itulah Gereja Katolik Martoba memilih nama pelindungnya yaitu ” Santo Diego ” atas saran dari Pastor yang bergelar Oppu Bornok Simbolon.
Tahun 1969 sampai tahun 2002, karena umatnya berkembang sangat pesat, renovasi-renovasi gerjapun selalu dilakukan. Awal tahun 1998, tepatnya tanggal 22
februari, Gereja Katolik Santo Diego Martoba direnovasi dengan peletakan batu pertama oleh yang mulia Bapak Uskup agung medan Mgr. A.G.P Datubara OFM.Cap
dengan ukuran 11x25 meter dan diprakarsai oleh Pastor Petrus Suu.O.Carm selaku Pastor paroki dan selesai akhir tahun 1999 tanpa memiliki halaman parkir. Awal
tahun 2002 Gereja Katolik Santo Diego Martoba membeli tanah yang ada tepat di depan gereja dan diprakarsai oleh Pastor paroki yaitu Pastor Adrianus Pristiono. O.
Carm. Tahun 2002 hingga tahun 2008 umat di gereja semakin bertambah jumlahnya
yaitu berjumlah 360 kepala keluarga atau 2400 jiwa. Dengan Pastor paroki, Pastor Tri Beno Karolus O. Carm
7
.
2.2 Lokasi Gereja Katolik Santo Diego Martoba
Gereja Katolik Santo Diego Martoba terletak di Desa Jalan Damai no.10 di Kecamatan Timbang Deli kota madya Medan. Gereja ini berdiri tepat di
persimpangan jalan damai dengan jalan Sisingamangaraja. Di samping kiri dan kanan gereja terdapat rumah warga.
7 O.Carm adalah nama kelompok dari kelompok Pastor
Universitas Sumatera Utara
Kedudukan desa jalan damai berbatasan dengan: -Sebelah Utara
: Jalan perhubungan -Sebelah Selatan
: Poll damri lingk XIV -Sebelah Barat
: Desa martoba I -Sebelah timur
:Desa martoba II Desa Jalan Damai terdiri dari areal permukiman penduduk, perladangan dan pabrik-
pabrik. Menurut sejarah yang dikemukakan oleh Bapak B.A Sinaga selaku kepala
lingkungan, pada tahun 1945 Desa Jalan Damai adalah tanah garapan dengan kebun jati dimana tanah tersebut dikuasai oleh suku jawa dan beberapa suku
Batak Toba yang datang dari Jakarta, dengan kondisi rumah yang darurat tanpa adanya listrik dan atap rumah terbuat dari ijuk, pekerjaan mereka adalah membuat
bangsal dari pohon jati. Namun, lama-kelamaan suku Jawa tersebut menjual tanah garapannya kepada
suku Batak, sehingga dikuasai oleh suku Batak Toba. Orang tua terdahulu tidak tertarik akan tanah daratan, mereka lebih memilih tanah yang berlumpur untuk
menanam padi karena mereka hanya memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan beras tanpa memikirkan seberapa pentingnya tanah daratan untuk
tempat tinggal mereka. Setelah beberapa tahun akhirnya tanah garapan itu banyak diperjual belikan kepada para pengusaha dan dibangunlah pabrik-pabrik.
Universitas Sumatera Utara
Masuknya agama di Desa Jalan Damai pada tahun 50-an, yang pertama kalinya adalah Agama Kristen protestan, dengan identitas gereja HKBP, tahun 1958
muncullah gereja Katolik dan Advent, tahun 1968 gereja GKPI dan Pentakosta.
2.3 Identifikasi Masyarakat
Dalam membahas identifikasi Umat Gereja Katolik Santo Diego Martoba di Desa Jalan Damai, penulis mengacu kepada pendapat yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat 1986:146-147, bahwa: masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu,
dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Dengan demikian masyarakat di Desa Jalan Damai terbentuk karena adanya
interaksi antar warga-warganya, adanya ikatan adat istiadat, adanya norma-norma, hukum, dan aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku masyarakat, adanya
kontiunitas dalam waktu, serta adanya suatu rasa identitas kuat yang mengikat semua
warga menjadi masyarakat di desa jalan damai. Perlu diketahui, bahwa umat Gereja
Katolik Santo Diego Martoba sebagian besar adalah penduduk Desa Jalan Damai. Umat Gereja Katolik Santo Diego Martoba senantiasa berinteraksi dengan
masyarakat sekitar sehari-hari, baik secara social dan ekonomi. Maka gambaran masyarakat yang ada di sini dipakai oleh penulis sebagai gambaran umat Gereja
Katolik Santo Diego Martoba. Namun sebagai umat Gereja Katolik Santo Diego Martoba, tidak dapat dilihat dari luar, karena sama saja dengan umat Kristen lainya
Universitas Sumatera Utara
yang ada di Desa Jalan Damai. Perbedaannya hanya dapat dilihat ketika dalam ibadah di Gereja
8
.
2.4 Penduduk dan Bahasa