71
Ibu Nur Fazrah mengatakan selama ia mengemis disimpang tersebut, ia sering dirazia dan mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari pihak
satpoll pp tersebut, memang benar mereka menjalankan tugas yang diperintahkan kepada mereka, tetapi mereka tidak melihat siapa yang mereka hadapi, seharusnya
mereka juga bisa lebih baik kepada kami. Ibu Nur Fazrah juga menambahkan bahwa seharusnya razia dilakukan dengan baik tidak ada namanya kekerasan, dan ia
juga berharap agar pihak – pihak yang terkait terutama dinas sosial dan tenaga kerja untuk lebih berperan aktif dalam memberikan solusi tidak hanya melarang saja.
Berikut pernyataan Ibu Nur Fazrah :
“Ya berharap banyak agar pemerintah kota medan memberikan kami jalan keluar untuk kedepannya, kami juga tidak ingin seperti ini terus, tapi karena
demi makan, kami harus melakukan kegiatan mengemis ini.”
Ibu Nur Fazrah mengungkapkan bahwa semua pelaksanaan peraturan daerah ini sebenarnya baik yaitu melarang segala kegiatan gelandangan dan pengemis serta
praktek tuna susila tersebut, walaupun caranya agak berbeda tujuannya baik yaitu untuk mendata mereka dan di satukan untuk diberikan pelatihan keterampilan –
keterampilan agar ia dapat hidup layak dan mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali dengan baik ditengah masyarakat.
5.2 AnalisisData
Semua proses implementasi kebijakan publik merupakan tahapan yang penting dan harus dilalui demi mencapai hasil dari suatu kebijakan. Salah satunya
adalah implementasi kebijakan publik yang merupakan pelaksanaan dari suatu
Universitas Sumatera Utara
72
keluaran kebijakan Peraturan Perundang-Undangan oleh organisasi pelaksana kebijakan. Tujuan kebijakan tidak akan tercapai tanpa adanya tindakan implementasi.
Implementasi kebijakan juga merupakan sebuah proses yang kompleks dan panjang. Pemahaman yang paling penting bagi peneliti kebijakan dari proses implementasi
adalah untuk dapat mengindentifikasi variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan sebuah implementasi kebijakan. Maka, akan ditemukan
fenomena-fenomena yang berhubungandenganimplementasi, pada gilirannya akan sangat membantu dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan proses implementasi
kebijakan kedepannya. Tachjan 2006: 26 mengemukakan bahwa tentang unsur – unsur dari
implementasi kebijakan yang mutlak harus ada yaitu : 1.
Unsur pelaksana 2.
Adanya program yang dilaksanakan serta 3.
Target group atau kelompok sasaran Unsur pelaksana adalah implementator kebijakan yang diterangkan oleh
Dimock Dimock dalam Tachjan 2006: 28 sebagai berikut : “Pelaksana kebijakan merupakan pihak – pihak yang menjalankan kebijakan
yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,
penggerakan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian”.
Kebijakan mengenai larangan dan pengemis di kota Medan telah ditetapkan semenjak tahun 2003 yaitu terdapat di dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2003
tentang Larangan Gelandangan Dan Pengemis di Kota Medan. Akan tetapi pada
Universitas Sumatera Utara
73
realitanya Medan memiliki jumlah gelandangan terbesar dibandingkan dengan 33 kabupaten atau kota di sumatera utara. Peningkatan jumlah Gepeng dari tahun
ketahunpun dapat dilihat pada lima tahun terakhir menjadi trend yang sangat pelik yang harus dihadapi oleh kota Medan. Harusnya kebijakan yang telah ditetapkan
mempunyai kelanjutan dalam implementasi nyata pengurangan jumlah gelandangan dan pengemistersebut.
Setiap kebijakan publik yang telah disusun, harus diimplementasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, dalam pengimplementasian suatu
kebijakan publik perlu diperhatikan beberapa unsur yang mempengaruhi implementasi kebijakan tersebut. Dalam penelitian ini, adapun unsur – unsur
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Unsur pelaksana
Peran penting sikap pelaksana dalam implementasi suatu kebijakan disampaikan oleh Hessel 2003:90 sebagai berikut: ”Jika para implementor
memperhatikan terhadap suatu kebijakan khusus, maka dimungkinkan bagi implementor untuk melakukan sebagaimana yang dimaksudkan para pembuat
keputusan. Namun ketika sikap atau perspektif implementor ini berbeda dari para pembuat keputusan, proses mengimplementasikan sebuah kebijakan menjadi secara
pasti lebih sulit”. Pendapat Hessel di atas menunjukkan bahwa meskipun para pelaksana kebijakan memiliki kemampuan untuk melaksanakan sebuah kebijakan,
namun ketika para implementor tidak setuju terhadap kebijakan tersebut, akan mengarah untuk tidak melakukan.Disposisi implementor adalah kecenderungan
sikap maupun pemahaman yang dimiliki oleh implementor yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan. Banyaknya
kerancuan pada isi perda ini membuat keenggan implementor dalam melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
74
perda ini, karna tidak adanya pembaharuan dari perda yang sudah bisa dikatakan mulai tua, banyaknya kendala- kendala yang terjadi dilapangan juga menyurutkan
hati implementor dalam melaksanakan peraturan daerah tersebut. Seperti, kejelasan akan pemungutan denda, peraturan tentang tindak asusila.
Implementor perda no. 6 tahun 2003 tentang larangan gelandangan dan pengemis dan seluruh mitra yang terkait sebagai unsur pelaksana yang baik, dalam
menjalankan perda ini DINSOSNAKER Kota Medan bekerjasama dengan instansi lainnya seperti Satpol-PP sebagai penegak perda. Dan juga Polresta kota Medan,
DINSOS SUMUT serta Polisi Militer. Tidak hanya bekerjasama dengan instansi pemerintah DINSOSNAKER Medan juga membina kemitraan dengan LSM dan
panti non-pemerintah.maka dapat dikatakan dinasosnaker kota dapat dikatakan sebagai pelaksanayang baik dalam merealisasikan peraturan daerah no.6 tahun
2003 tersebut. Namun tidak halnya dengan gelandangan dan pengemis serta praktek tuna
susila, sebagai pihak pelaksana, Dinas Sosial dan tenaga kerja serta pihak – pihak yang terlibat dalam pelaksana peraturan daerah no.6 tahun 2003 ini dinilai belum
memuaskan, dimana masih banyaknya keluhan – keluhan dari masyarakat sekitar bahwa pihak terkait Dinas Sosial dan Tenaga Kerja belum melakukan sosialisasi
secara maksimal,serta eksekusi pelarangan dalam bentuk razia dinilai belum sempurna.
b. Adanya program yang dilaksanakan Ada beberapa program dalam menjalankan
kebijakan ini yang baru saja
dibuat karena masih awal tahun anggaran namun belum berjalan, yaitu seperti razia penetiban, sosialisasi dan pelatihan bagi anak jalanan, yaitu pelatihan berupa
Universitas Sumatera Utara
75
membuat sablon, keset, dll.Namun belum berjalan karena anggaran yang belum turun.
kebijakan ini di sahkan oleh walikota medan yang ditanggungjawabi langsung
oleh walikota medan, pelaksanaan kebijakan
ini merupakan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan melalui Bidang Pelayanan Sosial , yang dipimpin oleh
kepala bidang dan didalamnya terdapat 3 seksi namun seksi yang terkait langsung dengan perda ini yaitu seksi rehabilitasi yang memiliki staf 3 orang. Kepala dinas
selaku pengawas terlaksananya perda ini juga cukup aktif dan pro terhadap program program yang ada tidak hanya memonitoring kepala dinas juga terkadang ikut turun
langsung kelapangan. c. Target Group atau Kelompok Sasaran
Dalam impelementasi Peraturan Daerah no.6 Tahun 2003 ini sendiri jelas diterangkan bahwa yang menjadi kelompok sasaran dari peraturan ini adalah
melarang segala kegiatan pergelandangan dan mengemis serta praktek tuna susila dan memberikan mereka keterampilan guna mencegah mereka kembali lagi kejalan
dan mendapatkan pekerjaan yang layak serta mampu mengembalikan fungsi sosialnya dengan baik ditengah – tengah masyarakat.
5.2.1 Implementasi Peraturan Daerah No.6 Tahun 2003 Kota Medan tentang larangan gelandangan dan pengemis serta praktek tuna susila
Tujuan implementasi Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2003 tentang Gelandangan dan Pengemis di Kota Medan adalah mewujudkan tercapainya kota
medan menjadi kota bestari. Bahwa dengan semakin meningkatnya dan perkembangan jumlah gelandangan dan pengemis serta praktek tuna susila, yang
melakukan kegiatan pengemisan di medan-medan jalan, traffic light, pelataran masjid-masjid dan jembatan-jembatan penyebrangan serta kegiatan tuna susila
Universitas Sumatera Utara
76
ditempat-tempat umum, taman-taman, pinggiran sungai, bawah jembatan, hotel, losmen, dan tempat lainnya di kota medan.
Kegiatan yang dilakukan dengan berbagai cara, untuk menimbulkan belas kasihan orang lain, ini merupakan penyakit mental atau pemalas yang tidak sejalan
dengan ajaran agama, sedangkan tuna susila merupakan tindakan yang bertentangan dengan norma-norma sosial dan keagamaan dan sangat membahayakan kehidupan
generasi muda serta dapat menyebabkan penyebaran virus AIDS HIV dan virus penyakit lainnya yang semakin meluas. Bahwa untuk maksud tersebut perlu
menerbitkan satu ketentuan tentang larangan gelandangan dan pengemis serta
praktek tuna susila di kota medan dan menetapkannya dalam satu PeraturanDaerah.
Unsur Pelaksana terlihat cukup baik yaitu terlihat dari kesiapan setiap pihak – pihak yang terlibat terutama Dinas Sosial dan tenaga Kera dalam merealisasikan
penegakan peraturan daerah no.6 tahun 2003 tentang larangan gelandangan dan pengemis serta praktek tuna susila. Dapat kita lihat pada tabel 5.1berikut :
TABEL 5.1 DATA HASIL PENERTIBAN GELANDANGAN, PENGEMIS, PSK DAN PASANGAN DILUAR NIKAH
TAHUN GELANDANGAN DAN
PENGEMIS PSK DAN PASANGAN
DILUAR NIKAH
2012 133 orang
70 orang 2013
124 orang 64 orang
2014 105 orang
56 orang 2015
88 orang 67 orang
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, 2016
Universitas Sumatera Utara
77
Data hasil penertiban gelandangan, pengemis, PSK dan pasangan diluar nikahdinsosnaker medan tiap tahunnya mengalami penurunan sebab kendala
kendala yang dihadapi pegawai seperti komunikasi, kebijakan dan sumber daya menjadi hambatan dan melemahkan kinerja dari pegawai, itu menjadi acuan bahwa
belum terlaksana dengan baiknya kinerja dinas selaku implementor dalam kebijakan ini.
Dari hasil wawancara dengan gelandangan dan pengemis serta praktek tuna susila juga menunjukan bahwa kebijakanini juga kurang berjalan dengan
baik.Terbukti dengan minimnya sosialisasi pemerintah kepada mereka secara langsung mengenai kebijakan tersebut terkait dengan tugas dan fungsi dari perda itu
sendiri. Sehingga mereka kurang mengetahui tentang adanya kebijakan peraturan daerah no 6 tahun 2003 tentang larangan gelandangan dan pengemis di kota medan.
Kebijakan yang tidak pernah mendapat pembaharuan juga turut andil dalam melemahkan kebijakan ini dalam proses implementasinya.
Unsur adanya program yang dilaksanakan juga masih kurang minim dimana dapat kita lihat program pelatihan keterampilan – keterampilan 2 tahun belakangan
ini sempat terhenti dikarenakan beberapa faktor. Oleh karena itu diharapkan tahun ini dapat kembali berjalan agar dapat dibina dengan efektif dan maksimal.Dan terakhir
dari unsur target group atau kelompok sasaran, dinilai sudah cukup baik, dimana jelas siapa yang dimaksud dan apa yang dilarang dalam peraturan daerah no.6 tahun
2003 ini seperti gelandangan, pengemis serta praktek tuna susila yang melakukan kegiatannya di daerah Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
78
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang didapat dari hasil penelitian. Kesimpulan yang terdapat di bab ini merupakan hasil yang dicapai dari analisis data