Ciri Anatomi dan Laju Pengeringan Alami Tiga Jenis Kayu Cinnamomum

(1)

31

CIRI ANATOMI DAN LAJU PENGERINGAN ALAMI

TIGA JENIS KAYU

CINNAMOMUM

ANDIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

32

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Ciri Anatomi dan Laju Pengeringan Alami Tiga Jenis Kayu Cinnamomum adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2009

Andianto

NIM. E 251070104


(3)

33

ABSTRACT

ANDIANTO. Anatomical characteristic and air drying rate of three Cinnamomum wood species. Under direction of IMAM WAHYUDI and ISTIE SEKARTINING RAHAYU.

Genus of Cinnamomum is well known enough as medicinal plant since it produces several active substances for many medicinal purposes. The bark, known as kulit kayu manis, and wood were extracted and utilized for food and pharmacy industries. Since the family consists of many species, wood identification as well as its drying rate should be examined well to proper utilization. Therefore, the aim of this research was to study the anatomical characteristic and drying rate of three Cinnamomum species, namely C. burmanii, C. parthenoxylon, and C. subavenium which were obtained from Solok (West Sumatera), Donggala (Central Sulawesi), and Maros (South Sulawesi). Wood and leaves were also collected as the sample. The wood then was utilized for anatomical and drying observations, while the remains for herbarium comparison. Both observations were carried out using the standard procedures. The result indicated that all species have similar wood characteristic such as brown to yellowish in colour; texture fine to rather fine; odoriferous while fresh; sapwood and heartwood indistinct; growth ring distinct; diffuse in porous; solitary and radial multiples of 2(-3) cells; simple perforation plates; intervessel pits alternate; oil and mucilage cells present. Specific character for each species as follow: vessel-ray pitting was much reduced to apparently simple; pits rounded or angular in C. burmanii; tyloses are absent in C. parthenoxylon; and in case of C. subavenium intervessel pittings are alternate, and the pits are polygonal in shape. Drying observation indicated that C. parthenoxylon wood is more easy to be dried with the rate of 5.14% per day compared to C. subavenium (2.55% per day) as well as C. burmanii (2.40% per day) from wet- to equilibrium conditions.


(4)

34

RINGKASAN

ANDIANTO. Ciri Anatomi dan Laju Pengeringan Alami Tiga Jenis Kayu

Cinnamomum. Di bawah bimbingan IMAM WAHYUDI sebagai ketua dan ISTIE SEKARTINING RAHAYU sebagai anggota.

Keberadaan jenis pohon kayu manis (Cinnamomum sp.) yang awalnya banyak tumbuh di hutan, dewasa ini sudah banyak dibudidayakan pada lahan perkebunan dan pekarangan terutama untuk jenis C. burmanii. Pemanfaatan jenis Cinnamomum pada umumnya lebih menitikberatkan pada bagian kulit, sementara bagian pohon lainnya untuk tujuan yang sama masih sangat terbatas kecuali pada C. parthenoxylon. Di salah satu daerah sentra produk kulit kayu manis (Kabupaten Solok, Sumatera Barat), kayu C. burmanii umumnya digunakan untuk keperluan kayu bakar, dikarenakan kayu ini cenderung cepat mengering dan mudah retak atau pecah.

Penelitian ini bertujuan mengetahui struktur anatomi serta besarnya laju pengeringan alami khususnya dari tiga jenis kayu Cinnamomum, yaitu C. burmanii, C. parthenoxylon, dan C. subavenium. Pengecekan ulang nama jenis pohon dilakukan dengan me mbandingkan contoh daun dengan koleksi herbarium yang ada, sedangkan pengamatan struktur anatomi dan pengeringan dilakukan langsung pada contoh kayu. Kedua pengamatan ini dilaksanakan dengan menggunakan prosedur standar.

Hasil pengamatan mengindikasikan bahwa ketiga jenis Cinnamomum memiliki ciri umum dan anatomi yang sama, antara lain warna kayu coklat kekuningan; tekstur halus hingga agak halus; bau harum pada kayu segar; perbedaan kayu gubal dan teras tidak jelas; lingkar tumbuh jelas; susunan pembuluh baur, solitar dan gandaan radial 2(-3), bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang-seling; terdapat sel minyak/lendir. Kulit kayu C. parthenoxylon lebih tebal dibandingkan kedua jenis yang lain, selain itu permukaannya kasar beralur dan memiliki lentisel yang jelas. Tekstur kayu C. parthenoxylon lebih kasar, agak keras, kesan raba lebih kesat serta bau harum tidak seperti kayu manis. Secara mikroskopis, ketiga jenis Cinnamomum dapat dibedakan berdasarkan perbedaan komposisi jari-jari heteroseluler, bentuk noktah antar pembuluh dengan jari-jari, diameter dan panjang rata-rata pembuluh, kehadiran tilosis dan serat bersekat, tebal rata dinding serat dan panjang rata-rata serat. Laju pengeringan udara dari kondisi basah ke kondisi setimbang dengan lingkungannya pada C. parthenoxylon lebih tinggi dibandingkan lainnya yaitu sebesar 5,14% per hari, C. subavenium 2,55% per hari dan C. burmanii 2,4% per hari.


(5)

35

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b.Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(6)

36

CIRI ANATOMI DAN LAJU PENGERINGAN ALAMI

TIGA JENIS KAYU

CINNAMOMUM

ANDIANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(7)

37 Judul Tesis : Ciri Anatomi dan Laju Pengeringan Alami Tiga Jenis Kayu

Cinnamomum Nama : Andianto NIM. : E 251070104

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Istie Sekartining Rahayu, SHut., MSi Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(8)

38

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala curahan rahmat dan ridho-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah anatomi kayu, dengan judul “Ciri Anatomi dan Laju Pengeringan Alami Tiga Jenis Kayu Cinnamomum”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS dan Istie Sekartining Rahayu, SHut., MSi. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing. Selain itu penulis sampaikan pula penghargaan kepada Kepala Puslitbang Hasil Hutan beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan bantuannya baik moril maupun materil selama pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih tak lupa disampaikan kepada rekan, teman sejawat, serta bapak, ibu dan seluruh keluarga atas segala bantuan dan doanya.

Semoga tesis ini bermanfaat adanya.

Bogor, Oktober 2009 Andianto


(9)

39

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 September 1968 di kota Cirebon Provinsi Jawa Barat, merupakan anak ke dua dari lima bersaudara dari Ayah bernama Badri dan Ibu Nining Soniasih.

Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri I Jakarta tahun 1987. Setelah lulus penulis mengikuti pendidikan D3 pada Akademi Ilmu Kehutanan (AIK) Provinsi Jawa Barat di Bandung. Pada tahun 1990 melanjutkan pendidikan Strata-1 (S1) pada Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Jogjakarta (INTAN) dan lulus sebagai sarjana Kehutanan pada tahun 1993. Selanjutnya pada tahun 2007 hingga sekarang penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Pascasarjana Strata-2 (S2) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1994 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Departemen Kehutanan. Penulis menikah dengan Indriyani dan telah dikaruniai seorang putra yang bernama Muhammad Bimo Ridho Inanto dan seorang putri yang bernama Irdina Kamilia Indarti.


(10)

40

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……….. i

DAFTAR TABEL ……….. ii

DAFTAR GAMBAR ………. iii

DAFTAR LAMPIRAN ………. iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 2

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 3

1.4 Hipotesis ……… 3

1.5 Manfaat Penelitian ……….…… 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ...……… 4

2.1 Jenis-jenis Cinnamomum ... 4

2.2 Struktur Anatomi Kayu Cinnamomum …... 5

2.3 Kadar Air Kayu dan Kaitannya dengan Proses Pengeringan ……… 5

III. METODOLOGI ………... 7

3.1 Waktu dan Tempat ………... 7

3.2 Bahan dan Alat ………... 7

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 8

3.3.1 Pengambilan Bahan Contoh Uji Penelitian ... 8

3.3.2 Identifikasi Herbarium ... 11

3.3.3 Pembuatan Preparat dan Pengamatan Struktur Anatomi …... 11

3.3.4 Penetapan BJ Kayu ………... 12

3.3.5 Penetapan TJS ... 12

3.3.6 Penetapan KA ………... 13

3.3.7 Penetapan Laju Keluarnya Air selama Pengeringan ……… 13

3.4 Analisis Data ………... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 15

4.1 Struktur Anatomi ... 15

4.1.1 Cinnamomum burmanii Blume …... 15

4.1.2 Cinnamomum parthenoxylon Meissn ... 16

4.1.3 Cinnamomum subavenium Miq ……... 16

4.2 BJ,TJS,KA dan Laju Pengeringan Udara ……... 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ……... 29


(11)

41

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian ………... 7

2 Contoh daftar pengamatan ciri anatomi ... 12

3 Perbandingan ciri anatomi ... 22

4 Kunci identifikasi tiga jenis Cinnamomum ……….……… 24


(12)

42

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Posisi contoh uji dalam batang pohon ... 9

2. Cara pengambilan contoh uji preparat sayat dan maserasi pada kayu teras (T) ... 9

3. Cara pengambilan contoh uji BJ dan KA kayu segar (2 x 2 x 2 cm), serta laju keluarnya air selama pengeringan udara (2 x 10 x 30 cm) .... 9

4. Bagan alir penelitian ……….….……… 10

5. Bentuk pohon dan batang Cinnamomum burmaniiBlume ... 18

6. Bentuk pohon dan batang Cinnamomum parthenoxylon Meissn ... 18

7. Bentuk pohon dan batang Cinnamomum subaveniumMiq ... 19

8. Penampang lintang ………... 19

9. Penampang radial ……….. 20

10. Penampang tangensial ……… 20

11. Noktah antar pembuluh dan serat bersekat …………... 21

12. Noktah antar pembuluh dengan jari-jari ………... 21


(13)

43

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Analisis ragam dimensi sel pembuluh dan serat ………. 32

2. Suhu dan kelembaban udara sekitar lokasi pengeringan ... 34

3. Hasil pengukuran KA kayu segar (jenuh air) ………... 35

4. Hasil pengukuran BJ dan TJS ... 36


(14)

44

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan kayu manis (Cinnamomum sp.) yang awalnya banyak ditemukan di hutan, dewasa ini sudah banyak dibudidayakan di lahan perkebunan dan pekarangan khususnya jenis C. burmanii. Menurut Rismunandar (1989), sejak abad XVIII Cinnamomum sp sudah diusahakan penanamannya oleh Belanda terutama di Ceylon (Srilangka) menjadi lebih teratur, yakni dalam bentuk perkebunan. Hal serupa juga terjadi di Indonesia dalam bentuk hutan atau kebun rakyat seperti halnya di Provinsi Sumatera Barat dan Jambi.

Selama ini bagian tumbuhan yang umum dimanfaatkan dari Cinnamomum sp. adalah bagian kulit yang digunakan untuk keperluan berbagai jenis industri seperti industri makanan/minuman, obat-obatan maupun farmasi. Pemanfaatan bagian-bagian lain seperti akar, tunggak sisa-sisa penebangan maupun kayu untuk tujuan yang sama baru diketahui berlaku pada jenis C. parthenoxylon (Pakanangi/ Kisereh). Pemanfaatan kayu untuk tujuan industri perkayuan bisa dikatakan masih jarang, kecuali di Kabupaten Solok Sumatera Barat dimana kayu jenis C. burmanii dimanfaatkan sebagai kayu bakar.

Cinnamomum sp. terdiri dari 54 jenis dimana 12 diantaranya terdapat di Indonesia (Heisner dalam Nurdjannah, 1992). Dengan beragamnya jenis Cinnamomum sp. yang ada, maka deskripsi masing- masing jenis perlu diketahui dengan tepat untuk menghindari kekeliruan dalam pemilihan dan pemilahan jenis untuk suatu tujuan tertentu. Apalagi mengingat adanya persya ratan standarisasi bahan baku obat yang sudah ditetapkan.

Perkembangan industri obat/farmasi di tanah air akhir-akhir ini tergolong pesat. Hal ini berdampak pada kegiatan eksploitasi tumbuhan obat di alam secara besar-besaran. Tidak adanya deskripsi yang jelas akan masing- masing jenis akan mengakibatkan timbulnya masalah dalam pemilihan dan pemilahan akibat tercampurnya jenis yang hampir serupa namun tidak memiliki khasiat yang diharapkan (Sudibyo, 1991). Oleh karena itu deskripsi lengkap meliputi ciri anatomi, karakter fisik, kandungan bahan aktif, dan lain sebagainya pada setiap jenis perlu dilakukan.


(15)

45 Cinnamomum sp. termasuk ke dalam famili Lauraceae. Dalam dunia perdagangan kayu yang dihasilkan oleh tumbuhan ini masuk dalam kelompok kayu medang. Penelitian tentang ciri anatomi kayu Cinnamomum sp. khususnya yang tumbuh di Indonesia masih terbatas karena pemanfaatannya yang kurang popular. Mengingat potensi dan keragaman tumbuhan Cinnamomum yang ada serta masih terbatasnya penelitian tentang hal tersebut, maka penelitian tentang ciri anatomi kayu masing- masing jenis Cinnamomum sp. perlu dilakukan.

Kurang populernya kayu Cinnamomum sp. sebagai bahan baku kayu pertukangan diakibatkan karena kayu tersebut mudah pecah atau retak. Hal ini terkait dengan sifat higroskopisitas pada kayu, yaitu kemampuan untuk menyerap dan me lepaskan uap air. Higroskopisitas kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat dalam kayu dan juga kelembaban udara yang ada di sekitar kayu. Kemampuan kayu untuk dialiri oleh fluida juga bergantung kepada struktur anatomi kayu khususnya susunan dan morfologi sel-sel penyusun kayu, serta ada-tidaknya bahan-bahan penghambat (endapan mineral dan tylosis). Cacat kayu akibat pengeringan berupa retak dan pecah berkaitan dengan proses keluarnya air dari dalam kayu. Oleh karena itu pengetahuan akan struktur anatomi serta laju keluarnya air dari dalam kayu sangat diperlukan karena akan berguna sebagai informasi awal dalam kegiatan pengeringan yang akan dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka pengetahuan tentang struktur anatomi kayu sebagai ciri pembeda antar-jenis Cinnamomum sp. dan besarnya laju pengeringan alami pada setiap jenis kayu Cinnamomum sp. perlu diketahui sebagai informasi pendukung dalam upaya peningkatan nilai tambah pemanfaatannya. Permasalahan ini dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Apakah kayu dari jenis-jenis Cinnamomum dapat dibedakan berdasarkan ciri struktur anatominya ?

2. Apakah laju keluarnya air dari dalam kayu selama proses pengeringan alami dari kondisi basah hingga kondisi kering udara berbeda antar-jenis kayu Cinnamomum sp.?


(16)

46

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur anatomi serta besarnya laju keluarnya air selama proses pengeringan alami pada ketiga jenis kayu Cinnamomum sp. yang diteliti.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang ingin diuji melalui penelitian ini adalah:

1. Ketiga jenis kayu Cinnamomum sp. yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan struktur anatomi kayunya.

2. Laju keluarnya air selama proses pengeringan alami dari tiga jenis kayu Cinnamomum sp. berbeda satu sama lain.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara membedakan ketiga jenis kayu Cinnamomum sp. berdasarkan ciri anatomis dan nilai laju keluarnya air dari dalam kayu selama proses pengeringan alami dan sebagai upaya peningkatan nilai tambah pemanfaatan kayu.


(17)

47

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis-jenis Cinnamomum

Indonesia memiliki ± 30.000 jenis tumbuhan, namun hanya 1000 jenis yang diketahui dapat digunakan sebagai bahan baku obat (Hamid et al, 1990). Sebanyak 87 jenis tumbuhan berkhasiat obat adalah jenis pohon hutan (Jafarsidik, 1986). Ciri morfologi jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat dapat ditelusuri dalam berbagai pustaka taksonomi tumbuhan, tetapi pertelaan (diskripsi anatomi) bagian pohon tertentu seperti kayu, pepagan/kulit dan akar belum banyak diketahui.

Cinnamomum termasuk dalam suku Lauraceae. Secara hirarki taksonomi berturut-turut jenis ini termasuk ke dalam Kingdom Plantae, Divisi Magnoliophyta, Klas Magnoliopsida, Ordo Laurales, Suku/famili Lauraceae dan Genus Cinnamomum. Menurut Rismunandar (1989), suku Lauraceae memiliki ciri: pohon dengan kulit batang hingga ranting yang mengandung minyak atsiri, daunnya tunggal, berseling dan berwarna hijau. Pucuk daun ada yang berwarna kemerah- merahan. Bunga kecil berkelamin dua (sempurna) berwarna hijau atau kuning. Bentuk buah buni, berbiji satu, berdaging bulat memanjang. Menurut Kostermans (1957), suku Lauraceae terdiri dari 31 marga di antaranya adalah Cinnamommum, Sassafras, Litsea, Eusideroxylon, Cryptocarya dan Cassytha.

Marga Cinnamomum terdiri dari 8 jenis yaitu C. burmanii Bl., C. camphora Nees & Eberm., C. cassia Bl., C. culilawan Bl., C. javanicum Bl., C. parthenoxylon Meissn., C. sintok Bl., dan C. zeylanicum Breyn. (Heyne, 1987). Menurut Heisner dalam Nurdjannah (1992), 12 jenis diantara 54 jenis pohon kayu manis terdapat di Indonesia. Kayu dari marga Cinnamomum memiliki berat jenis rata-rata antara 0,36 hingga 0,65 (Oey, 1990).

Cinnamomum merupakan genus pohon yang selalu menghijau (evergreen), dan selalu memiliki kandungan minyak aromatik pada daun dan kulit. Cinnamomum terdiri dari lebih 300 species (jenis) yang tersebar pada daerah tropis dan subtropis seperti Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia, Osenia dan Australia. Di Indonesia jenis-jenis ini secara ektensif tumbuh di Sumatera, Jawa, dan Jambi (Hasanah et al, 2004). C. zeylanicum dalam dunia


(18)

48 perdagangan dikenal dengan Ceylon cinnamon. C. burmanni yang asli Indonesia, dalam perdagangan diberi nama Padang kaneel atau cassiavera eks. Padang. C. sintok Blume banyak ditemukan di Jawa Barat dan Tengah, sedangkan C. culilawan Blume asli dari Ambon (Rismunandar, 1989).

2.2 Struktur Anatomi Kayu Cinnamomum

Pada jenis Cinnamomum iners, C. porrectum, C. sintoc dan C. verum yang telah diteliti disebutkan bahwa jenis-jenis ini memiliki ciri batas lingkar tumbuh tidak jelas hingga samar ditandai dengan dinding yang tebal dan pipih pada serat kayu akhir, juga terkadang dengan parenkim pita marjinal terputus; susunan pembuluh baur, frekuensi pembuluh 20-50/mm2, pengelompokan pembuluh soliter dan ganda radial 2-3(-4)∗ terkadang dalam gerombol kecil, rata-rata diameter tangensial 80-170(-200) mikron, bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang- seling, tilosis biasanya ada; parenkim jarang hingga banyak, vasisentrik hingga aliform; parenkim apotrakeal baur; jari-jari 2-3(-5) seri, heteroseluler dengan 1(-2) jalur sel tegak hingga sel bujur sangkar marjinal (Lemmens et al, 1995). Menurut Metcalfe dan Chalk (1950), ciri anatomi kayu suku Lauraceae memiliki ukuran pembuluh sedang, jarang dengan gandaan pembuluh empat atau lebih, perporasi sederhana, noktah antar pembuluh selang-seling, bentuk parenkim paratrakea jarang sampai vasisentrik dan jarang aliform. Lebar jari-jari umumnya 2-3 sel, namun ada yang sampai delapan sel pada beberapa jenis.

2.3 Kadar Air Kayu dan Kaitannya dengan Proses Pengeringan

Kayu mempunyai sifat higroskopis yaitu dapat melepaskan dan menghisap uap air sesuai perubahan dalam kelembaban relatif dan suhu udara di sekitarnya. Air dalam kayu terdapat di dalam rongga sel dan rongga noktah, serta di dalam dinding sel. Air yang terdapat di dalam rongga (lumen) sel maupun noktah disebut dengan air bebas, sedangkan yang berada pada dinding sel disebut dengan air terikat. Kondisi dimana rongga sel telah kosong namun dinding sel masih jenuh dengan air disebut dengan Titik Jenuh Serat (TJS). Pada saat dimana air yang terkandung dalam kayu setimbang dengan suhu lingkungan dan kelembaban yang


(19)

49 ada di sekitarnya disebut dengan Kadar Air Kesetimbangan (KAK) (Bowyer et al, 2003). Dalam pengeringan alami, kayu akan mengalami penuruna n kadar air selama waktu tertentu hingga mencapai kadar air yang setimbang dengan kelembaban sekitarnya (KAK). Proses penurunan kadar air kayu dapat berlangsung secara lambat ataupun cepat yang digambarkan melalui kecepatan pengeringan.

Kecepatan pengeringan kayu secara alami dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti suhu udara, kelembaban dan kecepatan angin, serta jenis kayu. Kecepatan pengeringan kayu basah sampai keadaan kering udara bervariasi dari satu jenis dengan jenis lainnya (Karnasudirdja dan Hidayat, 1985). Air dalam sel kayu yang pertama kali menguap adalah air bebas, selanjutnya diikuti dengan penguapan air terikat di bawah titik jenuh serat hingga kering udara. Laju pengeringan jauh lebih cepat pada periode awal dan melambat pada periode selanjutnya. Jika penguapan air bebas lebih cepat, maka penguapan air terikat memerlukan energi lebih besar yang dapat menimbulkan retakan-retakan pada permukaan kayu (Karnasudirdja dan Hidayat, 1985). Menurut Basri dan Mandang (2002), retak dan pecah pada kayu selama proses pengeringan biasanya terjadi lewat jari-jari, apalagi bila kayunya berat dan sel jari-jarinya lebar. Pada sel parenkim bentuk pita dan rapat beraturan sangat memudahkan keluarnya air ke arah tebal atau lebar.


(20)

50

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung dari bulan Pebruari hingga Juni 2009. Identifikasi herbarium dilakukan di Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, sementara pengamatan struktur anatomi di Laboratorium Anatomi Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) Bogor. Pengukuran Kadar Air (KA) kayu segar dan Berat Jenis (BJ) sehubungan dengan laju keluarnya air dilakukan di Laboratorium Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) P3HH Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama berupa potongan kayu Cinnamomum sp. (C. burmanii, C. parthenoxylon, dan C. subavenium masing- masing satu pohon) sepanjang 60 cm dan juga daunnya, yang diperoleh dari kawasan hutan dan hutan rakyat di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sumatera Barat (Tabel 1). Kayu digunakan untuk pengamatan ciri anatomi (pembuatan preparat sayat dan maserasi) serta uji pengeringan (termasuk KA dan BJ), sementara daun untuk pengecekan identitas botanis. Potongan kayu sampel diambil dari pohon yang masih berdiri pada jarak 30 cm di atas permukaan tanah. Adapun bahan kimia yang digunakan adalah asam asetat glacial, gliserin, alkohol, carboxylol, dan hidrogen peroksida.

Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian No. Nama Botanis Nama Daerah

Setempat Asal Tempat Tumbuh Diameter Pohon (cm) Perkiraan Umur Pohon (tahun)

1. Cinnamomum

burmani Blume Kayu manis

Kabupaten Solok, Sumatera

Barat

16 10-15

2. Cinnamomum parthenoxylon Meissn

Pakanangi

Kabupaten Donggala,

Sul-Teng

18 15-20

3. Cinnamomum

subavenium Miq

Aju cening/kayu manis

Kabupaten Maros, Sul-Sel

23 20-25

Peralatan terbagi atas peralatan lapangan dan peralatan laboratorium. Peralatan lapangan berupa loupe, gergaji tangan, meteran, kamera, koran, plastik,


(21)

51 dan kertas alumunium foil, sementara peralatan laboratorium diantaranya adalah sliding mikrotom merk Reichert, mikroskop cahaya merk Nikon, gergaji tangan, parang, oven, timbangan dan cutter.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

3.3.1 Pengambilan Bahan Contoh Uji Penelitian

Contoh uji untuk setiap jenis diambil dari satu buah pohon berdiri dan dicatat perkiraan umur beserta ukuran diameternya. Sepanjang 60 cm batang kayu diambil dari jarak 30 cm di atas pangkal pohon. Daun diambil untuk pengecekan identitas botanis. Pembuatan preparat sayat dan maserasi diambil dari contoh kayu teras. Pada permukaan batang yang baru ditebang segera dilapisi aluminium foil untuk menghindari penguapan. Batang dibagi menjadi 2 buah potongan. Pembuatan preparat sayat dan maserasi guna pengamatan struktur anatomi dibuat dari bagian kayu teras pada potongan pertama. Dari potongan kedua dibuat contoh uji kayu untuk pengukuran BJ, KA kayu segar, dan KA selama pengeringan alami. Proses pengambilan contoh uji dapat dilihat pada Gambar 1, 2, dan 3.

Pengamatan struktur anatomi kayu dilakukan dengan membuat slide mikrotom dan slide maserasi. Contoh uji pengukuran BJ rata dan KA rata-rata baik untuk kayu segar maupun kayu pengeringan dilakukan dengan tiga hingga 4 kali ulangan yang mewakili seluruh bagian batang (teras, peralihan teras ke gubal, dan gubal). Ulangan ini bergantung kepada kondisi bentuk dan diameter penampang lintang batang pohon, namun tetap diupayakan dapat mewakili bagian kayu teras, gubal, dan peralihan keduanya.

Contoh uji untuk pembuatan slide mikrotom berukuran 1 x 1 x 2 (cm), untuk pembuatan slide maserasi dibuat contoh uji sebesar batang korek api. Lembaran papan berukuran 2 x 10 x 50 (cm) dibuat untuk pengambilan contoh uji perhitungan BJ dan KA. Dari papan tersebut dibuat contoh uji KA kayu selama pengeringan berukuran 2 x 10 x 30 (cm) yang diambil pada jarak 7 cm dari masing- masing ujung, dan pada kedua ujungnya dilapisi alumunium foil untuk menghindari besarnya penguapan dari arah longitudinal. Contoh uji BJ serta KA kayu segar juga dibuat dari papan tersebut dengan ukuran 2 x 2 x 2 (cm).


(22)

52

Gambar 2 Cara pengambilan contoh uji preparat sayat dan maserasi pada kayu teras (T)

Keterangan: T = Bagian kayu teras

Gambar 3 Cara pengambilan contoh uji BJ dan KA kayu segar (2 x 2 x 2 cm), serta laju keluarnya air selama pengeringan udara (2 x 10 x 30 cm)

Gambar 1 Posisi contoh uji dalam batang pohon

60 cm 30 cm

5 cm

(potongan batang pertama)

55 cm

(potongan batang ke dua)

T

dibuat papan

7 cm 30 cm 7 cm

10 cm

2 cm 2 cm

dibuang

Potongan ke dua

Potongan pertama

Contoh uji pengeringan

Herbarium untuk pengecekkan dan penentuan nama botanis


(23)

53 Secara sistimatis kegiatan penelitian dapat digambarkan seperti dalam bagan alir berikut (Gambar 4):

INPUT

---PROSES

---

OUTPUT

OUTPUT

Gambar 4 Bagan alir penelitian Tiga Jenis Kayu Cinnamomum

Pengamatan Ciri Makroskopis

dan Mikroskopis Kayu

Pengukuran Sifat Fisis Kayu

• Asal tumbuh

• Umur/diameter pohon

• Ciri Umum

• Ciri Anatomi:

1.Ciri diagnostik/kuantitatif melalui preparat sayat 2.Ciri kuantitatif (dimensi

sel) melalui preparat maserasi

• Pengukuran KA kayu segar

• Pengukuran BJ

• Pengukuran TJS

• Pengukuran laju keluarnya air dalam kayu di bawah dan di atas TJS selama pengeringan alami

1.Diperolehnya teknik pemilahan tiga jenis kayu Cinnamomum melalui perbedaan ciri umum dan ciri anatomi

2.Diketahuinya BJ, Titik Jenuh Serat (TJS), KA dan laju penurunan kadar air tiga jenis kayu Cinnamomum di bawah dan di atas TJS selama pengeringan alami


(24)

54

3.3.2 Identifikasi Herbarium

Material herbarium diperlukan guna mengecek nama botanis tumbuhan dari contoh sampel yang dikumpulkan. Hasilnya ditetapkan sebagai nama jenis contoh uji penelitian.

3.3.3 Pembuatan Preparat dan Pengamatan Struktur Anatomi

Contoh uji 1 x 1 x 2 (cm) direndam dalam larutan alkohol gliserin 1:1 selama satu minggu. Setelah lunak contoh disayat dengan mikrotom setebal 15- 25 mikron meliputi penampang lintang, radial dan tangensial. Sayatan yang baik dipilih dan dicuci dengan aquades lalu didehidrasi bertingkat dengan alkohol 25, 50, 75, 90%, dan alkohol absolut. Selanjutnya sayatan dibeningkan dengan cara direndam beberapa saat, berturut turut dalam karbolxylol dan toluena. Sesudah itu sayatan direkat dengan entelan (canada balsam) di atas gelas obyek dan siap untuk dilakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui ciri diagnostik (susunan dan bentuk) dan kuantitatif (frekuensi maupun dimensi) sel-sel penyusun kayu yang terdapat pada ke tiga bidang pengamatan.

Preparat maserasi dibuat guna pengamatan dimensi serat. Pembuatannya dilakukan menurut petunjuk Tesoro (1989). Contoh kayu sebesar batang korek api dipanaskan secara perlahan dalam tabung reaksi yang berisi larutan hidrogen peroksida dengan asam asetat glasial 1:1. Serat yang sudah terpisah dicuci bersih dengan air keran lalu diwarnai dengan safranin. Serat yang sudah diwarnai dimuat dalam ge las objek yang terlebih dahulu sudah ditetesi gliserin. Seratnya disebarkan merata lalu ditutup dengan gelas penutup. Sampai tahap ini preparat siap untuk diukur. Ciri kuantitatif berupa dimensi yaitu panjang serat, diameter serat dan diameter lumen diukur di bawah mikroskop.

Pengamatan struktur anatomi (diagnostik dan kuantitatif) didasarkan pada ciri mikroskopik untuk identifikasi kayu daun lebar (Wheeler et al., 1989). Klasifikasi kuantitatif sel berdasarkan Den Berger dalam Martawijaya et al, (2005). Ciri kuantitatif diamati 10 sampai 25 kali pengukuran, yaitu diameter pembuluh sebanyak 25 kali pengukuran, frekuensi pembuluh per mm2 sebanyak 10 kali pengukuran, frekuensi jari sebanyak 10 kali pengukuran, tinggi jari-jari sebanyak 25 kali pengukuran, panjang serat sebanyak 25 kali pengukuran,


(25)

55 diameter dan tebal dinding serat masing- masing 15 kali pengukuran. Hasil pengamatan dimasukkan pada daftar pengamatan ciri anatomi (Tabel 2).

Tabel 2 Contoh Daftar Pengamatan Ciri

3.3.4 Penetapan BJ Kayu

Contoh uji berukuran 2 x 2 x 2 (cm)diukur dimensi basahnya dengan kaliper untuk memperoleh volume basah (VK), lalu dimasukkan dalam oven suhu (103±2)ºC hingga beratnya konstan (BKT). BJ kayu dihitung dengan rumus:

BJ kayu = ? kayu / ? benda standar

? kayu = BKT / VK (

g/cm3

)

Dimana: ? = kerapatan

Penetapan BJ dilakukan 3-4 kali ulangan yang mewakili seluruh bagian batang (teras, peralihan teras ke gubal, dan gubal).

3.3.5 Penetapan TJS

TJS merupakan perbandingan antara susut volume total (dari basah ke kering tanur) dengan nilai BJ kayunya, sementara besar susut adalah

perbandingan selisih ukuran dimensi yang terjadi terhadap dimensi awalnya dalam persen. Susut volume (SV) dan TJS dihitung dengan rumus:

v 1. Batas lingkar tumbuh jelas 2. Batas l.t. tidak jelas

Porositas

3. Tata- lingkar 4. Semi tata- lingkar v 5. Baur

Sebaran pembuluh

6. Pita tangensial

v 7. Pola diagonal atau radial 8. Pola dendritik

Pengelompokan pembuluh

9. Hampir seluruhnya soliter

v 10. Berganda radial 4 atau lebih biasa dijumpai v 11. Bergerombol biasa dijumpai


(26)

56

100%

x

(cm)

VK

(cm)

VKT

(cm)

VK

(%)

SV

=

TJS (%) =

BJ SV

3.3.6 Penetapan KA

Contoh uji 2 x 2 x 2 (cm) ditimbang berat basahnya (BB), kemudian dikeringkan dalam oven suhu (103±2)ºC hingga beratnya konstan lalu ditimbang (BKT). KA kayu dihitung dengan rumus:

KA (%) = x 100%

(gr) tanur kering Berat (gr) tanur kering Berat -(gr) basah Berat

3.3.7 Penetapan Laju Keluarnya Air selama Pengeringan

Papan contoh 2 x 10 x 30 (cm) diletakkan dalam ruangan beratap dengan ventilasi yang cukup. Setiap hari perubahan suhu dan kelembaban sekitar dicatat dengan hygrometer yang diletakkan di sekitar ruangan, sementara penimbangan papan contoh dilakukan secara periodik yaitu dilakukan setiap hari bila penurunan beratnya masih cukup tinggi (selisih = 5 gr), dan tiap dua hari sekali apabila penurunan beratnya sudah cukup rendah (selisih < 5gr). Penimbangan dihentikan bila contoh uji diketahui telah mencapai KA setimbang dengan lingkungan sekitar yang ditandai dengan berat contoh uji yang tidak lagi menunjukkan penurunan yang berarti (selisih 1 hingga 0 gr). KA selama pengeringan udara dicari dengan rumus:

KA (%) = x 100%

(gr) tanur kering Berat (gr) tanur kering Berat -(gr) n ke hari pada Berat dimana : n = 0, 1, 2, 3, dst.

BKT dicari dengan cara memasukkan contoh uji (setelah selesai dikeringkan) dalam oven (103±2)ºC hingga beratnya konstan.


(27)

57 Laju keluarnya air dihitung dengan rumus:

a) Di atas TJS =

n pengeringa Lama

TJS KA -awal KA

(% per hari)

b) Di bawah TJS =

n pengeringa Lama

KAK

-TJS KA

(% per hari)

3.4 Analisis data

Data dimensi sel (pembuluh dan serat) yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan bantuan program MINITAB 14. Nilai yang diperoleh dinyatakan dalam bentuk selang penduga kepercayaan nilai tengah, yaitu x ± t

(0,025,db=n-1) x SE, dimana x adalah nilai rata-rata, t adalah nilai sebaran t-student pada taraf nyata a =5%, dan SE adalah standar eror rata-rata (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).


(28)

58

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi herbarium yang dilakukan mempertegas bahwa ketiga jenis kayu yang diteliti adalah benar Cinnamomum burmanii Blume, C. parthenoxylon Meissn., dan C. subavenium Miq.

4.1 Struktur Anatomi

4.1.1 Cinnamomum burmanii Blume

Ciri umum

Kayu: Lingkar tahun jelas, warna coklat kekuningan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, tekstur agak halus dan merata, arah serat lurus, agak mengkilap, kesan raba agak licin, keras, bau harum kayu manis pada kayu yang masih segar. Kulit: Warna kelabu kehijauan, agak halus, ketebalan sekitar 3 mm.

Ciri anatomi

Batas lingkar tumbuh: jelas ditandai dengan perbedaan ketebalan dinding sel pada lapisan serat. Pembuluh: baur dengan frekuensi agak banyak, 16 per mm2, soliter 83% dan lainnya berganda radial 2(-3-4), ditemui bergerombol; bentuk umumnya bulat; panjang 531±41 (490- 572) mikron; ukuran diameter agak kecil, rata-rata 125±7 (118–132) mikron; bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-seling dengan diameter besar, rata-rata 11 mikron; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, noktah bundar atau bersudut; tilosis biasa dijumpai. Trakeida vaskular tidak dijumpai. Parenkim: axial paratrakea sepihak hingga vasisentrik, parenkim axial apotrakea baur jarang; panjang untai 3-4 sel. Jari-jari: heteroseluler; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal, terkadang sel baring, sel bujur sangkar dan sel tegak bercampur; sempit (-1)2 seri (29 mikron), pendek (627 mikron), frekuensi sangat banyak, 25 per mm. Serat: bersekat tidak dijumpai; serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil, panjang 1455±46,17 (1409-1502) mikron, diameter 27,55±1,34 (26,20-28,89) mikron, tebal dinding 2,19±0,23 (1,95-2,42) mikron, ada penebalan ulir. Sel minyak/lendir: bergabung dengan parenkim aksial dan hadir di antara serat. Saluran interselular: tidak dijumpai. Inklusi mineral: tidak dijumpai.


(29)

59

4.1.2 Cinnamomum parthenoxylon Meissn

Ciri umum

Kayu: Lingkar tahun jelas, warna coklat kekuningan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, textur agak kasar, arah serat lurus, mengkilap, kesan raba agak kesat, agak keras, bau harum pakanangi pada kayu yang masih segar. Kulit: berwarna hijau kelabu, permukaan kasar beralur dengan bintik-bintik (lentisel) yang jelas, ketebalan sekitar 4 – 6 mm

Ciri anatomi

Batas lingkar tumbuh: jelas ditandai perbedaan ketebalan dinding sel pada lapisan serat. Pembuluh: baur dengan frekuensi agak jarang, 7per mm2, soliter 78% dan lainnya berganda radial 2(-3) dan ada yang bergerombol; bentuk bulat; panjang 650±41,12 (609-691) mikron; diameter agak besar, rata-rata 182±11 (171-193) mikron; bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-seling dengan diameter sedang, rata-rata 9 mikron; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; noktah horisontal atau vertikal; tilosis tidak dijumpai. Parenkim: axial paratrakea vasisentrik, parenkim axial apotrakea tersebar jarang; panjang untai 4-7 sel. Jari- jari: heteroseluler; 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; agak sempit (1)-2 seri (33 mikron), luar biasa pendek (308 mikron), frekuensi agak banyak, 9 per mm. Serat: bersekat dijumpai; serat tanpa sekat dijumpai; pita serat mirip parenkim selang-seling dengan serat biasa; serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil, panjang 1318±30 (1288-1349) mikron, diameter 40±1 (39-41) mikron, tebal dinding 2,5±0,18 (2,68-2,31) mikron. Sel minyak/lendir: bergabung dengan jari-jari; sel minyak/lendir bergabung dengan parenkim aksial. Inklusi mineral: tidak dijumpai.

4.1.3 Cinnamomum subavenium Miq

Ciri umum

Kayu: Lingkar tahun jelas, warna coklat kekuningan, perbedaan antara warna kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, tekstur halus, arah serat lurus, keras,


(30)

60 mengkilap, bau kayu segar harum kayu manis, kesan raba agak kesat. Kulit: warna kelabu kehijauan, agak halus, ketebalan sekitar 3 mm.

Ciri anatomi

Batas lingkar tumbuh: jelas ditandai dengan adanya perbedaan ketebalan dinding sel pada lapisan serat. Pembuluh:baur dengan frekuensi agak banyak 16 per mm2, soliter 87% dan lainnya berganda radial 2 (-3); bentuk umumnya bulat; panjang 440±26 (414-466) mikron; ukuran diameter agak kecil, rata-rata 128±7 (121-135) mikron; bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-seling bersegi banyak dengan diameter kecil, rata-rata 7 mikron; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; noktah horisontal atau vertikal; tilosis umum dijumpai. Trakeida vaskular tidak dijumpai. Parenkim: axial paratrakea sepihak dan vasisentrik, parenkim axial apotrakea tersebar jarang; panjang untai 4 (-7) sel. Jari-jari: heteroseluler; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; agak lebar 1-3 seri (55 mikron), sangat pendek (610 mikron), frekuensi agak banyak, 9 per mm. Serat: bersekat dijumpai, serat tanpa sekat dijumpai; serat dengan noktah halaman yang jelas, panjang 1242±33 (1208-1274) mikron, diameter 27,12±1,54 (25,57-28,66) mikron, tebal dinding 2,07±0,23 (1,84-2,30) mikron. Sel minyak/lender: bergabung denganjari-jari dan parenkim aksial. Inklusi mineral: tidak dijumpai.

Bentuk pohon dan batang, serta foto mikroskopis pada ketiga bidang sayat masing- masing jenis dapat dilihat pada Gambar 5 hingga 12.


(31)

61

a

Gambar 5 Bentuk pohon dan batang C. burmaniiBlume

Keterangan: (a) dan (b) lokasi tumbuh, (c) bentuk batang dan tajuk pohon, (d) kayu segar bagian dalam batang,(e) tumpukan batang yang sudah kering

a b c

d e

Gambar 6 Bentuk pohon dan batang C.parthenoxylon Meissn.

Keterangan: (a) tajuk, (b) batang hasil pertunas an pohon yang tumbang (panah), (c) lentisel pada permukaan kulit, (d) alur pada kulit luar (e) potongan lintang batang, (f) dan (g) potongan akar dan tunggak

a b c


(32)

62

Gbr 1 C. burmanii (50 x)

sel pembuluh/pori baur, soliter dan gandaan 2(-3-4), bergerombol ada, parenkim sepihak,

Gambar 8 Penampang lintang

Gambar 7 Bentuk pohon dan batang C. subaveniumMiq (kayu manis/ Aju cening)

Keterangan: (a) tajuk dan batang pohon, (b) daun, (c) tunggak yang mudah bertunas, (d) dan (e) permukaan potongan lintang batang

e

c

a b

d

C. burmanii (50 x) sel pembuluh/pori baur, soliter dan gandaan 2(-3-4), bergerombol ada, parenkim sepihak, vaskisentrik, tersebarjarang

C. parthenoxylon (50 x) sel pembuluh/pori baur, soliter dan gandaan radial 2(-3), parenkim

vaskisentrik dan tersebar

C. subavenium (50 x) sel pembuluh/pori baur, soliter dan gandaan radial 2(-3), parenkim sepihak, vaskisentrik, tersebar jarang


(33)

63 Gambar 9 Penampang radial

Gambar 10 Penampang tangensial

C. burmanii (50 x) jari-jari heteroseluler dgn 1 jalur sel tegak/sel bujur sangkar marjinal, terkadang sel baring, sel bjr skr dan/sel tegak bercampur, sel minyak/lendir bergabung dgn parenkim

C. parthenoxylon (50 x) sel jari-jari heteroseluler dgn 1 jalur sel tegak atau sel bujur sangkarmarjinal, sel minyak/lendir

bergabung dgn parenkim aksial

C. subavenium (100 x) sel jari-jari heteroseluler dgn 1 jalur sel tegak dan/sel bujur sangkar marjinal, minyak/lendir bergabung dgn parenkim aksial

C. burmanii (50 x) sel jari-jari dgn lebar (-1)2 seri, parenkim 3-4 untai/utas

C. parthenoxylon (50 x) sel jari-jari dgn lebar (-1)2 seri, parenkim 4-7 untai/utas

C. subavenium (100 x) Sel jari-jari dgn lebar 1-3 seri, parenkim 4(-7) untai/utas


(34)

64 Gambar 11 Noktah antar pembuluh dan serat bersekat (pada penampang

tangensial)

C. burmanii (100 x) Noktah antar pembuluh selang-seling

C. parthenoxylon (100 x) Noktah antar pembuluh selang-seling, dan ada serat bersekat

C. subavenium(200 x) Noktah antar pembuluh selang-seling bersegi banyak, dan ada serat bersekat

Gambar 12 Noktah antar pembuluh dengan jari-jari (pada penampang radial)

C. burmanii (200 x)

Noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; noktahbundar atau bersudut

C. parthenoxylon (200 x)

Noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; noktah horisontal atau vertikal


(35)

65 Perbandingan ciri anatomi (mikroskopis) dari ketiga jenis kayu Cinnamomum dituangkan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan ciri anatomi

Ciri anatomi Cinnamomum

burmanii Blume

Cinnamomum

parthenoxylon Meissn

Cinnamomum

subavenium Miq

A. Batas lingkar tumbuh ? ? ?

B. Pembuluh

1. Bentuk bulat bulat bulat

2. Persen soliter (%) 83 78 87

3. Pembuluh gandaan 2(-3-4) 2(-3) 2(-3)

4. Diameter (mikron) agak kecil, 125 ± 7 Agak besar, 182 ± 11 Agak kecil, 128 ± 7 5. Frekuensi per mm 2 Agak banyak, 16 Agak jarang, 7 Agak banyak,16

6. Panjang (mikron) 531 ± 41 625 ± 41 470 ± 26

7. Noktah antar pembuluh a. Susunan

selang-seling selang-seling selang-seling, bersegi banyak b. Diameter (mikron) Besar, 11 sedang, 9 kecil, 7

8. Noktah antar pembuluh

dengan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana;ceruk bundar

atau bersudut

dengan halaman yang sempit sampai sederhana;

noktah horisontal atau vertikal

dengan halaman yang sempit sampai sederhana; noktah

horisontal atau vertikal

9. Tilosis biasa + ? +

10. Endapan ? ? ?

C. Parenkim

1. Paratrakea paratrakea sepihak,

vaskisentrik paratrakea vaskisentrik

paratrakea sepihak, vaskisentrik

2. Apotrakea baur jarang baur jarang baur jarang

3. Panjang utas sel 3-4 4-7 4(-7)

4. Parenkim

fusiform/gelendong ? ? ?

D. Jari-jari

1. Homoselular ? ? ?

2. Heteroselular + + +

3. Lebar (seri) / (mikron) sempit, (1)-2/29 (1)-2/33 1-3/56 4. Tinggi rata-rata (mikron) sangat pendek, 627 luar biasa pendek, 308 sangat pendek, 610 5. Tinggi maksimum

(mikron) 996

490

810 6. Frekuensi per mm 2 sangat banyak, 25 agak banyak, 9 Agak banyak, 9

E. Serat (Serabut)

1. Bersekat ? + +

2. Tanpa sekat + + +

3. Noktah halaman + + +

4. Tebal dinding (mikron) 2,19 ± 0,23 2,5 ± 0,18 2,07 ± 0,23 5. Diameter (mikron) 27,55 ± 1,34 40 ± 1,17 27,12 ± 1,54

6. Panjang (mikron) 1455 ± 46 1 318 ± 30 1 242 ± 33

F. Sel minyak + + +

G. Inklusi mineral ? ? ?


(36)

66 Ketiga jenis ini memiliki persamaan ciri umum berupa warna kayu coklat kekuningan; tidak jelas batas antara kayu teras dan kayu gubal; serat kayu lurus hingga berpadu; tekstur kayu agak halus dan biasanya mengeluarkan bau harum; lingkar tumbuh umumnya jelas.

Persamaan ciri anatomi diantara ketiga jenisnya yaitu pori tersebar, soliter dan ganda radial 2(-3); bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh susunannya selang-seling; parenkim axial paratrakea sepihak hingga vasisentrik (selubung), parenkim axial apotrakea baur jarang; jari-jari heteroseluler; serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; dan dijumpai sel minyak/lendir. Sebagian besar persamaan ciri mikroskopis tersebut juga terdapat pada diskripsi anatomi jenis C. iners, C. porrectum, C. sintoc dan C. verum dalam Lemmens (1995), disebutkan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki ciri mikroskopis batas lingkar tumbuh tidak jelas hingga samar, susunan pembuluh baur, frekuensi pembuluh 20-50-/mm2, pengelompokan pembuluh soliter dan ganda radial 2-3(-4), rata-rata diameter tangensial 80-170 (-200) mikron, bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang-seling, tilosis biasanya ada, parenkim jarang hingga banyak, vaskisentrik hingga aliform; parenkim apotrakeal baur, jari-jari 2-3(-5) seri, heteroseluler dengan 1(-2) jalur sel tegak hingga sel bujur sangkar marjinal. Menurut Kikata et al (2002), pada C. porrectum ditemukan parenkim apotrakea baur, vaskisentrik dan jarang aliform; jarang yang memiliki lingkar tumbuh jelas, memiliki bau harum; serat jarang bersekat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sempit; sel minyak/lendir berasosiasi dengan parenkim axial atau jari-jari. Dalam Martawijaya et al (2005) disebutkan bahwa C. parthenoxylon memiliki pori soliter dan bergabung radial 2-4, kadang bergerombol; parenkim jarang hingga banyak, selubung lengkap, terkadang parenkim terminal.

Perbedaan ciri anatomi dapat dilihat melalui susunan noktah antar pembuluh selang-seling yang bersegi banyak, serta rata-rata diameter dan panjang pembuluh masing- masing 131 mikron dan 470 mikron yang hanya ditemui pada C. subavenium. Sedangkan kedua jenis lainnya dapat dibedakan diantaranya melalui bentuk noktah antar pembuluh dengan jari-jari bundar atau bersudut, komposisi jari-jari heteroselular yang terkadang dijumpai sel baring dan sel bujur sangkar/sel tegak bercampur, serta tidak ditemuinya serat bersekat pada C. burmanii, pada C.


(37)

67 parthenoxylon ditemukan rata-rata diameter dan panjang pembuluh masing-masing sebesar 172 mikron dan 625 mikron, serta tidak ditemui tylosis. Dari persamaan dan perbedaan ciri struktur anatomi dapat dibuat kunci identifikasi seperti tertera pada Tabel 4.

Tabel 4 Kunci identifikasi tiga jenis Cinnamomum

1

Susunan pori tersebar, soliter dan ganda radial 2(-3); bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh susunannya selang-seling; parenkim axial paratrakea sepihak hingga vaskisentrik (selubung), parenkim axial apotrakea baur jarang; jari-jari heteroseluler; serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; dijumpai sel minyak/lendir yang bergabung dengan parenkim aksial

2

2A

Diameter rata-rata pembuluh 125 mikron, panjang rata-rata pembuluh 531 mikron, terdapat tilosis biasa; serat tanpa sekat, tebal rata-rata dinding serat 2,19 mikron, panjang rata-rata serat 1455 mikron; komposisi jari-jari heteroseluler dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal, terkadang sel baring, sel bujur sangkar dan sel tegak bercampur; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, noktah bundar atau bersudut

Cinnamomum burmanii Blume

2B

Komposisi jari-jari heteroseluler dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; noktah antar pembuluh dengan jari-jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, noktah horisontal atau vertikal

3

3A

Diameter rata-rata pembuluh 182 mikron, panjang rata-rata pembuluh 650 mikron, tilosis tidak ada; serat bersekat, tebal rata-rata dinding serat 2,5 mikron, panjang rata-rata serat 1318 mikron

Cinnamomum parthenoxylon

Meissn

3B

Diameter rata-rata pembuluh 128 mikron, panjang rata-rata pembuluh 440 mikron; tilosis ada; noktah antar pembuluh susunannya selang-seling, bersegi banyak; serat bersekat, tebal rata-rata dinding serat 2,07 mikron, panjang rata-rata serat 1242 mikron

Cinnamomum subavenium Miq


(38)

68

4.2 BJ, TJS, KA dan Laju Pengeringan Udara

BJ, KA, TJS dan lamanya waktu pengeringan hingga tercapai KAK dengan lingkungan sekitar pada suhu antara 26-27ºC dan kelembaban antara 79-73%, serta laju pengeringan secara lengkap tertera pada Tabel 5.

Tabel 5 BJ, KA, lamanya hari dan laju pengeringan udara

Jenis Pengukuran/ Pengamatan

Cinnamomum

burmanii Blume

Cinnamomum parthenoxylon

Meissn

Cinnamomum

subavenium Miq

BJ 0,52 0,31 0,51

KA (%)

segar 75,72 115,18 79,55 awal 55,53 101,6 58,66 setimbang 14,86 14,19 15,23 TJS 22,58 32,15 23,25

Lama pengeringan (hari)

dari KA awal ke KA TJS 8 6 7

dari KA TJS ke KA

setimbang 10 12 11

dari KA awal ke KA

setimbang 17 17 17

Laju pengeringan/laju penurunan KA (% / hari)

di atas TJS 4,11 11,57 5,05 di bawah TJS 0,77 1,49 0,72 dari KA awal

pengeringan ke KA setimbang

2,40 5,14 2,55

BJ kayu C. burmanii, C. parthenoxylon, dan C. subavenium berturut-turut adalah 0,52; 0,31; dan 0,51. Nilai ini masuk dalam selang sebagaimana Oey Djoen Seng (1950), kecuali C. parthenoxylon. BJ kayu dari marga Cinnamomum berkisar antara 0,36 hingga 0,65. Meskipun dinding seratnya lebih tebal dari dua jenis yang lain, rendahnya BJ kayu C. parthenoxylon disebabkan karena tingginya porsi rongga sel yang dimiliki. Hal ini dibuktikan dari ukuran diameterrongga serabut dan pembuluh yang lebih besar.

Nilai KAK pada ketiga jenis kayu Cinnamomum yang diteliti berkisar antara 14-15%. Nilai ini masuk dalam kisaran hasil penelitian Kadir (1973) yang menyatakan bahwa KAK untuk wilayah Bogor dan sekitarnya sebesar 14,75%.

Laju keluarnya air disajikan pada Gambar 13. Dari gambar tersebut terlihat bahwa penurunan KA pada periode di atas TJS (KA > 22-31%) menukik tajam,


(39)

69 kemudian melambat pada periode di bawah TJS hingga konstan pada KA 14-15% (setimbang) di hari ke 17. Hal ini dikarenakan yang keluar selama periode di atas TJS adalah air bebas, sedangkan untuk mengeluarkan air terikatnya (untuk periode di bawah TJS) butuh energi yang lebih besar.

Lamanya pengeringan dari KA awal ke KA TJS berlangsung selama 6 hingga 8 hari. Dari KA TJS ke KAK berlangsung selama 10 hingga 12 hari. Kecepatan pengeringan dari KA awal hingga mencapai KAK paling tinggi terjadi pada C. parthenoxylon. Hal ini diperkuat dengan tidak dijumpainya tilosis atau endapan lain dalam rongga sel pembuluh kayu C. parthenoxylon yang dapat menghambat keluarnya air dari kayu. Selain itu banyaknya jumlah sel parenkim yang berasosiasi dengan sel minyak/lendir pada C. parthenoxylon diduga juga menyebabkan kecepatan pengeringan yang terjadi lebih tinggi dibanding jenis lainnya.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Hari ke

Kadar air (%)

C. burmanii C. subavenium C. parthenoxylon

Gambar 13 Grafik penurunan kadar air selama pengeringan

Bentuk parenkim pita tangensial dan sel jari-jari lebar yang tidak dimiliki oleh ketiga jenis Cinnamomum ini sebenarnya juga merupakan keuntungan dalam menghindari retak dan pecah selama pengeringan. Menurut Basri dan Mandang (2002), retak dan pecah pada kayu selama proses pengeringan biasanya terjadi lewat jari-jari, apalagi bila kayunya berat dan sel jari-jarinya lebar. Pada sel parenkim bentuk pita dan rapat beraturan sangat memudahkan keluarnya air ke arah tebal atau lebar. Jika di lihat pada gambar grafik di atas, maka penurunan KA selama pengeringan udara yang tidak terlalu tajam menunjukkan bahwa proses


(40)

70 pengeringan pada kayu C. burmanii dan C subavenium diperkirakan tidak menyebabkan keretakan maupun pecah kayu. Jika penguapan air bebas lebih cepat, maka penguapan air terikat memerlukan energi lebih besar yang dapat menimbulkan retakan-retakan pada permukaan kayu (Karnasudirdja dan Hidayat, 1985).


(41)

71

DAFTAR PUSTAKA

Basri, E. dan Y. I. Mandang. 2002. Pentingnya pemahaman anatomi dalam pengeringan kayu. Info Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor.

Bowyer J. L., Shmulsky, J. G. Haygreen. 2003. Forest Products and Wood Science. An Introduction. Fourth Edition. Iowa State Press. USA.

Hamid, A., E. A. Hadad dan O. Rosiana. 1990. Upaya pelestarian tumbuhan obat di BALITRO dalam E.A.M. Zuhud. 1991. Pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat hutan tropis Indonesia. Kerjasama Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor dan Yayasan Pembinaan Suaka Alam dan Margasatwa Indonesia, Bogor.

Hasanah, M., Y. Nuryani, A. Djisbar, E. Mulyono, E. Wikardi, dan A. Asman. 2004. Indonesian Cassia (Indonesian Cinnamon). Medicinal and Aromatic Plants-Industrial Profiles. CRC PRESS. Boca, Raton, New York, Washington, D.C.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Terjemahan. Badan Litbang Kehutanan, Jakarta.

Jafarsidik, Y. 1986. Potensi tumbuhan hutan (pohon) penghasil obat tradisional. Prosiding diskusi pemanfaatan kayu kurang dikenal. Badan Litbang Kehutanan, Bogor.

Kadir, K. 1973. Kadar Air Kayu Kering Udara di Bogor. Laporan (Report) No. 12. Lembaga Penelitian Hasil Hutan (Forest Products Research Institute). Direktorat Jenderal Kehutanan. Departemen Peretanian. Bogor.

Karnasudirdja, S. dan S. Hidayat. 1985. Kecepatan Pengeringan Alami Beberapa Kayu Indonesia. Lembaran Penelitian (Research Note). No. 16. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Kikata, Y., T. Okuyama, A. Tejada, S. Uchiyama, Y. Kanagawa, dan S. N. Marsoem. 2002. Tropical Timbers Database. ITTO. Yokohama. Japan. Kostermans A. J. G. H. 1957. Lauraceae. Pengumuman. Communication. No. 57.

Balai Besar Penjelidikan Kehutanan Indonesia. Bogor.

Lemmens, R. H. M. J., I Soerianegara and W. C. Wong. 1995. Plant Resources of South East Asia No. 5 (2). Timber Trees: Minor Commercial Timbers. Bogor. Indonesia.

Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir dan S. A. Prawira. 2005. Atlas Kayu Indonesia. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Mattjik, A. A. dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. IPB PRESS.Bogor

Metcalfe, C. R. dan L. Chalk. 1950. Anatomy of The Dicotyledones. Oxford At The Clarendon Press. P. 317-326.


(42)

72 Nurdjannah, N. 1992. Pengolahan kayu manis. Edisi khusus LITTRO Vol.VIII

No. 1. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Oey Djoen Seng. 1990. Berat Jenis dari Jenis-jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. Pengumuman Nr. 13. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Rismunandar. 1989. Kayu Manis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudibyo, M. 1991. Tinjauan Kondisi Stok dan Suply-Demand Tumbuhan Obat. Prosiding Seminar Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat dari Hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Tesoro, F. O. 1989. Methodology for Project 8 on Corypha and livistona. Forest Products Research and Development Institute. College, Laguna 4031. Philippines.

Wheeler, E. A., P. Gasson and P. Baas. 1989. List of microscopic features for hardwood identification. IAWA Bull. n.s.10 (3): 219-332.


(43)

73

LAMPIRAN


(44)

74 Lampiran 1 Analisis ragam dimensi sel pembuluh dan serat

Jenis : C. parthenoxylon One-Sample T: diameter pembuluh

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI diameter 30 182.742 30.066 5.489 (171.515, 193.969) One-Sample T: panjang pembuluh

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI

panjang 30 650.360 110.157 20.112 (609.227, 691.493) One-Sample T: tebal dinding serat

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI tbl ddg 25 2.50080 0.44991 0.08998 (2.31509, 2.68651) One-Sample T: diameter serat

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI Dmtr srt 25 40.4160 2.8380 0.5676 (39.2445, 41.5875) One-Sample T: panjang serat

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI panjang 30 1318.73 81.73 14.92 (1288.22, 1349.25)

Jenis : C. burmanii

One-Sample T: diameter pembuluh

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI diameter 25 125.492 17.188 3.438 (118.397, 132.587)

One-Sample T: panjang pembuluh

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI panjang 25 531.921 99.432 19.886 (490.878, 572.965) One-Sample T: tebal dindg serat

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI Tbl.dindg 15 2.19200 0.42175 0.10890 (1.95844, 2.42556) One-Sample T: diameter serat

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI diameter 15 27.5520 2.4276 0.6268 (26.2076, 28.8964) One-Sample T: panjang serat

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI panjang 30 1455.91 123.66 22.58 (1409. 73, 1502.08)

Jenis: C. subavenium One-Sample T: diameter pembuluh

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI diameter 25 128.515 16.961 3.392 (121.513, 135.516) One-Sample T: panjang pembuluh

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI panjang 25 440.871 64.950 12.990 (414.061, 467.681)

One-Sample T: tebal dindg serat


(45)

75

tbl ddg 15 2.07200 0.41437 0.10699 (1.84253, 2.30147) One-Sample T: diameter serat

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI diameter 15 27.1200 2.7915 0.7208 (25.5741, 28.6659) One-Sample T: panjang serat

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI panjang 30 1241.71 87.87 16.04 (1208.90, 1274.52)


(46)

76 Lampiran 2 Suhu dan kelembaban udara sekitar lokasi pengeringan

No. Tanggal

Suhu (0C)

kelembaban (%)

10.00 14.00 16.00 10.00 14.00 16.00

1 1-Mar-09 27 29 30 71 59 59

2 2-Mar-09 27 28 28 77 74 73

3 3-Mar-09 26 29 30 81 72 71

4 4-Mar-09 26 27 26 86 89 89

5 5-Mar-09 25 27 28 87 76 71

6 6-Mar-09 26 27 26 87 74 75

7 7-Mar-09 25 26 26 87 76 72

8 8-Mar-09 25 27 26 87 75 85

9 9-Mar-09 26 27 27 89 79 78

10 10-Mar-09 26 27 26 78 76 76

11 11-Mar-09 25 28 28 85 76 75

12 12-Mar-09 26 29 28 81 70 72

13 13-Mar-09 26 27 26 86 76 75

14 14-Mar-09 26 28 29 73 64 75

15 15-Mar-09 27 29 28 71 62 63

16 16-Mar-09 27 29 30 73 63 65

17 17-Mar-09 28 24 25 73 68 69

18 18-Mar-09 27 29 29 75 69 69

19 19-Mar-09 27 27 27 84 88 80

20 20-Mar-09 29 29 29 73 73 69

21 21-Mar-09 29 31 29 70 61 72

22 22-Mar-09 30 27 27 70 79 81

23 23-Mar-09 28 27 26 74 83 88


(47)

77 Lampiran 3 Hasil pengukuran kadar air kayu segar (jenuh air)

No. Jenis Kode

sampel Berat awal (gr) BKT (gr) KA (%) 1 C. parthenoxylon PG1 9.0703 3.2734 177.0911

2 PG2 8.3485 3.1848 162.1358

3 PG3 7.2474 3.2271 124.5793

154.6021

4 PT1 6.0523 2.6033 132.4857

5 PT2 6.2070 2.6717 132.3240

6 PT3 5.6304 2.6516 112.3397

125.7165

7 PP1 6.9505 3.9074 77.8804

8 PP2 5.5425 3.2997 67.9698

9 PP3 4.7655 2.9681 60.5573

10 PP4 5.7177 3.7007 54.5032

65.2277

total rata-rata 115.1821

11 C.subavenium SG1 9.0132 5.0024 80.1775

12 SG2 9.09 5.057 79.7508

13 SG3 9.0911 5.5428 64.0164

14 SG4 9.6953 5.42 78.8801

75.7062

15 ST1 8.6876 4.4758 94.1016

16 ST2 8.5614 4.3144 98.4378

17 ST3 7.5821 4.1171 84.1612

18 ST4 8.9878 4.6679 92.5448

92.3114

19 SP1 8.8522 5.4248 63.1802

20 SP2 8.9744 5.17 73.5861

21 SP3 8.3578 5.0458 65.6387

22 SP4 9.1983 5.1057 80.1575

70.6406

79.5527 23 C.burmanii BG1 9.1751 5.3837 70.4237

24 BG2 9.7435 5.4816 77.7492

25 BG3 9.9597 5.5804 78.4765

75.5498

26 BT1 7.1585 4.1404 72.8939

27 BT2 7.6004 4.492 69.1986

28 BT3 8.3226 4.3629 90.7584

77.6170

29 BP1 9.4394 5.4511 73.1650

30 BP2 9.7181 5.4952 76.8471

31 BP3 10.3149 5.785 78.3042

32 BP4 9.0032 5.3701 67.6542

73.9926

total rata-rata 75.7198

Ket: T = Teras G = Gubal


(48)

78 Lampiran 4 Hasil pengukuran berat jenis dan titik jenuh serat

Kode VK basah

VK

BKT selisih sst

volm BKT

VK

basah BJ TJS

C. burmanii

BT1 8.6068 7.584 1.022 11.88 4.14 8.6068 0.48 24.69 BT2 8.6947 7.381 1.314 15.11 4.492 8.6947 0.52 29.24 BT3 9.702 8.61 1.092 11.26 4.363 9.702 0.45 25.03 0.48 26.32 BG1 10.28 8.894 1.387 13.49 5.384 10.28 0.52 25.76 BG2 10.601 9.482 1.119 10.56 5.482 10.601 0.52 20.42 BG3 10.584 9.666 0.918 8.673 5.58 10.584 0.53 16.45 0.52 20.88 BP1 10.396 9.222 1.173 11.29 5.451 10.396 0.52 21.52 BP2 10.396 9.18 1.216 11.69 5.495 10.396 0.53 22.12 BP3 10.526 9.468 1.059 10.06 5.785 10.526 0.55 18.3 BP4 9.5721 8.487 1.085 11.33 5.37 9.5721 0.56 20.2 0.54 20.54

total rata-rata 0.52 22.58

C. subavenium

ST1 9.3494 8.314 1.035 11.07 4.476 9.3494 0.48 23.13 ST2 9.1292 8.132 0.998 10.93 4.314 9.1292 0.47 23.12 ST3 8.5089 7.676 0.833 9.793 4.117 8.5089 0.48 20.24 ST4 9.8637 8.824 1.04 10.54 4.668 9.8637 0.47 22.27 0.48 22.19 SG1 9.7436 8.596 1.147 11.78 5.002 9.7436 0.51 22.94 SG2 10.2 8.859 1.341 13.14 5.057 10.2 0.5 26.51 SG3 10.219 9.08 1.139 11.15 5.543 10.219 0.54 20.56 SG4 10.079 8.904 1.174 11.65 5.42 10.079 0.54 21.67 0.52 22.92 SP1 9.9476 8.694 1.253 12.6 5.425 9.9476 0.55 23.1 SP2 9.3913 7.973 1.419 15.11 5.17 9.3913 0.55 27.44 SP3 9.6072 8.387 1.22 12.7 5.046 9.6072 0.53 24.18 SP4 9.5887 8.372 1.216 12.68 5.106 9.5887 0.53 23.82 0.54 24.64

total rata-rata 0.51 23.25

C.parthenoxylon

PG1 10.044 9.125 0.919 9.15 3.2734 10.044 0.33 28.08 PG2 9.9524 8.727 1.225 12.31 3.1848 9.9524 0.32 38.47 PG3 10.136 9.189 0.947 9.342 3.2271 10.136 0.32 29.34 0.32 31.96 PT1 10.046 9.195 0.851 8.47 2.6033 10.046 0.26 32.68 PT2 9.7121 8.576 1.136 11.69 2.6717 9.7121 0.28 42.51 PT3 9.5777 8.627 0.951 9.929 2.6516 9.5777 0.28 35.87 0.27 37.02 PP1 10.527 9.632 0.895 8.5 3.9074 10.527 0.37 22.9 PP2 11.2 9.887 1.314 11.73 3.2997 11.2 0.29 39.81 PP3 10.117 9.362 0.755 7.462 2.9681 10.117 0.29 25.43 PP4 10.025 9.222 0.803 8.007 3.7007 10.025 0.37 21.69 0.33 27.46


(49)

Lampiran 5 Hasil pengukuran kadar air selama pengeringan udara (1s/d 23 Maret 2009)

No. Kode Jenis

BKT (gr)

awal (0)

Ka.awal

(%) 1 KA(%) 2 KA(%) 3 KA(%) 4 KA(%) 5 KA(%) 6 KA(%) 7 KA(%) 8 KA(%) 1 BT-1 C. burmanii 303 459 51.4851 417 37.6 403 33 392 29.4 387 27.72 378 24.75 374 23.43 370 22.11 369 21.78 2 BT-2 329 524 59.2705 481 46.2 460 39.8 449 36.5 443 34.65 424 28.88 420 27.66 415 26.14 413 25.53 3 BG 349 547 56.7335 495 41.8 475 36.1 456 30.7 449 28.65 437 25.21 432 23.78 427 22.35 425 21.78 4 BP 366 566 54.6448 514 40.4 492 34.4 478 30.6 472 28.96 460 25.68 454 24.04 448 22.4 446 21.86 rata-rata 55.5335 41.5 35.8 31.8 30 26.13 24.73 23.25 22.7

5 ST-1

C.

subavenium 309 506 63.754 459 48.5 439 42.1 421 36.2 413 33.66 399 29.13 392 26.86 386 24.92 382 23.62 6 ST-2 328 518 57.9268 466 42.1 449 36.9 432 31.7 426 29.88 415 26.52 407 24.09 403 22.87 399 21.65 7 SG 357 553 54.902 508 42.3 487 36.4 470 31.7 463 29.69 451 26.33 446 24.93 439 22.97 437 22.41 8 SP 365 577 58.0822 523 43.3 495 35.6 480 31.5 471 29.04 459 25.75 452 23.84 445 21.92 443 21.37 rata-rata 58.6663 44.1 37.7 32.8 30.57 26.93 24.93 23.2 22.26

9 PT-1

C.

parthenoxylon 165 339 105.455 278 68.5 254 53.9 233 41.2 225 36.36 210 27.27 202 22.42 196 18.79 195 18.18 10 PT-2 168 333 98.2143 287 70.8 265 57.7 250 48.8 243 44.64 231 37.5 224 33.33 219 30.36 215 27.98 11 PG 207 492 137.681 430 108 392 89.4 365 76.3 346 67.15 323 56.04 310 49.76 289 39.61 281 35.75 12 PP 210 347 65.2381 304 44.8 283 34.8 268 27.6 261 24.29 253 20.48 250 19.05 248 18.1 249 18.57


(50)

80 Lampiran 5 (Lanjutan)

9 KA(%) 10 KA(%) 11 KA(%) 12 KA(%) 13 KA(%) 14 KA(%) 15 KA(%) 16 KA(%) 17 KA(%) 18 KA(%) 19 KA(%) 20 KA(%) 366 20.79 363 19.8 361 19.14 359 18.48 359 18.5 355 17.16 352 16.17 350 15.51 349 15.18 352 16.17 349 15.18 350 15.51 406 23.4 398 20.97 393 19.45 391 18.84 389 18.2 385 17.02 380 15.5 377 14.59 377 14.59 379 15.2 378 14.89 379 15.2 422 20.92 420 20.34 417 19.48 415 18.91 415 18.9 411 17.77 407 16.62 404 15.76 401 14.9 404 15.76 403 15.47 404 15.76 443 21.04 440 20.22 437 19.4 434 18.58 434 18.6 430 17.49 425 16.12 421 15.03 420 14.75 422 15.3 422 15.3 424 15.85 21.54 20.33 19.37 18.7 18.6 17.36 16.1 15.22 14.86 15.61 15.21 15.58 377 22.01 373 20.71 369 19.42 367 18.77 367 18.8 363 17.48 359 16.18 356 15.21 356 15.21 359 16.18 357 15.53 359 16.18 394 20.12 392 19.51 389 18.6 388 18.29 388 18.3 384 17.07 380 15.85 378 15.24 378 15.24 380 15.85 379 15.55 380 15.85 432 21.01 428 19.89 425 19.05 423 18.49 423 18.5 418 17.09 414 15.97 412 15.41 412 15.41 414 15.97 411 15.13 411 15.13 440 20.55 436 19.45 434 18.9 431 18.08 431 18.1 426 16.71 422 15.62 421 15.34 420 15.07 420 15.07 421 15.34 422 15.62 20.92 19.89 18.99 18.41 18.4 17.09 15.9 15.3 15.23 15.77 15.39 15.69 195 18.18 194 17.58 193 16.97 192 16.36 193 17 191 15.76 188 13.94 188 13.94 187 13.33 189 14.55 190 15.15 191 15.76 210 25 205 22.02 199 18.45 197 17.26 198 17.9 195 16.07 192 14.29 191 13.69 191 13.69 193 14.88 193 14.88 194 15.48 272 31.4 263 27.05 257 24.15 253 22.22 250 20.8 245 18.36 240 15.94 239 15.46 238 14.98 240 15.94 240 15.94 241 16.43 249 18.57 248 18.1 247 17.62 245 16.67 246 17.1 244 16.19 241 14.76 241 14.76 241 14.76 242 15.24 241 14.76 242 15.24 23.29 21.19 19.3 18.13 18.2 16.59 14.73 14.46 14.19 15.15 15.18 15.72


(51)

81 Lampiran 5 (Lanjutan)

21 KA(%) 22 KA(%) 23 KA(%) 350 15.51 350 15.51 353 16.5 379 15.2 379 15.2 382 16.11 403 15.47 404 15.76 407 16.62 423 15.57 423 15.57 427 16.67

15.44 15.51 16.47

359 16.18 359 16.18 361 16.83 380 15.85 380 15.85 383 16.77 411 15.13 411 15.13 414 15.97 421 15.34 421 15.34 425 16.44

15.63 15.63 16.5

190 15.15 191 15.76 193 16.97 194 15.48 194 15.48 196 16.67 240 15.94 241 16.43 243 17.39 242 15.24 242 15.24 245 16.67


(52)

33

ABSTRACT

ANDIANTO. Anatomical characteristic and air drying rate of three Cinnamomum wood species. Under direction of IMAM WAHYUDI and ISTIE SEKARTINING RAHAYU.

Genus of Cinnamomum is well known enough as medicinal plant since it produces several active substances for many medicinal purposes. The bark, known as kulit kayu manis, and wood were extracted and utilized for food and pharmacy industries. Since the family consists of many species, wood identification as well as its drying rate should be examined well to proper utilization. Therefore, the aim of this research was to study the anatomical characteristic and drying rate of three Cinnamomum species, namely C. burmanii, C. parthenoxylon, and C. subavenium which were obtained from Solok (West Sumatera), Donggala (Central Sulawesi), and Maros (South Sulawesi). Wood and leaves were also collected as the sample. The wood then was utilized for anatomical and drying observations, while the remains for herbarium comparison. Both observations were carried out using the standard procedures. The result indicated that all species have similar wood characteristic such as brown to yellowish in colour; texture fine to rather fine; odoriferous while fresh; sapwood and heartwood indistinct; growth ring distinct; diffuse in porous; solitary and radial multiples of 2(-3) cells; simple perforation plates; intervessel pits alternate; oil and mucilage cells present. Specific character for each species as follow: vessel-ray pitting was much reduced to apparently simple; pits rounded or angular in C. burmanii; tyloses are absent in C. parthenoxylon; and in case of C. subavenium intervessel pittings are alternate, and the pits are polygonal in shape. Drying observation indicated that C. parthenoxylon wood is more easy to be dried with the rate of 5.14% per day compared to C. subavenium (2.55% per day) as well as C. burmanii (2.40% per day) from wet- to equilibrium conditions.


(53)

34

RINGKASAN

ANDIANTO. Ciri Anatomi dan Laju Pengeringan Alami Tiga Jenis Kayu

Cinnamomum. Di bawah bimbingan IMAM WAHYUDI sebagai ketua dan ISTIE SEKARTINING RAHAYU sebagai anggota.

Keberadaan jenis pohon kayu manis (Cinnamomum sp.) yang awalnya banyak tumbuh di hutan, dewasa ini sudah banyak dibudidayakan pada lahan perkebunan dan pekarangan terutama untuk jenis C. burmanii. Pemanfaatan jenis Cinnamomum pada umumnya lebih menitikberatkan pada bagian kulit, sementara bagian pohon lainnya untuk tujuan yang sama masih sangat terbatas kecuali pada C. parthenoxylon. Di salah satu daerah sentra produk kulit kayu manis (Kabupaten Solok, Sumatera Barat), kayu C. burmanii umumnya digunakan untuk keperluan kayu bakar, dikarenakan kayu ini cenderung cepat mengering dan mudah retak atau pecah.

Penelitian ini bertujuan mengetahui struktur anatomi serta besarnya laju pengeringan alami khususnya dari tiga jenis kayu Cinnamomum, yaitu C. burmanii, C. parthenoxylon, dan C. subavenium. Pengecekan ulang nama jenis pohon dilakukan dengan me mbandingkan contoh daun dengan koleksi herbarium yang ada, sedangkan pengamatan struktur anatomi dan pengeringan dilakukan langsung pada contoh kayu. Kedua pengamatan ini dilaksanakan dengan menggunakan prosedur standar.

Hasil pengamatan mengindikasikan bahwa ketiga jenis Cinnamomum memiliki ciri umum dan anatomi yang sama, antara lain warna kayu coklat kekuningan; tekstur halus hingga agak halus; bau harum pada kayu segar; perbedaan kayu gubal dan teras tidak jelas; lingkar tumbuh jelas; susunan pembuluh baur, solitar dan gandaan radial 2(-3), bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang-seling; terdapat sel minyak/lendir. Kulit kayu C. parthenoxylon lebih tebal dibandingkan kedua jenis yang lain, selain itu permukaannya kasar beralur dan memiliki lentisel yang jelas. Tekstur kayu C. parthenoxylon lebih kasar, agak keras, kesan raba lebih kesat serta bau harum tidak seperti kayu manis. Secara mikroskopis, ketiga jenis Cinnamomum dapat dibedakan berdasarkan perbedaan komposisi jari-jari heteroseluler, bentuk noktah antar pembuluh dengan jari-jari, diameter dan panjang rata-rata pembuluh, kehadiran tilosis dan serat bersekat, tebal rata dinding serat dan panjang rata-rata serat. Laju pengeringan udara dari kondisi basah ke kondisi setimbang dengan lingkungannya pada C. parthenoxylon lebih tinggi dibandingkan lainnya yaitu sebesar 5,14% per hari, C. subavenium 2,55% per hari dan C. burmanii 2,4% per hari.


(1)

76

Lampiran 2 Suhu dan kelembaban udara sekitar lokasi pengeringan

No.

Tanggal

Suhu (

0

C)

kelembaban (%)

10.

00

14.

00

16.

00

10.

00

14.

00

16.

00

1

1-Mar-09

27

29

30

71

59

59

2

2-Mar-09

27

28

28

77

74

73

3

3-Mar-09

26

29

30

81

72

71

4

4-Mar-09

26

27

26

86

89

89

5

5-Mar-09

25

27

28

87

76

71

6

6-Mar-09

26

27

26

87

74

75

7

7-Mar-09

25

26

26

87

76

72

8

8-Mar-09

25

27

26

87

75

85

9

9-Mar-09

26

27

27

89

79

78

10

10-Mar-09

26

27

26

78

76

76

11

11-Mar-09

25

28

28

85

76

75

12

12-Mar-09

26

29

28

81

70

72

13

13-Mar-09

26

27

26

86

76

75

14

14-Mar-09

26

28

29

73

64

75

15

15-Mar-09

27

29

28

71

62

63

16

16-Mar-09

27

29

30

73

63

65

17

17-Mar-09

28

24

25

73

68

69

18

18-Mar-09

27

29

29

75

69

69

19

19-Mar-09

27

27

27

84

88

80

20

20-Mar-09

29

29

29

73

73

69

21

21-Mar-09

29

31

29

70

61

72

22

22-Mar-09

30

27

27

70

79

81

23

23-Mar-09

28

27

26

74

83

88


(2)

77

Lampiran 3 Hasil pengukuran kadar air kayu segar (jenuh air)

No. Jenis Kode

sampel Berat awal (gr) BKT (gr) KA (%) 1 C. parthenoxylon PG1 9.0703 3.2734 177.0911

2 PG2 8.3485 3.1848 162.1358

3 PG3 7.2474 3.2271 124.5793

154.6021

4 PT1 6.0523 2.6033 132.4857

5 PT2 6.2070 2.6717 132.3240

6 PT3 5.6304 2.6516 112.3397

125.7165

7 PP1 6.9505 3.9074 77.8804

8 PP2 5.5425 3.2997 67.9698

9 PP3 4.7655 2.9681 60.5573

10 PP4 5.7177 3.7007 54.5032

65.2277

total rata-rata 115.1821

11 C.subavenium SG1 9.0132 5.0024 80.1775

12 SG2 9.09 5.057 79.7508

13 SG3 9.0911 5.5428 64.0164

14 SG4 9.6953 5.42 78.8801

75.7062

15 ST1 8.6876 4.4758 94.1016

16 ST2 8.5614 4.3144 98.4378

17 ST3 7.5821 4.1171 84.1612

18 ST4 8.9878 4.6679 92.5448

92.3114

19 SP1 8.8522 5.4248 63.1802

20 SP2 8.9744 5.17 73.5861

21 SP3 8.3578 5.0458 65.6387

22 SP4 9.1983 5.1057 80.1575

70.6406

79.5527

23 C.burmanii BG1 9.1751 5.3837 70.4237

24 BG2 9.7435 5.4816 77.7492

25 BG3 9.9597 5.5804 78.4765

75.5498

26 BT1 7.1585 4.1404 72.8939

27 BT2 7.6004 4.492 69.1986

28 BT3 8.3226 4.3629 90.7584

77.6170

29 BP1 9.4394 5.4511 73.1650

30 BP2 9.7181 5.4952 76.8471

31 BP3 10.3149 5.785 78.3042

32 BP4 9.0032 5.3701 67.6542

73.9926

total rata-rata 75.7198

Ket: T = Teras G = Gubal


(3)

78

Lampiran 4 Hasil pengukuran berat jenis dan titik jenuh serat

Kode

VK

basah

VK

BKT

selisih

sst

volm

BKT

VK

basah

BJ

TJS

C. burmanii

BT1 8.6068 7.584 1.022 11.88 4.14 8.6068 0.48 24.69

BT2 8.6947 7.381 1.314 15.11 4.492 8.6947 0.52 29.24

BT3 9.702 8.61 1.092 11.26 4.363 9.702 0.45 25.03

0.48 26.32

BG1 10.28 8.894 1.387 13.49 5.384 10.28 0.52 25.76

BG2 10.601 9.482 1.119 10.56 5.482 10.601 0.52 20.42

BG3 10.584 9.666 0.918 8.673 5.58 10.584 0.53 16.45

0.52 20.88

BP1 10.396 9.222 1.173 11.29 5.451 10.396 0.52 21.52

BP2 10.396 9.18 1.216 11.69 5.495 10.396 0.53 22.12

BP3 10.526 9.468 1.059 10.06 5.785 10.526 0.55 18.3

BP4 9.5721 8.487 1.085 11.33 5.37 9.5721 0.56 20.2

0.54 20.54

total rata-rata 0.52 22.58

C. subavenium

ST1 9.3494 8.314 1.035 11.07 4.476 9.3494 0.48 23.13

ST2 9.1292 8.132 0.998 10.93 4.314 9.1292 0.47 23.12

ST3 8.5089 7.676 0.833 9.793 4.117 8.5089 0.48 20.24

ST4 9.8637 8.824 1.04 10.54 4.668 9.8637 0.47 22.27

0.48 22.19

SG1 9.7436 8.596 1.147 11.78 5.002 9.7436 0.51 22.94

SG2 10.2 8.859 1.341 13.14 5.057 10.2 0.5 26.51

SG3 10.219 9.08 1.139 11.15 5.543 10.219 0.54 20.56

SG4 10.079 8.904 1.174 11.65 5.42 10.079 0.54 21.67

0.52 22.92

SP1 9.9476 8.694 1.253 12.6 5.425 9.9476 0.55 23.1

SP2 9.3913 7.973 1.419 15.11 5.17 9.3913 0.55 27.44

SP3 9.6072 8.387 1.22 12.7 5.046 9.6072 0.53 24.18

SP4 9.5887 8.372 1.216 12.68 5.106 9.5887 0.53 23.82

0.54 24.64

total rata-rata 0.51 23.25

C.parthenoxylon

PG1 10.044 9.125 0.919 9.15 3.2734 10.044 0.33 28.08

PG2 9.9524 8.727 1.225 12.31 3.1848 9.9524 0.32 38.47

PG3 10.136 9.189 0.947 9.342 3.2271 10.136 0.32 29.34

0.32 31.96

PT1 10.046 9.195 0.851 8.47 2.6033 10.046 0.26 32.68

PT2 9.7121 8.576 1.136 11.69 2.6717 9.7121 0.28 42.51

PT3 9.5777 8.627 0.951 9.929 2.6516 9.5777 0.28 35.87

0.27 37.02

PP1 10.527 9.632 0.895 8.5 3.9074 10.527 0.37 22.9

PP2 11.2 9.887 1.314 11.73 3.2997 11.2 0.29 39.81

PP3 10.117 9.362 0.755 7.462 2.9681 10.117 0.29 25.43

PP4 10.025 9.222 0.803 8.007 3.7007 10.025 0.37 21.69

0.33 27.46


(4)

Lampiran 5 Hasil pengukuran kadar air selama pengeringan udara (1s/d 23 Maret 2009)

No. Kode Jenis

BKT (gr)

awal (0)

Ka.awal

(%) 1 KA(%) 2 KA(%) 3 KA(%) 4 KA(%) 5 KA(%) 6 KA(%) 7 KA(%) 8 KA(%)

1 BT-1 C. burmanii 303 459 51.4851 417 37.6 403 33 392 29.4 387 27.72 378 24.75 374 23.43 370 22.11 369 21.78

2 BT-2 329 524 59.2705 481 46.2 460 39.8 449 36.5 443 34.65 424 28.88 420 27.66 415 26.14 413 25.53

3 BG 349 547 56.7335 495 41.8 475 36.1 456 30.7 449 28.65 437 25.21 432 23.78 427 22.35 425 21.78

4 BP 366 566 54.6448 514 40.4 492 34.4 478 30.6 472 28.96 460 25.68 454 24.04 448 22.4 446 21.86

rata-rata 55.5335 41.5 35.8 31.8 30 26.13 24.73 23.25 22.7

5 ST-1

C.

subavenium 309 506 63.754 459 48.5 439 42.1 421 36.2 413 33.66 399 29.13 392 26.86 386 24.92 382 23.62

6 ST-2 328 518 57.9268 466 42.1 449 36.9 432 31.7 426 29.88 415 26.52 407 24.09 403 22.87 399 21.65

7 SG 357 553 54.902 508 42.3 487 36.4 470 31.7 463 29.69 451 26.33 446 24.93 439 22.97 437 22.41

8 SP 365 577 58.0822 523 43.3 495 35.6 480 31.5 471 29.04 459 25.75 452 23.84 445 21.92 443 21.37

rata-rata 58.6663 44.1 37.7 32.8 30.57 26.93 24.93 23.2 22.26

9 PT-1

C.

parthenoxylon 165 339 105.455 278 68.5 254 53.9 233 41.2 225 36.36 210 27.27 202 22.42 196 18.79 195 18.18

10 PT-2 168 333 98.2143 287 70.8 265 57.7 250 48.8 243 44.64 231 37.5 224 33.33 219 30.36 215 27.98

11 PG 207 492 137.681 430 108 392 89.4 365 76.3 346 67.15 323 56.04 310 49.76 289 39.61 281 35.75

12 PP 210 347 65.2381 304 44.8 283 34.8 268 27.6 261 24.29 253 20.48 250 19.05 248 18.1 249 18.57


(5)

80

Lampiran 5 (Lanjutan)

9 KA(%) 10 KA(%) 11 KA(%) 12 KA(%) 13 KA(%) 14 KA(%) 15 KA(%) 16 KA(%) 17 KA(%) 18 KA(%) 19 KA(%) 20 KA(%)

366 20.79 363 19.8 361 19.14 359 18.48 359 18.5 355 17.16 352 16.17 350 15.51 349 15.18 352 16.17 349 15.18 350 15.51 406 23.4 398 20.97 393 19.45 391 18.84 389 18.2 385 17.02 380 15.5 377 14.59 377 14.59 379 15.2 378 14.89 379 15.2 422 20.92 420 20.34 417 19.48 415 18.91 415 18.9 411 17.77 407 16.62 404 15.76 401 14.9 404 15.76 403 15.47 404 15.76 443 21.04 440 20.22 437 19.4 434 18.58 434 18.6 430 17.49 425 16.12 421 15.03 420 14.75 422 15.3 422 15.3 424 15.85

21.54 20.33 19.37 18.7 18.6 17.36 16.1 15.22 14.86 15.61 15.21 15.58

377 22.01 373 20.71 369 19.42 367 18.77 367 18.8 363 17.48 359 16.18 356 15.21 356 15.21 359 16.18 357 15.53 359 16.18 394 20.12 392 19.51 389 18.6 388 18.29 388 18.3 384 17.07 380 15.85 378 15.24 378 15.24 380 15.85 379 15.55 380 15.85 432 21.01 428 19.89 425 19.05 423 18.49 423 18.5 418 17.09 414 15.97 412 15.41 412 15.41 414 15.97 411 15.13 411 15.13 440 20.55 436 19.45 434 18.9 431 18.08 431 18.1 426 16.71 422 15.62 421 15.34 420 15.07 420 15.07 421 15.34 422 15.62

20.92 19.89 18.99 18.41 18.4 17.09 15.9 15.3 15.23 15.77 15.39 15.69

195 18.18 194 17.58 193 16.97 192 16.36 193 17 191 15.76 188 13.94 188 13.94 187 13.33 189 14.55 190 15.15 191 15.76 210 25 205 22.02 199 18.45 197 17.26 198 17.9 195 16.07 192 14.29 191 13.69 191 13.69 193 14.88 193 14.88 194 15.48 272 31.4 263 27.05 257 24.15 253 22.22 250 20.8 245 18.36 240 15.94 239 15.46 238 14.98 240 15.94 240 15.94 241 16.43 249 18.57 248 18.1 247 17.62 245 16.67 246 17.1 244 16.19 241 14.76 241 14.76 241 14.76 242 15.24 241 14.76 242 15.24


(6)

81

Lampiran 5 (Lanjutan)

21 KA(%) 22 KA(%) 23 KA(%) 350 15.51 350 15.51 353 16.5 379 15.2 379 15.2 382 16.11 403 15.47 404 15.76 407 16.62 423 15.57 423 15.57 427 16.67 15.44 15.51 16.47 359 16.18 359 16.18 361 16.83 380 15.85 380 15.85 383 16.77 411 15.13 411 15.13 414 15.97 421 15.34 421 15.34 425 16.44 15.63 15.63 16.5 190 15.15 191 15.76 193 16.97 194 15.48 194 15.48 196 16.67 240 15.94 241 16.43 243 17.39 242 15.24 242 15.24 245 16.67 15.45 15.72 16.92