hidup, pengindraan jarak jauh, dan lain lain dalam lingkup peraturan perundang-undangan dan kebiasaan internasional.
- Menyediakan jasa-jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau bentuk bentuk alternative penyelesaian sengketa lainnya,
seperti negoisasi, mediasi, konsiliasi, pemberian pendapat yang mengikat sesuai dengan peraturan prosedur Badan Arbitrase Nasional Indonesia
BANI atau prosedur lainnya yang disepakati oleh para pihak yang berkepentingan.
- Bertindak secara otonom dan independen dalam penegakan hukum dan keadilan.
- Menyelenggarakan pengkajian dan riset, serta program program pelatihanpendidikan mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa.
Selain itu Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI juga telah mengadakan kesepakatan kerjasama dengan berbagai lembaga di Negara-Negara, sebagai
berikut :
36
7. The Fundation for International commercial Arbitration dan Alternative Dispute Resolution SICA-FICA
1 The Japan Commercial Arbitration Associaton. 2. The Netherlands arbitration Institute.
3. The Korean Commercial arbitration Board. 4. Australian Centre for International Commercial Arbitration.
5. The Philippines Dispute Resolution Centre. 6. Hong Kong International arbitration Centre.
37
Sejak awal para pihak harus mempertimbangkan jenis sengketa yang diselesaikan melalui arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI.
Jika mereka ingin membatasi arbitrase hanya untuk sengketa kontrak maka mereka dapat membuat klausula arbitrase yang sempit. Hal ini dapat dicapai
dengan menggunakan frasa “semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini”. Dengan frasa singkat ini maka hanya sengketa yang berasal dari pelaksanaan
B. Lingkup Kegiatan Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI
36
Jimmy Joses sembiring, op. cit., halaman 100
37
http:www.bani-arb.orgbani_main_ind.html diakses pada tanggal 17 – 04 -2011 pukul 15.00
wib
Universitas Sumatera Utara
kontrak yang dapat diselesaikan untuk arbitrase tidak meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kontrakperjanjian.
38
38
Khotibul Uman, op. cit., halaman 94
Namun dalam garis besarnya lingkup kegiatan Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI adalah sebagai lembaga
yang menyelesaikan sengketa non litigasi yang terjadi diberbagai sektor perdagangan, industri dan keuangan. Dan juga alternatif penyelesaian sengketa
lainnya, antara lain dibidang-bidang korporasi, asuransi, lembaga keuangan, fabrikasi, hak kekayaan intelektual, lisensi, franchise, kontruksi,
pelayaranmaritime, lingkungan hidup, pengindraan jarak jauh, dan lain lain dalam lingkup peraturan perundang-undangan.
Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi bisnis secara tertulis sepakat membawa sengketa yang timbul diantara mereka sehubungan dengan
perjanjian atau transaksi bisnis yang bersangkutan ke arbitrase di hadapan Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI, atau menggunakan Peraturan Prosedur
Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI, maka sengketa tersebut diselesaikan dibawah penyelenggaraan Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI
berdasarkan Peraturan tersebut, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan khusus yang disepakati secara tertulis oleh para pihak, sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa dan kebijaksanaan Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI.Penyelesaian sengketa
secara damai melalui Arbitrase di Badan Arbitrase Nasional IndonesiaBANI dilandasi itikad baik para pihak dengan berlandasan tata cara kooperatif dan non-
konfrontatif.
Universitas Sumatera Utara
C. Tata Cara Pengangkatan Arbiter
Pada dasarnya siapa saja dapat menjadi arbiter asal mempunyai keahlian yang diharapkan untuk menyelesaikan sengketa yang sedang terjadi. Seorang arbiter
bisa seorang ahli hukum, bisa juga seorang yang ahli dibidang tertentu.
39
Dahulu seorang wanita dilarang menjadi seorang arbiter atau wasit dimana ini berdasarkan pada isi pasal 617 ayat 2 Rv, tetapi kini wanita tidak dilarang untuk
menjadi arbiter atau wasit asalkan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang. Sebagaimana ditegaskan pada pasal 12 Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 yang mengatur persyaratan arbiter.
40
Seorang hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya dilarang ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter. Hal ini dimaksudkan agar terjamin adanya
objektivitas dalam pemeriksaan serta pemberian putusan oleh arbiter atau majelis arbitrase.
a. cakap melakukan tindakan hukum. b. berumur paling rendah 35 tahun.
c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan
derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa. d. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan
arbitrase. e. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif dibidangnya paling sedikit
15 tahun.
41
39
Munir Fuady, op. cit., halaman 67
40
Rachmadi Usman, op. cit., halaman 33
41
Ibid.
Namun dalam ketentuan pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 menyebutkan bahwa dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan
mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis
arbitrase.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan ini menghindarkan terhadap kebuntuan apabila para pihak didalam syarat arbitrase tidak mengatur secara baik dan seksama tentang acara yang harus
ditempuh dalam pengangkatan arbiter. Dari penjalasan pasal tadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dari diberikannya wewenang kepada Pengadilan
Negeri untuk menunjuk arbiter adalah untuk mencegah agar tidak terjadinya kebuntuan dalam memecahkan persoalan dalam hal penunjukan arbiter.
42
Tata cara penunjukan arbiter yang ditentukan para pihak daalam perjanjian, merupakan cara yang paling baik dan efektif. Cara ini akan menghindari para
pihak dari perbedaan pendapat mengenai penunjukan arbiter maupun mengenai jumlah arbiter. Dengan cara ini, proses pengangkatan arbiter dan pembentukan
majelis arbiter akan lebih mulus, sehingga fungsi dan kewenangan pemeriksaan dan penyelesaian persengketaan, mungkin akan lebih cepat diselesaikan.
Terdapat beberapa cara pengangkatan arbiter yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999.
a. Penunjukan oleh para pihak Cara pertama, pengangkatan arbiter dilakukan berdasarkan penunjukan para
pihak, baik itu melalui akta compromise. Dalam perjanjian arbitrasenya, selain memuat ketentuan-ketentuan mengenai tata cara pengangkatan arbiter, para pihak
juga dapat menyepakati penunjukan arbiter beserta dengan sistemnya yang akan bertugas untuk menyelesaikan sengketa para pihak. Jumlah arbiternya bisa
seorang atau beberapa orang asalkan dalam jumlah ganjil.
43
Seandainya para pihak belum menentukan cara penunjukan arbiter, sebelum maupun sesudah sengketa terjadi, para pihak masih diberikan kesempatan untuk
memilih arbiter secara langsung. Cara seperti ini, disimpulkan dari bunyi Pasal 13
42
Jimmy Joses Sembiring, op. cit., halaman 69
43
Racmadi Usman, op. cit., halaman 35
Universitas Sumatera Utara
Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang menyatakan “dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter, Ketua
Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis arbitrase”. Dari bunyi pasal ini jelaslah bahwa undang-undang masih memberikan kesempatan kepada para pihak
untuk menentukan sendiri arbiternya, walaupun setelah sengketa terjadi. Kalau tidak tercapai kesepakatan mengenai siapa yang menjadi arbiter, maka para pihak
dapat meminta bantuan ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk arbiternya. Kelemahan cara ini bahwa para pihak sudah tidak kooperatif lagi, karena
sengketa sudah terjadi, sehingga kesepakatan kehendak dalam memilih arbiter sudah sulit dicapai.
b. Penunjukan oleh Hakim Cara lain pengangkatan arbiter dengan meminta bantuan Hakim atau Ketua
Pengadilan Negeri untuk menunjuk arbiter atau majelis arbitrase, jika para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam penunjukan arbiter. Cara pengangkatan arbiter
dengan penunjukan hakim atau ketua Pengadilan Negeri ini diatur dalam Pasal 13,14 Ayat 3, dan Pasal 15 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.
Dengan adanya cara ini, maka praktik akan terjadi jalan buntu dead lock dapat dihindari apabila para pihak di dalam syarat arbitrase mengatur secara baik dan
seksama tentang cara yang harus ditempuh dalam pengangkatan arbiter. Kewenangan Hakim atau Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk arbiter
atau membentuk majelis arbitrase tersebut didasarkan permohonan para pihak atau salah satu pihak dengan menjelaskan kegagalan para pihak dalam mencapai
kesepakatan mengenai pemilihanpenunjukan arbiter.
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan ini dibutuhkan oleh Hakim sebagai dasar untuk “mengintervensi” soal penunjukan arbiter yang merupakan kewenangan para pihak. Pengadilan
Negeri hanya akan berwenang mengintervensi penunjukan arbiter apabila para pihak terbukti gagal memilihmenunjukan arbiternya.
Didalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 ditentukan, dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter
atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter, ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk arbiter atau majelis arbitrase. Untuk arbitrase
ad hoc, yang ditentukan bagi setiap ketidaksepakatan dalam penunjukan seorang atau beberapa arbiter, maka para pihak dapat mengajukan permohonan kepada
ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk seorang arbiter atau lebih dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak. Dari bunyi pasal 13 ini, dijelaskan bahwa
pengadilan diberikan wewenang oleh undang-undang untuk mencapai kesepakatan mengenai pemilihan atau penunjukan arbiter atau majelis arbitrase
atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter. Itupun harus didahului dengan pengajuan permohonan oleh para pihak atau salah satu pihak
yang bersengketa. Disamping itu, Hakim atau Ketua Pengadilan Negeri dapat juga menunjuk para
arbiter mana kala dalam kontrak menentukan demikian atau para pihak tunduk kepada suatu Rule Of Arbitration dari lembaga arbitrase tertentu, dimana
peraturannya tersebut mensyaratkan penunjukan oleh hakim. c. Penunjukan oleh lembaga arbitrase
Sering juga ketentuan arbitrase dilembaga arbitrase tertentu menentukan jika para pihak tidak berhasil memilih arbiternya atau juga arbiter ketiga tidak berhasil
Universitas Sumatera Utara
dipilih, maka ketua atau pejabat lain dari lembaga arbitrase tertentu yang akan memilihnya. Kemungkinan jika para pihak dari semua dalam kontrak ataupun jika
setelah terjadinya sengketa meminta lembaga arbitrase tunggal.
Sweet dan Maxwell menyatakan dalam bukunya International Arbitration law review, apabila arbiter dipilih oleh lembaga arbitrase, maka dalam memilih
arbiternya sebaiknya beberapa hal berikut ini akan menjadi bahan pertimbangan, yaitu :
44
Dalam hal para pihak, memerlukan arbiter yang memilikisuatu keahlian khusus yangdiperlukan dalam memeriksa suatu perkara arbitrase yang diajukan ke
BANI, permohonan dapat diajukan kepada Ketua BANI guna menunjuk seorang arbiter yang tidak terdaftar dalam daftar arbiter BANI dengan ketentuanbahwa
arbiter yang bersangkutanmemenuhi persyaratan yang tercantum dalam ayat 1 diatas dan ayat 3 dibawah ini. Setiap permohonan harus dengan jelas menyatakan
alasan diperlukannya arbiter luar dengan disertai data riwayat hidup lengkap dari arbiter yang diusulkan. Apabila Ketua BANI menganggap bahwa tidak ada arbiter
dalam daftar arbiter BANI dengan kualifikasi profesional yang dibutuhkan itu sedangkan arbiter yang dimohonkan memiliki kualifikasi dimaksud memenuhi
syarat, netral dan tepat, maka Ketua BANI dapat, berdasarkan pertimbangannya sendiri menyetujui penunjukan arbiter tersebut.Apabila Ketua BANI tidak
menyetujui penunjukan arbiter luar tersebut, Ketua harus merekomendasikan, atau menunjuk, dengan pilihannya sendiri, arbiter alternatif yang dipilih dari daftar
arbiter BANI atau seorang pakar yang memenuhi syaratdalam bidang yang a. sifat dan hakikat dari sengketa.
b. ketersediaan dari arbiter. c. identitas dari para pihak.
d. indepedensi dari arbiter. e. syarat pengangkatan dalam kontrak arbitrase.
f. saran-saran yang diberikan para pihak.
44
Rachmadi Usman, op. cit., halaman38
Universitas Sumatera Utara
diperlukan namun tidak terdaftar di dalam daftar arbiter BANI. Dewan Pengurus
dapat mempertimbangkan penunjukan seorang arbiter asing yang diakui dengan ketentuan bahwa arbiter asing itu memenuhi persyaratan kualifikasi dan bersedia
mematuhi Peraturan Prosedur BANI, termasuk ketentuan mengenai biayaarbiter, dimana pihak yang menunjuk berkewajiban memikul biaya-biaya yang
berhubungan dengan penunjukan arbiter asing tersebut. Bahwa dengan ditunjuknya seorang arbiter untuk menyelesaikan sengketa
antara para pihak maka arbiter mempunyai wewenang atau tanggung jawab untuk memberikan keadilan bagi kedua belah pihak. Dan setelah proses itu berjalan dan
menghasilkan suatu putusan bagi kedua belah pihak dengan sendirinya tugas seorang arbiter telah selesai dilaksanakan.
Namun dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 memberikan kemungkinan untuk berhentinya tugas dari seorang arbitrase di tengan jalan.
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 membuka kemungkinan berakhirnya tugas arbiter dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Jika arbiter telah memberi putusan dan mengucapkan putusannya. 2. Dicapai perdamaian diantara para pihak ketika pemeriksaan perkara sedang
berlangsung. 3. Jangka waktu yang telah ditentukan dalam kontrak arbitrase atau sesudah
diperpanjang oleh para pihak telah lampau. 4. Para pihak sepakat untuk menarik kembali penunjukan arbiter.
5. Jika telah dilakukan koreksi penambahan atau pengurangan atas putusan yang telah diucapkan.
Universitas Sumatera Utara
6. Menarik diri dari arbiter atas persetujuan dari para pihak. 7. Menarik diri dari arbiter atas penetapan Ketua Pengadilan Negeri.
8. Arbiter dibebas tugaskan bilamana terbukti berpihak atau menunjukan sikap tercela yang harus dibuktikan melalui jalur hukum.
9. Arbiter dibebas tugaskan bilamana terbukti tidak mampu, berhalangan tetap atau meninggal dunia. Dalam hal ini kewenangannya dilanjutkan oleh arbiter
penggantinya. Namun apabila pada ketentuan yang membuat tugas arbiter berhenti, jika salah
satu pihak yang bersengketa meninggal dunia tidaklah membuat tugas seorang arbiter tersebut berakhir, hanya saja ditunda paling lama 60 enam puluh hari
setelah salah satu pihak yang bersengketa meninggal dunia.
D. Hukum Acara Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI