27 5. Derajat Keasaman pH. Air limbah industri tahu sifatnya cenderung asam
BPPT, 1997a, pada keadaan asam ini akan terlepas zat-zat yang mudah menguap. Hal ini mengakibatkan limbah cair industri tahu mengeluarkan
bau busuk. Berdasarkan hasil studi Balai Perindustrian Medan terhadap karakteristik air
buangan industri tahu di Medan Bappeda Medan, 1993, diketahui bahwa limbah cair industri tahu rata-rata mengandung BOD 4583 mgl; COD 7050 mgl, TSS
4743 mgl dan minyak atau lemak 26 mgl serta pH 6,1. Sementara menurut Laporan EMDI
─ Bapedal 1994 limbah cair industri tersebut rata-rata mengandung BOD, COD dan TSS berturut-turut sebesar 3250, 6520, dan 1500 mgl.
Penggunaan bahan kimia seperti batu tahu CaSO
4
atau asam asetat sebagai koagulan tahu juga menyebabkan limbah cair tahu mengandung ion-ion logam.
Kuswardani 1985 melaporkan bahwa limbah cair industri tahu mengandung Pb 0,24 mgl; Ca 34,03 mgl; Fe 0,19 mgl; Cu 0,12 mgl dan Na 0,59 mgl.
2.7. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu
Berbagai upaya untuk mengolah limbah cair industri tahu telah dicoba dan dikembangkan. Secara umum, metode pengolahan yang dikembangkan tersebut
dapat digolongkan atas 3 jenis metode pengolahan, yaitu secara fisika, kimia maupun biologis.
Cara fisika, merupakan metode pemisahan sebagian dari beban pencemaran khususnya padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair dengan memanfaatkan
gaya-gaya fisika Eckenfelder, 1989 dan MetCalf Eddy, 2003. Dalam pengolahan
Universitas Sumatera Utara
28 limbah cair industri tahu secara fisika, proses yang dapat digunakan antara lain
adalah filtrasi dan pengendapan sedimentasi. Filtrasi penyaringan menggunakan media penyaring terutama untuk menjernihkan dan memisahkan partikel-partikel
kasar dan padatan tersuspensi dari limbah cair. Dalam sedimentasi, flok-flok padatan dipisahkan dari aliran dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Cara kimia, merupakan metode penghilangan atau konversi senyawa-senyawa polutan dalam limbah cair dengan penambahan bahan-bahan kimia atau reaksi kimia
lainnya MetCalf Eddy, 2003. Beberapa proses yang dapat diterapkan dalam pengolahan limbah cair industri tahu diantaranya termasuk koagulasi-flokulasi dan
netralisasi. Proses netralisasi biasanya diterapkan dengan cara penambahan asam atau basa
guna menetralisir ion-ion terlarut dalam limbah cair sehingga memudahkan proses pengolahan selanjutnya.
Dalam proses koagulasi-flokulasi menurut Mysels 1959, partikel-partikel koloid hidrofobik cenderung menyerap ion-ion bermuatan negatif dalam limbah cair
melalui sifat adsorpsi koloid tersebut, sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan negatif. Koloid bermuatan negatif ini melalui gaya-gaya Van der Waals menarik ion-
ion bermuatan berlawanan dan membentuk lapisan kokoh lapisan stern mengelilingi partikel inti. Selanjutnya lapisan kokoh stern yang bermuatan positif
menarik ion-ion negatif lainnya dari dalam larutan membentuk lapisan kedua lapisan difus. Kedua lapisan tersebut bersama-sama menyelimuti partikel-partikel
koloid dan membuatnya menjadi stabil. Partikel-partikel koloid dalam keadaan stabil menurut Davis dan Cornwell 1991 cenderung tidak mau bergabung satu sama
Universitas Sumatera Utara
29 lainnya membentuk flok-flok berukuran lebih besar, sehingga tidak dapat
dihilangkan dengan proses sedimentasi ataupun filtrasi. Koagulasi pada dasarnya merupakan proses destabilisasi partikel koloid
bermuatan dengan cara penambahan ion-ion bermuatan berlawanan koagulan ke dalam koloid, dengan demikian partikel koloid menjadi netral dan dapat
beraglomerasi satu sama lain membentuk mikroflok. Selanjutnya mikroflok- mikroflok yang telah terbentuk dengan dibantu pengadukan lambat megalami
penggabungan menghasilkan makroflok flokulasi, sehingga dapat dipisahkan dari dalam larutan dengan cara pengendapan atau filtrasi Eckenfelder, 1989; Farooq dan
Velioglu, 1989. Koagulan yang biasa digunakan antara lain polielektrolit, aluminium, kapur,
dan garam-garam besi. Masalah dalam pengolahan limbah secara kimiawi adalah banyaknya endapan lumpur yang dihasilkan Ramalho, 1983; Eckenfelder, 1989;
MetCalf dan Eddy, 2003, sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut. Selain kedua metode tersebut di atas, metode gabungan fisika-kimia mencakup
flokulasi yang dikombinasikan dengan sedimentasi juga telah dicoba digunakan dalam skala laboratorium antara lain oleh Husin 2003 dan Satyanaran et al 2004.
Namun, penerapan metode fisika, kimia atau gabungan keduanya dalam skala riil hasilnya kurang memuaskan khususnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan beberapa
faktor antara lain : metode pengolahan fisika-kimia terlalu kompleks, kebutuhan bahan kimia cukup tinggi, serta lumpur berupa endapan sebagai hasil dari
sedimentasi menjadi masalah penanganan lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
30 Cara biologi dapat menurunkan kadar zat organik terlarut dengan
memanfaatkan mikroorganisme atau tumbuhan air. Pada dasarnya cara biologi adalah pemutusan molekul kompleks menjadi molekul sederhana. Proses ini sangat
peka terhadap faktor suhu, pH, oksigen terlarut DO dan zat-zat inhibitor terutama zat-zat beracun. Mikroorganisme yang digunakan untuk pengolahan limbah adalah
bakteri, algae, atau protozoa Ritmann dan McCarty, 2001. Sedangkan tumbuhan air yang mungkin dapat digunakan termasuk gulma air aquatic weeds Lisnasari,
1995. Metode biologis lainnya juga telah dicoba diterapkan dalam penanganan
limbah cair industri tahu. Tay 1990 mencoba menggunakan proses lumpur aktif activated sludge untuk mendegradasi kandungan organik dalam limbah cair tahu
dan susu kedelai. Hasil yang dicapai dilaporkan secara teknis cukup memuaskan, dimana diperoleh penurunan BOD terlarut, nitrogen dan fosfor berturut-turut sebesar
95, 67 dan 57. Akan tetapi melihat tingkat pengetahuan para pengrajin tahu khususnya di Indonesia yang relatif minim dalam hal penanganan limbah dan faktor-
faktor teknis lainnya, seperti biaya investasi dan operasi cukup tinggi, luas lahan yang diperlukan cukup besar, serta pengendalian proses yang relatif kompleks.
Sehingga, penerapan metode ini khususnya di Indonesia kurang berdaya guna. Hal ini dapat dilihat, bahwa banyak di antara pengrajin tahu membuang limbahnya ke
perairan tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu Lisnasari, 1995. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, perlu dicari metode pengolahan
limbah cair yang lebih sederhana, efektif dan murah dan mudah dioperasikan,
Universitas Sumatera Utara
31 sehingga dapat diterima dan diterapkan di Indonesia. Berdasarkan laporan EMDI
─ Bapedal 1994 metode pengolahan biologis yang juga patut dipertimbangkan untuk
mengolah limbah cair tahu di antaranya adalah proses aerob dan anaerob di samping metode penimbunan pada tanah dan penyemprotan irigasi. Berdasarkan informasi
tersebut, salah satu cara pengolahannya adalah menggunakan proses anaerob. Pemilihan metode ini sesuai dengan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh
Eckenfelder 1989 dan Tobing 1989, bahwa untuk limbah cair pekat dengan kandungan BOD
5
1000 mgl metode pengolahan yang lebih layak adalah dekomposisi anaerob.
2.8. Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerobik