Gambar 2. Landmarks sefalometri lateral
6
2.2 Analisis Steiner
Analisis Steiner pertama kali diperkenalkan oleh Cecil Steiner 1953, seorang ortodontis di California. Banyak elemen dari analisis ini yang masih populer
digunakan sampai saat ini. Steiner memanfaatkan garis SN sebagai titik acuan horizontal.
2,9
Steiner membagi analisisnya menjadi 3 bagian yaitu:
3,10
2.2.1 Analisis skeletal
a. Sudut SNA
Sudut SNA digunakan untuk menganalisis hubungan anteroposterior maksila terhadap basis kranium. Sudut SNA dibentuk dari pertemuan garis S-N dan N-A.
Nilai normal sudut SNA adalah 82° ± 2°.
2
Jika nilai SNA lebih besar dari nilai normal, maka maksila diindikasikan mengalami prognasi. Sebaliknya jika nilai SNA
kurang dari nilai normal, maka maksila diindikasikan mengalami retrognasi.
3
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Sudut SNA
3
b. Sudut SNB
Sudut SNB digunakan untuk menganalisis hubungan anteroposterior mandibula terhadap basis kranium. Sudut SNB dibentuk dari pertemuan garis S-N
dan N-B. Nilai normal sudut SNB adalah 80° ± 2°.
2
Jika nilai SNB lebih besar dari nilai normal, maka mandibula diindikasikan mengalami prognasi. Sebaliknya jika
nilai SNB kurang dari nilai normal, maka mandibula mengalami retrognasi.
3
Gambar 4. Sudut SNB
3
Universitas Sumatera Utara
c. Sudut ANB
Sudut ANB digunakan untuk menganalisis hubungan maksila terhadap mandibula. Sudut ANB merupakan selisih dari sudut SNA dan SNB. Nilai normal
sudut ANB adalah 2° ± 2° 0° - 4°.
2
Bila ANB bernilai positif menunjukkan posisi maksila lebih ke depan dari mandibula. Ini menunjukkan profil cembung. Sedangkan
bila nilai ANB negatif menunjukkan posisi maksila lebih ke belakang dari mandibula. Ini menunjukkan profil cekung.
3
Pada analisis ini, Steiner membagi relasi rahang menjadi tiga kelas, yaitu: 1.
Klas I Skeletal Klas I mempunyai nilai ANB normal 0° - 4° dan profil wajah cembung.
Nilai ANB yang normal juga dapat diperoleh bila keadaan kedua skeletal rahang mengalami prognati ataupun retrognati.
2. Klas II Skeletal
Klas II mempunyai nilai ANB lebih besar dari nilai normal ANB 4° dan profil wajah cembung. Nilai ANB yang lebih besar ini dapat disebabkan oleh tiga hal,
yaitu maksila yang mengalami prognati, mandibula yang mengalami retrognati dan kombinasi keduanya.
3. Klas III Skeletal
Klas III mempunyai nilai ANB lebih kecil dari nilai normal ANB 0° dan profil wajah cekung. Nilai ANB yang lebih kecil ini dapat disebabkan oleh tiga hal,
yaitu maksila yang mengalami retrognati, mandibula yang mengalami prognati, dan kombinasi keduanya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Sudut ANB
3
d. Sudut OP-SN
Sudut ini menyatakan hubungan antara dataran oklusal terhadap kranium dan wajah serta mengindikasikan pola pertumbuhan wajah. Sudut ini terbentuk dari
pertemuan garis S-N dan dataran oklusal. Nilai normal sudut ini adalah 14°. Sudut ini akan meningkat pada individu yang berwajah panjang atau mengalami pertumbuhan
vertikal dan kasus open bite skeletal. Sebaliknya, sudut ini akan menurun pada individu berwajah pendek atau mengalami pertumbuhan horizontal dan kasus deep
bite skeletal.
3
Gambar 6. Sudut OP-SN
3
Universitas Sumatera Utara
e. Sudut MP-SN
Sudut MP-SN adalah inklinasi dari dataran mandibula terhadap basis kranium anterior.
21
Sudut ini dibentuk dari pertemuan dataran mandibula Go-Gn dan garis S- N. Besar sudut MP-SN dapat menentukan pola pertumbuhan wajah seseorang. Nilai
normal sudut ini 32°. Nilai sudut MP-SN yang lebih kecil mengindikasikan pola pertumbuhan wajah ke arah horizontal, sedangkan sudut MP-SN yang lebih besar
mengindikasikan pola pertumbuhan wajah ke arah vertikal. Inklinasi bidang mandibula sangat menentukan dimensi vertikal wajah. Tipe vertikal wajah menurut
Steiner dapat dibagi 3 yaitu tipe pendek hypodivergent dengan sudut MP-SN 27°, tipe normal normodivergent dengan sudut MP-SN 27°-37° dan tipe panjang
hyperdivergent dengan sudut MP-SN 37°.
3,8,9
Gambar 7. Sudut MP-SN
3
2.2.2 Analisis dental.