Pengaruh waktu tinggal terhadap Volume Gas

48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh waktu tinggal terhadap Volume Gas

Dalam penelitian ini dapat dilihat produksi biogas yang optimum dari berbagai variasi perbandingan limbah cair industri tahu dan air. Hal ini dilakukan untuk melihat produksi biogas yang dihasilkan tanpa penambahan koagulan biji asam jawa proses koagulasi dan setelah penambahan koagulan biji asam jawa. Dalam penelitian ini dilakukan proses koagulasi koagulan biji asam jawa limbah cair industri tahu sebelum dimasukkan ke biodigester untuk mengetahui pengaruh koagulan biji asam jawa terhadap limbah cair industri tahu dan produksi biogas. Oleh karena itu, dari gambar dibawah ini dapat dilihat produksi biogas yang dihasilkan. Keterangan : LCTM = Limbah cair tahu murni LCTK = Limbah cair tahu setelah penambahan koagulan biji asam jawa. Gambar 4.1. Grafik waktu tinggal terhadap volume gas Universitas Sumatera Utara 49 Dari hasil pengamatan produksi biogas menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan untuk tiap variasi limbah cair tahu dan air. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0 menghasilkan produksi biogas yang sangat tinggi yakni 4,2 liter pada hari ke-15, dan menghasilkan produksi biogas optimal pada hari ke-15. Hal ini terjadi karena limbah cair industri tahu memiliki kandungan bahan organik yang tinggi sehingga selama fermentasi mikroba dapat merombak limbah cair menjadi metana dengan baik. Pada dasarnya pembentukan biogas itu sekitar 10 hari sampai 24 hari Hadi, 1979. Pada limbah cair industri tahu pembentukan biogas terjadi pada hari ke-4, akan tetapi pembentukan awal biogas ini harus dibuang untuk menghindari reaksi antara gas metana dengan sisa udara di dalam tangki pencerna dimana hasil reaksi ini akan menyebabkan letusan. Oleh karena itu, pembentukan biogas tinggi karena kebutuhan air oleh bakteri dalam limbah cair industri tahu sudah cukup sehingga aktifitas bakteri optimal untuk menguraikan karbohidrat, protein dan lemak menjadi senyawa sederhana. Pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0,25 dan 1:0,5 pembentukan biogas sangat lambat dan sedikit, dimana pembentukan biogas optimal pada hari ke-18 dengan volume biogas adalah 3,0 liter dan 2,0 liter. Hal ini terjadi karena kebutuhan air dalam limbah cair industri tahu dengan dilakukan pengenceran mengakibatkan mikroba susah untuk merombak limbah cair tersebut. Namun, pada limbah cair industri tahu sesudah penambahan koagulan biji asam jawa terlihat pembentukan biogas yang dihasilkan cepat. Pada perbandingan penambahan koagulan dan air 1:0 pembentukan biogas optimal pada hari ke-12 yakni 3,1 liter, begitu juga dengan perbandingan koagulan dan air 1:0,25 dan 1:0,5 pembentukan biogas terjadi pada hari Universitas Sumatera Utara 50 ke-12 masing-masing sebesar 3,1 liter dan 3,1 liter. Pembentukan biogas yang cepat setelah penambahan koagulan biji asam jawa disebabkan karena ekstrak biji asam jawa mengandung polisakarida alami yang tersusun atas D-galactose, D-glucose dan D-Xylose Bernard, 2009, sehingga kandungan dari koagulan ini menyediakan energi sebagai penunjang kelangsungan kehidupan mikroba dalam limbah cair tahu dan mampu mempercepat reaksi metanogenesis dan menghasilkan produksi biogas dengan cepat. Perolehan biogas lebih sedikit karena pada saat proses koagulasi terjadi penyisihan partikel padat sehingga sebagian kecil kandungan organik dalam limbah cair tahu menjadi lebih sedikit. Akan tetapi, bila dilihat dari pengenceran yang dilakukan tidak mempengaruhi pembentukan biogas. Hal ini dapat terjadi karena bakteri dalam limbah cair tahu memiliki sumber energi banyak yang berasal dari koagulan biji asam jawa sehingga mikroba tersebut dapat bekerja optimal dalam pembentukan biogas. Peningkatan suhu substrat dapat meningkatkan laju produksi biogas. Suhu air limbah yang hangat dapat meningkatkan reaksi biokimia pada kolom anaerob, dimana bahan anorganik dirombak menjadi biogas pada kisaran suhu hangat mesofilik antara 30-38 C MetCalf dan Eddy, 2003. Dalam penelitian ini suhu substrat berada pada 25-30°C dimana pada kondisi suhu ini sangat baik untuk perkembangan bakteri. Dalam penelitian ini menggunakan pengadukan dengan pompa sehingga sangat berpengaruh terhadap produksi biogas, dimana pemberian pengadukan dengan pompa ini berpengaruh lebih baik pada peningkatan laju produksi biogas dibandingkan tanpa pengadukan. Dalam hal ini pengadukan dimaksudkan agar kontak antara limbah cair tahu dan bakteri perombak lebih baik, dan menghindari padatan terbang atau mengendap yang akan mengurangi keefektifan Universitas Sumatera Utara 51 digester dan menimbulkan “plugging” gas dan lumpur. Pengadukan juga memberikan kondisi suhu yang seragam dalam biodigester. 4.2. Pengaruh waktu tinggal fermentasi terhadap COD Chemical Oxygen Demand dan persentase penyisihan COD Menurut KepMenLH No. 51 Tahun 1995 nilai COD dalam limbah cair tahu harus diperhatikan sebelum dibuang ke lingkungan. Dalam hal ini, limbah cair industri tahu tidak layak dibuang langsung ke lingkungan. Oleh karena itu, dari gambar di bawah ini dapat dilihat nilai COD selama prosses fermentasi di dalam biodigester. Keterangan : LCTM = Limbah cair tahu murni LCTK = Limbah cair tahu setelah penambahan koagulan biji asam jawa. Gambar 4.2. Grafik waktu tinggal fermentasi terhadap COD Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai COD terlihat berfluktuasi pada tiap variasi limbah cair tahu yang dilakukan. Pada perbandingan limbah cair tahu Universitas Sumatera Utara 52 murni dan air 1:0 terlihat penurunan nilai COD, hal ini disebabkan telah terjadinya proses hidrolisis yang baik. Hal ini dapat dilihat dari produksi biogas yang dihasilkan juga lebih banyak. Namun, pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0,25 dan 1:0,5 peningkatan nilai COD terjadi masing-masing pada hari ke-18 dan hari ke- 15 yakni 1873 mgL dan 2027 mgL, hal ini disebabkan limbah cair tahu masih terdegradasi oleh mikroba, sehingga memperlambat terbentuknya produksi biogas. Pada perbandingan limbah cair tahu dengan penambahan koagulan biji asam jawa dan air 1:0 terlihat nilai COD sangat berfluktuasi. Pada hari ke-12 terlihat kenaikan nilai COD yang sangat tinggi yakni 4007 mgL dan menurun kembali pada hari ke-15 sampai hari ke-21. Peningkatan dan penurunan nilai COD ini bisa terjadi disebabkan karena adanya proses hidrolisis yang mana mikroba mendegradasi limbah cair tahu dengan penambahan koagulan biji asam jawa. Koagulan biji asam jawa ini merupakan sumber energi untuk kelangsungan hidup miroba tersebut. Berfluktuasinya nilai COD disebabkan karena mikroorganisme sedang beradaptasi dengan lingkungan baru. Pada perbandingan limbah cair tahu dengan penambahan koagulan biji asam jawa dan air 1:0,25 dan 1:0,5 terlihat nilai COD cenderung mengalami penurunan yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan nilai COD 854 mgL tercapai pada kondisi perbandingan limbah cair industri tahu dengan proses koagulasi dan air 1:0,5 vv dengan waktu fermentasi 18 hari. Jika dilihat dari hasil yang diperoleh limbah cair olahan dengan proses koagulasi belum memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Nilai COD 514 mgL tercapai pada kondisi perbandingan limbah cair industri tahu tanpa proses koagulasi dan air 1:0 vv, dengan waktu fermentasi 15 hari. Jika dilihat dari hasil yang diperoleh maka COD limbah cair Universitas Sumatera Utara 53 olahan mendekati nilai baku mutu limbah cair yang ditetapkan KepMenLH No. 51 Tahun 1995 baku mutu limbah cair COD 300 mgL. Terjadi demikian karena semakin besar konsentrasi COD kontak antara mikroba dengan substrat organik menjadi kurang sempurna. Bisa juga karena jumlah mikroba belum sebanding dengan jumlah substrat yang harus dicerna. Keterangan : LCTM = Limbah cair tahu murni LCTK = Limbah cair tahu setelah penambahan koagulan biji asam jawa. Gambar 4.3. Grafik Waktu tinggal terhadap persentase penyisihan COD Dari gambar 4.3 diatas dapat dilihat penyisihan COD berfluktuasi pada tiap variasi. Pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0 dimana pada kondisi ini dicapai produksi biogas paling banyak sebanyak 4,2 liter dengan waktu fermentasi 15 hari, persentase penyisihan COD sebesar 46,29 . Dari persentase penyisihan COD yang diperoleh dapat dikatakan mendekati baku mutu yang dipersyaratkan. Akan tetapi pada perbandingan limbah cair tahu murni dan air 1:0,25 dimana pada kondisi ini produksi biogas optimum sebesar 3,0 liter dengan waktu fermentasi 18 hari dan persentase penyisihan COD sebesar 5,69 . Untuk perbandingan limbah Universitas Sumatera Utara 54 cair tahu murni dan air 1:0,5 dimana pada kondisi ini produksi biogas optimum sebesar 2,0 liter dengan waktu fermentasi 18 hari dan persentase penyisihan COD sebesar 3,59 . Dalam penelitian ini dapat dilihat pengaruh pengenceran terhadap persentase penyisihan COD pada masing-masing variasi. Hal ini terjadi karena jumlah mikroba tidak sebanding dengan jumlah substrat yang dicerna. Pada perbandingan limbah cair tahu dengan penambahan koagulan biji asam jawa dan air 1:0 dimana pada kondisi ini produksi biogas optimum sebesar 3,1 dengan waktu fermentasi 12 hari dan persentase penyisihan COD sebesar 1,45 . Untuk perbandingan limbah cair tahu dengan penambahan koagulan biji asam jawa dan air 1:0,25 produkksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu fermentasi 12 hari dan persentase penyisihan COD sebesar 1,69 . Sementara pada perbandingan limbah cair tahu dengan penambahan koagulan biji asam jawa dan air 1:0,5 produksi biogas optimum sebesar 3,1 liter dengan waktu fermentasi 12 hari dan persentase penyisihan COD sebesar 7,50 . Dari penambahan koagulan biji asam jawa terlihat persentase penyisihan COD sangat sedikit. Hal ini terjadi karena selama proses fermentasi mikroba masih beradaptasi sehingga persentase penyisihannya sedikit. Dapat dikatakan pada saat produksi biogas optimum telah dicapai, persentase penyisihan COD tidak berpengaruh. Dengan demikian, pembentukan biogas tidak mempengaruhi parameter COD. Semakin lama waktu kontak antara mikroba dengan limbah cair tahu maka semakin baik persentase COD yang tersisihkan. Dalam penelitian ini dapat dikatakan laju pembentukan biogas sangat tergantung pada besar COD tersisihkan. Universitas Sumatera Utara 55

4.3. Pengaruh waktu tinggal fermentasi terhadap pH