11 Hal-hal diataslah yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini, disamping untuk
memperkaya kajian terhadap karya sastra yang bermutu terutama dari segi nilai-nilai didaktisnya. Oleh karena itu di dalam skripsi ini penulis membahas tentang “Nilai-nilai Didaktis di Dalam
Novel No One’s Perfect Karya Hirotada Ototake”.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam suatu penelitian perumusan masalah sangat penting artinya. Dengan adanya suatu perumusan masalah, suatu penelitian menjadi lebih terarah dan mendalam, sehingga inti
permasalahan akan lebih mudah di cerna dan dipahami. Menurut Alterbend dan Lewis 1996:14 bahwa fiksi merupakan prosa naratif yang
bersifat Imajiner, dan mengandung kebenaran yang mendramatiskan hubungan-hubungan antar manusia sekaligus memasukkan unsur-unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman
manusia. Salah satu karya fiksi jepang modern adalah novel “No One’s Perfect” karya Hirotada Ototake. Novel ini terkelompokkan dalam novel thrue story yaitu novel yang cerita di dalamnya
diilhami dari kisah nyata yang dialami oleh penulisnya sendiri. Secara umum novel ini mnceritakan perjalanan hidup seorang penyandang cacat yang ingin mencapai cita-citanya
meskipun seluruh aktivitasnya harus dilakukan di atas kursi roda. Novel ini sangat sarat dengan nilai-nilai didaktis berupa nilai religius, nilai moral, nilai
budaya, nilai estetik dan nilai motivasi yang dapat diteladani bagi pembacanya baik yang dalam kondisi fisik yang sama seperti pengarang apalagi yang dalam kondisi normal seperti manusia
kebanyakan.
Dalam bentuk pertanyaan perumusan masalah tersebut adalah :
Universitas Sumatera Utara
12 Bagaimana nilai-nilai didaktis yang terdapat di dalam novel No One’s Perfect karya Hirotada
Ototake ?
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Untuk menghindari luasnya ruang lingkup permasalahan, maka dalam penelitian ini penulis akan memfokuskan pembahasan pada nilai-nilai didaktis pengajaranpendidikan yang
diungkapkan oleh pengarang melalui tokoh cerita di dalam novel no one’s perfect yang meliputi nilai-nilai didaktis berupa yang akan dijelaskan dengan menggunakan pendekatan pragmatis dan
semiotik.
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
a. Tinjauan Pustaka Kata didaktis berasal dari bahasa yunani yakni “didaktie” yang asal katanya adalah
“didaskein” artinya mengajar. Didaktie dalam bahasa latinnya disebut didaktik atau didaktis,
Djaka Yusmalina, 1997: 26 .
Semi 1990:71 berpendapat bahwa didaktis adalah pendidikan dengan pengajaran yang dapat mengantarkan pembaca kepada suatu arah tertentu. Temyang, dkk Yusmalina, 1997:26
menyatakan bahwa pengertian didaktis adalah ilmu mengajar yang menunjukkan kepada kita bagaimana kita harus mengajar anak, lebih mudah dikatakan didaktis menetapakan cara
mengajar. Menurut Van Hoeve dalam www.duniasastra.com 2005 novel adalah jenis karangan
panjang yang menggambarkan tokoh-tokoh rekaan yang mengalami rangkaian peristiwa yang berkaitan satu sama lain di suatu tempat dan waktu tertentu. Menurut Jassin dalam Miskah
Universitas Sumatera Utara
13 hanum 2009 : 2 novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan
suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang yang luar biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik , suatu pertikaian yang mengalihkan jurusan nasib mereka. Novel hanya
menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib mereka.
Kejadian yang terjadi dalam sebuah peristiwa dalam novel digambarkan oleh seorang tokoh. Tokoh-tokoh dalam sebuah novel dilukiskan dalam karakter, pribadi, dan pencandraan
diri yang kuat dan meyakinkan, keberadaan tokoh tersebut terasa hidup dan meyakinkan. b. Kerangka Teori
Dalam penelitian yang bersifat ilmiah diperlukan suatu landasan teori yang kokoh, agar penelitian itu dapat mengarah pada tujuan seperti yang telah ditetapkan. Disamping itu, dengan
adanya landasan teori yang kokoh, maka penelitian terhadap suatu objek yang bersifat ilmiah tersebut hasilnya akan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam menganalisis cerita di dalam novel ini dari segi nilai-nilai didaktisnya, penulis menggunakan pendekatan pragmatik dan pendekatan semiotik.
1. Pendekatan Pragmatik Pragmatik erat sekali hubungannya dengan tindak ujar atau speech act. Menurut Morris
1938:6 pragmatik adalah telaah mengenai tanda-tanda dengan para penafsir. Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan para penyimak dalam menyusun korelasi
dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat dengan suatu proposisi rencana, atau masalah. Menurut Heatherington 1980: 155 pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dan terutama
sekali memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial performansi bahasa dapat mempengaruhi tafsiran atau interpretasi.
Universitas Sumatera Utara
14 Pada tahap tertentu pragmatis memiliki hubungan yang erat dengan sosiologi, yaitu
dalam pembicaraan dengan masyarakat pembaca. Pendekatan pragmatis memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasanya,
sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatis memberikan manfaat terhadap pembaca. Pendekatan pragmatis
secara keseluruhan berfungsi untuk menopang teori resepsi, teori sastra yang memungkinkan pemahaman hakikat karya tanpa batas.
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa karya sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya terhadap masyarakat
sebagai berikut : 1.
karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat.
2. karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang tejadi
dalam masyarakat, yang pada gilirannya, juga difungsikan oleh masyarakat. 3.
medium karya sastra , baik lisan ataupun tulisan, dipinjam melalui kompentensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah
kemasyarakatan. 4.
berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-astiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat
berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut. 5.
sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
Universitas Sumatera Utara
15 Pragmatisme menjadikan manusia sebagai tolak ukur bagi segala-galanya. Manusia
ditempatkan pada posisi sentral di dalam realitas, dan realitas selalu dikaitkan dengan tujuan hidup manusia. Pengetahuan, kesenian, moralitas, kebudayaan tidak dipandang sebagai sesuatu
yang berdiri sendiri, tetapi selalu dihubungkan dengan kegunaannya bagi manusia dalam menuju kehidupan yang lebih baik.
Menurut penulis, pragmatik adalah suatu pendekatan yang menarik karena melibatkan bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistik. Pragmatik juga merupakan
ruang lingkup studi yang membuat kita untuk memahami maksud orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka. Pendekatan ini juga menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat
menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Studi ini menggali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan
ternyata menjadi bagian yang disampaikan. 2. Pendekatan Semiotik
Penulis menggunakan pendekatan ini karena dalam novel ini pengarang ada menggunakan ungkapan-ungkapan sebagai simbolik. Semiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu
semion yang berarti tanda. Menurut Morris 1946 semiotik adalah ilmu mengenai tanda, baik itu bersifat
manusiawi maupun hewani, berhubungan dengan suatu bahasa tertentu atau tidak, mengandung unsur kebenaran atau kekeliruan, bersifat sesuai atau tidak sesuai, bersifat wajar atau
mengandung unsur yang dibuat-buat. Menurut Klaus Buhr 1972 semiotik merupakan teori umum mengenai tanda-tanda bahasa. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan semiotik tidak
meneliti tanda-tanda yang bersifat konkrit dalam suatu bahasa tertentu, melainkan meneliti ilmu bahasa secara umum. Semua pengetahuan pada akhinya merupakan pengetahuan yang besifat
Universitas Sumatera Utara
16 sosial dengan syarat media yang digunakan dalam tukar-menukar informasi, penerimaan
informasi, cara pengolahan informasi dan lain sebagainya dapat di tentukan dengan bebas. Media yang di maksudkan disini adalah tanda bahasa.
Penggunaan semiotik dalam menelaah suatu karya sastra dilakukan berdasarkan anggapan karya sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya, dan medium itu sendiri
merupakan tanda yang bermakna. Akan tetapi ada perbedaan bahasa sebagai tanda dengan karya sastra sebagai tanda. Lotman menyebutkan bahasa sebagai sistem tanda primer dan karya sastra
sebagai sistem tanda sekunder. Sistem tanda primer digunakan untuk komunikasi, berfikir, dan menginterpretasikan segala sesuatu termasuk bahasa itu sendiri.
Sistem tanda sekunder merupakan pemanfaatan bahasa oleh sastrawan untuk merumuskan pemikirannya dalam bentuk tanda bahasa secara artistik. Semiotik dijadikan
metode penelitian sastra karena semiotik sebagai ilmu tanda mengarahkan peneliti pada makna yang utuh dan menyeluruh. Hal ini karena semiotik memandang karya sastra sebagai tanda,
sehingga setiap fenomena yang di tandai oleh karya sastra juga menjadi perhatian peneliti. Dengan demikian, semiotik memiliki wawasan pengetahuan yang luas, bukan hanya unsur-unsur
di dalam karya sastra yang menjadi perhatiannya, tetapi juga unsur-unsur yang berada di luar karya sastra tersebut.
Menurut Made Sukada 1987:44 penjabaran model semiotik tersebut dalam analisis dapat dirumuskan dengan :
1. menjelaskan kaitan antara pengarang, realitas karya sastra dan pembaca.
2. menjelaskan karya sastra sebagai sebuah struktur, berdasarkan unsur-unsur atau elemen-
elemen yang membentuknya.
Universitas Sumatera Utara
17 Menurut Hegel biasanya tanda atau bahasa hanya disisipkan sebagai catatan dalam
psikologi atau logika tanpa memeperhatikan kepentingan dan keterikatannya dalam sistem aktivitas intelegensia. Sebuah tanda seharusnya ditempatkan pada suatu posisi, dimana
intelegensia menghasilkan sesuatu yang bermakna dalam meliputi unsur waktu dan unsur ruang, yang kemudian membentuk suatu gambaran mengenai suatu benda. Gambaran inilah yang
kemudian direalisasikan dalam bentuk suatu benda yang nyata yang juga meliputi unsur waktu, unsur ruang, dan suatu pandangan. Dalam hal ini, tidak digunakan makna yang sebenarnya,
karena suatu benda mempunyai makna tambahan dan demikian pula halnya dengan pesan yang ingin disampaikan melalui suatu tanda.
Barthes dalam Peter 2000:2-4 mengembangkan metode semiologinya untuk membaca sistem-sistem tanda kebudayaan dan juga bertujuan menemukan kandungan makna di dalam
konfigurasi 9 bentuk dan wujud bentuk tekstual dan membuatnya bisa dihubungkan. Menurut penulis sesuatu yang disebut dengan tanda adalah sebuah simbol yang mewakili
makna lain selain makna denotasi simbol itu sendiri, contoh : lirikan mata, gerakan mulut, pakaian yang kita kenakan, lingkungan yang kita tempati, semua hal tersebut dapat di jadikan
tanda untuk menunjukkan identitas pribadi orang yang bersangkutan. Lirikan mata seorang perjaka kepada seorang gadis menandakan bahwa sang perjaka tertarik kepada sang gadis,
pakaian sutra yang dikenakan seseorang menandakan berasal dari strata ekonomi atas, dan tinggal di lingkungan kumuh menandakan bahwa seseorang berasal dari keluarga strata bawah.
Karya sastra baik berupa novel, puisi, cerpen, merupakan wilayah kajian semiotik karena di dalam pengisahannya pengarang sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang memiliki
interpretasi lain di luar konteks kalimat itu sendiri, termasuk di dalam novel no one’s perfect. Di dalam novelnya, sang tokoh sentral Hirotada Ototake menyebut dirinya sebagai seorang “raja di
Universitas Sumatera Utara
18 atas kursi roda, menyukai olahraga renang dan basket, dan juga sebagai seorang penggemar
festival”. Ungkapan raja mengindikasikan makna superior dan rasa percaya diri yang kuat, sedangkan hobi basket dan berenang tentu saja merupakan hal yang nyaris tidak mungkin
dilakukan oleh seorang penyandang cacat ganda yang tidak mempunyai tangan dan kaki, ada makna kegigihan dan pantang menyerah disana, dan penggemar festival dan ikut berpartisipasi
didalamnya menandakan bahwa orang tersebut ceria dan menerima diri apa adanya, dan seterusnya yang akan di bahas secara mendalam pada BAB III dalam sripsi ini nantinya.
1.5.Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam menyusun rencana
penelitian. Tujuan yang jelas akan memudahkan peneliti atau pembaca untuk meneliti masalah, sehinggga dapat tercapai sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis. Adapun tujuan
penulisan skripsi ini sesuai dengan masalah di atas adalah sebagai berikut: Untuk memahami dan mendeskripsikan nilai-nilai didaktis yang di ungkapkan oleh Hirotada Ototake melalui tokoh-
tokoh cerita di dalam novel No One’s Perfect.
2. Manfaat penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk:
1. menambah informasi dan pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang analisis didaktis
dalam sebuah karya fiksi. 2.
menambah wawasan tentang kebudayaan masyarakat jepang terutama bagi mahasiswa jurusan sastra jepang.
Universitas Sumatera Utara
19
1.6. Metode penelitian