

Tabel 18. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Tabel 19. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

333 : 167 43 43 158 5

62 58 190 10

78 72 214 15

81 95 231 20

91 96 236 22

95 96 250 23

131 96 260 23

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

278 : 222 50 49 245 5

82 68 273 10

96 86 296 15

102 94 312 16

101 95 311 17

132 96 301 18

101 96 300 19


(2)

Tabel 20. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

222 : 278 66 45 160 5

67 58 198 10

77 67 156 15

76 72 157 20


(3)

   

Lampiran 6. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan

Tabel 21. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Tabel 22. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

278 : 222 77 56 208 5

92 78 277 10

102 82 251 11.5

105 93 222 13

105 97 222 14

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

333 : 167 69 55 249 5

110 78 255 10

157 97 282 12.4

167 97 267 13


(4)

Tabel 23. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air

Bioetanol(90%)/ air (ml)

Wadah (0C)

Air (0C)

Kompor (0C)

Waktu (menit)

389 : 111 65 60 149 5

81 79 277 10

99 82 190 12

110 88 173 13

117 95 196 14


(5)

   

Lampiran 7. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan

Tabel. 24. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Tabel. 25. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Minyak/air (ml)

Air (0C)

Efisiensi Energi (%)

Waktu (menit)

150:450 95 18.16 13

120:480 94 11.49 30

100:500 95 12.56 23

Minyak/air (ml)

Air (0C)

Efisiensi Energi (%)

Waktu (menit)

150:450 95 11.36 11

120:480 99 17.28 15


(6)

Lampiran 8. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan

Tabel. 25. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Tabel. 26. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air

Bioetanol/air (ml)

Air (0C)

Efisiensi Energi (%)

Waktu (menit) 333 : 167 96 13.15 22 278 : 222 96 13.69 18 208 : 292 72 17.50 20

Bioetanol/air (ml)

Air (0C)

Efisiensi Energi (%)

Waktu (menit) 389 : 111 96 14.12 15 333 : 167 97 13.34 12.4 278 : 222 97 17.50 14