Sistematika Penulisan Definisi pernikahan dini

1.6. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan bahan yang berkaitan dengan fakor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini. 2. Menentukan variabel penelitian dengan membuat kuesioner untuk pemilihan faktor-faktor. 3. Mengumpulkan data primer nilai tiap variabel penelitian yang bersumber pada hasil kuesioner terhadap responden. 4. Mengolah dan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan software statistika SPSS. a. Menguji validitas data. b. Menguji reliabilitas data. c. Menganalisis data dengan menggunakan teknik analisis factor. d. Interpretasi factor. e. Menentukan ketepatan model. 5. Mengambil kesimpulan dan saran.

1.7. Sistematika Penulisan

Penulisan laporan penelitian ini dibagi menjadi 5 bagian yang dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Bab 1. Pendahuluan, membahas latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, metodologi, dan sistematika penulisan. 2. Bab 2. Tinjauan Pustaka, membahas teori-teori yang digunakan sebagai dasar dilakukannya penelitian. 3. Bab 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data, proses kegiatan pengumpulan data serta pengolahan dari penelitian ini. 4. Bab 4. Analisis data, membahas proses analisa dari data yang telah diambil. 5. Bab 5. Kesimpulan dan saran, merangkum keseluruhan dari proses penelitian menjadi kesimpulan dan saran yang dapat digunakan sebagai pertimbangan kebijakan dikemudian hari. BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Remaja

2.1.1 Definisi remaja

Menurut Papalia 2004 remaja adalah transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan secara fisik, kognitif, dan perubahan sosial. Lahey 2004 menyatakan bahwa remaja adalah periode yang dimulai dari munculnya pubertas sampai pada permulaan masa dewasa. Hurlock 1999 mengemukakan istilah adolescence atau remaja yang berasal dari bahasa latin adolescence yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini juga mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Menurut Padgett 1999 secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir sampai menjadi matang secara hukum. Batasan remaja menurut WHO lebih konseptual. Dalam definisi ini dikemukakan 3 kriteria yaitu biologi, psikologi, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut: Remaja adalah suatu masa dimana: 1. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual skundernya saat mencapai kematangan seksual. 2. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identitas dari kanak- kanak menjadi dewasa. 3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan masa remaja merupakan masa dimana individu mengalami transisi perkembangan dari masa kanak- kanak menuju dewasa, kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik, usia dimana individu mulai berhubungan dengan masyarakat, dan telah mengalami perkembangan tanda-tanda seksual, pola psikologi, dan menjadi lebih mandiri.

2.1.2 Pembagian Masa Remaja

Menurut Monks 2001 batasan remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia ini dalam tiga fase, yaitu: 1. Fase remaja awal: usia 12 tahun sampai 15 tahun. 2. Fase remaja pertengahan: usia 15 tahun sampai 18 tahun. 3. Fase remaja akhir: usia 18 tahun sampai 21 tahun. Batasan usia remaja untuk masyarakat Indonesia sendiri adalah antara usia 11 tahun sampai usia 24 tahun. Hal ini dengan pertimbangan bahwa usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual skunder mulai tampak. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal individu yang belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologi. Individu yang sudah menikah dianggap dan diperlukan sebagai individu dewasa penuh sehingga tidak lagi digolongkan sebagai remaja Sarwono, 2003 The UN Convention on the right of the child CRC menandakan bahwa batasan usia 18 tahun merupakan usia yang berada diantara masa kanak-kanak dan masa dewasa, usia ini merupakan batasan usia remaja. CRC juga mengatakan bahwa individu yang berusia dibawah 18 tahun masih dianggap sebagai usia anak-anak atau remaja. The world health organization WHO memiliki batasan yang tidak jauh berbeda. Batasan usia remaja menurut WHO adalah individu yang berusia pada rentang 10-19 tahun. Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata batasan usia remaja berkisar 10 tahun sampai 24 tahun, dengan pembagian fase remaja awal berkisar 10-15 tahun, fase remaja berkisar 16-18 tahun dan fase remaja akhir berkisar 19-24 tahun.

2.2 Definisi pernikahan dini

Pernikahan usia muda terdiri dari dua kata yaitu pernikahan dan usia muda. Pernikahan berasal dari bahasa Arab yaitu An-nikah yang berarti menghimpun dan mengumpulkan. Dalam pengertian fiqih nikah adalah akad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan lafaz perkawinanpernikahan atau yang semakna dengan itu. Dalam pengertian yang luas pernikahan adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah. Usia muda menunjukkan usia belia, ini bisa digunakan untuk menyebutkan sesuatu yang dilakukan sebelum batas usia minimal. Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun 1974, pasal 1 merumuskan arti perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 6 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa untuk melangsungkan suatu perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua orang tua. Seperti halnya juga telah dijelaskan dalam UU Repoblik Indonesia Nomor 1 pasal 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam masyarakat sekarang ini masih banyak dijumpai sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan di usia muda atau di bawah umur. Sehingga Undang-undang yang telah dibuat, sebagian tidak berlaku di suatu daerah tertentu meskipun Undang-Undang tersebut telah ada sejak dahulu. Padahal pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 20-25 tahun sementara laki-laki 24-28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik sera psikis emosional, ekonomi dan sosial. Melakukan perkawinan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah perkawinan. Sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda atau di bawah umur. Dan setelah melihat uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan usia muda adalah perkawinan remaja dilihat dari segi umur masih belum cukup atau belum matang untuk membentuk sebuah keluarga. Sedangkan menurut kesehatan melihat perkawinan usai muda itu sendiri yang ideal adalah perempuan diatas 20 tahun sudah boleh menikah, sebab perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Dan pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang, maka kalau terpapar human papiloma Virus HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker Nugroho Kompono, 2007. Dari penjelasan diatas, maka tidak dapat dipungkiri bahwa perkawinan usia muda pada kebanyakan yang dilakukan merupakan salah satu faktor utama masalah perkawinan, disebabkan setiap pasangan laki-laki dan perempuan belum memiliki sikap kedewasaan yang merupakan salah satu tolak ukur dalam memasuki sebuah kehidupan berkeluarga. Memang disatu sisi harus didasari bahwa kedewasaan seseorang tidak tidak bergantug pada umur, tetapi disisi lain kitapun perlu menyadari bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa. Yang mana masa keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat sementara, sifat sementara dan kedudukannya itu mengakibatkan remaja masih mencari identitasnya, yang artinya pada masa peralihan itu sangat jarang ditemukan remaja yang betul-betul memiliki sikap kedewasaan, yang pada dasarnya untuk menempuh suatu kehidupan rumah tangga yang bahagia, salah satu persyaratan mutlak yang harus dimiliki yaitu sikap kedewasaan tersebut. Sikap kedewasaan masing-masing pasangan remaja dalam kehidupan keluarganya, sedikit banyaknya akan mempengaruhi pola perilaku anak yang dilahirkannya, sebuah pernikahan yang harmonis diharapakan menghasilkan anak- anak yang baik yang mempunyai watak yang menyenangkan. Maka dari itu remaja sebelum melangkah kejenjang perkawinan atau hidup berkeluarga sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan dirinya sedemikian rupa, sehingga keluarga yang akan dibentuknya tidak terlalu banyak mengalami masalah yang akan membawa pada perceraian. Oleh karena itu, maka seharusnya setiap pasangan yang ingin atau berencana menikah diusia yang muda betul-betul mempersiapkan segala sesuatunya, dan setiap juga pasangan harus memikirkan keperluan-keperluan dalam hidup berkeluarga. Dan pada intinya, setiap pasangan remaja yang ingin menikah, haruslah siap secara fisik ekonominya maupun secara mental dalam arti bahwa adanya sikap kedewasaan dalam memandang arti dari perkawinan itu sendiri, agar keluarga yang dibangunnya adalah keluarga yang sejahtera.

2.3 Sumber dan Data Sampel