BAB 2 LANDASAN TEORITIS
2.1. Pengantar
Bab ini memaparkan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Ada pun sub bab yang akan dipaparkan terdiri dari empat sub bab yaitu sub bab tentang deskriptif
teoritis yang membahas tentang teori gangguan makan dan variabel-variabel yang mempengaruhi gangguan makan, yaitu sikap terhadap thin-ideal, serta kerangka
berpikir, dan hipotesis penelitian.
2.2 Kajian Teori 2.2.1 Gangguan Makan
2.2.1.1 Pengertian gangguan makan Menurut American Psychologist Association dalam Davidson et al, 2004,
gangguan makan merupakan karakter dengan gangguan berat pada perilaku makan. DumasNielsen 2003 mengatakan bahwa gangguan makan merupakan gangguan
fungsional pada beberapa perilaku yang berkaitan dengan makan. Berdasarkan definisi diatas, peneliti menggunakan pengertian gangguan makan
secara konseptual dari DumasNielsen yang menyebutkan bahwa gangguan makan merupakan gangguan fungsional pada perilaku yang berkaitan dengan makan.
Sedangkan untuk jenis gangguan makan yang diteliti dalam penelitian ini adalah Anoreksia nervosa dan Bulimia nervosa. Hal ini berdasarkan pendapat yang
11
dikemukakan Santrock 2006 bahwa, Dua jenis gangguan makan yang sering muncul pada remaja adalah anoreksia dan bulimia nervosa.
2.2.1.2 Macam-macam gangguan makan 1. Anoreksia nervosa
Istilah Anoreksia diperkenalkan pertama kali pada pertengahan abad ke-17 oleh Charles Lasegue di Prancis yaitu pada tahun 1873. Lasegue menamakan gangguan ini
awalnya dengan istilah “L’anorexie hysterique” Ogden, 2010. Selain itu, pada tahun 1874 di London, Sir William Gull yang merupakan doktor pribadi Ratu Victoria,
menerbitkan sebuah makalah berjudul “Appetite Loss”. Gull kemudian menjadi terkenal dengan studi kasus tersebut, yaitu mengenai bagaimana seorang remaja yang
berusaha dengan bebas untuk melaparkan diri hingga berakhir dengan kematian DumasNielsen, 2003.
Menurut Davidson, et.al. 2004, istilah anoreksia berarti hilangnya selera makan, dan nervosa mengindikasikan bahwa hilangnya selera makan tersebut
memiliki sebab emosional. Santrock 2006 menambahkan bahwa, Anoreksia merupakan gangguan makan dengan adanya keinginan yang keras untuk
mendapatkan tubuh yang kurus dengan cara melaparkan diri”. Selain itu, Janet 2000 mendefinisikan anoreksia nervosa sebagai sebuah gangguan makan dengan ciri
adanya obsesi pada makanan dan menjadi kurus. Davidson, et.al. dalam Santrock, 2006 menjelaskan pengertian gangguan
makan melalui tiga karakteristik anoreksia nervosa sebagai berikut, yaitu: berkurangnya berat badan hingga 85 dari apa yang menjadi berat badan normal
12
berdasar usia dan tinggi badan, memiliki ketakutan yang intens terkait penambahan berat badan, dan memiliki gangguan citra tubuh terutama mengenai bentuk tubuh.
Berdasarkan pengertian anoreksia nervosa diatas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengertian menurut Santrock 2006 bahwa Anoreksia merupakan
gangguan makan dengan adanya keinginan yang keras untuk mendapatkan tubuh yang kurus dengan cara melaparkan diri.
a. Kriteria DSM-IV-TR untuk Anoreksia nervosa Menurut Davidson et.al. 2004 menjelaskan bahwa dalam DSM-IV-TR, kriteria
diagnosis gangguan makan anoreksia nervosa yaitu: penderita menolak untuk mempertahankan berat badan normal, meskipun berat badannya sangat kurang,
namun penderita masih memiliki ketakutan yang amat sangat menjadi gemuk, dan mengalami gangguan citra tubuh, serta pada perempuan yang telah mengalami
menstruasi, terjadi amenorea. b. Subtipe Anoreksia nervosa
Berdasarkan pendapat Davidson et.al. 2004, “DSM-IV-TR membedakan dua tipe anoreksia nervosa. Dalam tipe terbatas, penurunan berat badan dicapai penderita
dengan sangat membatasi asupan makanan; dalam tipe makan berlebihan-pengurasan, penderita secara rutin juga makan secara berlebihan dan kemudian
memuntahkannya.” c. Simptom pada umumnya dari Anoreksia
Menurut Kevin 2002 dalam bukunya “Body Image, Eating Disorder, and Obesity“ Simptom umum dari gangguan makan anoreksia nervosa yaitu: penderita
13
sering menyangkal keluhan mencakup kepedulian mereka mengenai rendahnya berat badan, kelelahan penurunan energi, cemas berlebihan, gangguan tidur. Penderita
gampang marah, depresi, dan perubahan kepribadian, mengalami sakit kepala, sakit perutkonstipasi, dan tidak toleran akan suhu dingin, serta Amenorhea.
d. Akibat Anoreksia dalam masalah kesehatan Masalah kesehatan terkait anoreksia nervosa dapat dipahami dalam istilah
komplikasi fisik dan psikis Ogden, 2010, sebagaimana gambaran berikut ini:
Gambar 2.1 Akibat Anoreksia dalam Masalah Kesehatan
Kematian:
- Bunuh diri - Serangan jantung
- Infeksi - Komplikasi GI
Masalah Reproduksi:
-Tidak subur - Bayi kecil
- Anak yang tidak sehat
Kardiovaskular:
- Detak jantung tidak teratur
- Gagal jantung Serangan jantung
TulangGigi:
-Pertumbuhan kerdil - Osteoporosis
tulang keropos - Gigi berlubang
Anoreksia nervosa
Psikologis:
-Depresi - Kecemasan
Sistem saraf:
-Defisit dalam belajar - Memori, dan analisa
- Gambarruang
e. Prognosis pada Anoreksia nervosa
14
Menurut Stober, et.al. dalam Davidson et.al , 2004 sekitar 70 pasien anoreksia akhirnya dapat sembuh. Meskipun demikian, penyembuhan dapat
berlangsung selama enam atau tujuh tahun, dan kekambuhan umum terjadi sebelum tercapainya pola makan yang stabil dan dipertahankannya berat badan.
2. Bulimia nervosa Bulimia secara formal diperkenalkan pertama kalinya oleh Russell dalam
Ogden, 2010 pada tahun 1979. Rusell mengatakan bahwa bulimia terdiri atas tiga faktor: episode makan dalam jumlah besar, menghindari efek kegemukan dari
makanan dengan memuntahkannya atau menggunakan pencahar, serta ketakutan menjadi gemuk.
Davidson, et.al 2004 mengemukakan bahwa kata Bulimia berasal dari bahasa yunani yaitu bous, yang berarti menolak. dan limos yaitu rasa lapar, bulimia secara
bahasa berarti rasa lapar pada seseorang yang makan sebanyak-banyaknya dan menolak apa yang dimakannya.
Menurut Santrock 2006, Bulimia nervosa merupakan gangguan makan pada individu yang secara konsisten mengikuti pola; makan berlebihan dan
memuntahkannya kembali. Selain itu, Janet 2000 menyebutkan bahwa, “Bulimia nervosa, merupakan gangguan makan dengan ciri episode makan berlebihan atau
dalam jumlah besar dan memuntahkannya.
15
Berdasarkan penjelasan beragam pengertian bulimia nervosa, dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengertian menurut Santrock 2006 yang menyebutkan
bahwa Bulimia nervosa merupakan gangguan makan pada individu yang secara konsisten mengikuti pola; makan berlebihan dan memuntahkannya kembali.
a. Kriteria DSM-IV-TR untuk Bulimia nervosa Berdasarkan teori oleh Davidson, et.al 2004 dijelaskan sebagai berikut:
“Dalam DSM-IV-TR, kriteria diagnosis gangguan makan anoreksia nervosa yaitu: makan berlebihan secara berulang, melakukan pengurasan berulang untuk
mencegah bertambahnya berat badan, simptom-simptom tersebut terjadi sekurangnya dua kali seminggu selama sekurangnya tiga bulan, serta penilaian diri penderita yang
sangat tergantung pada bentuk tubuh dan berat badan”.
b. Subtipe Bulimia nervosa Davidson, et.al 2004 membedakan dua tipe bulimia nervosa. Dalam Tipe
Pengurasan, penderita bulimia melakukan perilaku kompensatori dengan melakukan pengurasan atau memuntahkan dan menggunakan obat-obat pencahar dan diuretik;
dalam tipe non-pengurasan, penderita melakukan perilaku kompensatori melalui olahraga dan puasa secara berlebihan.
c. Simptom pada umumnya dari Bulimia dalam Kevin, 2002 : Kevin 2002 menjelaskan bahwa :
“Simptom umum dari gangguan makan bulimia nervosa yaitu: pasien
merahasiakan tentang gangguan makan, makan berlebihan, dan memuntahkannya kembali, kelelahan karena penurunan energi, depresi, menderita sakit kepala, sakit
perut, dan kembung, muntah yang kambuh, mengalami nyeri hati, konstipasi, menstruasi yang tidak teratur, dan tangan dan kaki bengkak”.
16
d. Akibat Bulimia dalam masalah kesehatan: Menurut Ogden 2010, pada dasarnya masalah kesehatan terkait bulimia nervosa
tidak terkait dengan kematian, melainkan memiliki komplikasi luas pada fisik penderita, sebagaimana gambaran berikut ini:
Gambar 2.2 Akibat Bulimia dalam Masalah Kesehatan
Kardiovaskular:
Detak jantung tidak teratur
Darah tinggi Gagal jantung
Sistem pencernaan:
Gangguan pencernaan Konstipasi
Diare Pankreas
Sakit tenggorokan
Gigi:
Karies gigi busuk bernanah
Kulit:
Kulit bersisik Flek pada kulit
Psikologis:
Gejala neurotik gangguan kecemasan: merasa bersalah, khawatir, sulit konsentrasi
Depresi Usaha bunuh diri
Kecemasan Penyalahgunaan alkohol dan narkoba
Gangguan tingkah laku Impulsif
Bulimia
17
e. Prognosis pada Bulimia nervosa Stober, et.al. dalam Davidson et.al , 2004 mengemukakan bahwa:
“Pemantauan jangka panjang pada pasien bulimia nervosa mengungkap bahwa tujuh puluh persen memperoleh kesembuhan, meskipun sekitar sepuluh persen
mengalami simtomatik. Para pasien bulimia nervosa yang lebih sering makan berlebihan dan muntah, kormobid dengan penyalahgunaan zat atau memiliki riwayat
depresi memiliki prognosis lebih buruk dibanding pasien tanpa faktor-faktor tersebut“.
2.2.1.3 Komponen gangguan makan Garner Garnfikel 1982 telah mengemukakan tiga komponen gangguan
makan sebagai berikut:
1. Perilaku diet Dieting Komponen ini terdiri dari menghindari makanan berlemak dan keinginan kuat
untuk memiliki tubuh kurus. 2. Bulimia dan kesenangan terhadap makanan Bulimia and Food
Preoccupation Komponen ini memberikan gambaran tentang pemikiran mengenai makanan
terkait indikasi bulimia. 3. Kontrol Makan Oral control
Komponen ini terkait kontrol diri dalam perilaku makan, dan tekanan yang diterima dari orang lain atas kelebihan berat badan.
2.2.1.4. Faktor-faktor penyebab timbulnya gangguan makan
18
Berdasarkan pendapat Ogden 2010, adapun model teori penyebab gangguan makan adalah model sosial-budaya, model genetik, model psikoanalisa, model
kognitif-behavioral, dan pendekatan sistem keluarga, serta kejadian terkait makan, sebagaimana dijelaskan pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.3 Penyebab gangguan makan
Model Genetik Genetic Model
Model kognitif- perilaku Cognitive-
Behavioral Model
Gangguan makan
Pendekatan melalui Sistem Keluarga Family
System Approach Kejadian terkait makanan
Significant Event Model Psikoanalisa
Psychoanalytic M d l
Model Sosial-Budaya
Sosiocultural Model
Selain itu, Ogden 2010 menjelaskan pendekatan penyebab gangguan makan model sosial-budaya ini sebagai berikut:
Model ini menempatkan penderita anoreksia atau bulimia dengan konteks sosial dan menganalisa gangguan makan sebagai sebuah ekspresi dan nilai-nilai
sosial. Beberapa penulis dibidang ini menggambarkan hasil pemikiran Yap dan Deverux, dan gangguan makan ini digambarkan sebagai sindrom ikatan budaya
culture-bound syndrome atau gangguan etnis ethnic disorder. Berdasarkan perspektif ini, gangguan makan dipertimbangkan sebagai ekspresi dari ketakutan
dan masalah yang tidak terpecahkan pada pengadopsian budaya, sebagaimana yang dijelaskan Gordon, “Yang tidak dapat dipahami dari perkembagan manusia
adalah kondisi di era kontemporer ini tanpa adanya analisis kerangka berpikir sosial budaya dari luar yang terjadi”.
19
Secara terperinci, Ogden 2010 juga menjelaskan pengaruh sosial budaya yang menyebabkan munculnya gangguan makan mencakup tiga faktor, yaitu: konflik dari
kepedulian atas gender, identitas, dan ruang sosial. 1. Faktor Gender
Konflik utama yang memberi konstribusi pada perkembangan gangguan makan adalah konflik antara gender perempuan dengan peran alami, sebagai ibu, wanita
karir, dan harapan yang menempatkan perempuan pada masyarakat moderen. Brown, et.al dalam Ogden, 2010 menyimpulkan bahwa perilaku bulimia
diasosiasikan dengan feminimkewanitaan. Selain itu, hasil penelitian oleh Thornton, et.al dalam Ogden, 2010 menyimpulkan bahwa penelitian tentang “superwoman
syndrome pada mahasiswa di Amerika merupakan bentuk usaha untuk menyesuaikan diri antara stereotip tradisionil dan yang moderen, hal tersebut dapat memprediksi
gangguan makan. 2. Faktor identitas
Berhubungan erat dengan gender, faktor ini mengenai konflik kepedulian atas “menjadi dewasa” atau “masih anak-anak”, dan “mandiri” dengan “ketidak-
mandirian”. Senada dengan hal tersebut, Gordon dalam Ogden, 2010 mengemukakan bahwa, “Proses pencarian identitas gampang terkena gangguan akan
perubahan radikal pada peran sosial atau harapan budaya”. Konflik terkait identitas tersebut dianggap sebagai, “Konflik pada identitas merupakan hasil krisis identitas
20
dan perasaan diluar kendali, yang mana diekspresikan melalui dorongan untuk kurus dan penolakan terhadap makanan”.
3. Faktor ruang sosial Berdasarkan pendapat ahli psikologi yang bernama Orbach dalam Ogden, 2010
menjelaskan pengaruh ruang sosial pada gangguan makan bahwa ukuran tubuh yang kecil bagi wanita menjadi tujuan hanya pada saat dimana wanita tersebut menuntut
akan ruang lebih. Ia juga berpendapat bahwa memiliki ukuran kecil dapat membentuk perasaan kuat dan gangguan makan ini merupakan ekspresi konflik antara
mengambil ruang dan menjadi tidak terlihat yang menjadi hasil dari kontrol berlebihan atas dunia baik dari dalam maupun luar.
2.2.2 Sikap Terhadap Thin-ideal
2.2.2.1 Pengertian sikap G.W. Allport dalam Sarwono, 2009 juga mendefinisikan sikap sebagai
kesiapan mental yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang berkaitan dengan pengalaman individual masing-masing yang mengarahkan dan menentukan
respons terhadap berbagai objek dan situasi terkait. Selain itu, Zanna Rempel dalam Sarlito, 2009 mendefinisikan sikap sebagai
reaksi evaluatif yang disukai dan tidak disukai terhadap sesuatu atau seseorang, menunjukkan kepercayaan, perasaan, atau kecenderungan perilaku seseorang.
Eagley Chaiken dalam Penington et.al, 1999 mengatakan sikap merupakan kecenderungan psikologis yang mengekspresikan penilaian dengan tingkatan suka
21
atau tidak suka. Sedangkan Penington et.al 1999 mengemukakan definisi sikap merupakan konstruk psikologis yang mengacu pada proses mental tertentu pada diri
seseorang. Berdasarkan ragam pengertian sikap yang dikemukakan diatas, dalam penelitian
ini peneliti menggunakan pengertian menurut Eagley Chaiken dalam Penington et.al, 1999 mengatakan sikap merupakan kecenderungan psikologis yang
mengekspresikan penilaian dengan tingkatan suka atau tidak suka. 2.2.2.2. Ciri-ciri sikap
Luthfi et.al 2009 merumuskan ciri-ciri sikap sebagai berikut : 1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa
dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap obyek.
2. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra
terhadap sesuatu. Sikap membantu menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan. Sikap juga mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus
dihindari. 3. Sikap relatif mudah berubah, karena sikap adalah hal dapat dipelajari dan
sebaliknya. Walaupun secara umum sikap relatif mudah berubah, untuk obyek tertentu spesifik ternyata sikap relative cenderung menetap dan jarang berubah.
4. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka.
22
5. Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar sepanjang perkembangan dan berinteraksi dengan obyeknya.
2.2.2.3 Komponen sikap Katz dalam Pennington Hill, 1999 mengemukakan bahwa pendekatan
struktural sikap adalah berupa penilaian, positif atau negatif dari suatu objek sikap baik orang atau gambaran. Menurut Eagly Chaiken dalam Pennington Hill,
1999, ada tiga model komponen yang terkait dengan sikap, diantaranya sebagai berikut:
Gambar 2.4 Komponen Sikap
Aspek kognitif
Objek sikap Aspek afektif
Aspek perilakukonatif
Sikap
1. Komponen kognitif pengetahuan Komponen kognitif mengacu pada kepercayaan, opini, dan ide mengenai objek
sikap. 2. Komponen afektif emosi
23
Komponen afektif mengacu pada penilaian bagus atau tidak bagus, suka atau tidak suka dari objek sikap dan juga merupakan prinsip seseorang.
3. Komponen konatif tendensi perilaku Komponen konatif mengacu pada niat menunjukkan perilaku atau berperilaku
nyata terkait dengan objek sikap. 2.2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Menurut Luthfi et.al 2009, sikap pada diri seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, yaitu faktor pengalaman, situasi, norma-norma,
hambatan dan faktor pendorong. Reaksi yang dapat diberikan individu terhadap objek sikap dapat bersifat positif,
tetapi juga dapat bersifat negatif. Diagram terbentuknya sikap dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Faktor Internal -Fisiologis
-Psikologis Objek Sikap :
Thin-ideal
Reaksi SIKAP
Faktor Eksternal -Pengalaman
-Situasi -Norma-norma
-Hambatan
Menurut Pennington Hill 1999, terdapat beberapa fungsi sikap sebagai berikut:
24
1. Fungsi pengetahuan, fungsi ini peduli mengenai bagaimana seseorang mengatur, menyusun, dan proses informatif mengenai dunia sosial.
2. Fungsi adaptif, fungsi ini peduli bagaimana sikap memungkinkan seseorang untuk mencapai tujuan yang diingini dan menghindari hal yang tidak diinginkan.
3. Fungsi pertahanan ego, fungsi ini menyatakan bahwa sikap umumnya untuk melindungi orang-orang dari diri mereka sendiri dan orang lain.
4. Fungsi ekspresi diri, fungsi ini memberitahukan kebutuhan untuk menceritakan sesuatu mengenai diri seseorang dan untuk mengetahui isi pikiran
orang tersebut. 2.2.1.4. Pengertian thin-ideal
Bordo dalam Ogden, 2010 pada salah satu bukunya yang berjudul “Reading the Slender Body”, berpendapat bahwa gambaran yang ada mengenai kurus atau thin-
ideal merupakan hasil kontemporer dan ketakutan dalam masyarakat, yang dapat dijelaskan dalam gambaran pengertian ukuran tubuh sebagai berikut
Gambar 2.6 Pengertian Ukuran Tubuh
Makan berlebihan kontrol
menarik Malas
Menderita Tidak populer
Gemuk
Tidak sukses Tidak menarik
kebebasan sukses
Kurus
25
Istilah thin-ideal ini memiliki sinonim dengan thinness, slim, ultra-thin ideal, slender body atau ultra-slender ideal. Istilah tersebut memiliki makna sama yaitu
pengidealan citra tubuh kurus atau yang dikenal dengan slogan “cantik itu langsing” DumasNielsen 2003 terkait thin-ideal bahwa:
“Rata-rata berat badan dari model –yang mana merupakan standar kecantikan amerika-adalah memiliki berat badan 95 dibawah berat badan perempuan amerika
pada umumnya. Banyak remaja putri dan pemudi menjaga berat badan yang sehat, yang mana lebih rendah dari rerata berat badan populasi pada umumnya, dan
kebanyakan dari mereka tidak menemukan ideal berat badan yang disampaikan secara sukses dalam kesehariannya melalui hiburan, iklan-iklan, dan model. Banyak
peneliti percaya bahwa hal ini merupakan faktor penting pada peningkatan gangguan makan, senada peningkatan remaja putri dan wanita muda yang berusaha untuk
mencapai ketidakmungkinan tersebut”.
Selain itu, DumasNielsen mengemukakan bahwa patokan atau ukuran thin- ideal kian meningkat secara berlanjut pada dekade sebelumnya. Senadan dengan hal
tersebut Wilson 2007 menjelaskan melalui gambaran sebagai berikut berdasarkan penelitian mengenai ukuran tubuh yang dilakukan oleh pengamat model Playboy dan
kontestan Miss Amerika dengan periode masing-masing 10 tahun, yaitu: Berdasarkan gambaran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ukuran thin-ideal
bervariasi sepanjang waktu, tidak ada patokan yang jelas. Namun, hasil penelitian diatas menemukan bahwa berat badan rata-rata mereka pada tahun 2000 semakin
dratis penurunan BMT dengan taraf 13-19 dibawah dari usia yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan 4 kategori atas BMT Berat Massa
Tubuh oleh Gucciardi et.al 2004, terdiri atas berat badan terlalu rendah BMT
26
20, berat badan yang sesuai BMT 20-250, berat badan berlebih BMT 25-27, dan Obesitas BMT 27. Pada tahun 2000, Tren thin-ideal dengan BMT tersebut sudah
berada ditaraf berat badan terlalu rendah.
2.3 Hubungan Sikap terhadap Thin-ideal dan Gangguan Makan
Gangguan makan merupakan gangguan disfungsional pada perilaku yang berhubungan dengan makan. Gangguan makan ditinjau dari tiga aspek Gardner
Garnfikel, 1982, yaitu: perilaku diet, aspek bulimia dan pengertian mengenai makanan, dan aspek kontrol oral.
Benveniste dalam Grogan, 2000 mengatakan bahwa budaya memegang peranan penting pada perkembangan gangguan makan. Menurut Ogden 2010, model sosial
budaya dalam pengaruhnya pada gangguan makan mencakup tiga hal yaitu: faktor gender, faktor identitas, dan ruang sosial.
Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa gangguan makan ditinjau dari aspek diet, Grogan 2000 menyampaikan penelitian di Inggris, menunjukkan bahwa responden
penelitian menyatakan alasan melakukan diet adalah untuk kurus, dan meningkatkan kepercayaan diri.
Senada dengan hal tersebut
,
beberapa penelitian mengemukakan tekanan sosial untuk berpenampilan menarik bagi perempuan salah satunya memiliki
tubuh ideal. Sayangnya tubuh ideal ini bukan berdasarkan ukuran BMI atau Body mass Index, melainkan dikenal dengan paradoks “cantik itu langsing”.
Idealisasi bentuk tubuh cenderung mendukung remaja putri menginginkan untuk menjadi kurus dikarenakan tubuh kurus atau langsing umumnya diidentifikasikan
27
dengan kecantikan, menarik, popularitas. Selain itu, penggunaan citra tubuh kurus pada model atau artis di berbagai media merupakan promosi idealisasi tersebut.
Paparan informasi idealisasi baik melalui pesan media secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi sikap individu terhadap objek sikap, dan memiliki
kecenderungan untuk berperilaku. Sikap terhadap thin-ideal yang peneliti maksud merupakan kecenderungan
psikologis yang mengekspresikan penilaian dengan tingkatan suka atau tidak suka individu terhadap thin-ideal. Tingkatan tersebut ditinjau melalui aspek kognitif,
afektif, dan konatif yang mendasari sikap individu. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin meneliti apakah sikap terhadap thin-
ideal memiliki hubungan dengan tingginya perilaku gangguan makan pada mahasiswi.
Gambar 2.9 Skema Hubungan Sikap terhadap Thin-ideal
dan Gangguan Makan
Sikap terhadap Thin- ideal
Aspek Kognitif Aspek Afektif
Aspek Konatif
- +
28
Tinggi Rendah Gangguan Makan
2.4. Hipotesis Penelitian