55
4.3. Pengaruh waktu tinggal fermentasi terhadap pH
Derajat keasaman sangat menentukan aktivitas mikoorganisme. Pada pH antara 6,5 – 8,3 aktivitas mikroorganisme sangat baik. Pada pH yang sangat kecil atau
sangat besar mengakibatkan mikroorganisme tidak aktif atau bahkan mati. Oleh karena itu, gambar dibawah ini menunjukkan nilai pH selama proses fermentasi
didalam biodigester.
Keterangan : LCTM = Limbah cair tahu murni LCTK = Limbah cair tahu setelah penambahan koagulan biji asam jawa.
Gambar 4.4. Grafik Waktu tinggal fermentasi terhadap pH
Dapat dilihat dari gambar di atas bahwa pada limbah cair tahu murni dengan perbandingan limbah cair tahu dan air 1:0 pada hari ke-3 terjadi penurunan pH. Hal
ini menunjukkan bahwa asam-asam organik yang dihasilkan seperti asam butirat, propionat dan asetat yang merupakan tahapan yang didominasi tahap asidogenesis
dan acetogenesis. Pada hari berikutnya mengalami peningkatan rata-rata 6-7. Perubahan pH yang terjadi masih berkisar 6-7, dimana pada rentang ini mendekati
Universitas Sumatera Utara
56
kondisi ideal untuk pertumbuhan bakteri metanogenik yaitu 6,8-7,8. Sama pada perbandingan limbah cair tahu murni dengan perbandingan limbah cair tahu dan air
1:0,5, dari gambar terlihat penurunan dan peningkatan pH terjadi hampir sama. Namun pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1;0,25 terlihat penurunan
pH hanya terjadi pada hari ke-6 kemudian naik pada hari berikutnya. Akan tetapi kenaikan pH hanya berkisar pada pH 7. Pada limbah cair tahu dengan penambahan
koagulan biji asam jawa terlihat pada gambar menunjukkan bahwa penurunan pH hanya terjadi pada hari ke-3 dan hari ke-6 kemudian meningkat pada hari berikutnya.
Penurunan pH ini disebabkan karena bakteri pembentuk asam mengubah senyawa organik sederhana menjadi asam organik seperti asam asetat, asam propionat, asam
butirat dan senyawa lain hydrogen, karbondioksida dan air. Kenaikkan pH tidak jauh berbeda karena asam-asam organik diuraikan menjadi metana dam
karbondioksida yang meningkatkan pH larutan. Harga pH dalam digester biasanya dikendalikan oleh terbentuknya buffer bikarbonat hasil reaksi antara karbondioksida
yang berasal dari biogas dengan unsur alkali yang terkandung didalan air buangan McCarty, 1991. Didalam sistem ini, karbondioksida akan berada dalam keadaan
kesetimbangan dengan asam karbonat. Asam karbonat merupakan asam lemah yang dapat berdissosiasi membentuk ion hydrogen dan ion-ion bikarbonat. Ion-ion ini akan
bertindak sebagai buffer Grady dam Lim, 1980. Dalam hal ini peningkatan pH dapat mempercepat pembusukan, sehingga mempercepat perombakan dan secara
tidak langsung mempercepat produksi biogas MetCalf dan Eddy, 2003. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pH netral memacu perkembangan bakteri metana
Universitas Sumatera Utara
57
metanogen, sehingga pada pH tersebut bakteri perombak asam asetat tumbuh dan berkembang secara optimum yang akan meningkatkan produksi biogas.
4.4. Pengaruh waktu tinggal fermentasi terhadap TSS Total Solid Suspended dan persentase penyisihan TSS.
TSS merupakan parameter penting dalam pengolahan limbah cair industri tahu. Menurut KepMenLH No. 51 Tahun 1995 bahwa baku mutu TSS yang baik
untuk bisa dibuang kelingkungan sebesar 400 mgL. Oleh karena itu dari gambar dibawah ini dapat dilihat nilai TSS selama proses fermentasi didalam biodigester.
Keterangan : LCTM = Limbah cair tahu murni LCTK = Limbah cair tahu setelah penambahan koagulan biji asam jawa.
Gambar 4.5. Grafik pengaruh waktu tinggal fermentasi terhadap TSS Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai TSS berfluktuasi sangat
berbeda-beda pada tiap variasi yang dilakukan. Pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0 produksi biogas optimum sebesar 4,2 liter dengan waktu fermentasi
15 hari terlihat nilai TSS limbah cair olahan sebesar 1690 mgL, sehingga limbah cair
Universitas Sumatera Utara
58
olahan belum memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0,25 produksi biogas optimum sebesar 3,0 liter dengan
waktu fermentasi 18 hari terlihat nilai TSS limbah cair olahan sebesar 706 mgL. Pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0,5 produksi biogas optimum
sebesar 2 liter dengan waktu fermentasi 18 hari terlihat nilai TSS limbah cair olahan sebesar 42 mgL . Pada tiap variasi nilai TSS limbah cair olahan mengalami
peningkatan dan penurunan. Dalam kondisi tersebut sangat baik untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang ada di dalam limbah cair tahu. Akan tetapi bila dilihat
pengaruh pengenceran sangat berperan dalam menurunkan nilai TSS limbah cair olahan. Hal ini dapat dilihat pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0,5,
dimana pada kondisi ini nilai TSS limbah cair olahan memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Pada perbandingan limbah cair sesudah penambahan koagulan biji
asam jawa dengan air sebesar 1:0 terlihat nilai TSS sangat berfluktuasi. Pada kondisi ini produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu fermentasi 12 hari
terlihat nilai TSS sebesar 288 mgL. Pada perbandingan penambahan koagulan biji asam jawa dan air 1:0,25 produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu
fermentasi 12 hari terlihat nilai TSS sebesar 330 mgL. Pada kondisi ini dapat dilihat nilai TSS limbah cair olahan memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Dengan kata
lain penambahan koagulan dan pengenceran sedikit dapat menurunkan nilai TSS limbah cair olahan. Pada perbandingan limbah cair tahu dengan penambahan
koagulan biji asam jawa dan air 1:0,5 produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu fermentasi 12 hari terlihat nilai TSS sebesar 2548 mgL. Pada kondisi
ini dapat dikatakan pengenceran yang lebih besar dapat mempengaruhi nilai TSS
Universitas Sumatera Utara
59
limbah cair menjadi meningkat. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa kenaikan dan penurunan TSS disebabkan bahan-bahan organik mengalami degradasi pada saat
reaksi hidrolisis yang akan berubah senyawa organik tidak larut menjadi senyawa yang larut dalam air. Hasil penelitian menunjukkan nilai TSS limbah cair olahan 42
mgL tercapai pada kondisi perbandingan limbah cair industri tahu tanpa proses koagulasi dan air 1:0,5 vv dengan waktu fermentasi 18 hari. Nilai TSS limbah cair
olahan 26 mgL tercapai pada kondisi perbandingan limbah cair industri tahu dengan proses koagulasi dan air 1:0,25 dengan waktu fermentasi 15 hari. Jika dilihat dari
hasil yang diperoleh maka TSS limbah cair olahan sudah memenuhi baku mutu limbah cair yang ditetapkan kepMenLH No. 51 Tahun 1995 baku mutu limbah cair
TSS 400 mgL.
Keterangan : LCTM = Limbah cair tahu murni LCTK = Limbah cair tahu setelah penambahan koagulan biji asam jawa.
Gambar 4.6. Grafik waktu tinggal terhadap persentase penyisihan TSS Dari gambar diatas menunjukkan nilai persentase penyisihan TSS
berfluktuatif. Pada perbandingan limbah cair industri tahu tanpa proses koagulasi
Universitas Sumatera Utara
60
dengan air 1:0 produksi biogas optimum sebesar 4,2 liter dengan waktu fermentasi 15 hari terlihat persentase penyisihan TSS sebesar 7,56 . Hal ini terjadi karena
sebagian kandungan TSS belum terurai sehingga efisiensi penyisihan TSS cenderung kecil. Pada perbandingan limbah cair industri tahu dan air 1:0,25 tanpa proses
koagulasi produksi biogas optimum sebesar 3,0 liter dengan waktu fermentasi 18 hari terlihat persentase penyisihan TSS sebesar 43,56 . Pada perbandingan 1:0,5
tanpa proses koagulasi nilai persentase penyisihan TSS berfluktuasi, pada kondisi ini produksi biogas optimum sebesar 2 liter dengan waktu fermentasi 18 hari terlihat
persentase penyisihan TSS sebesar 96,29 . Pengenceran yang dilakukan sangat mempengaruhi penyisihan TSS limbah cair olahan. Dengan kebutuhan air yang
dibutuhkan bakteri tepat maka bakteri mampu menghidrolisi molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana. Pada perbandingan limbah cair industri tahu
dengan proses koagulasi 1:0 produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu fermentasi 12 hari terlihat persentase penyisihan TSS sebesar 77,51 . Pada
perbandingan limbah cair tahu dengan proses koagulasi dan air 1:0,25 produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu fermentasi 12 hari terlihat persentase
penyisihan TSS sebesar 74,23 . Pada perbandingan limbah cair tahu dengan proses koagulasi dan air 1:0,5 produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu
fermentasi 12 hari terlihat persentase penyisihan TSS sebesar 7,59 . Pada kondisi ini persentase penyisihan TSS kecil karena kebutuhan air oleh bakteri tidak tepat
sehingga menghambat aktifitas mikroba. Dari hasil pengamatan menunjukkan nilai persentase penyisihan TSS meningkat pada kondisi nilai TSS selama proses
fermentasi menurun dan waktu fermentasi yang lama. Menurut Amir Husin 2008,
Universitas Sumatera Utara
61
TSS yang relatif tinggi dalam aliran umpan akan membutuhkan waktu tinggal cairan lebih lama dalam reaktor agar dapat terlarut terhidrolisis dan terurai oleh
mikroorganisme anaerob menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana. Penggunaan waktu tinggal cairan 12-24 jam belum cukup memadai untuk berlangsungnya proses
hidrolisis dan degradasi biologis kandungan padatan tersuspensi dalam aliran umpan limbah cair. Pengenceran dalam penelitian ini dilakukan agar kebutuhan air oleh
bakteri dalam limbah cair tepat untuk menghidrolisis molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana. Hal ini juga dilakukan karena bakteri memiliki nilai
kapasitas kebutuhan air tersendiri. Bila kapasitasnya tepat maka aktifitas bakteri akan optimal. Hasil penelitian menunjukkan nilai TSS limbah cair olahan 42 mgL
persentase penyisihan 96,29 tercapai pada kondisi perbandingan limbah cair industri tahu tanpa proses koagulasi dan air 1:0,5 vv dengan waktu fermentasi 18
hari. Nilai TSS limbah cair olahan 26 mgL persentase penyisihan 97,97 tercapai pada kondisi perbandingan limbah cair industri tahu dengan proses koagulasi dan
air 1:0,25 vv dengan waktu fermentasi 15 hari. Dari hasil yang diperoleh persentase penyisihan TSS sudah memenuhi baku mutu limbah cair yang ditetapkan KepMenLH
No. 51 Tahun 1995 baku mutu limbah cair TSS 400 mgL.
Universitas Sumatera Utara
62
4.5. Pengaruh waktu tinggal fermentasi terhadap TDS Total Dissolved Suspended dan persentase penyisihan TDS.
TDS merupakan parameter penting dalam pengolahan limbah cair industri tahu. Menurut KepMenLH No. 51 Tahun 1995 bahwa nilai baku mutu TDS yang
baik untuk dibuang kelingkungan sebesar 4000 mgL. Oleh karena itu, gambar dibawah ini dapat dilihat nilai TDS setelah proses fermentasi anaerobik didalam
biodigester.
Keterangan : LCTM = Limbah cair tahu murni LCTK = Limbah cair tahu setelah penambahan koagulan biji asam jawa.
Gambar 4.7. Grafik pengaruh waktu tinggal fermentasi terhadap TDS Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai TDS berfluktuasi berbeda-beda
pada tiap variasi yang dilakukan. Pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0 produksi biogas optimum sebesar 4,2 liter dengan waktu fermentasi 15 hari
terlihat nilai TDS limbah cair olahan sebesar 1320 mgL. Pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0,25 produksi biogas optimum sebesar 3,0 liter dengan
Universitas Sumatera Utara
63
waktu fermentasi 18 hari terlihat nilai TDS limbah cair olahan sebesar 3070 mgL. Pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0,5 produksi biogas optimum
sebesar 2,0 liter dengan waktu fermentasi 18 hari terlihat nilai TDS limbah cair olahan sebesar 1540 mgL. Penurunan dan peningkatan nilai TDS pada limbah cair
tahu murni terjadi karena bahan-bahan organik mengalami degradasi pada saat reaksi hidrolisis yang akan berubah menjadi senyawa yang larut dalam air. Pada saat proses
hidrolisis berlangsung padatan tersuspensi berkurang karena berubah menjadi terlarut. Pada perbandingan limbah cair sesudah penambahan koagulan biji asam jawa 1:0
produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu fermentasi 12 hari terlihat nilai TDS limbah cair olahan sebesar 3440 mgL. Pada perbandingan limbah cair
sesudah penambahan koagulan biji asam jawa 1:0,25 produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu fermentasi 12 hari terlihat nilai TDS limbah cair
olahan sebesar 2230 mgL. Pada perbandingan limbah cair sesudah penambahan koagulan biji asam jawa 1:0,5 produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan
waktu fermentasi 12 hari terlihat nilai TDS limbah cair olahan sebesar 3580 mgL. Kemungkinan terjadinya peningkatan yang sangat jauh ini akibat penambahan
koagulan itu sendiri. Dalam hal ini ekstrak biji asam jawa mampu mempercepat rekasi hidrolisis sehingga padatan terlarut tersuspensi meningkat. Hasil penelitian
menunjukkan pada tiap variasi yang dilakukan nilai TDS limbah cair olahan sudah memenuhi baku mutu limbah cair yang dipersyaratkan. Nilai TDS limbah cair olahan
1320 mgL tercapai pada kondisi perbandingan limbah cair industri tahu tanpa proses koagulasi dan air 1:0 vv dengan waktu fermentasi 15 hari. Nilai TDS 1490 mgL
tercapai pada kondisi perbandingan limbah cair industri tahu dengan proses
Universitas Sumatera Utara
64
koagulasi dan air 1:0 vv dengan waktu fermantasi 18 hari. Dari hasil yang diperoleh TDS limbah cair olahan sudah memenuhi baku mutu limbah cair yang
ditetapkan KepMenLH No. 51 Tahun 1995 baku mutu limbah cair TDS 4000 mgL.
Keterangan : LCTM = Limbah cair tahu murni LCTK = Limbah cair tahu setelah penambahan koagulan biji asam jawa.
Gambar 4.8. Grafik waktu tinggal terhadap persentase penyisihan TDS Dari gambar diatas menunjukkan nilai persentase penyisihan TDS
berfluktuatif. Pada perbandingan limbah cair industri tahu dengan air 1:0 tanpa proses koagulasi produksi biogas optimum sebesar 4,2 liter dengan waktu fermentasi
15 hari terlihat persentase penyisihan TDS sebesar 41,85 . Pada perbandingan limbah cair industri tahu dengan air 1:0,25 tanpa proses koagulasi produksi biogas
optimum sebesar 3,0 liter dengan waktu fermentasi 18 hari terlihat persentase penyisihan TDS sebesar 35,24 . Pada perbandingan limbah cair industri tahu
dengan air 1:0,5 tanpa proses koagulasi produksi biogas optimum sebesar 2 liter dengan waktu fermentasi 18 hari terlihat persentase penyisihan TDS sebesar 32,15
. Hal ini terjadi disebabkan selama proses fermentasi nilai TDS mengalami
Universitas Sumatera Utara
65
peningkatan sehingga penyisihan TDS mengalami penurunan. Pada perbandingan limbah cair industri tahu dengan air 1:0 dengan proses koagulasi produksi biogas
optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu fermentasi 12 hari terlihat persentase penyisihan TDS sebesar 44,65 . Pada perbandingan limbah cair industri tahu
dengan air 1:0,25 dengan proses koagulasi produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu fermentasi 12 hari terlihat persentase penyisihan TDS sebesar 6,22
. Hal ini bisa terjadi karena nilai TDS yang diperoleh selama proses fermentasi menurun sehingga persentase penyisihan TDS kecil. Pada perbandingan limbah cair
industri tahu dengan air 1:0,5 dengan proses koagulasi produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu fermentasi 12 hari terlihat persentase penyisihan TDS
sebesar 5,76 . Hal ini bisa terjadi karena peningkatan TDS limbah cair olahan selama proses fermentasi. Dari hasil pengamatan nilai persentase penyisihan TDS ini
bergantung pada reaksi yang terjadi selama fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan persentase penyisihan TDS 41,85 1320 mgL tercapai pada kondisi perbandingan
limbah cair industri tahu tanpa proses koagulasi dan air 1:0 dengan waktu fermentasi 15 hari. Dari hasil yang diperoleh persentase penyisihan TDS sudah
memenuhi baku mutu limbah cair yang ditetapkan KepMenLH No. 51 Tahun 1995 baku mutu limbah cair TDS 4000 mgL.
Universitas Sumatera Utara
66
4.6. Efektifitas biogas limbah cair tahu tanpa pengolahan dengan proses koagulasi biji asam jawa dan limbah cair tahu dengan pengolahan proses
koagulasi.
Bahan bakar yang digunakan penduduk desa pada umumnya adalah minyak tanah dan kayu bakar. Kebutuhan energi untuk memasak didapat dari konsumsi
energy untuk memasak di pedesaan Indonesia perkapita pertahun menurut Hadi 1979 seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Konsumsi energi untuk memasak di pedesaan Indonesiakapitatahun Bahan bakar
Jumlah Kg
Jumlah m
3
liter Nilai kalor
10
3
kkal Eff
Kebutuhan energi memasak
10
3
kkal 1.
ayu bakar 2.
emak dan naabati lain
879.3 162.4
1758 0.325
3077.5 568.5
22.4 22.4
689.36 127.34
Jumlah 1041.7 2083
3645 816.70
3. inyak tanah
19.074 ltr
186.9 35
65.43
Jumlah 3832.92
882.13 Sumber : Hadi, 1979
Universitas Sumatera Utara
67
Konsumsi energi menurut Hadi 1979 pada tabel 4.1 adalah berdasarkan survey pada konsumsi bahan bakar, sedangkan efisiensi kompor atau tungku tidak
diperhitungkan maka untuk meperhitungkan kebutuhan energi untuk memasak perkapita peerlu diperhitungkan effisiensi.
Menurut Kojima 2002 kompor minyak tanah wick stove memiliki effisiensi 35 sedangkan menurut Hadi 1979 effisiensi pembakaran anglo
tradisional untuk kayu bakar adalah 22,4 . Berdasarkan perhitungan tabel 4.1, kebutuhan energi untuk memasak di pedesaan Indonesia adalah sebesar 882,13
kkalkapitatahun. Apabila disetarakan dengan kebutuhan biogas yang memiliki nilai kalor 20-26 joulecm
3
atau 4785-6220 kkalm
3
Meynell, 1976 adalah sebesar 184,35 – 141,82 m
3
biogas perkapita pertahun atau 0,3885 – 0,505 m
3
biogas perkapita perhari, sehingga untuk kesetaraan penggunaan biogas dengan bahan bakar lain dapat
diperhitungkan secara ekonomis sebagai berikut : 1.
Perbandingan harga Biogas dengan harga kayu bakar.
Nilai kalor biogas 4785 kkalm
3
= 4,785 kkalliter Nilai kalor kayu bakar = 4700 kkalkg
Harga kayu bakar Rp. 400.000m
3
500 kgm
3
= Rp. 800kg Harga biogas = 4,785 kkalliter x
= Rp. 0,814liter 2.
Perbandingan harga Biogas dengan harga minyak tanah.
Nilai kalor biogas 4785 kkalm
3
= 4,785 kkalliter Nilai kalor minyak tanah = 9122 kkalliter
Harga minyak tanah = Rp. 3500liter
Universitas Sumatera Utara
68
Harga biogas = 4,785 kkalliter x 3.
Perbandingan harga Biogas dengan harga LPG.
Nilai kalor biogas 4785 kkalm
3
= 4,785 kkalliter Nilai kalor LPG = 10882 kkalm
3
= 10,882 kkalliter. Harga LPG = Rp. 85.00012 kg500 literkg = Rp. 14,167liter.
Harga biogas = 4,785 kkalliter x
Dari perhitungan diatas dapat dikatakan bahwa harga biogas lebih ekonomis dari harga bahan bakar lainnya kayu bakar, minyak tanah, LPG.
4.7. Hasil pengujian. A. Uji nyala tanpa proses koagulasi penambahan koagulan biji asam jawa.