Sertifikasi Tanah Eks Hutan Tanaman Industri di Desa Buntu Turunan

BAB II HAMBATAN SERTIFIKASI TANAH EKS HUTAN TANAMAN INDUSTRI

DI DESA BUNTU TURUNAN

A. Sertifikasi Tanah Eks Hutan Tanaman Industri di Desa Buntu Turunan

Tanah adat tanah ulayat adalah tanah yang berada dalam penguasaan suatu masyarakat hukum adat. UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah tidak memerintahkan pendaftaran hak ulayat, juga tidak dimasukkan ke dalam golongan obyek pendaftaran tanah. Untuk mendapatkan tanah ulayat, pihak tersebut mengadakan musyawarah dahulu dengan wakil dari masyarakat hukum adat untuk mencapai kesepakatan pelepasan hak. Tanah Buntu Turunan merupakan tanah garapan masyarakat hak ulayat, yang luasnya 680 Ha. Sejak tahun 1950, tanah tersebut sudah dikelola oleh penduduk setempat sebagai sumber mata pencaharian. 65 Namun pada tahun 1970, tanah tersebut diambil alih oleh Pihak Kehutanan. Ada pembayaran uang dari Kepala Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan AsahanPelaksana Lapangan Hutapadang sebesar Rp.130.000,- seratus tiga puluh ribu rupiah atas pembayaran ganti rugi tanaman rakyat di dalam areal calon tanaman tahun 19751976 seluas 150 seratus lima puluh Ha, yang diukur tanggal 15 Oktober 1975. Pembayaran tersebut dilakukan tanggal 2 Desember 1975. 65 Surat Bina Graha Nomor: B-430SEKBANG593 tanggal 8 Mei 1993, Perihal: Pengembalian Tanah Masyarakat Buntu Turunan, Kabupaten Simalungun . 31 Universitas Sumatera Utara Pada tanggal 28 Mei 1980, akhirnya dicapai kesepakatan dengan membagi dua tanah tersebut, 340 Ha sebelah Utara diserahkan oleh masyarakat kepada Kehutanan dengan memberikan pago-pago kepada masyarakat sebanyak Rp.3.570.000,- tiga juta lima ratus tujuh puluh ribu rupiah. 66 Tanah yang seluas 340 Ha sebelah Selatan dikembalikan kepada masyarakat petani Dusun I, Desa Buntu Turunan. Tanah sebelah Selatan untuk garapan masyarakat diambil pula oleh Dinas Kehutanan dengan dibantu Pemda Simalungun dan kemudian menyerahkan tanah tersebut kepada PT. Sintong Sari Union untuk dijadikan Hutan Tanaman Industri. Setelah diadakan musyawarah dengan masyarakat, konsensus yang diperoleh ialah bahwa sebagian areal Huta Padang yang sudah pernah ditanamidireboisasi Dinas Kehutanan di Kabupaten Simalungun, masyarakat akan menyerahkan hanya sebagian areal ± 340 Ha dan sebagian lagi harus kembali. Untuk itu sudah ada pernyataan dari pengetua-pengetua setempat diketahui oleh Pemda setempat. Pada tanggal 6 Oktober 1980, Tim yang dibentuk oleh Bupati Simalungun telah memeriksa ancar-ancar batas yang dibuat, yaitu; a. Bagian Selatan dari: Perpotongan Aek Liman dengan jalan Panglong di Batas Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Asahan memanjang ke BT 50˚. Pada dasarnya diambil oleh masyarakat kembali. b. Bagian Utara dari: Batas tersebut di atas a, diserahkan kepada Kehutanan tidak kurang 340 Ha. 67 66 Ibid. 67 Surat Dinas Kehutanan Kesatuan Pemangkuan Hutan Aek Na Uli Nomor: 4406V2 tanggal 23 Oktober 1980, tentang Pembuatan Batas Hutan di Huta Padang. Universitas Sumatera Utara Sejak tahun 2001 ketika PT. Sintong Sari Union menyerahkan lahan itu kepada Pemerintah Kabupaten Simalungun, hingga kini kondisi lahan tersebut terlantar. Saat dikelola oleh PT. Sintong Sari Union, lahan itu merupakan Kawasan Hutan Tanaman Industri HTI. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.53Menhut-II2005 tanggal 23 Pebruari 2005 tentang Pelepasan Sebagian Kawasan Hutan Seluas 340,70 Tiga Ratus Empat Puluh, Tujuh Puluh Perseratus Hektar, Terletak di Kawasan Hutan Buntu Turunan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, untuk Hak atas Tanah atas Nama Masyarakat Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun, menyatakannya sebagai tanah hak untuk masyarakat DusunDesa Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan. 68 Tapi ternyata, tanah sebelah utara yang disepakati untuk Dinas Kehutanan telah diambil alih oleh Pemda Tk. II Simalungun untuk PIR-Bun Kelapa Sawit. Perkebunan Inti Rakyat PIR adalah suatu perusahaan yang terdiri atas perkebunan milik perusahaan sebagai kebun inti yang membangun perkebunan milik petani sebagai kebun plasma. 69 PIR terdiri dari PIR Berbantuan dan PIR Swadana. PIR Berbantuan adalah PIR yang berasal dari luar negeri dan sebagian dana dalam negeri. Sedangkan PIR Swadana adalah PIR yang dananya bersumber dari dalam negeri. 70 PIR Swadana diatur di dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 310KptsOrg41981 tentang Pembentukan PIR Swadana. 68 http:tabloidforsas.wordpress.com20092334070-hektare-terlantar, 340,70 Hektare Terlantar , diakses tanggal 6 Juni 2010. 69 Chairuddin K. Nasution, Op. cit., hal. 109. 70 Ibid. Universitas Sumatera Utara PIR Swadana dibagi lagi menjadi 2 dua, yaitu PIR Lokal dan PIR Khusus. PIR Lokal adalah PIR yang pesertanya terdiri dari penduduk setempat, apakah untuk komoditi perkebunan ekspor ataupun perkebunan pangan, sedangkan PIR Khusus adalah PIR yang pesertanya diambil dari para Transmigran yang umumnya adalah perkebunan untuk komoditi ekspor sawit, karet, dan coklat. 71 PIR Khusus diatur di dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 856KptsUm1981 tentang Pembangunan PIR Khusus di Daerah Transmigrasi. Pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan, selanjutnya disingkat Pola PIR adalah pola pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan menggunakan perkebunan besar sebagai Inti yang membantu dan membimbing perkebunan rakyat di sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan. 72 Proyek PIR adalah proyek pengembangan perkebunan dengan pola PIR yang terdiri dari kegiatan pembangunan perkebunan inti dan wilayah plasma yang dilaksanakan oleh perusahaan intinya dalam jangka waktu tertentu. 73 Perusahaan inti adalah perusahaan perkebunan besar, baik milik Swasta maupun milik Negara yang ditetapkan sebagai pelaksana proyek PIR. 74 Perkebunan Inti adalah perkebunan besar 71 Ibid. 72 Pasal 1 angka 1 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program Transmigrasi . 73 Pasal 1 angka 2 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program Transmigrasi . 74 Pasal 1 angka 3 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program Transmigrasi . Universitas Sumatera Utara lengkap dengan fasilitas pengolahannya yang dibangun dikembangkan dan dimilki oleh perusahaan inti dalam rangka pelaksanaan proyek PIR. 75 Wilayah Plasma adalah wilayah pemukiman dan usaha tani yang dikembangkan oleh petani peserta dalam rangka pelaksanaan proyek PIR yang meliputi pekarangan, perumahan, dan kebun plasma. 76 Kebun Plasma adalah areal Wilayah plasma yang dibangun oleh perusahaan inti dengan tanaman perkebunan. 77 Petani peserta proyek PIR, selanjutnya disingkat petani peserta adalah petani yang ditetapkan sebagai penerima pemilikan kebun plasma dan berdomisili di wilayah plasma. 78 Tanaman perkebunan adalah kelapa sawit, karet, tebu dan tanaman keras lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 79 Pengembangan perkebunan dengan pola PIR dilakukan untuk membangun dan membina perkebunan rakyat di wilayah baru dengan teknologi maju agar mampu memperoleh pendapatan yang layak serta meningkatkan kegiatan transmigrasi dengan mewujudkan suatu sistem pengelolaan usaha yang memadukan pelbagai kegiatan produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil. 80 75 Pasal 1 angka 4 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program Transmigrasi . 76 Pasal 1 angka 5 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program Transmigrasi . 77 Pasal 1 angka 6 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program Transmigrasi . 78 Pasal 1 angka 7 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program Transmigrasi . 79 Pasal 1 angka 8 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program Transmigrasi 80 Pasal 2 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program Transmigrasi Universitas Sumatera Utara Peraturan yang mengatur tentang PIR, yaitu Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 310KptsOrg41981 tentang Pembentukan Tim Khusus Proyek Perkebunan Inti Rakyat. 81 Proyek PIR ini dilaksanakan atas dasar Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 856KptsUm101981 tanggal 9 Oktober 1981 berupa kerja sama antara Dirjen Perkebunan dengan Dirjen Transmigrasi dengan wewenang- wewenangnya yang tertentu, dimana Dirjen Perkebunan berwenang untuk menyelenggarakan pembangunan perkebunan, baik Perkebunan Inti maupun Perkebunan Plasma. Beberapa ketentuan yang merupakan persyaratan untuk peserta PIR, antara lain: 1. Mematuhi ketentuan-ketentuan PIR yang telah ditetapkan. 2. Menandatangani perjanjian yang berisi: a. Bekerja di lokasi yang ditetapkan; b. Tinggal di lokasi pemukiman yang ditetapkan; c. Tidak memindahtangankan atau memperjualbelikan lahan. 82 Pada intinya, sistem PIR-Bun merupakan jelmaan dari suatu sistem pertanian kontrak. 83 Pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak sering diperluas, tidak hanya petani dan perusahaan agroindustri, tetapi termasuk pihak Pemerintah dan perbankan. Sistem pertanian kontrak pada dasarnya merupakan salah satu cara membagi resiko di antara pihak-pihak yang terlibat dan yang mempunyai kepentingan dalam sistem 81 Ibid. 82 Ibid, hal. 111. 83 http:www.scaleup.or.idpublikasi-kolomPIR harus ditinjau ulang-IND.pdf, diakses tanggal 30 Nopember 2010. Universitas Sumatera Utara tersebut. 84 Setidaknya ada empat pihak yang berkepentingan langsung dalam sistem PIR-Bun, yaitu: petani sebagai plasma, perusahaan agroindustri sebagai inti, Pemerintah daerah dan dinas sektoral sebagai “pembina”, dan pihak perbankan sebagai penyedia dana. 85 Ada beberapa motif yang membuat Pemerintah mendukung pengembangan sistem produksi PIR-Bun. Pertama, sistem ini menghindarkan terjadinya monopoli konsentrasi pemilikan dan penguasaan tanah secara luas, terutama oleh perusahaan asing. 86 Kedua, sistem ini secara politis memberikan citra dan jargon “populis atau kerakyatan” yang dapat meningkatkan legitimasi kekuasaan melalui kampanye peningkatan pendapatan petani kecil, pemberantasan kemiskinan, dan pemerataan program pembangunan. 87 Ketiga, melalui pengembangan model ini Pemerintah memiliki kemudahan untuk “mengontrol” para petani, membawa program yang tidak ada hubungannya dengan substansi PIR-Bun sendiri, seperti program transmigrasi, pembukaan wilayah demi pertahanan negara, keluarga berencana, dan berbagai kegiatan sosial-karikatif lainnya 88 . Keempat, mempermudah Pemerintah untuk dapat mengembangkan dan memperoleh paket pinjaman utang luar negeri. 89 Pelaksanaan pembangunan perkebunan melalui pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan PIR-Bun tidaklah mutlak sesuai dengan konsep yang telah dirumuskan sebelumnya. Tidak sedikit masalah yang timbul akibat dibangunnya perkebunan 84 Ibid. 85 Ibid. 86 Ibid. 87 Ibid. 88 Ibid. 89 Ibid. Universitas Sumatera Utara dengan pola tersebut di antaranya tidak harmonisnya hubungan antara pelaku utama proyek Perkebunan dengan petani peserta PIR-Bun yang disebabkan oleh latar belakang yang berbeda, penyelesaian pembebasan tanah yang tidak tuntas, penentuan petani plasma yang kurang tepat sasaran dan terjadinya jual beli atas lahan perkebunan oleh petani plasma. PIR-Bun diatur di dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 668KptsKB.510101985 tentang PIR-Bun. 90 Pencadangan lokasi PIR seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, baik untuk lokasi Perkebunan Plasma maupun Perkebunan Inti, pertama-tama yang harus diusahakan adalah suatu SK Pencadangan Lokasi dari GubernurKDH setempat. 91 Hal ini tentunya setelah survei lokasievaluasirekomendasi-rekomendasi pejabat- pejabat, yang harus disusul dengan SK Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan RI. Dengan telah adanya SK Pelepasan Kawasan Hutan, barulah dimulai kegiatan pertanahan dari kantor pertanahan untuk memperoleh sesuatu hak atas lokasitanah yang dicadangkan. 92 Hal ini tentunya setelah jelas pembagian lokasi Plasma dengan Hak Milik dan Lokasi Inti dengan HGU. Mekanisme pertanahan ini dimulai dari kegiatan Tata Guna Tanah yang memberikan suatu fatwa penilaian teknis objektif dan yang menjadi bahan pertimbangan sesuatu hak atas tanah berdasarkan PMDN Nomor 3 Tahun 1978. 93 Dengan telah melalui Tata Guna Tanah dan untuk memperoleh gambaran serta situasi 90 http:www.lontar.ui.ac.idopacthemeslibri2detail.jsp?id=82023lolasi=lokal, diakses tanggal 30 Nopember 2010. 91 Chairuddin K. Nasution, Op. cit., hal. 112. 92 Ibid. 93 Ibid. Universitas Sumatera Utara penggunaan tanah, baik untuk Plasma maupun Inti merupakan kegiatan pendaftaran tanah dengan berpegang atas yang dihasilkan oleh fatwa Tata Guna Tanah. Dengan pendaftaran tanah ini akan diperoleh apa yang disebut SKPT Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, berikut peta lokasi efektif areal yang dapat dipergunakan. 94 Kegiatan ini diakhiri dengan kegiatan pengurusan hak atas tanah, yang meneliti persyaratan dalam berkas tanah sekaligus menetapkan apakah permohonan hak atas tanah lokasi dapat dikabulkan atau ditolak. Pemberian Hak Milik untuk Plasma dilakukan dengan persetujuan GubernurKDH setempat, sedangkan pemberian HGU kepada Inti dilakukan oleh kantor pertanahan. Plasma dengan status tanah Hak Milik diakhiri dengan pemberian SK Hak Milik oleh GubernurKDH setempat de facto dan harus didaftarkan untuk memperoleh sertifikat yuridis formil sesuai dengan Pasal 5 PMDN Nomor 5 Tahun 1973. 95 Sedangkan Inti dengan status HGU, diakhiri dengan pemberian SK HGU Kantor Pertanahan dan harus didaftarkan untuk memperoleh sertifikat HGU yuridis formil sesuai dengan Pasal 20 PMDN Nomor 5 Tahun 1973. 96 Dengan adanya SK Pencadangan Lokasi PIR dari GubernurKDH setempat belum merupakan penguasaan penuh atas lokasi tanpa didukung SK Pembebasan Kawasan Hutan. Sebelum mengajukan permohonan sesuatu hak atas tanah yang dikuasai negara terutama kawasan hutan, maka terlebih dahulu diperlukan pelepasan kawasan hutan tersebut. Konversi areal kehutanan untuk menjadi areal 94 Ibid. 95 Ibid, hal. 113. 96 Ibid. Universitas Sumatera Utara sesuatu hak tanah ditentukan berdasarkan peraturan-peraturan. Perkembangan akhir- akhir ini banyak pembukaan areal-areal kehutanan bukan saja dimaksud untuk pemenuhan kebutuhan permohonan sesuatu hak HGU, HGB, tetapi juga pembukaan areal-areal hutan dimaksud diperuntukkan antara lain untuk penggunaan PIR, khususnya kepada PIR untuk komoditi tanaman keras, misalnya karet, sawit, dan coklat. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 764KptsUm1980 tentang Ketentuan-ketentuan Pelepasan Areal Kehutanan jo. Surat Keputusan Dirjen Kehutanan Nomor: 54Kpts03I1981 mengatur tentang tata cara pelepasan kawasan hutan untuk keperluan perkebunan, peternakan, perikanan, dan tanaman pangan dan juga mengatur tentang permasalahan pelepasan kawasan hutan. Dalam SK Menteri Kehutanan Nomor: 764KptsUm101980 tanggal 23 Oktober 1980 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pelepasan kawasan hutan adalah suatu perubahan dan penggunaan kawasan hutan menjadi areal perkebunan, peternakan, perikanan, dan tanaman pangan. 97 Dengan demikian, hutan yang dilepaskan adalah kawasan hutan yang berdasarkan kemampuan tanah dan menurut tata guna hutan tidak dipertahankan sebagai kawasan hutan Hutan Tetap. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa pelepasan kawasan hutan tidak boleh merusak dan menganggu lingkungan hidup dan kelestarian hutan sebagai sumber daya alam. Sebelum melakukan permohonan pelepasan areal hutan kepada Menteri Pertanian cq. Menteri Kehutanan, maka pemohon terlebih dahulu: 97 Chairuddin K. Nasution, Op. cit., hal. 131. Universitas Sumatera Utara 1. Mengadakan survei lapangan; 2. Mendapat surat persetujuan pencadangan bahan dari GubernurKDH setempat; 3. Membuat rencana kerja dan studi fisik. Setelah pelepasan survei lapangan dan adanya rekomendasi GubernurKDH setempat serta telah membuat rencana kerja dan studi fisik, maka selanjutnya menghubungi instansi yang berwenang, sebagai berikut: 1. Menteri Pertanian atau Menteri Kehutanan, yaitu mengajukan permohonan pelepasan areal kehutanan dengan lampiran serta lokasi skala 1:2.50.000, akta perusahaan dan berencana usaha proyek proposal. 2. Sekretaris Jenderal Kehutanan, yaitu penelitian lapangan lokasi yang dimohonkan 3. Direktur Bina Program Kehutanan, yaitu pemeriksaan peta lokasi. 4. Direktur Jenderal Kehutanan, yaitu meneliti rekomendasi GubernurKDH setempat. 5. Kepala Badan Planologi Daerah, yaitu memberi pertimbangan teknis kepada Direktur Jenderal Kehutanan. 6. Kepala Dinas Kehutanan Daerah, yaitu memberi pertimbangan teknis kepada GubernurKDH setempat. 98 Persyaratan pemberian Hak Milik antara lain, mengajukan permohonan tertulis kepada Badan Pertanahan Nasional RI melalui Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota dengan memuat keterangan mengenai identitas pemohon, keterangan mengenai tanahnya, yang meliputi data yuridis dan data fisik, dengan dilampiri: 1 Fotocopy identitas pemohon Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga untuk perorangan dan Akta Pendirian untuk badan hukum. 2 Keterangan mengenai tanahnya, yaitu data yuridis surat-surat bukti perolehan tanahnya atau dasar penguasaan atau alas haknya, data fisik Surat UkurPeta Pendaftaran dan Izin Mendirikan Bangunan apabila ada, dan surat lain yang dianggap perlu. 98 Ibid, hal. 129. Universitas Sumatera Utara 3 Surat Pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah yang dimiliki oleh pemohon. 4 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT PBB tahun terakhir, sebagai persyaratan tambahan untuk kepentingan perhitungan uang pemasukan dan BPHTB. Sehubungan dengan persyaratan kelengkapan administrasi dalam hal permohonan hak atas tanah tersebut ke Kantor Pertanahan, maka demikian juga dalam mengajukan permohonan sertifikasi hak atas tanah di Desa Buntu Turunan, masyarakat Buntu Turunan wajib melampirkan kelengkapan berkas sebagai berikut: 1. Fotocopy alas hak bukti penguasaan atas tanah; 2. Fotocopy identitas pemohon berupa KTP dan Kartu Keluarga yang telah dilegalisir oleh Kepala Desa; 3. Fotocopy SPPT PBB atas tanah yang dimohon tahun 2006; 4. Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah; 5. Surat Pernyataan Pemasangan Tanda Batas; dan secara faktual, tanah yang dimohon harus sudah dikuasai dan diusahai secara fisik oleh masyarakat yang bersangkutan pemohon. 99 Secara perdata, dengan adanya hubungan yang mempunyai tanah dengan tanahnya yang dibuktikan dengan penguasaan fisik secara nyata di lapangan atau ada alas hak berupa data yuridis, berarti telah dilandasi dengan suatu hak keperdataan, tanah tersebut sudah berada dalam penguasaannya atau telah menjadi miliknya. Sedangkan penguasaan atas tanah secara yuridis selalu mengandung kewenangan yang diberikan hukum untuk menguasai fisik tanahnya. Oleh karena itu, penguasaan yuridis memberikan alas hak terhadap adanya hubungan hukum mengenai tanah yang bersangkutan. 99 Surat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Nomor: 5705085-06 tanggal 31 Mei 2006, Perihal: Keberatan Pensertifikatan Tanah Seluas 340,70 Ha di Desa Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun . Universitas Sumatera Utara Apabila tanahnya sudah dikuasai secara fisik dan sudah ada alas haknya, maka persoalannya hanya menindaklanjuti alas hak yang melandasi hubungan tersebut menjadi hak atas tanah yang ditetapkan dan diakui oleh negara agar hubungan tersebut memperoleh perlindungan hukum. Proses alas hak menjadi hak atas tanah yang diformalkan melalui Penetapan Pemerintah disebut pendaftaran tanah yang produknya adalah sertifikat tanah. Oleh karena itu, alas hak sebenarnya sudah merupakan suatu legitimasi awal atau pengakuan atas penguasaan tanah oleh subyek hak yang bersangkutan. Namun idealnya, agar penguasaan suatu bidang tanah juga mendapat legitimasi dari Negara, maka harus diformalkan yang dilandasi dengan suatu hak atas tanah yang ditetapkan oleh NegaraPemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional. Bukti kepemilikan hak-hak atas tanah yang dapat diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Pasal 60 ayat 1 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dapat dikategorikan sebagai alas hak. A.P. Parlindungan menyatakan bahwa alas hak atau dasar penguasaan atas tanah sebagaimana diatur dalam UUPA, dapat diterbitkan haknya karena penetapan Pemerintah atau ketentuan peraturan perundang-undangan maupun karena suatu perjanjian khusus yang diadakan untuk menimbulkan hak atas tanah di atas hak tanah Universitas Sumatera Utara lain. 100 Dinyatakan juga bahwa dasar penguasaan atau alas hak untuk tanah menurut UUPA adalah bersifat derivative, artinya berasal dari ketentuan peraturan perundang- undangan dan dari hak-hak yang ada sebelumnya, seperti hak-hak adat atas tanah dan hak-hak yang berasal dari hak-hak Barat. Kata ”penguasaan” menunjukkan adanya suatu hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyainya. Artinya, ada sesuatu hal yang mengikat antara orang dengan tanah tersebut. Ikatan tersebut ditunjukkan dengan suatu tandabukti bahwa tanah tersebut telah dikuasainya. Tandabukti tersebut bisa berbentuk penguasaan fisik maupun bisa berbentuk pemilikan surat-surat tertulis bukti yuridis. Bukti penguasaan tanah dalam bentuk pemilikan surat-surat tanda bukti tertulis tersebut dapat saja dalam bentuk keputusan dari pejabat di masa lalu yang berwenang memberikan hak penguasaan kepada subjek hak untuk menguasai tanah dimaksud dan dapat juga dalam bentuk akta otentik yang diterbitkan oleh pejabat umum yang menunjukkan tanah tersebut diperolehnya akibat adanya perbuatan hukum berupa perjanjian pemindahanperalihan hak. Menurut Boedi Harsono, hubungan penguasaan dapat dipergunakan dalam arti yuridis maupun fisik. 101 Penguasaan dalam arti yuridis maksudnya, hubungan tersebut ditunjukkan dengan adanya penguasaan tanahnya secara hukum. Apabila telah ada bukti penguasaan tanahnya secara hukum biasanya dalam bentuk surat- surat tertulis, maka hubungan tanah dengan objek tanahnya sendiri telah dilandasi 100 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 1990, hal. 3. 101 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1994, hal. 19. Universitas Sumatera Utara dengan suatu hak. Sedangkan penguasaan tanah dalam arti fisik menunjukkan adanya hubungan langsung antara tanah dengan yang empunya tanah tersebut, misalnya didiami dengan mendirikan rumah tinggal atau ditanami dengan tanaman produktif untuk tanah pertanian. Dalam hal pemberian atau penetapan hak atas tanah ini, baru dapat diproses haknya apabila diajukan permohonan oleh pemilik tanah dengan melampirkan kelengkapan persyaratan, baik tanda identitas maupun alas haknya yang menunjukkan adanya hubungan hukum antara pemohon dengan tanahnya. Setelah dibuktikan adanya hubungan hukum atau penguasaan atas tanah yang dimilki oleh pemohon subyek hak, maka Pemerintah sebagai pemangku Hak Menguasai Negara yang berwenang melakukan pengaturan dan menentukan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan tanah, melaksanakan tugasnya memformalkan hubungan tersebut dengan memberikan hak-hak atas tanah yang dibuktikan dengan penerbitan keputusan pemberian haknya. Keputusan Menhut Nomor: SK.53Menhut-II2005 telah ditindaklanjuti dengan Keputusan Bersama Bupati Simalungun Nomor: 188.455700-TAPEM tentang Pem- 188.451683-DPRD bentukan Tim Peneliti Nama-nama yang Berhak untuk Memperoleh Tanah Seluas 340,70 Tiga Ratus Empat Puluh, Tujuh Puluh Perseratus Hektar di Kawasan Hutan Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun, atas Nama Masyarakat Dusun I, Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Universitas Sumatera Utara Simalungun. 102 Tim tersebut tetap mengacu pada SK Menhut Nomor: SK.53Menhut- II2005. Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun juga telah meminta Camat Hatoduhan dan Kepala Desa Buntu Bayu untuk segera menyampaikan daftar nama- nama masyarakat Dusun I, Desa Buntu Turunan yang berhak atas pembagian tanah eks kawasan hutan sesuai dengan SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.53Menhut- II2005. Pangulu Buntu Bayu telah menyerahkan daftar nama-nama masyarakat yang berhak memperoleh tanah tersebut melalui Surat Nomor: 40057KESBB2006 tanggal 20 Pebruari 2006, Perihal: Penerusan Surat dari Panitia Pengembalian Lahan Eks HTI Buntu Bayu, dimana jumlah masyarakat yang berhak adalah 200 orang. Pangulu menjamin sepenuhnya bahwa masyarakat yang berhak menerima tanah tersebut adalah benar-benar penduduk Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun. 103 Tim telah melihat pengumuman Daftar Nama-nama Masyarakat yang Berhak atas tanah 340,70 Ha, pelepasan Kawasan Hutan Buntu Turunan di Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun. 104 Tim tersebut melalui 102 Surat Bupati Simalungun Nomor: 5915138-Tapem tanggal 25 April 2006, Perihal: Penjelasan Pelepasan Sebagian Kawasan Hutan Buntu Turunan di Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun . 103 Berita Acara Rapat Tim Peneliti Nama-nama yang Berhak untuk Memperoleh Hak atas Tanah Seluas 340,70 Tiga Ratus Empat Puluh, Tujuh Puluh Perseratus Hektar, Pelepasan Sebagian Kawasan Hutan Buntu Turunan di Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun , tanggal 23 Maret 2006. 104 Berita Acara Hasil Peninjauan Lapangan terhadap Pengumuman Nama-nama Masyarakat yang Berhak atas Tanah Seluas 340,70 Ha, Pelepasan Kawasan Hutan Buntu Turunan di Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun, tanggal 3 April 2006 . Universitas Sumatera Utara Pangulu Buntu Bayu dan Camat Hatonduhan akan mendistribusikan tanah tersebut kepada yang berhak. Pengumuman tersebut di atas telah dilaksanakan selama 10 sepuluh hari sejak tanggal 24 Maret s.d. 3 April 2006. 105 Dalam kurun waktu 10 sepuluh hari pengumuman tersebut, Tim tidak menerima keberatan dari masyarakat Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan. 106 Untuk itu, Pangulu harus segera membuat Surat Keterangan Tanah sesuai daftar nama-nama masyarakat yang berhak dengan luasnya masing-masing sesuai dengan Surat Pernyataan Pengembalian Lahan Eks HTI. Tim tersebut melalui Pangulu Buntu Bayu dan Camat Hatonduhan akan mendistribusikan tanah tersebut kepada yang berhak. Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik meliputi kegiatan pengukuran dan pemetaan, yang menyangkut pembuatan peta dasar pendaftaran, penetapan batas bidang-bidang tanah, pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran, pembuatan daftar tanah, serta pembuatan Surat Ukur. Pengukuran dan pemetaan dimaksud dilaksanakan bidang demi bidang dengan satuan wilayah desakelurahan. Sebelum dilaksanakan pengukuran, batas-batas tanah harus dipasang tanda batas dan ditetapkan batas-batasnya melalui asas kontradiksi delimitasi dihadiri dan disetujui oleh pemilik tanah yang letaknya berbatasan langsung dengan bidang tanah dimaksud. 105 Ibid. 106 Ibid. Universitas Sumatera Utara Sehubungan dengan pemasangan tanda batas yang telah dijelaskan sebelumnya, Tim yang sudah dibentuk oleh Bupati Simalungun telah memeriksa ancar-ancar batas yang dibuat, yaitu: a. Bagian selatan dari: Perpotongan Aek Liman dengan jalan Panglong di batas Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Asahan memanjang ke Bujur Timur 50˚. b. Bagian utara dari: Batas tersebut di atas a diserahkan kepada Kehutanan tidak kurang 340 Ha. Setiap bidang tanah yang diukur harus dibuatkan Gambar Ukurnya. Gambar Ukur adalah dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah, baik berupa jarak, sudut, azimuth ataupun sudut jurusan. 107 Gambar Ukur ini berisi antara lain, gambar batas tanah, bangunan, dan obyek lain hasil pengukuran lapangan berikut angka- angka ukurnya. Selain itu, dituangkan pula informasi mengenai letak tanah serta tanda tangan persetujuan pemilik tanah yang letaknya berbatasan langsung. Persetujuan batas tanah oleh pemilik tanah yang berbatasan langsung memang diperlukan untuk memenuhi asas kontradiksi delimitasi serta untuk menghindari persengketaan di kemudian hari. Gambar ukur ini harus dapat digunakan untuk rekonstruksi atau pengembalian batas apabila diperlukan di kemudian hari. Bidang-bidang tanah yang sudah diukur 107 Pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah . Universitas Sumatera Utara serta dipetakan dalam Peta Pendaftaran, dibuatkan Surat Ukur untuk keperluan pendaftaran haknya, baik melalui konversi atau penegasan konversi bekas hak milik adat maupun melalui permohonan hak atas tanah negara. Dari Surat Ukur Nomor: 22Buntu Bayu2009, diketahui sebidang tanah terletak dalam Propinsi Sumatera Utara, Kabupaten Simalungun, Kecamatan Hatonduhan, Desa Buntu Bayu, Peta: Zone 47,2, dengan keadaan tanah, yaitu sebidang tanah yang dipergunakan untuk pertanian, yang tanda-tanda batasnya terdiri dari pipa besi yang dipasang di sudut-sudut batas memenuhi yang dimaksud dengan Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, dengan luas 10.000 m 2 sepuluh meter persegi, yang penunjukan dan penetapan batas, yaitu batas-batas ditunjukkan oleh Reni Simajuntak, diukur dan digambar oleh Sugiarto dan Sarlinus Sinaga, dengan skala 1:2.500, Isian 302 No. 3842006 tanggal 27 Juli 2006, tanggal penomoran Surat Ukur, yaitu tanggal 19 Pebruari 2009, Isian 303 No. 1492009 tanggal 19 Pebruari 2009, yang dipergunakan untuk penerbitan sertifikat. Surat Ukur tersebut dibuat pada tanggal 19 Pebruari 2009. Pangulu Buntu Bayu segera membuat Surat Keterangan Tanah sesuai daftar nama yang berhak dengan luasan masing-masing sesuai dengan Surat Pernyataan Panitia Pengembalian Lahan Eks HTI Buntu Bayu dan masyarakat Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan yang berhak menerima tanah seluas 340,70 Ha yang terletak di Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun. 108 108 Berita Acara Hasil Peninjauan Lapangan Terhadap Pengumuman Nama-nama Masyarakat yang Berhak atas Tanah seluas 340,70 Tiga ratus empat puluh, tujuh puluh Universitas Sumatera Utara Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun dalam proses sertifikasi tanah seluas 340,70 Ha di Desa Buntu Turunan adalah bahwa dalam memproses penerbitan sertifikat tanah dimaksud supaya memperhatikan ketentuan dalam Diktum Keempat dan Keenam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.53Menhut-II2005. 109 Diktum Keempat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.53Menhut- II2005 menyebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten Simalungun diwajibkan untuk: a. Menyelesaikan biaya sertifikasi tanah selambat-lambatnya 1 satu tahun sejak diterbitkannya Surat Perintah Pembayaran dari Badan Pertanahan Nasional. b. Memperhatikan usaha konservasi dengan mempertahankan hutan di tepi mata air dengan radius sekurang-kurangnya 200 meter, daerah kiri kanan sungai sekurang- kurangnya 100 meter, daerah kiri kanan anak sungai sekurang-kurangnya 50 meter, daerah kiri kanan sungai dan anak sungai pada daerah rawa sekurang- kurangnya selebar 2 dua kali kedalaman jurang. c. Bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di dalam kawasan hutan yang dilepaskan sebagaimana tersebut pada Diktum PERTAMA. Diktum Keenam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.53Menhut- II2005: menyebutkan bahwa: Apabila Pemerintah Kabupaten Simalungun tidak memanfaatkan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada Diktum Pertama dan atau menyalahgunakan pemanfaatannya dan atau tidak menyelesaikan pengurusan sertifikasi dalam waktu 1 satu tahun sejak diterbitkannya keputusan ini, maka pelepasan kawasan hutan ini batal dengan sendirinya dan areal tersebut kembali dalam penguasaan Departemen Kehutanan. SK Menhut Nomor: SK.53Menhut-II2005 memberi kewenangan kepada Pemkab Simalungun dalam pemanfaatan kawasan hutan tersebut. Pelayanan perseratus Hektar, Pelepasan Kawasan Hutan Buntu Turunan di Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun , tanggal 3 April 2006. 109 Surat Kakanwil BPN Provinsi Sumatera Utara Nomor: 500-732 tanggal 7 April 2008, Perihal PembatalanPencabutan Berita Acara Musyawarah tanggal 6 Juni 2007. Universitas Sumatera Utara pensertifikatan tanah atas areal kawasan hutan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk kelancaran pelayanan pensertifikatan tanah tersebut, Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun agar berkoordinasi dengan Pemkab Simalungun sesuai SK Menhut tersebut di atas. 110 Dalam proses sertifikasi tanah eks HTI di Desa Buntu Turunan, sebanyak 42 persil telah diselesaikan, yang mana terbagi dalam 2 dua kelompok, yaitu Kelompok I sebanyak 20 dua puluh persil dan Kelompok II sebanyak 22 dua puluh dua persil lihat Lampiran. Juga telah ditetapkan Daftar Nama-nama Peserta Pemilik Lahan Eks HTI pada Blok 11 Persil No. 6 s.d. 12 di Nagori Buntu Bayu lihat Lampiran. Nama-nama peserta pemilik lahan eks HTI pada Blok 11 Persil No. 6 s.d 12 di Nagori Buntu Bayu, antara lain Ruli Manurung, Muliater Sinaga, Wasden Sinaga, Hormat Tambunan, Eslina Sirait, Mudaizin Saragi dan Parsaoran Sihombing. Ketujuh nama tersebut telah menyerahkan hak atas tanahnya masing-masing kepada orangpihak lain, dengan adanya Surat Pernyataan Hak yang dibuat oleh masing- masing nama tersebut, meskipun belum diketahui atau belum dapat ditentukan luas, letak dan batas-batas lahan yang diserahkan. Ketujuh nama tersebut di atas menyerahkan hak atas tanahnya kepada orang yang sama, yaitu Patuan Pardede, S.E., warga Medan. Ruli Manurung menyerahkan haknya tanggal 30 Maret 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.500.000,- tiga belas juta lima ratus ribu rupiah. Muliater Sinaga 110 Surat Kakanwil BPN Provinsi Sumatera Utara Nomor: 570-1494 tanggal 10 September 2008, Perihal: Pensertifikatan Tanah Seluas 340,70 Ha di Lokasi Buntu Turunan, Kabupaten Simalungun . Universitas Sumatera Utara menyerahkan haknya tanggal 30 Maret 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.500.000,- tiga belas juta lima ratus ribu rupiah. Wasden Sinaga menyerahkan haknya tanggal 30 Maret 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.500.000,- tiga belas juta lima ratus ribu rupiah. Hormat Tambunan menyerahkan haknya tanggal 30 Maret 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.500.000,- tiga belas juta lima ratus ribu rupiah. Eslina Sirait menyerahkan haknya tanggal 17 April 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.500.000,- tiga belas juta lima ratus ribu rupiah. Mudaizin menyerahkan haknya tanggal 24 Agustus 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.16.000.000,- enam belas juta rupiah. Parsaoran Sihombing menyerahkan haknya tanggal 30 Juni 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.16.000.000,- enam belas juta rupiah. Selain itu, ada juga warga Buntu Bayu yang menyerahkan haknya kepada warga Nagori Tonduhan dan warga Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, di antaranya adalah Henri Sinaga dan Reni Simanjuntak. Henri Sinaga menyerahkan haknya kepada Nurhayati Harahap, warga Tonduhan, Kecamatan Hatonduhan, tanggal 15 Nopember 2005, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.000.000,- tiga belas juta rupiah. Sedangkan Reni Simanjuntak dengan Sertifikat Hak Milik No. 155, yang pemberian haknya atas tanah yang langsung dikuasai negara, telah menyerahkan haknya kepada Durahman Harahap, warga Nagori Buntu Bayu, tanggal 30 Mei 2005, dengan ganti rugi sebesar Rp.9.000.000,- sembilan juta rupiah. Setelah proses sertifikasi tanah di Desa Buntu Turunan dilakukan, maka diterbitkan sertifikat sebagai pendaftaran pertama kali, yaitu Sertifikat Hak Milik. Universitas Sumatera Utara Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. 111 Sertifikat yang telah diterbitkan di Desa Buntu Turunan adalah Sertifikat Hak Milik Nomor 155, Desa Buntu Bayu, NIB: 02.09.20.02.00152. Nomor Identifikasi Bidang Tanah NIB adalah tanda pengenal khusus yang diberikan untuk bidang tanah yang bersifat unik atau tunggal untuk setiap bidang tanah di seluruh Indonesia. 112 Asal hak tersebut di atas adalah dari pemberian hak atas tanah yang langsung dikuasai oleh negara, dengan dasar pendaftaran, yaitu berdasarkan SK Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun No. 27.520.1.22.09.2009 tanggal 28 Januari 2009, dengan Surat Ukur Nomor 22Buntu Bayu2009 tanggal 19 Pebruari 2009, dengan luas 10.000 m 2 . Nama pemegang haknya adalah Reni Simanjuntak, yang pembukuan dan penerbitan sertifikatnya tertanggal 06 Maret 2009. Sertifikat sebagai tanda bukti hak, maka sertifikat berguna sebagai ”alat bukti”, yaitu alat bukti yang menyatakan tanah ini telah diadministrasi oleh negara. Bukti atau sertifikat adalah milik seseorang sesuai dengan yang tertera dalam tulisan di dalam sertifikat tadi. Jadi bagi si pemilik tanah, sertifikat tadi merupakan pegangan 111 Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah . 112 Pasal 1 ayat 7 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah . Universitas Sumatera Utara yang kuat dalam hal pembuktian hak miliknya sebab dikeluarkan oleh instansi yang sah dan berwenang secara hukum. Di samping sebagai alat bukti, sertifikat berguna sebagai jaminan eksistensi hak itu. 113 Jaminan ini adalah jaminan hukum, sehingga dengan adanya jaminan hukum atas kepemilikan tanah tersebut, seseorang dapat menerimanya sebagai surat berharga. Menurut sistem positif, suatu sertifikat tanah yang diberikan itu adalah berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan satu-satunya tanda bukti hak atas tanah, sedangkan menurut sistem negatif ini bahwa segala apa yang tercantum di dalam sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya tidak benar di muka sidang pengadilan. Sebagai konsekuensi terhadap sistem yang dianut oleh UUPA, maka jaminan kekuatan hukum atas sertifikat sesuatu hak atas tanah yang diterbitkan adalah mempunyai kekuatan hukum yang kuat karena merupakan alat pembuktian yang kuat Pasal 19 jo. Pasal 32 ayat 2 UUPA sepanjang dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam Pasal 2, 11 dan 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditegaskan bahwa Panitia Pemeriksaan Tanah hanya dapat melakukan pemeriksaan, penelitian, dan pengkajian untuk memperoleh kebenaran formal atas data fisik dan data yuridis atas tanah yang dimohonkan, sedangkan mengenai kebenaran materiil dari warkahberkas yang diajukan dalam rangka permohonanpengakuan haknya sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemohon. 113 Ibid, hal. 205. Universitas Sumatera Utara

B. Hambatan Sertifikasi Tanah Eks Hutan Tanaman Industri di Desa Buntu Turunan