2.2.4. Faktor Resiko Braunwald membagi faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok
besar yaitu faktor risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis. Faktor risiko yang sudah kita kenal
antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi.
Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, homocystein dan Lipoproteina Ridker dan Libby, 2007.
Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan
antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik Santoso dan Stiawan,
2005. Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi
lemak jenuh, kolesterol, dan kalori Santoso, 2005. SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun
begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun
untuk mendefenisikan “pasien usia muda” dengan penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda
Wiliam et al, 2007.
2.3. Kolesterol dan Sindrom Koroner Akut
Hiperkolesterolemi adalah peninggian kadar kolesterol di dalam darah. Kadar kolesterol darah yang tinggi merupakan problema yang serius karena
merupakan salah satu faktor risiko yang paling utama untuk terjadinya penyakit jantung koroner di samping faktor lainnya yaitu tekanan darah tinggi dan merokok
Universitas Sumatera Utara
Ganong, 2002. Karena kadar kolesterol yang tinggi dapat mengganggu kesehatan bahkan
mengancam kehidupan manusia maka perlu kiranya dilakukan penanggulangan untuk menurunkan kadar kolesterol darah. Salah satu usaha yang paling baik
adalah menjaga agar makanan yang kita makan sehari-hari rendah kolesterol Anwar, 2004.
2.3.1. Hubungan Peningkatan Kadar Kolesterol dengan SKA Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan
dinding pembuluh darah arteri, sehingga lubang dari pembuluh darah tersebut menyempit, proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini
akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran darah pada pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi oksigen O
2
ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya O
2
ini akan menyebabkan fungsi otot jantung menjadi berkurang. Kurangnya O
2
ini akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian Anwar, 2004.
Pada setiap saat, kecukupan aliran darah koroner adalah relatif terhadap kebutuhan O
2.
Namun, pada penyakit arteri koroner aliran darah koroner mungkin tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan O
2
. Kecepatan aliran darah koroner tertentu mungkin adekuat pada keadaan istirahar, tetapi menjadi tidak menjadi
adekuat pada peningkatan aktivitas fisik atau stress Sherwood,2001. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan risiko
terjadinya ateroslerosis akan meningkat bila kadar kolesterol darah meninggi. Telah dibuktikan pula bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol darah seperti
juga halnya menurunkan tekanan darah tinggi dan menghindarkan rokok dapat mengurangi risiko tersebut. Faktor risiko lainnya di samping kadar kolesterol
darah yang tinggi, tekanan darah tinggi dan merokok adalah adanya riwayat PJK dalam keluarga pada umur 55 tahun, penyakit gula, penyakit pembuluh darah,
kegemukan dan jenis kelamin laki-laki Anwar, 2004. Meskipun peningkatan kadar kolesterol plasma diyakini merupakan faktor
utama yang mendorong aterosklerosis, kini diakui bahwa trigliserol juga
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu faktor resiko yang berdiri sendiri Botham, 2012.
2.3.2. Interpretasi Hasil Laboratorium Pemeriksaan Kolesterol Berhubungan dengan SKA
Kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh masuknya makanan ke dalam tubuh diet. Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol
darah di samping diet adalah keturunan umur dan jenis kelamin stress, alkohol dan exercise. Beberapa parameter yang dapat dipakai untuk mengetahui adanya
risiko SKA dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah :
1. Kolesterol Total Kadar kolesterol total darah yang sebaiknya adalah 200mgdl, bila 200
mgdl berarti risiko meningkat. Bila kadar kolesterol darah berkisar antara 200- 239 mgdl, tetapi tidak ada faktor risiko lainnya, maka biasanya tidak perlu
penanggulangan yang serius. Akan tetapi bila dengan kadar tersebut didapatkan 2 faktor risiko lainnya, maka perlu pengobatan yang intensif seperti halnya
penderita dengan kadar kolesterol yang tinggi atau 240 mgdl Anwar, 2004. Perubahan asupan asam-asam lemak dri makanan dapat mengubah kadar
kolesterol darah total dengan mempengaruhi satu atau lebih mekanisme yang melibatkan keseimbangan kolesterol. Kadar kolesterol darah cenderung
meningkat oleh ingesti asam-asam lemak jenuh yang terutam terdapat di lemak hewan dan minyak tumbuhan tropis. Asam-asam lemak ini merangsang sintesis
kolesterol dan menghambat perubahannya menjadi garam-garam empedu Sherwood, 2001.
2. LDL Kolesterol LDL Low Density Lipoprotein kolesterol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat buruk atau merugikan bad cholesterol, karena kadar LDL kolesterol yang meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah.
Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai petunjuk untuk mengetahui risiko SKA
Universitas Sumatera Utara
daripada kadar kolesterol total saja. Kadar LDL kolesterol 130 mgdl akan meningkatkan risiko. Kadar LDL kolesterol yang tinggi ini dapat diturunkan
dengan diet Anwar, 2004. Bukti yang mengisyaratkan bahwa kecenderungan mengalami aterosklerosis
secara bermakna meningkat jika kadar LDL meningkat. Pada salah satu penyakit herediter, para pengidapnya tidak memiliki gen untuk membentuik protein
reseptor LDL. Karena sel-sel mereka tdiak dapat menyerap LDL dari darah. Konsentrasi lipoprotein yang banyak mengandung kolesterol ini sangat meningkat
Sherwood, 2001.
3. HDL Kolesterol HDL High Density Lipoprotein kolesterol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat baik atau menguntungkan good cholesterol, karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk dibuang sehingga mencegah
penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar resiko
Wardani, 2011. Juga terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dengan penyakit
jantung koroner sehungga rasio kolesterol LDL : HDL merupakan parameter prediktif yang penting Botham, 2009. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan
dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok Anwar, 2004.
Beberapa faktor yang diketahui untuk menurunkan kadar aterosklerosis dapat dikaitakan dengan kadar HDL. Sebagai contoh, merokok menurunkan kadar
HDL, dan kadar HDL lebih tinggi pada individu yang berolahraga secara teratur. Selain itu wanita pramenopause, yang insidens penyakit jantung aterosklerotiknya
lebih rendah daripada pria berusia setara, memiliki konsentrasi HDl yang lebih tinggi, mungkin karena pengaruh hormon seks wanita, estrogen. Setelah produksi
estrogen berhenti saat menopause, insiden penyakit jantung pada wanita setara dengan insiden pada pria Sherwood, 2001.
Universitas Sumatera Utara
4. Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya 4,6 pada laki-laki dan
4,0 pada perempuan. Makin tinggi rasio kolesterol total: HDL kolesterol, makin meningkat resiko Ismantri, 2009.
Pada beberapa orang dengan kadar kolesterol total yang normal, dapat menderita SKA juga jika ternyata didapatkan rasio kolesterol total: HDL
kolesterol yg meninggi. Sebagai contoh penderita dengan kolesterol total 140-185 mgdl, HDL kolesterol 20-22 mgdl, maka rasio kolesterol total: HDL kolesterol
7. Jadi tidak hanya kadar kolesterol total yang meninggi saja yang berbahaya, akan tetapi rasio kolesterol total: HDL kolesterol yang meninggi juga merupakan
faktor risiko Anwar, 2004. Pada kenyataannya prediktor yang lebih akurat untuk resiko timbulnya arterosklerosis adalah rasio kolesterol HDL kolesterol total
darah. Semakin tinggi konsentrasi kolesterol HDL dalam kaitannya dengan kadar kolesterol darah total, semakin kecil resiko Sherwood, 2001.
5. Kadar Trigliserida Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan
berbagai organ dalam tubuh. Dari sudut ilmu kimia trigliserida merupakan substansi yang terdiri dari gliserol yang mengikat gugus asam lemak. Trigliserida
dalam tubuh digunakan untuk menyediakan energi berbagai proses metabolisme. Fungsi lipid ini mempunyai peranan yang hampir sama dengan karbohidrat yaitu
memberi energi untuk tubuh Guyton dan Hall, 2007. Trigliserid merupakan lemak di dalam tubuh yang terdiri dari 3 jenis lemak
yaitu lemak jenuh, lemak tidak jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh ganda. Kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko. Kadar trigliserida perlu diperiksa
pada keadaan sebagai berikut yaitu bila kadar kolesterol total 200 mgdl, ada PJK, ada keluarga yang menderita PJK 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan
kadar trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM pankreas Anwar, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Profil lemak yang normal adalah sebagai berikut, kadar kolesterol darah dibawah 200 mgdl, kadar kolesterol LDL dibawah 150 mgdl, kadar kolesterol
HDL diatas 35 mgdl, dan kadar trigliserida dibawah 200 mgdl. Hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah rasio kolesterol LDL dan kolesterol HDL yang
kurang dari 3,5. Kadar kolesterol HDL yang rendah seringkali dijumpai bersamaan dengan kadar trigliserida yang tinggi Jika kadar kolesterol total kurang
dari 200 mgdl, maka seseorang dikatakan beresiko rendah terhadap penyakit jantung. Sementara total kolesterol antara 200-239 mgdl, maka dia beresiko
terserang penyakit jantung, dan jika total kolesterol lebih dari 240 mgdl, maka termasuk yang beresiko tinggi terhadap penyakit jantung. Kolesterol low density
lipoprotein cholesterol LDL yang merupakan kolesterol buruk harus diturunkan kadarnya dengan diet rendah kolesterol. Hal ini misalnya, mengurangi kuning
telur, jeroan, udang, dan goreng-gorengan. Sebaliknya kolesterol baik atau high density lipoprotein cholesterol HDL justru ditingkatkan kadarnya dengan cara
berolahraga, berhenti merokok, makan ikan laut, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPRASIONAL