Anatomi Mata Pencegahan Kelainan Refraksi Cara Pemeriksaan Kelainan Refraksi 1. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan Visus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Mata

Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang transparan merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang masuk 80 atau kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh kornea ini. Kornea memiliki indek bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai kekuatan yang sebagai lensa hingga 40,0 dioptri. Lensa yang jernih mengambil peranan membiaskan sinar 20 atau 10 dioptri. Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi. Lensa ini menjadi kaku dengan bertambahnya umur sehingga akan terlihat sebagai presbiopia. Lensa mata memiliki sifat seperti : indeks bias 1,44, dapat berubah bentuk, mengatur difokuskannya sinar dan apabila badan siliar melakukan kontraksi atau relaksasi maka lensa akan cembung ataupun pipih seperti yang terjadi pada akomodasi Ilyas, 2006. Mata anak-anak adalah mata yang sedang bertumbuh. Sistem imunitas anak yang sedang berkembang dan sistem saraf pusat yang juga berada pembentukan mengakibatkan rentanya mata anak terhadap gangguan yang bisa mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan abnormal. Pertumbuhan dan perkembangan mata berlangsung cepat dalam dua tahun pertama kehidupan. Kemudian berkembang secara berlahan sampai usia pubertas Riordan and Eva, 2009. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2. Kelainan Refraksi 2.1. Definisi Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma Ilyas, 2006. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea serta panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa memegang peranan terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea mendatar, mencembung atau adanya perubahan panjang lebih panjang, lebih pendek bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia Ilyas, 2006. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.2. Patofisiologi Kelainan Refraksi

Skema 2.1. Mekanisme Patofisiologi Kelainan Refraksi Istiqmah, 2005.

2.3. Etiologi

Ametropia aksial adalah ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina. Pada miopia aksial, fokus akan terletak di depan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara retina karena bola mata lebih panjang. Sedangkan pada hipermetropia aksial, fokus bayangan terletak di belakang retina. Ametropia indeks refraktif adalah ametropia akibat kelainan indeks refraksi media penglihatan. Sehingga walaupun panjang sumbu mata normal, sinar terfokus di depan miopia atau di belakang retina hipermetropia. Kelainan indeks refraksi ini dapat terletak pada kornea atau pada lensa cembung, diabetik. Ametropia kurvatur disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal sehingga terjadi perubahan pembiasan sinar. Kecembungan kornea yang lebih berat akan mengakibatkan pembiasan lebih kuat sehingga bayangan dalam mata difokuskan di depan bintik kuning sehingga mata ini akan menjadi mata miopia atau rabun jauh. Sedangkan kecembungan kornea yang lebih kurang atau merata flat akan mengakibatkan pembiasan menjadi lemah sehingga bayangan dalam mata difokuskan dibelakang bintik kuning dan mata ini menjadi hipermetropia atau rabun dekat Ilyas, 2006.

2.4 Tanda Dan Gejala Klinis

Sakit kepala terutama didaerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, pegal pada bola mata, penglihatan kabur Ilyas, 2006, mengerutkan dahi secara berlebihan, sering menyipitkan mata, sering menggosok mengucek mata, mengantuk, mudah teriritasi pada penggunaan mata yang lama, dan penglihatan ganda Rudolph, 2007 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2.5. Klasifikasi Refraksi 2.5.1. Miopia

a. Definisi Miopia

Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refraktif mata terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar datang sejajar sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di depan retina Istiqomah, 2005. Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar yang datang dibiaskan di depan retina atau bintik kuning Nasrulbintang, 2008. Miopiai disebut sebaga rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga membentuk bayangan kabur atau tidak jelas pada makula lutea Ilyas, 2006. Miopia tidak sering pada bayi dan anak prasekolah. Lebih lazim lagi pada bayi prematur dan pada bayi dengan retinopati prematuritas. Juga, ada kecenderungan herediter terhadap miopia, dan anak dengan orangtua miopia harus diperiksakan pada usia awal. Insiden miopia meningkat selama tahun- tahun sekolah, terutama sebelum pada usia sepuluhan. Tingkat miopia semakin tua juga cenderung meningkat selama tahun-tahun pertumbuhan Nelson, 2000. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

b. Klasifikasi Miopia

Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif didalam dioptri, dimana 1.00 dioptri merupakan kekuatan lensa yang memfokuskan sinar sejajar pada jarak satu meter. Berdasarkan beratnya miopia: Miopia ringan - 3.00 dioptri, miopia sedang - 3.00 - 6.00 dioptri, miopia berat - 6.00 - 9.00 dioptri dan miopia sangat berat - 9.00 dioptri Ilyas, 2006. Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk: Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa, miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata, dan miopia maligna yaitu miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia degeneratif Ilyas, 2004 sedangakan berdasarkan bentuknya miopi di bagi menjadi : Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat, miopia aksial, miopia yang akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal Ilyas 2004. Pembagian berdasarkan pembagian kelainan jaringan mata: Miopia simpleks, dimulai pada usia 7-9 tahun dan akan bertambah sampai anak berhenti tumbuh kurang lebih 20 tahun dan berat kelainan refraktif biasanya kurang dari -5D atau -6D, miopia progresif, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara miopia bertambah secara cepat -4Dtahun, sering terjadi perubahan pada retina dan biasanya terjadi bila miopia lebih dari -6D Nurrobbi, 2010.

c. Etiologi Miopia

Kekurangan zat kimia kekurangan kalsium, kekurangan vitamin, alergi, penyakit mata tertentu bentuk kornea kerucut, bisul di kelopak mata, pasca operasi atau pasca trauma atau kecelakaan, herediter atau faktor genetik perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada waktu awal kelahiran, kerja dekat yang berlebihan seperti membaca terlalu dekat atau aktifitas jarak dekat Israr, 2010, kurangnya faktor atau aktifitas jarak jauh terutama sport atau aktifitas di luar rumah, pencahayaan yang ekstra kuat dan lama computer, TV, game, sumbuatau bola mata yang terlalu panjang karena adanya tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan, radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan yang di hasilkan oleh pembuluh darah dan bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang berlebihan Nasrulbintang, 2008.

d. Patofisiologi

Akibat dari bola mata yang terlalu panjang, menyebabkan bayangan jatuh di depan retina Wong, 2008

e. Gejala Klinik Miopia

Penglihatan kabur untuk melihat jauh dan hanya jelas pada jarak yang dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pada mata, kadang-kadang terlihat bakat untuk menjadi juling bila ia melihat jauh, mengecilkan kelopak untuk mendapatkan efek ”pinhole” sehingga dapat melihat jelas, penderita miopia biasanya menyenangi membaca Ilyas, 2006, cepat lelah, pusing dan mengantuk, melihat benda kecil harus dari jarak dekat, pupil medriasis, dan bilik mata depan lebih dalam, retina tipis Istiqomah, 2005. Banyak menggosok mata, mempunyai kesulitan dalam membaca, memegang buku dekat ke mata, pusing, sakit kepala dan mual Wong, 2008.

f. Komplikasi

Ablatio retina terutama pada miopia tinggi, strabismus mata juling, ambliopia Nurrobbi, 2010.

g. Pengobatan

Koreksi mata dengan miopia dengan memakai lensa minusnegatif yang sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Miopia juga dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif Ilyas, 2006. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.5.2. Hipermetropia a. Definisi Hipermetropia

Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang makula lutea Ilyas, 2004. Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di belakang retina Istiqomah, 2005. Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina Patu, 2010.

b. Klasifikasi Hipermetropia

Terdapat berbagai gambaran klinik hipermetropia seperti: Hipermetropia manifes ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata maksimal. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata. Bila diberikan kacamata positif yang memberikan penglihatan normal, maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropi absolut. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia otot yang melemahkan akomodasi diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia Ilyas, 2004.

c. Etiologi Hipermetropia

Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang retina. Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas : Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata Ilyas, 2006.

d. Patofisiologi

Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan bayangan terfokus di belakang retina Wong, 2008.

e. Gejala Klinik Hipermetropia

Sakit kepala terutama daerah dahi atau frontal, silau, kadang rasa juling atau melihat ganda, mata leleh, penglihatan kabur melihat dekat Ilyas, 2006. Sering mengantuk, mata berair, pupil agak miosis, dan bilik mata depan lebih dangkal Istiqomah, 2005. f. Pengobatan Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk mematahkan sinar lebih kaut kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah di berikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih memberi tajam penglihatan maksimal Ilyas, 2006. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.5.3. Astigmatisme a. Definisi Astigmatisme

Astigmatisme adalah tajam penglihatan dimana didapatkan bermacam-macam derajat refraksi pada bermacam-macam meredian sehingga sinar sejajar yang datang pada mata akan difokuskan pada tempat yang berbeda Istiqomah, 2005. Astigmatisme adalah keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak dipusatkan pada satu titik akan tetapi tersebar atau menjadi sebuah garis Ilyas, 1989. Astigmatisme adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik Ilyas, 2006. Astigmatisme juga dapat terjadi akibat jaringan parut pada kornea atau setelah pembedahan mata. Jahitan yang terlalu kuat pada bedah mata dapat mengakibatkan perubahan pada permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan dan pengenduran jahitan pada kornea maka dapat terjadi astigmatisme akibat terjadi perubahan kelengkungan kornea Ilyas, 2006.

b. Klasifikasi Astigmatisme

Dikenal beberapa bentuk astigmatisme seperti: Astigmatisme regular adalah suatu keadaan refraksi dimana terdapat dua kekuatan pembiasan yang saling tegak lurus pada sistem pembiasan mata. Hal ini diakibatkan kornea yang mempunyai daya bias berbeda-beda pada berbagai meridian permukannya. Astigmatisme ini memperlihatkan kekuatan pembiasan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisme regular dengan bentuk teratur dapat berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran. Astigmatisme iregular yaitu astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling tegak lurus. Astigmatisme ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi iregular. Astigmatisme iregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi, atau akibat kelainan pembiasan. Astigmatisme lazim astigmat with the rule adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular dimana koreksi dengan silinder negatif dengan sumbu horizontal 45-90 derajat. Keadaan ini lazim didapatkan pada anak atau orang muda akibat perkembangan normal dari serabut-serabut kornea. Astigmatisme tidak lazim astigmat against the rule adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular dimanana koreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus 60-120 derajat atau dengan silinder positif sumbu horizontal 30-150 derajat. Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut Ilyas, 2004. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

c. Etiologi Astigmatisme Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau

terjadi sejak lahir, jaringan parut pada kornea seteh pembedahan Ilyas, 2006, ketidakteraturan lengkung kornea, dan perubahan pada lensa Nelson, 2000. d. Patofisiologi Akibat dari kurvatura yang tidak sama pada kornea atau lensa yang menyebabkan sinar melengkung dalam arah yang berbeda Wong, 2008.

e. Gejala Klinis Astigmatisme

Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak mata, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah , astigmatisme tinggi 4–8 D yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia Ilyas, 2006, gambar di kornea terlihat tidak teratur Istiqomah, 2005.

f. Pengobatan

Pengobatan denagn lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa kontak lembek bila disebabkan infeksi, trauma untuk memberikan efek permukaan yang ireguler Ilyas, 2006. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

3. Pencegahan Kelainan Refraksi

Koreksi penglihatan dengan bantuan kacamata, pemberian tetes mata atropine, menurunkan tekanan dalam bola mata, dan latihan penglihatan : kegiatan merubah fokus jauh – dekat. 4. Cara Pemeriksaan Kelainan Refraksi 4.1. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan Visus Subjektif: Pemeriksaan ini dilakukan satu mata bergantian dan biasanya pemeriksaan refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian mata kiri, kartu Snellen di letakkan di depan pasien, pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter, dan satu mata ditutup biasanya mulai dengan menutup mata kiri untuk menguji mata kanan, dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris terkecil yang masih dapat dibaca, kemudian diletakkan lensa positif + 0,50 untuk menghilangkan akomodasi saat pemeriksaan di depan mata yang dibuka, bila penglihatan tidak tambah baik, berarti pasien tidak hipermetropia, bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah berlahan-lahan bertambah baik, berarti pasien menderia hipermetropia. Lensa positif yang terkuat yang masih memberikan ketajaman terbaik merupakan ukuran lensa koreksi untuk mata tersebut, bila penglihatan tidak bertambah baik, maka diletakkan lensa negatif. Bila menjadi jelas, berarti pasien menderita miopia. Ukuran lensa koreksi adalah lensa negatif teringan yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal, bila penglihatan tidak maksimal pada kedua pemeriksaan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara untuk hipermetropia dan miopia dimana penglihatan tidak mencapai 66 atau 2020 maka lakukan uji pinhole Ilyas, 2006. 4.2. Pemeriksaan Kelainan Refraksi Subjektif: Letakkan pinhole di depan mata yang sedang diuji kemudian diminta membaca huruf terakhir yang masih dapat dibaca sebelumnya, bila tidak terjadi perbaikan penglihatan maka mata tidak dapat dikoreksi lebih lanjut karena media penglihatan keruh atau terdapat kelainan pada retina atau saraf optik, bila terjadi perbaikan penglihatan maka ini berarti terdapat astigmatisme atau silinder pada mata tersebut yang belum dapat koreksi mata. Objektif: Pemeriksaan objektif dapat dilakukan dengan: Refraksionometer merupakan alat pengukur anomali refraksi mata atau refraktor automatik yang dikenal pada masyarakat alat komputer pemeriksaan kelainan refraksi. Alat yang diharapkan dapat mengukur dengan tepat kelainan refraksi mata, retinoskopi adalah pemeriksaan yang sangat diperlukan pada pasien yang tidak kooperatif untuk pemeriksaan refraksi biasa. Retinoskopi merupakan alat untuk melakukan retinoskopi, guna menentukan kelainan refraksi seseorang secara objektif. Retinoskopi dimasukkan ke dalam mata atau pupil pasien. Pada keadaan ini terlihat pantulan sinar dari dalam mata, dan dikenal 2 cara retinoskopi yaitu Spot retinoscopy dengan memakai berkas sinar yang dapat difokuskan dan Streak retinoscopy dengan memakai berkas sinar denagn bentuk celah atau slit Ilyas, 2006. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

5. Pengobatan