BAB II HAMBATAN SERTIFIKASI TANAH EKS HUTAN TANAMAN INDUSTRI
DI DESA BUNTU TURUNAN
A. Sertifikasi Tanah Eks Hutan Tanaman Industri di Desa Buntu Turunan
Tanah adat tanah ulayat adalah tanah yang berada dalam penguasaan suatu masyarakat hukum adat. UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah tidak memerintahkan pendaftaran hak ulayat, juga tidak dimasukkan ke dalam golongan obyek pendaftaran tanah.
Untuk mendapatkan tanah ulayat, pihak tersebut mengadakan musyawarah dahulu dengan wakil dari masyarakat hukum adat untuk mencapai kesepakatan
pelepasan hak. Tanah Buntu Turunan merupakan tanah garapan masyarakat hak ulayat, yang luasnya 680 Ha. Sejak tahun 1950, tanah tersebut sudah dikelola oleh
penduduk setempat sebagai sumber mata pencaharian.
65
Namun pada tahun 1970, tanah tersebut diambil alih oleh Pihak Kehutanan. Ada pembayaran uang dari Kepala Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan
AsahanPelaksana Lapangan Hutapadang sebesar Rp.130.000,- seratus tiga puluh ribu rupiah atas pembayaran ganti rugi tanaman rakyat di dalam areal calon tanaman
tahun 19751976 seluas 150 seratus lima puluh Ha, yang diukur tanggal 15 Oktober 1975. Pembayaran tersebut dilakukan tanggal 2 Desember 1975.
65
Surat Bina Graha Nomor: B-430SEKBANG593 tanggal 8 Mei 1993, Perihal:
Pengembalian Tanah Masyarakat Buntu Turunan, Kabupaten Simalungun .
31
Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal 28 Mei 1980, akhirnya dicapai kesepakatan dengan membagi dua tanah tersebut, 340 Ha sebelah Utara diserahkan oleh masyarakat kepada
Kehutanan dengan memberikan pago-pago kepada masyarakat sebanyak Rp.3.570.000,- tiga juta lima ratus tujuh puluh ribu rupiah.
66
Tanah yang seluas 340 Ha sebelah Selatan dikembalikan kepada masyarakat petani Dusun I, Desa Buntu
Turunan. Tanah sebelah Selatan untuk garapan masyarakat diambil pula oleh Dinas
Kehutanan dengan dibantu Pemda Simalungun dan kemudian menyerahkan tanah tersebut kepada PT. Sintong Sari Union untuk dijadikan Hutan Tanaman Industri.
Setelah diadakan musyawarah dengan masyarakat, konsensus yang diperoleh ialah bahwa sebagian areal Huta Padang yang sudah pernah ditanamidireboisasi Dinas
Kehutanan di Kabupaten Simalungun, masyarakat akan menyerahkan hanya sebagian areal ± 340 Ha dan sebagian lagi harus kembali. Untuk itu sudah ada pernyataan
dari pengetua-pengetua setempat diketahui oleh Pemda setempat. Pada tanggal 6 Oktober 1980, Tim yang dibentuk oleh Bupati Simalungun
telah memeriksa ancar-ancar batas yang dibuat, yaitu; a.
Bagian Selatan dari: Perpotongan Aek Liman dengan jalan Panglong di Batas Kabupaten Simalungun
dan Kabupaten Asahan memanjang ke BT 50˚. Pada dasarnya diambil oleh masyarakat kembali.
b. Bagian Utara dari: Batas tersebut di atas a, diserahkan kepada Kehutanan tidak kurang 340 Ha.
67
66
Ibid.
67
Surat Dinas Kehutanan Kesatuan Pemangkuan Hutan Aek Na Uli Nomor: 4406V2 tanggal
23 Oktober 1980, tentang Pembuatan Batas Hutan di Huta Padang.
Universitas Sumatera Utara
Sejak tahun 2001 ketika PT. Sintong Sari Union menyerahkan lahan itu kepada Pemerintah Kabupaten Simalungun, hingga kini kondisi lahan tersebut
terlantar. Saat dikelola oleh PT. Sintong Sari Union, lahan itu merupakan Kawasan Hutan Tanaman Industri HTI. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:
SK.53Menhut-II2005 tanggal 23 Pebruari 2005 tentang Pelepasan Sebagian Kawasan Hutan Seluas 340,70 Tiga Ratus Empat Puluh, Tujuh Puluh Perseratus
Hektar, Terletak di Kawasan Hutan Buntu Turunan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, untuk Hak atas Tanah atas Nama Masyarakat Buntu Turunan,
Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun, menyatakannya sebagai tanah hak untuk masyarakat DusunDesa Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan.
68
Tapi ternyata, tanah sebelah utara yang disepakati untuk Dinas Kehutanan telah diambil
alih oleh Pemda Tk. II Simalungun untuk PIR-Bun Kelapa Sawit. Perkebunan Inti Rakyat PIR adalah suatu perusahaan yang terdiri atas
perkebunan milik perusahaan sebagai kebun inti yang membangun perkebunan milik petani sebagai kebun plasma.
69
PIR terdiri dari PIR Berbantuan dan PIR Swadana. PIR Berbantuan adalah PIR yang berasal dari luar negeri dan sebagian dana dalam
negeri. Sedangkan PIR Swadana adalah PIR yang dananya bersumber dari dalam negeri.
70
PIR Swadana diatur di dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 310KptsOrg41981 tentang Pembentukan PIR Swadana.
68
http:tabloidforsas.wordpress.com20092334070-hektare-terlantar, 340,70 Hektare Terlantar
, diakses tanggal 6 Juni 2010.
69
Chairuddin K. Nasution, Op. cit., hal. 109.
70
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
PIR Swadana dibagi lagi menjadi 2 dua, yaitu PIR Lokal dan PIR Khusus. PIR Lokal adalah PIR yang pesertanya terdiri dari penduduk setempat, apakah untuk
komoditi perkebunan ekspor ataupun perkebunan pangan, sedangkan PIR Khusus adalah PIR yang pesertanya diambil dari para Transmigran yang umumnya adalah
perkebunan untuk komoditi ekspor sawit, karet, dan coklat.
71
PIR Khusus diatur di dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 856KptsUm1981 tentang
Pembangunan PIR Khusus di Daerah Transmigrasi. Pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan, selanjutnya disingkat Pola PIR adalah
pola pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan menggunakan perkebunan besar sebagai Inti yang membantu dan membimbing perkebunan rakyat di
sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan.
72
Proyek PIR adalah proyek pengembangan perkebunan dengan pola PIR yang terdiri dari kegiatan pembangunan perkebunan inti dan wilayah plasma yang
dilaksanakan oleh perusahaan intinya dalam jangka waktu tertentu.
73
Perusahaan inti adalah perusahaan perkebunan besar, baik milik Swasta maupun milik Negara yang
ditetapkan sebagai pelaksana proyek PIR.
74
Perkebunan Inti adalah perkebunan besar
71
Ibid.
72
Pasal 1 angka 1 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program
Transmigrasi .
73
Pasal 1 angka 2 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program
Transmigrasi .
74
Pasal 1 angka 3 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program
Transmigrasi .
Universitas Sumatera Utara
lengkap dengan fasilitas pengolahannya yang dibangun dikembangkan dan dimilki oleh perusahaan inti dalam rangka pelaksanaan proyek PIR.
75
Wilayah Plasma adalah wilayah pemukiman dan usaha tani yang dikembangkan oleh petani peserta dalam rangka pelaksanaan proyek PIR yang
meliputi pekarangan, perumahan, dan kebun plasma.
76
Kebun Plasma adalah areal Wilayah plasma yang dibangun oleh perusahaan inti dengan tanaman perkebunan.
77
Petani peserta proyek PIR, selanjutnya disingkat petani peserta adalah petani yang ditetapkan sebagai penerima pemilikan kebun plasma dan berdomisili di wilayah
plasma.
78
Tanaman perkebunan adalah kelapa sawit, karet, tebu dan tanaman keras lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
79
Pengembangan perkebunan dengan pola PIR dilakukan untuk membangun dan membina perkebunan rakyat di wilayah baru dengan teknologi maju agar
mampu memperoleh pendapatan yang layak serta meningkatkan kegiatan transmigrasi dengan mewujudkan suatu sistem pengelolaan usaha yang
memadukan pelbagai kegiatan produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil.
80
75
Pasal 1 angka 4 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program
Transmigrasi .
76
Pasal 1 angka 5 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program
Transmigrasi .
77
Pasal 1 angka 6 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program
Transmigrasi .
78
Pasal 1 angka 7 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program
Transmigrasi .
79
Pasal 1 angka 8 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program
Transmigrasi
80
Pasal 2 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program Transmigrasi
Universitas Sumatera Utara
Peraturan yang mengatur tentang PIR, yaitu Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 310KptsOrg41981 tentang Pembentukan Tim Khusus Proyek
Perkebunan Inti Rakyat.
81
Proyek PIR ini dilaksanakan atas dasar Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 856KptsUm101981 tanggal 9 Oktober 1981 berupa
kerja sama antara Dirjen Perkebunan dengan Dirjen Transmigrasi dengan wewenang- wewenangnya yang tertentu, dimana Dirjen Perkebunan berwenang untuk
menyelenggarakan pembangunan perkebunan, baik Perkebunan Inti maupun Perkebunan Plasma.
Beberapa ketentuan yang merupakan persyaratan untuk peserta PIR, antara lain:
1. Mematuhi ketentuan-ketentuan PIR yang telah ditetapkan.
2. Menandatangani perjanjian yang berisi:
a. Bekerja di lokasi yang ditetapkan;
b. Tinggal di lokasi pemukiman yang ditetapkan;
c. Tidak memindahtangankan atau memperjualbelikan lahan.
82
Pada intinya, sistem PIR-Bun merupakan jelmaan dari suatu sistem pertanian kontrak.
83
Pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak sering diperluas, tidak hanya petani dan perusahaan agroindustri, tetapi termasuk pihak Pemerintah dan perbankan.
Sistem pertanian kontrak pada dasarnya merupakan salah satu cara membagi resiko di antara pihak-pihak yang terlibat dan yang mempunyai kepentingan dalam sistem
81
Ibid.
82
Ibid, hal. 111.
83
http:www.scaleup.or.idpublikasi-kolomPIR harus ditinjau ulang-IND.pdf, diakses tanggal 30 Nopember 2010.
Universitas Sumatera Utara
tersebut.
84
Setidaknya ada empat pihak yang berkepentingan langsung dalam sistem PIR-Bun, yaitu: petani sebagai plasma, perusahaan agroindustri sebagai inti,
Pemerintah daerah dan dinas sektoral sebagai “pembina”, dan pihak perbankan sebagai penyedia dana.
85
Ada beberapa motif yang membuat Pemerintah mendukung pengembangan
sistem produksi PIR-Bun. Pertama, sistem ini menghindarkan terjadinya monopoli
konsentrasi pemilikan dan penguasaan tanah secara luas, terutama oleh perusahaan asing.
86
Kedua, sistem ini secara politis memberikan citra dan jargon “populis atau
kerakyatan” yang dapat meningkatkan legitimasi kekuasaan melalui kampanye peningkatan pendapatan petani kecil, pemberantasan kemiskinan, dan pemerataan
program pembangunan.
87
Ketiga, melalui pengembangan model ini Pemerintah
memiliki kemudahan untuk “mengontrol” para petani, membawa program yang tidak ada hubungannya dengan substansi PIR-Bun sendiri, seperti program transmigrasi,
pembukaan wilayah demi pertahanan negara, keluarga berencana, dan berbagai kegiatan sosial-karikatif lainnya
88
. Keempat, mempermudah Pemerintah untuk dapat
mengembangkan dan memperoleh paket pinjaman utang luar negeri.
89
Pelaksanaan pembangunan perkebunan melalui pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan PIR-Bun tidaklah mutlak sesuai dengan konsep yang telah dirumuskan
sebelumnya. Tidak sedikit masalah yang timbul akibat dibangunnya perkebunan
84
Ibid.
85
Ibid.
86
Ibid.
87
Ibid.
88
Ibid.
89
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dengan pola tersebut di antaranya tidak harmonisnya hubungan antara pelaku utama proyek Perkebunan dengan petani peserta PIR-Bun yang disebabkan oleh latar
belakang yang berbeda, penyelesaian pembebasan tanah yang tidak tuntas, penentuan petani plasma yang kurang tepat sasaran dan terjadinya jual beli atas lahan
perkebunan oleh petani plasma. PIR-Bun diatur di dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 668KptsKB.510101985 tentang PIR-Bun.
90
Pencadangan lokasi PIR seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, baik untuk lokasi Perkebunan Plasma maupun Perkebunan Inti, pertama-tama yang harus
diusahakan adalah suatu SK Pencadangan Lokasi dari GubernurKDH setempat.
91
Hal ini tentunya setelah survei lokasievaluasirekomendasi-rekomendasi pejabat- pejabat, yang harus disusul dengan SK Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri
Kehutanan RI. Dengan telah adanya SK Pelepasan Kawasan Hutan, barulah dimulai kegiatan pertanahan dari kantor pertanahan untuk memperoleh sesuatu hak atas
lokasitanah yang dicadangkan.
92
Hal ini tentunya setelah jelas pembagian lokasi Plasma dengan Hak Milik dan Lokasi Inti dengan HGU.
Mekanisme pertanahan ini dimulai dari kegiatan Tata Guna Tanah yang memberikan suatu fatwa penilaian teknis objektif dan yang menjadi bahan
pertimbangan sesuatu hak atas tanah berdasarkan PMDN Nomor 3 Tahun 1978.
93
Dengan telah melalui Tata Guna Tanah dan untuk memperoleh gambaran serta situasi
90
http:www.lontar.ui.ac.idopacthemeslibri2detail.jsp?id=82023lolasi=lokal, diakses tanggal 30 Nopember 2010.
91
Chairuddin K. Nasution, Op. cit., hal. 112.
92
Ibid.
93
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
penggunaan tanah, baik untuk Plasma maupun Inti merupakan kegiatan pendaftaran tanah dengan berpegang atas yang dihasilkan oleh fatwa Tata Guna Tanah. Dengan
pendaftaran tanah ini akan diperoleh apa yang disebut SKPT Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, berikut peta lokasi efektif areal yang dapat dipergunakan.
94
Kegiatan ini diakhiri dengan kegiatan pengurusan hak atas tanah, yang meneliti persyaratan dalam berkas tanah sekaligus menetapkan apakah permohonan hak atas
tanah lokasi dapat dikabulkan atau ditolak. Pemberian Hak Milik untuk Plasma dilakukan dengan persetujuan
GubernurKDH setempat, sedangkan pemberian HGU kepada Inti dilakukan oleh kantor pertanahan. Plasma dengan status tanah Hak Milik diakhiri dengan pemberian
SK Hak Milik oleh GubernurKDH setempat de facto dan harus didaftarkan untuk memperoleh sertifikat yuridis formil sesuai dengan Pasal 5 PMDN Nomor 5 Tahun
1973.
95
Sedangkan Inti dengan status HGU, diakhiri dengan pemberian SK HGU Kantor Pertanahan dan harus didaftarkan untuk memperoleh sertifikat HGU yuridis
formil sesuai dengan Pasal 20 PMDN Nomor 5 Tahun 1973.
96
Dengan adanya SK Pencadangan Lokasi PIR dari GubernurKDH setempat belum merupakan penguasaan penuh atas lokasi tanpa didukung SK Pembebasan
Kawasan Hutan. Sebelum mengajukan permohonan sesuatu hak atas tanah yang dikuasai negara terutama kawasan hutan, maka terlebih dahulu diperlukan
pelepasan kawasan hutan tersebut. Konversi areal kehutanan untuk menjadi areal
94
Ibid.
95
Ibid, hal. 113.
96
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
sesuatu hak tanah ditentukan berdasarkan peraturan-peraturan. Perkembangan akhir- akhir ini banyak pembukaan areal-areal kehutanan bukan saja dimaksud untuk
pemenuhan kebutuhan permohonan sesuatu hak HGU, HGB, tetapi juga pembukaan areal-areal hutan dimaksud diperuntukkan antara lain untuk penggunaan PIR,
khususnya kepada PIR untuk komoditi tanaman keras, misalnya karet, sawit, dan coklat.
Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 764KptsUm1980 tentang Ketentuan-ketentuan Pelepasan Areal Kehutanan jo. Surat Keputusan Dirjen
Kehutanan Nomor: 54Kpts03I1981 mengatur tentang tata cara pelepasan kawasan hutan untuk keperluan perkebunan, peternakan, perikanan, dan tanaman pangan dan
juga mengatur tentang permasalahan pelepasan kawasan hutan. Dalam SK Menteri Kehutanan Nomor: 764KptsUm101980 tanggal 23 Oktober 1980 dikatakan bahwa
yang dimaksud dengan pelepasan kawasan hutan adalah suatu perubahan dan penggunaan kawasan hutan menjadi areal perkebunan, peternakan, perikanan, dan
tanaman pangan.
97
Dengan demikian, hutan yang dilepaskan adalah kawasan hutan yang berdasarkan kemampuan tanah dan menurut tata guna hutan tidak dipertahankan
sebagai kawasan hutan Hutan Tetap. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa pelepasan kawasan hutan tidak boleh merusak dan menganggu lingkungan hidup dan kelestarian
hutan sebagai sumber daya alam. Sebelum melakukan permohonan pelepasan areal hutan kepada Menteri
Pertanian cq. Menteri Kehutanan, maka pemohon terlebih dahulu:
97
Chairuddin K. Nasution, Op. cit., hal. 131.
Universitas Sumatera Utara
1. Mengadakan survei lapangan;
2. Mendapat surat persetujuan pencadangan bahan dari GubernurKDH
setempat; 3.
Membuat rencana kerja dan studi fisik. Setelah pelepasan survei lapangan dan adanya rekomendasi GubernurKDH
setempat serta telah membuat rencana kerja dan studi fisik, maka selanjutnya menghubungi instansi yang berwenang, sebagai berikut:
1. Menteri Pertanian atau Menteri Kehutanan, yaitu mengajukan permohonan pelepasan areal kehutanan dengan lampiran serta lokasi skala 1:2.50.000, akta
perusahaan dan berencana usaha proyek proposal. 2. Sekretaris Jenderal Kehutanan, yaitu penelitian lapangan lokasi yang dimohonkan
3. Direktur Bina Program Kehutanan, yaitu pemeriksaan peta lokasi. 4. Direktur Jenderal Kehutanan, yaitu meneliti rekomendasi GubernurKDH
setempat. 5. Kepala Badan Planologi Daerah, yaitu memberi pertimbangan teknis kepada
Direktur Jenderal Kehutanan. 6. Kepala Dinas Kehutanan Daerah, yaitu memberi pertimbangan teknis kepada
GubernurKDH setempat.
98
Persyaratan pemberian Hak Milik antara lain, mengajukan permohonan tertulis kepada Badan Pertanahan Nasional RI melalui Kepala Kantor Pertanahan
KabupatenKota dengan memuat keterangan mengenai identitas pemohon, keterangan mengenai tanahnya, yang meliputi data yuridis dan data fisik, dengan dilampiri:
1 Fotocopy identitas pemohon Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga untuk perorangan dan Akta Pendirian untuk badan hukum.
2 Keterangan mengenai tanahnya, yaitu data yuridis surat-surat bukti perolehan tanahnya atau dasar penguasaan atau alas haknya, data fisik Surat UkurPeta
Pendaftaran dan Izin Mendirikan Bangunan apabila ada, dan surat lain yang dianggap perlu.
98
Ibid, hal. 129.
Universitas Sumatera Utara
3 Surat Pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah yang dimiliki oleh pemohon.
4 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT PBB tahun terakhir, sebagai persyaratan tambahan untuk kepentingan perhitungan uang pemasukan dan
BPHTB.
Sehubungan dengan persyaratan kelengkapan administrasi dalam hal permohonan hak atas tanah tersebut ke Kantor Pertanahan, maka demikian juga
dalam mengajukan permohonan sertifikasi hak atas tanah di Desa Buntu Turunan, masyarakat Buntu Turunan wajib melampirkan kelengkapan berkas sebagai berikut:
1. Fotocopy alas hak bukti penguasaan atas tanah;
2. Fotocopy identitas pemohon berupa KTP dan Kartu Keluarga yang telah
dilegalisir oleh Kepala Desa; 3.
Fotocopy SPPT PBB atas tanah yang dimohon tahun 2006; 4.
Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah; 5.
Surat Pernyataan Pemasangan Tanda Batas; dan secara faktual, tanah yang dimohon harus sudah dikuasai dan diusahai
secara fisik oleh masyarakat yang bersangkutan pemohon.
99
Secara perdata, dengan adanya hubungan yang mempunyai tanah dengan tanahnya yang dibuktikan dengan penguasaan fisik secara nyata di lapangan atau ada
alas hak berupa data yuridis, berarti telah dilandasi dengan suatu hak keperdataan, tanah tersebut sudah berada dalam penguasaannya atau telah menjadi miliknya.
Sedangkan penguasaan atas tanah secara yuridis selalu mengandung kewenangan yang diberikan hukum untuk menguasai fisik tanahnya. Oleh karena itu, penguasaan
yuridis memberikan alas hak terhadap adanya hubungan hukum mengenai tanah yang bersangkutan.
99
Surat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Nomor: 5705085-06 tanggal 31
Mei 2006, Perihal: Keberatan Pensertifikatan Tanah Seluas 340,70 Ha di Desa Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun
.
Universitas Sumatera Utara
Apabila tanahnya sudah dikuasai secara fisik dan sudah ada alas haknya, maka persoalannya hanya menindaklanjuti alas hak yang melandasi hubungan
tersebut menjadi hak atas tanah yang ditetapkan dan diakui oleh negara agar hubungan tersebut memperoleh perlindungan hukum. Proses alas hak menjadi hak
atas tanah yang diformalkan melalui Penetapan Pemerintah disebut pendaftaran tanah yang produknya adalah sertifikat tanah. Oleh karena itu, alas hak sebenarnya sudah
merupakan suatu legitimasi awal atau pengakuan atas penguasaan tanah oleh subyek hak yang bersangkutan. Namun idealnya, agar penguasaan suatu bidang tanah juga
mendapat legitimasi dari Negara, maka harus diformalkan yang dilandasi dengan suatu hak atas tanah yang ditetapkan oleh NegaraPemerintah, dalam hal ini Badan
Pertanahan Nasional. Bukti kepemilikan hak-hak atas tanah yang dapat diajukan sebagai
kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah dan Pasal 60 ayat 1 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dapat dikategorikan sebagai alas hak.
A.P. Parlindungan menyatakan bahwa alas hak atau dasar penguasaan atas tanah sebagaimana diatur dalam UUPA, dapat diterbitkan haknya karena penetapan
Pemerintah atau ketentuan peraturan perundang-undangan maupun karena suatu perjanjian khusus yang diadakan untuk menimbulkan hak atas tanah di atas hak tanah
Universitas Sumatera Utara
lain.
100
Dinyatakan juga bahwa dasar penguasaan atau alas hak untuk tanah menurut UUPA adalah bersifat derivative, artinya berasal dari ketentuan peraturan perundang-
undangan dan dari hak-hak yang ada sebelumnya, seperti hak-hak adat atas tanah dan hak-hak yang berasal dari hak-hak Barat.
Kata ”penguasaan” menunjukkan adanya suatu hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyainya. Artinya, ada sesuatu hal yang mengikat antara orang
dengan tanah tersebut. Ikatan tersebut ditunjukkan dengan suatu tandabukti bahwa tanah tersebut telah dikuasainya. Tandabukti tersebut bisa berbentuk penguasaan
fisik maupun bisa berbentuk pemilikan surat-surat tertulis bukti yuridis. Bukti penguasaan tanah dalam bentuk pemilikan surat-surat tanda bukti tertulis tersebut
dapat saja dalam bentuk keputusan dari pejabat di masa lalu yang berwenang memberikan hak penguasaan kepada subjek hak untuk menguasai tanah dimaksud
dan dapat juga dalam bentuk akta otentik yang diterbitkan oleh pejabat umum yang menunjukkan tanah tersebut diperolehnya akibat adanya perbuatan hukum berupa
perjanjian pemindahanperalihan hak. Menurut Boedi Harsono, hubungan penguasaan dapat dipergunakan dalam
arti yuridis maupun fisik.
101
Penguasaan dalam arti yuridis maksudnya, hubungan tersebut ditunjukkan dengan adanya penguasaan tanahnya secara hukum. Apabila
telah ada bukti penguasaan tanahnya secara hukum biasanya dalam bentuk surat- surat tertulis, maka hubungan tanah dengan objek tanahnya sendiri telah dilandasi
100
A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 1990,
hal. 3.
101
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1994, hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
dengan suatu hak. Sedangkan penguasaan tanah dalam arti fisik menunjukkan adanya hubungan langsung antara tanah dengan yang empunya tanah tersebut, misalnya
didiami dengan mendirikan rumah tinggal atau ditanami dengan tanaman produktif untuk tanah pertanian.
Dalam hal pemberian atau penetapan hak atas tanah ini, baru dapat diproses haknya apabila diajukan permohonan oleh pemilik tanah dengan melampirkan
kelengkapan persyaratan, baik tanda identitas maupun alas haknya yang menunjukkan adanya hubungan hukum antara pemohon dengan tanahnya. Setelah
dibuktikan adanya hubungan hukum atau penguasaan atas tanah yang dimilki oleh pemohon subyek hak, maka Pemerintah sebagai pemangku Hak Menguasai Negara
yang berwenang melakukan pengaturan dan menentukan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan tanah, melaksanakan tugasnya memformalkan hubungan tersebut
dengan memberikan hak-hak atas tanah yang dibuktikan dengan penerbitan keputusan pemberian haknya.
Keputusan Menhut Nomor: SK.53Menhut-II2005 telah ditindaklanjuti dengan Keputusan Bersama Bupati Simalungun Nomor: 188.455700-TAPEM tentang Pem-
188.451683-DPRD bentukan Tim Peneliti Nama-nama yang Berhak untuk Memperoleh Tanah Seluas
340,70 Tiga Ratus Empat Puluh, Tujuh Puluh Perseratus Hektar di Kawasan Hutan Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun, atas Nama
Masyarakat Dusun I, Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten
Universitas Sumatera Utara
Simalungun.
102
Tim tersebut tetap mengacu pada SK Menhut Nomor: SK.53Menhut- II2005.
Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun juga telah meminta Camat Hatoduhan dan Kepala Desa Buntu Bayu untuk segera menyampaikan daftar nama-
nama masyarakat Dusun I, Desa Buntu Turunan yang berhak atas pembagian tanah eks kawasan hutan sesuai dengan SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.53Menhut-
II2005. Pangulu Buntu Bayu telah menyerahkan daftar nama-nama masyarakat yang
berhak memperoleh tanah tersebut melalui Surat Nomor: 40057KESBB2006 tanggal 20 Pebruari 2006, Perihal: Penerusan Surat dari Panitia Pengembalian Lahan
Eks HTI Buntu Bayu, dimana jumlah masyarakat yang berhak adalah 200 orang. Pangulu menjamin sepenuhnya bahwa masyarakat yang berhak menerima tanah
tersebut adalah benar-benar penduduk Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun.
103
Tim telah melihat pengumuman Daftar Nama-nama Masyarakat yang Berhak atas tanah 340,70 Ha, pelepasan Kawasan Hutan Buntu Turunan di Nagori Buntu
Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun.
104
Tim tersebut melalui
102
Surat Bupati Simalungun Nomor: 5915138-Tapem tanggal 25 April 2006, Perihal:
Penjelasan Pelepasan Sebagian Kawasan Hutan Buntu Turunan di Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun
.
103
Berita Acara Rapat Tim Peneliti Nama-nama yang Berhak untuk Memperoleh Hak atas Tanah Seluas 340,70 Tiga Ratus Empat Puluh, Tujuh Puluh Perseratus Hektar, Pelepasan
Sebagian Kawasan Hutan Buntu Turunan di Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun
, tanggal 23 Maret 2006.
104
Berita Acara Hasil Peninjauan Lapangan terhadap Pengumuman Nama-nama Masyarakat yang Berhak atas Tanah Seluas 340,70 Ha, Pelepasan Kawasan Hutan Buntu
Turunan di Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun, tanggal 3
April 2006
.
Universitas Sumatera Utara
Pangulu Buntu Bayu dan Camat Hatonduhan akan mendistribusikan tanah tersebut kepada yang berhak.
Pengumuman tersebut di atas telah dilaksanakan selama 10 sepuluh hari sejak tanggal 24 Maret s.d. 3 April 2006.
105
Dalam kurun waktu 10 sepuluh hari pengumuman tersebut, Tim tidak menerima keberatan dari masyarakat Nagori Buntu
Bayu, Kecamatan Hatonduhan.
106
Untuk itu, Pangulu harus segera membuat Surat Keterangan Tanah sesuai daftar nama-nama masyarakat yang berhak dengan luasnya
masing-masing sesuai dengan Surat Pernyataan Pengembalian Lahan Eks HTI. Tim tersebut melalui Pangulu Buntu Bayu dan Camat Hatonduhan akan mendistribusikan
tanah tersebut kepada yang berhak. Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik meliputi kegiatan
pengukuran dan pemetaan, yang menyangkut pembuatan peta dasar pendaftaran, penetapan batas bidang-bidang tanah, pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah
dan pembuatan peta pendaftaran, pembuatan daftar tanah, serta pembuatan Surat Ukur. Pengukuran dan pemetaan dimaksud dilaksanakan bidang demi bidang dengan
satuan wilayah desakelurahan. Sebelum dilaksanakan pengukuran, batas-batas tanah harus dipasang tanda batas dan ditetapkan batas-batasnya melalui asas kontradiksi
delimitasi dihadiri dan disetujui oleh pemilik tanah yang letaknya berbatasan langsung dengan bidang tanah dimaksud.
105
Ibid.
106
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Sehubungan dengan pemasangan tanda batas yang telah dijelaskan sebelumnya, Tim yang sudah dibentuk oleh Bupati Simalungun telah memeriksa
ancar-ancar batas yang dibuat, yaitu: a. Bagian selatan dari:
Perpotongan Aek Liman dengan jalan Panglong di batas Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Asahan memanjang ke Bujur Timur 50˚.
b. Bagian utara dari: Batas tersebut di atas a diserahkan kepada Kehutanan tidak kurang 340 Ha.
Setiap bidang tanah yang diukur harus dibuatkan Gambar Ukurnya. Gambar Ukur adalah dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih
dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah, baik berupa jarak, sudut, azimuth ataupun sudut jurusan.
107
Gambar Ukur ini berisi antara lain, gambar batas tanah, bangunan, dan obyek lain hasil pengukuran lapangan berikut angka-
angka ukurnya. Selain itu, dituangkan pula informasi mengenai letak tanah serta tanda tangan
persetujuan pemilik tanah yang letaknya berbatasan langsung. Persetujuan batas tanah oleh pemilik tanah yang berbatasan langsung memang diperlukan untuk memenuhi
asas kontradiksi delimitasi serta untuk menghindari persengketaan di kemudian hari. Gambar ukur ini harus dapat digunakan untuk rekonstruksi atau pengembalian
batas apabila diperlukan di kemudian hari. Bidang-bidang tanah yang sudah diukur
107
Pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
.
Universitas Sumatera Utara
serta dipetakan dalam Peta Pendaftaran, dibuatkan Surat Ukur untuk keperluan pendaftaran haknya, baik melalui konversi atau penegasan konversi bekas hak milik
adat maupun melalui permohonan hak atas tanah negara. Dari Surat Ukur Nomor: 22Buntu Bayu2009, diketahui sebidang tanah
terletak dalam Propinsi Sumatera Utara, Kabupaten Simalungun, Kecamatan Hatonduhan, Desa Buntu Bayu, Peta: Zone 47,2, dengan keadaan tanah, yaitu
sebidang tanah yang dipergunakan untuk pertanian, yang tanda-tanda batasnya terdiri dari pipa besi yang dipasang di sudut-sudut batas memenuhi yang dimaksud dengan
Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, dengan luas 10.000 m
2
sepuluh meter persegi, yang penunjukan dan penetapan batas, yaitu batas-batas ditunjukkan oleh Reni Simajuntak, diukur dan
digambar oleh Sugiarto dan Sarlinus Sinaga, dengan skala 1:2.500, Isian 302 No. 3842006 tanggal 27 Juli 2006, tanggal penomoran Surat Ukur, yaitu tanggal 19
Pebruari 2009, Isian 303 No. 1492009 tanggal 19 Pebruari 2009, yang dipergunakan untuk penerbitan sertifikat. Surat Ukur tersebut dibuat pada tanggal 19 Pebruari 2009.
Pangulu Buntu Bayu segera membuat Surat Keterangan Tanah sesuai daftar nama yang berhak dengan luasan masing-masing sesuai dengan Surat Pernyataan
Panitia Pengembalian Lahan Eks HTI Buntu Bayu dan masyarakat Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan yang berhak menerima tanah seluas 340,70 Ha yang
terletak di Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun.
108
108
Berita Acara Hasil Peninjauan Lapangan Terhadap Pengumuman Nama-nama Masyarakat yang Berhak atas Tanah seluas 340,70 Tiga ratus empat puluh, tujuh puluh
Universitas Sumatera Utara
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun dalam proses sertifikasi tanah seluas 340,70 Ha di Desa Buntu Turunan
adalah bahwa dalam memproses penerbitan sertifikat tanah dimaksud supaya memperhatikan ketentuan dalam Diktum Keempat dan Keenam Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: SK.53Menhut-II2005.
109
Diktum Keempat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.53Menhut- II2005 menyebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten Simalungun diwajibkan untuk:
a. Menyelesaikan biaya sertifikasi tanah selambat-lambatnya 1 satu tahun sejak
diterbitkannya Surat Perintah Pembayaran dari Badan Pertanahan Nasional. b.
Memperhatikan usaha konservasi dengan mempertahankan hutan di tepi mata air dengan radius sekurang-kurangnya 200 meter, daerah kiri kanan sungai sekurang-
kurangnya 100 meter, daerah kiri kanan anak sungai sekurang-kurangnya 50 meter, daerah kiri kanan sungai dan anak sungai pada daerah rawa sekurang-
kurangnya selebar 2 dua kali kedalaman jurang.
c. Bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di dalam kawasan hutan yang
dilepaskan sebagaimana tersebut pada Diktum PERTAMA. Diktum Keenam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.53Menhut-
II2005: menyebutkan bahwa: Apabila Pemerintah Kabupaten Simalungun tidak memanfaatkan kawasan
hutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada Diktum Pertama dan atau menyalahgunakan pemanfaatannya dan atau tidak menyelesaikan pengurusan
sertifikasi dalam waktu 1 satu tahun sejak diterbitkannya keputusan ini, maka pelepasan kawasan hutan ini batal dengan sendirinya dan areal tersebut kembali
dalam penguasaan Departemen Kehutanan.
SK Menhut Nomor: SK.53Menhut-II2005 memberi kewenangan kepada Pemkab Simalungun dalam pemanfaatan kawasan hutan tersebut. Pelayanan
perseratus Hektar, Pelepasan Kawasan Hutan Buntu Turunan di Nagori Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun
, tanggal 3 April 2006.
109
Surat Kakanwil BPN Provinsi Sumatera Utara Nomor: 500-732 tanggal 7 April 2008,
Perihal PembatalanPencabutan Berita Acara Musyawarah tanggal 6 Juni 2007.
Universitas Sumatera Utara
pensertifikatan tanah atas areal kawasan hutan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk kelancaran pelayanan pensertifikatan tanah
tersebut, Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun agar berkoordinasi dengan Pemkab Simalungun sesuai SK Menhut tersebut di atas.
110
Dalam proses sertifikasi tanah eks HTI di Desa Buntu Turunan, sebanyak 42 persil telah diselesaikan, yang mana terbagi dalam 2 dua kelompok, yaitu Kelompok
I sebanyak 20 dua puluh persil dan Kelompok II sebanyak 22 dua puluh dua persil lihat Lampiran. Juga telah ditetapkan Daftar Nama-nama Peserta Pemilik Lahan Eks
HTI pada Blok 11 Persil No. 6 s.d. 12 di Nagori Buntu Bayu lihat Lampiran. Nama-nama peserta pemilik lahan eks HTI pada Blok 11 Persil No. 6 s.d 12 di
Nagori Buntu Bayu, antara lain Ruli Manurung, Muliater Sinaga, Wasden Sinaga, Hormat Tambunan, Eslina Sirait, Mudaizin Saragi dan Parsaoran Sihombing. Ketujuh
nama tersebut telah menyerahkan hak atas tanahnya masing-masing kepada orangpihak lain, dengan adanya Surat Pernyataan Hak yang dibuat oleh masing-
masing nama tersebut, meskipun belum diketahui atau belum dapat ditentukan luas, letak dan batas-batas lahan yang diserahkan. Ketujuh nama tersebut di atas
menyerahkan hak atas tanahnya kepada orang yang sama, yaitu Patuan Pardede, S.E., warga Medan.
Ruli Manurung menyerahkan haknya tanggal 30 Maret 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.500.000,- tiga belas juta lima ratus ribu rupiah. Muliater Sinaga
110
Surat Kakanwil BPN Provinsi Sumatera Utara Nomor: 570-1494 tanggal 10 September
2008, Perihal: Pensertifikatan Tanah Seluas 340,70 Ha di Lokasi Buntu Turunan, Kabupaten Simalungun
.
Universitas Sumatera Utara
menyerahkan haknya tanggal 30 Maret 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.500.000,- tiga belas juta lima ratus ribu rupiah. Wasden Sinaga menyerahkan
haknya tanggal 30 Maret 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.500.000,- tiga belas juta lima ratus ribu rupiah.
Hormat Tambunan menyerahkan haknya tanggal 30 Maret 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.500.000,- tiga belas juta lima ratus ribu rupiah. Eslina Sirait
menyerahkan haknya tanggal 17 April 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.500.000,- tiga belas juta lima ratus ribu rupiah. Mudaizin menyerahkan
haknya tanggal 24 Agustus 2009, dengan ganti rugi sebesar Rp.16.000.000,- enam belas juta rupiah. Parsaoran Sihombing menyerahkan haknya tanggal 30 Juni 2009,
dengan ganti rugi sebesar Rp.16.000.000,- enam belas juta rupiah. Selain itu, ada juga warga Buntu Bayu yang menyerahkan haknya kepada
warga Nagori Tonduhan dan warga Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, di antaranya adalah Henri Sinaga dan Reni Simanjuntak. Henri Sinaga menyerahkan
haknya kepada Nurhayati Harahap, warga Tonduhan, Kecamatan Hatonduhan, tanggal 15 Nopember 2005, dengan ganti rugi sebesar Rp.13.000.000,- tiga belas
juta rupiah. Sedangkan Reni Simanjuntak dengan Sertifikat Hak Milik No. 155, yang pemberian haknya atas tanah yang langsung dikuasai negara, telah menyerahkan
haknya kepada Durahman Harahap, warga Nagori Buntu Bayu, tanggal 30 Mei 2005, dengan ganti rugi sebesar Rp.9.000.000,- sembilan juta rupiah.
Setelah proses sertifikasi tanah di Desa Buntu Turunan dilakukan, maka diterbitkan sertifikat sebagai pendaftaran pertama kali, yaitu Sertifikat Hak Milik.
Universitas Sumatera Utara
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang
data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
111
Sertifikat yang telah diterbitkan di Desa Buntu Turunan adalah Sertifikat Hak Milik Nomor 155, Desa Buntu Bayu, NIB: 02.09.20.02.00152. Nomor Identifikasi
Bidang Tanah NIB adalah tanda pengenal khusus yang diberikan untuk bidang tanah yang bersifat unik atau tunggal untuk setiap bidang tanah di seluruh
Indonesia.
112
Asal hak tersebut di atas adalah dari pemberian hak atas tanah yang langsung dikuasai oleh negara, dengan dasar pendaftaran, yaitu berdasarkan SK Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten Simalungun No. 27.520.1.22.09.2009 tanggal 28 Januari 2009, dengan Surat Ukur Nomor 22Buntu Bayu2009 tanggal 19 Pebruari 2009, dengan
luas 10.000 m
2
. Nama pemegang haknya adalah Reni Simanjuntak, yang pembukuan dan penerbitan sertifikatnya tertanggal 06 Maret 2009.
Sertifikat sebagai tanda bukti hak, maka sertifikat berguna sebagai ”alat bukti”, yaitu alat bukti yang menyatakan tanah ini telah diadministrasi oleh negara.
Bukti atau sertifikat adalah milik seseorang sesuai dengan yang tertera dalam tulisan di dalam sertifikat tadi. Jadi bagi si pemilik tanah, sertifikat tadi merupakan pegangan
111
Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
.
112
Pasal 1 ayat 7 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
.
Universitas Sumatera Utara
yang kuat dalam hal pembuktian hak miliknya sebab dikeluarkan oleh instansi yang sah dan berwenang secara hukum. Di samping sebagai alat bukti, sertifikat berguna
sebagai jaminan eksistensi hak itu.
113
Jaminan ini adalah jaminan hukum, sehingga dengan adanya jaminan hukum atas kepemilikan tanah tersebut, seseorang dapat
menerimanya sebagai surat berharga. Menurut sistem positif, suatu sertifikat tanah yang diberikan itu adalah
berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan satu-satunya tanda bukti hak atas tanah, sedangkan menurut sistem negatif ini bahwa segala apa
yang tercantum di dalam sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya tidak benar di muka sidang pengadilan.
Sebagai konsekuensi terhadap sistem yang dianut oleh UUPA, maka jaminan kekuatan hukum atas sertifikat sesuatu hak atas tanah yang diterbitkan adalah
mempunyai kekuatan hukum yang kuat karena merupakan alat pembuktian yang kuat Pasal 19 jo. Pasal 32 ayat 2 UUPA sepanjang dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam
Pasal 2, 11 dan 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditegaskan bahwa Panitia Pemeriksaan Tanah hanya dapat melakukan
pemeriksaan, penelitian, dan pengkajian untuk memperoleh kebenaran formal atas data fisik dan data yuridis atas tanah yang dimohonkan, sedangkan mengenai
kebenaran materiil
dari warkahberkas
yang diajukan
dalam rangka
permohonanpengakuan haknya sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemohon.
113
Ibid, hal. 205.
Universitas Sumatera Utara
B. Hambatan Sertifikasi Tanah Eks Hutan Tanaman Industri di Desa Buntu Turunan