Rizka, hobinya yang ingin memberikan kultweet menjadi salah satu alasannya menggunakan media sosial.
2. Keempat informan pertama kali menggunakan media sosial pada saat
memasuki sekolah menengah pertama, dengan akun Facebook. Waktu yang digunakan dalam mengakses media sosial beragam, Lucky
menggunakannya hanya disaat waktu luang saja, berbeda dengan Rizka yang menggunakan media sosial paling lama empat hingga lima
jam dalam sehari. Arief menghabiskan waktu untuk menggunakan media sosial dengan kurun waktu yang relatif, namun terkadang ia
menggunakannya lima jam dalam sehari. Laura dalam menggunakan media sosial biasanya hanya di waktu-waktu lengang saja, namun lebih
kurang ia menghabiskan sekitar dua jam untuk hal tersebut. Bentuk penulisan Lucky, Arief dan Laura yaitu tidak dengan menggunakan
bahasa gaul atau biasa disebut alay, berbeda dengan Rizka yang lebih menggunakan bahasa sastrawi untuk menuliskan sesuatu di akun
media sosialnya 3.
Keempat informan memiliki usia yang berbeda, yaitu informan kedua dan keempat berusia 19 tahun, sedangkan usia dari informan pertama
dan ketiga adalah 20 tahun. Pekerjaan orang tua ketiga informan yaitu sebagai wiraswasta dan orang tua informan keempat bekerja sebagai
supir, sedangkan penghasilannya beragam. Orang tua Lucky berpenghasilan satu hingga dua juta rupiah dalam sebulan, kemudian
orang tua Arief berpenghasilan dua dan lima juta perbulannya. Orang tua Rizka sendiri berpenghasilan tidak tetap, karena tidak dapat
diprediksi berapa yang beliau hasilkan dalam satu bulan. Orang tua Laura, berpenghasilan satu setengah hingga dua juta dalam sebulan.
5.2. Saran
Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai kesadaran kritis mahasiswa terhadap media sosial, maka peneliti ingin memberikan saran yang
sekiranya dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, yakni:
Universitas Sumatera Utara
1. Saran penelitian selanjutnya, agar membuat pertanyaan dan wawancara
yang lebih mendalam, sehingga dapat mengetahui bagaimana tindakan yang diambil oleh informan terhadap media sosial.
2. Saran praktis, mahasiswa Ilmu Komunikasi diharapkan lebih
mendalami bagaimana kesadaran kritis terhadap media sosial itu sendiri dan melakukan klarifikasi informasi, serta jangan mempercayai
informasi dari satu sumber saja. 3.
Saran akademis, penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode kuantitatif, untuk mengukur dengan pasti kesadaran kritis yang
dimiliki mahasiswa terhadap media sosial..
Universitas Sumatera Utara
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian
Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya
terhadap dunia Wibowo, 2013:36. Paradigma penelitian mengarahkan peneliti dalam memandang suatu masalah dan menjawab masalah dalam penelitian.
Dalam konteks keilmuan, paradigma disebut sebagai perspektif, mahzab penelitian, atau teori, model, pendekatan, kerangka konseptual, strategi
intelektual, kerangka pemikiran, serta pandangan dunia Mulyana, 2001:9. Paradigma dalam penelitian digunakan untuk menyadari bahwa suatu
pemahaman selalu dibangun oleh keterkaitan antara apa yang menjadi pengamatan dan apa yang menjadi konsepnya. Penggunaan paradigma dapat
mengimbangi perubahan fakta sosial yang terus menerus berubah dan mewajibkan peneliti untuk toleran pada perbedan cara pandang, serta bijak dalam
menggunakan pelbagai metode Ardianto dan Q-Anees, 2007:77, dengan demikian peran paradigma menjadi sangat penting dalam penelitian, karena
mempengaruhi teori, dan analisis. Paradigma pada bidang ilmu komunikasi sangat beragam, namun yang
sering digunakan adalah post-positivisme, interpretif, konstruktivis, dan kritis. Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang
dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Delia dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak
menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya
yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu Morissan, 2014:166. Konstruksi personal diatur atau
diorganisasi ke dalam skema interpretif yang akan mengidentifikasi suatu objek dan menempatkan objek itu ke dalam suatu kategori. Paradigma konstruktivisme
Universitas Sumatera Utara
melihat segala sesuatu lebih dalam dan kerucut, berbeda dengan positivis yang melihat dari garis besarnya saja. Sumber dan sebab dari suatu kasus akan ditelaah
tahap demi tahap dalam bentuk-bentuk pertanyaan yang mengarah kepada jawaban paling mutlak dan jelas. Konstruktivisme pada dasarnya adalah teori
dalam memilih strategi. Prosedur riset konstruktivisme yang dilakukan biasanya adalah dengan meminta subjek untuk memilih berbagai tipe pesan yang berbeda
dan mengelompokkannya ke dalam berbagai kategori strategi. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme untuk melihat bagaimana mahasiswa
sebagai subjek menilai media sosial yang berlandaskan kesadaran kritis sebagai sebuah objek yang harus dianalisa isi pesannya, dan bagaimana pesan-pesan
tersebut berpengaruh dalam konteks sosial.
2.2 Kerangka Teori