Karakteristik Penderita Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan Kelompok Usia

5.2.2. Karakteristik Penderita Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan Kelompok Usia

Menurut buku IPD UI 2009 diabetes melitus tipe 2 biasanya menyerang usia dekade 4. Hal ini senada dengan penelitian bahwa kelompok umur yang terkena diabetes melitus tipe 2 terdapat pada usia 60-69 dengan 45 orang 37,5. Dan kelompok usia yang jarang ditemui adanya diabetes melitus tipe dua terdapat pada usia 30-39 tahun sebanyak 1 orang 0,8. Hal ini juga sesuai dengan buku PERKENI 2011 mengutip dari World Health Organization WHO memperkirakan bahwa 194 juta jiwa atau 5,1 dari 3,8 miliar penduduk dunia yang berusia 20-79 tahun menderita DM pada tahun 2003 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 333 juta jiwa pada tahun 2025. Di Indonesia, WHO memperkirakan terjadi peningkatan penderita diabetes dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta penderita pada tahun 2030. Sementara itu, menurut data International Diabetes Federation IDF menjelaskan, bahwa prevalensi penyakit DM menempati penyakit ke-4 di dunia. 5.2.3. Korelasi HbA1c Dengan Profil Lipid Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Tahun 2014 Pada tabel 5.4. diperoleh mayoritas subjek penelitian penderita diabetes melitus tipe 2 kadar kolesterol total optimal yaitu sebanyak 65 orang 54,2. Sedangkan pada kelompok yang sedikit yaitu kadar kolesterol total tinggi sebanyak 16 orang 13,3. Selanjutnya korelasi positif ditemukan antara HbA1 dengan kolesterol total nilai korelasi 0,173. Berdasarkan pada uji statistik korelasi spearman pada tabel 5.9. dijumpai nilai p hitung = 0,059 0,05 yang berarti tidak dijumpai adanya hubungan bermakna antara HbA1c dengan kolesterol total. Universitas Sumatera Utara Pada tabel 5.5. diperoleh mayoritas subjek penelitian penderita diabetes melitus tipe 2 kadar trigliserida optimal yaitu sebanyak 71 orang 59,2. Sedangkan pada kelompok yang sedikit yaitu kadar trigliserida tinggi sebanyak 24 orang 20,0. Kemudian korelasi positif ditemukan antara HbA1 dengan trigliserida nilai korelasi 0,175. Berdasarkan pada uji statistik korelasi spearman pada tabel 5.10. dijumpai nilai p hitung = 0,056 0,05 yang berarti tidak dijumpai adanya hubungan bermakna antara HbA1c dengan trigliserida. Pada tabel 5.6. diperoleh mayoritas subjek penelitian penderita diabetes melitus tipe 2 kadar HDL rendah yaitu sebanyak 70 orang 58,3. Sedangkan pada kelompok yang sedikit yaitu kadar HDL optimal sebanyak 13 orang 10,8. Sesudah itu, Berdasarkan pada uji statistik korelasi spearman pada tabel 5.11. dijumpai nilai p hitung = 0,925 0,05 yang berarti tidak dijumpai adanya hubungan bermakna antara HbA1c dengan HDL. Pada tabel 5.7. diperoleh mayoritas subjek penelitian penderita diabetes melitus tipe 2 kadar LDL yaitu sebanyak 73 orang 60,8. Sedangkan pada kelompok yang sedikit yaitu kadar LDL tinggi sebanyak 20 orang 16,7. Berdasarkan pada uji statistik korelasi spearman pada tabel 5.12. dijumpai nilai p hitung = 0,145 0,05 yang berarti tidak dijumpai adanya hubungan bermakna antara HbA1c dengan LDL. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sheikpour et al. 2013 dimana tidak adanya hubungan bermakna antara kadar HbA1c dengan kadar kolesterol total, trigliserida, HDL, serta LDL. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nikitov et al. 2014 menunjukkan tidak ada hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar HDL dan LDL serta HDLLDL. Pada penelitian Samatha P et al. 2012 didapatkan hasil yang berupa tidak adanya hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar trigliserida dan HDL. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penelitian Meenu J et al. 2012 bahwa korelasi bernilai positif antara kadar HbA1c dengan kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL, sedangkan korelasi bernilai negatif antara kadar HbA1c dengan kadar HDL. Selanjutnya penelitian Sulaiman Amur Al-Alawi 2014 bahwa korelasi bernilai positif antara kadar HbA1c dengan kolesterol total, trigliserida, dan LDL, sedangkan korelasi bernilai negatif antara kadar HbA1c dengan kadar HDL. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tymothy M.E. Davis et al. 2001 yang dilakukan terhadap tiga etnik berbeda dinyatakan bahwa terdapat perbedaan antara kelompok ras dan etnik terhadap risiko komplikasi diabetes melitus tipe 2 terutama profil faktor risiko penyakit jantung yang diawali dengan ketidaknormalan kadar lipid pasien. Kadar kolesterol total, dan LDL akan terjadi penurunan profil lipid selama 9 tahun di diagnosis diabetes melitus tipe 2 pada ras Afro-Carribean. Hal ini disertai dengan abnormalitas HDL pada 3 tahun pertama dan akan membaik selama 9 tahun berikutnya. Sedangkan kelompok White- Caucasian lebih bermakna penurunan kadar trigliserida daripada kelompok Indian Origin. Pada analisis yang diteliti bahwa perbedaan etnik, BMI, profil lipid, dan tekanan darah terdapat perbedaan terhadap masing masing kelompok, sedangkan kontrol glikemik tetap naik saat pasien didiagnosis diabetes melitus tipe 2. Teori yang sebenarnya menurut Adam 2009 dalam buku ilmu penyakit dalam, keadaan resistensi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 ditemukan kelainan profil lipid serum, dimana ditemukan peningkatan trigliserida, penurunan HDL, serta peningkatan small dense LDL. Menurut Sreenivas et al. 2014 ditemukan bahwa HbA1c tidak hanya berguna sebagai biomarker jangka panjang kontrol glikemik, tetapi juga indikator secara tidak langsung dari dislipidemia. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Prabhavathi K et al. 2014bahwa keadaan hiperglikemik akan meningkatkan komplikasi pada penderita diabetes melitus tipe 2 melalui jalur reaktivasi oksigen yang merupakan produk dari stress oksidatif. Peningkatan lipid perokidasi akan menyebabkan formasi yang saling tindih antara molekul asam amino dengan partikel LDL. Pada pasien dengan metabolik yang buruk glikasi dari LDL akan meningkat seiringan dengan hiperglikemia. Peningkatan LDL akan menurunkan katabolisme LDL, Universitas Sumatera Utara penurunan aktivitas protein transfer kolesterol ester dan lipase lipoprotein. Jalur glikosilasi nonezimatik dari grup lisin akan meningkatkan ketidakseimbangan dinding arteri. Hal ini juga diperparah dengan glikosilasi apolipoprotein B yang menghambat pengikatan LDL dengan reseptornya.Oleh karena itu disimpulkan bahwa, korelasi bermakna antara HbA1c dengan parameter lipid serta hubungan linier antara HbA1c dan dislipidemia menjadi manfaat dari HbA1c untuk deteksi awal terhadap perkembangan risiko terjadinya CAD. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dijabarkan oleh peneliti terdapat banyak sekali penelitian yang saling bertolak belakang. Hal ini menjadi refleksi kedepan bahwa belum tentu kadar HbA1c mempunyai hubungan bermakna dengan kadar profil lipid. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Tymothy D.E. Davis et al.2001yang sudah dipaparkan diatas oleh penelitidisertai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdulfataiet al.2012 dimana alasan tidak bermaknanya korelasi HbA1c dengan profil lipid karena adanya faktor yang sangat berpengaruh terutama pola hidup, genetik, dan kondisi medis. Universitas Sumatera Utara BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan