B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian Undang-undang No. 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing
The World Trade Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia GBHN 1999-2004,sinar grafika: Jakarta, 1999.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 Tentang
Standardisasi Nasional Badan Standardisasi Nasional, “Pemberlakuan SNI Wajib,” Makalah dalam
forum Seminar Standardisasi dan Pengawasan Mutu tanggal 15 Maret 2004
Pusat Standardisasi dan Akreditasi, “Kebijakan Standardisasi Industri dan Perdagangan,” Makalah disampaikan pada Pelatihan Peningkatan
kemampuan UKM dalam Rangka SPPT SNI, tanggal 12 Maret 2006. Pusat Standardisasi dan Akreditasi Departemen Perindusrtrian dan Perdagangan,
“Kebijakan Standardisasi Dalam Rangka Pemberlakuan SNI Wajib dan Pengawasan SNI” makalah disampaikan pada Sosialisasi Standardisasi
dan Pengawasan SNI Air Minum dalam Kemasan, Jakarta pada tanggal 19 Desember 2003.
C. Internet
http:community.gunadarma.ac.iduserblogsviewname_esapunya14id_8995titl e_perdagangan-bebas-di-indonesiadiakses tanggal 18 Maret 2014
http:gudankmakalah.blogspot.com201212makalah-tentang-pengaruh- globalisasi.html
, diakses tanggal 18 Maret 2014 http: www.depdag.go.idfilespublikasidjkipiafta.htm, diakses tanggal 12 Maret
2014. Agreement on the CEPT Scheme for the AFTA, Singapore, 28 Januari 1992
http:malexxbrown.blogspot.com201212kerjasama-asean-dalam-berbagai- bidang.html
, diakses tanggal 19 Maret 2014 BSN, “Penerapan Standar Nasional Indonesia,” http:www.
bsn.or.idprofilpenerapan.cfm - 14k, diakses 10 Maret 2014
Universitas Sumatera Utara
66
BAB III BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI
DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PERDAGANGAN BEBAS AFTA
A. Pengaturan Industri Dalam Negeri 1. Pengertian Industri Dalam Negeri
Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur manufacturing. Padahal, pengertian industri sangatlah luas,
yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Disebabkan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah
dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah,
makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut.
65
65
Loveyta, Perlindungan Terhadap Kepentingan Nasional Melalui Pengecualian Penerapan Prinsip-Prinsip WTO Untuk Negara Berkembang, Makalah Hukum Ekonomi
Internasional, Fakultas Hukum Univ. Brawijaya,Malang, 2008, hlm. 3.
Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan
pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan
dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang
harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya.
Universitas Sumatera Utara
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi; danatau barang jadi menjadi barang dengan nilai
yang lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri
66
2. Dasar Hukum Industri Dalam Negeri
Pengertian industri yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik BPS cukup komprehensif untuk mencakup semua jenis industri baik berupa industri
barang ataupun industri jasa. Dari pengertian tersebut, bisa diketahui bahwa perindustrian tersebut mencakup hal yang sangat luas dalam perekonomian,
terutama dalam bidang produksi.
Dasar Hukum Industri Dalam Negeri adalah : a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UUD 1945 UUD 1945 mengatur perindustrian dalam Pasal 33, yang berbunyi:
1 Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. 2
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3 Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
4 Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
66
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian
Universitas Sumatera Utara
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan dan kesatuan ekonomi nasional.
5 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang. Ketentuan ini merupakan dasar filosofis bagi pengaturan industri, sebagai
bagian dari perekonomian nasional, dan pengembangannya di Indonesia. Sementara ayat 2 dan ayat 3 mengatur penguasaan terhadap kekayaan alam
dan industri yang strategis manfaatnya bagi masyarakat secara keseluruhan, ayat 4 menjadi landasan bagi pengaturan dan pengembangan industri
nasional. b.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 merupakan peraturan perundang-
undangan yang paling pokok mengatur bidang perindustrian. Industri dipandang sebagai faktor yang memegang peranan dalam mencapai struktur ekonomi yang
seimbang. Dalam struktur ekonomi ini diharapkan terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju dan yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan
pertanian yang tangguh, serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kemampuannya sendiri.
Undang-undang dimaksud mengatur faktor-faktor yang menjadi arah dalam pembangunan dan pengembangan industri, yaitu:
67
1 penyebaran dan pemerataan pembangunan industri;
2 penciptaan iklim yang sehat bagi pembangunan industri;
67
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Pasal 9.
Universitas Sumatera Utara
3 perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri; dan
4 pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Pengaturan dan pembinaan industri pun melingkupi keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri dan keterkaitan antara bidang usaha industri dengan
bidang lainnya.
68
Arah pembangunan industri dan cakupan pengaturan industri tersebut masih menjadi arah pembangunan industri hingga saat ini. Arah
pembangunan industri ini juga menjadi mekanisme analisis terhadap kurang maksimalnya perkembangan industri hingga saat ini. Pembangunan sektor industri
belum dikelola secara menyeluruh dapat diatasi antara lain dengan pengaturan pada masalah-masalah tertentu, sebagai peraturan pelaksanaan dari UU ini. Saat
ini sedang dilakukan pembahasan terhadap draft RUU penyempurnaan UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Perkembangan perindustrian pada era
globalisasi dan otonomi daerah menuntut pendekatan yang berbeda, yang pada akhirnya menuntut pengaturan yang berbeda. Penyempurnaan UU tentang
Perindustrian ini diharapkan dapat menjembatani perkembangan yang terjadi, sekaligus menjadi payung pengaturan bagi perkembangan industri di masa depan.
69
c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Undang-undang tentang Penanaman Modal ini adalah perubahan dan penggabungan dari UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
dan UU Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. UU ini mengatur hak dan kewajiban penanam modal dalam rangka melaksanakan
68
Ibid
69
Ibid
Universitas Sumatera Utara
kegiatannya, serta peran negara sendiri dalam melaksanakan dan mengatur penanaman modal.
Kegiatan industri dilaksanakan baik melalui penanaman modal yang dilakukan oleh negara, oleh penanam modal asing, dan penanam modal dalam
negeri. Saat ini penanaman modal baik asing maupun dalam negeri disalurkan pada sektor industri, dan perkembangan industri sendiri sangat bergantung pada
penanam modal terutama oleh swasta. Pengaturan dalam UU ini memudahkan dan memberikan jaminan kepada penanam modal untuk meningkatkan penanaman
modal di Indonesia, antara lain melalui penghapusan pembedaan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri, serta jaminan tidak ada
nasionalisasi terhadap perusahaan penanaman modal asing. d.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan, dan Pengembangan Industri
Peraturan Pemerintah ini merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Nomor 5 Tahun 1984, yang mengatur bahwa pembinaan industri berada pada
Departemen Perindustrian, yang dikecualikan atas jenis industri tertentu. Pengecualian tersebut adalah pembinaan terhadap jenis industri tertentu yang
dilimpahkan kepada Departemen Pertambangan dan Energi sekarang Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertanian, dan Departemen
Kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
3. Perlindungan Hukum Industri Dalam Negeri
GATT sebagai persetujuan masih tetap eksis dan telah diperbarui, tetapi tidak lagi menjadi bagian utama aturan perdagangan internasional. GATT selalu
berkaitan dengan perdagangan barang dan masih tetap berlaku. GATT telah diubah dan dimasukkan ke dalam persetujuan WTO yang baru. Sementara GATT
tidak lagi sebagai organisasi internasional, tetapi persetujuan GATT masih tetap berlaku
70
Selama ini kecenderungan menuju ke arah sebaliknya, dengan fakta- faktasebagai berikut. Selama periode 2002-2006, inisiasi anti dumping, anti
Baik tindakan dumping maupun subsidi yang dilakukan eksportir asing dan lonjakan impor yang signifikan di Indonesia, serta tuduhan dumping dan
subsidi dan investigasi untuk pengenaan safeguards terhadap produk-produk Indonesia di luar negeri mengakibatkan kerugian luas terhadap industri dalam
negeri, khususnya, dan masyarakat serta negara tuan rumah pada umumnya. Kerugian tersebut berupa semakin sempitnya pangsa pasar produsen Indonesia.
Hal ini akan menimbulkan dampak domino yang berupa kemerosotan pendapatan yang menyebabkan penurunan kemampuan investasi. Lebih lanjut hal tersebut
menimbulkan penurunan daya produksi dan daya ekspor. Pada gilirannya pengangguran bertambah dan daya hidup perusahaan menurun.
Hal ini mengimplikasikan bahwa penggunaan instrumen remedy perdagangan secara proaktif akan sangat membantu melakukan upaya-upaya
perlindungan dan sekaligus remedi bagi industri dalam negeri.
70
Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral, Direktorat Jenderal Multilateral Ekonomi Keuangan dan Pembangunan, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, Sekilas
WTO World Trade Organization, Jakarta, 2002, hlm 41
Universitas Sumatera Utara
subsidi dan tindakan safeguard terhadap Indonesia sebanyak 69, terdiri dari anti dumping 61, anti subsidi 2 dan safeguard 2; sedangkan inisiasi anti dumping, anti
subsidi dan safeguard oleh Indonesia terhadap produk asing hanya 32, terdiri dari anti dumping 29 dan Safeguard 3.
71
Dalam penyelesaian sengketa di DSB, dari 102 kasus dalam periode 1995- 2006, hampir setengahnya merupakan kasus remedi perdagangan. Dalam kurun
waktu 2005 dan 2006, kasus-kasus remedi perdagangan meningkat tajam; dua pertiga dari kasus-kasus yang diajukan di WTO sejak awal 2005 17 dari 27
kasus merupakan kasus remedy perdagangan.15 Sejalan dengan itu, hampir dua pertiga kasus yang sedang berjalan 12 dari 19 kasus juga merupakan kasus
remedi perdagangan.
72
Demikian pula 5 dari 8 kasus aktif dalam tahap konsultasi formal yang berpotensi untuk meminta dibentuk panel, juga kasus remedy
perdagangan.
73
71
Bruce Wilson, Dispute Settlement in the WTO: An Update, Paper pada Presentasi di Washington International Trade Association, 16 Nopember 2006, hlm 10.
72
Ibid
73
Ibid
Sementara itu, dalam sekian banyak kasus di WTO tersebut, Indonesia hanya terlibat dalam 3 kasus saja, itu pun hanya dalam satu kasus
Indonesia bertindak sebagai pihak mandiri, sedangkan dalam dua kasus lainnya Indonesia hanya bertindak sebagai pihak ketiga, atau turut menggugat bersama-
sama dengan negara lain.
Universitas Sumatera Utara
B. Perlindungan Hukum Terhadap Industri Dalam Negeri Dalam Kerangka Perdagangan Bebas