BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Jenis rancangan penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan atau menggambarkan tentang distribusi maloklusi siswa SMAN 4 di
Kota Medan.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMAN 4 Medan pada bulan September 2015 – Maret 2016.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 4 Medan.
3.4 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah subjek yang diambil dari populasi yang memenuhi
kriteria inklusi penelitian dengan menggunakan teknik simple random sampling.
Besar sampel ditentukan dengan rumus penaksiran proporsi populasi dengan ketelitian absolut absolute precision:
� = ��
2
. �. 1 − �
�
2
Keterangan : n
: besar sampel Z
α
: derajat kepercayaan 95 maka Z=1,96 P
: proporsi pada populasi penelitian sebelumnya hasil penelitian Dewi O tahun 2007 menyatakan bahwa prevalensi maloklusi pada remaja di Kota Medan sebesar
60.5 d
: presisi mutlak 10
Universitas Sumatera Utara
� = 1,96
2
. 0,605. 0,395 0,01
2
� = 91,8
Maka, sampel yang diambil peneliti digenapkan menjadi 100 sampel.
3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Usia 14 – 18 tahun.
2. Semua gigi permanen telah erupsi kecuali gigi M3.
3. Tidak mengalami kelainan deformitas kraniofasial.
4. Tidak pernah atau tidak sedang dalam perawatan ortodonti.
5. Tidak pernah mengalami trauma di daerah wajah.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Ada gigi permanen yang telah dicabut dan kelainan bentuk serta jumlah
gigi. 2.
Tidak berpartisipasi dalam penelitian.
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Siswa SMAN 4 Medan adalah siswa yang masih aktif terdaftar di sekolah
SMAN 4 Medan pada saat penelitian berlangsung. 2.
Usia adalah usia kronologis berdasarkan tanggal lahir. 3.
Jenis Kelamin adalah ciri-ciri fisik perbedaan laki-laki dan perempuan yang dilihat dari kartu siswa.
4. Maloklusi Klas I adalah maloklusi menurut klasifikasi Angle berdasarkan
relasi molar satu permanen dimana cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi pada bukal groove molar satu permanen rahang bawah.
5. Maloklusi Klas II adalah maloklusi menurut klasifikasi Angle dimana
cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke mesial dari
Universitas Sumatera Utara
groove mesiobukal molar satu permanen rahang bawah atau sebaliknya groove bukal molar satu permanen rahang bawah beroklusi lebih ke distal terhadap cusp
mesiobukal molar satu permanen rahang atas. 6.
Maloklusi Klas III adalah maloklusi menurut klasifikasi Angle dimana cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke distal terhadap
groove mesiobukal molar satu permanen rahang bawah atau sebaliknya ketika bagian groove bukal molar satu permanen rahang bawah beroklusi lebih ke mesial terhadap
cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas. 7.
Crowding adalah keadaan gigi berjejal yang dilihat secara visual dengan adanya gigi yang tidak pada susunan yang seharusnya malalignment ataupun
adanya gigi yang tumpang tindih dengan gigi lain. 8.Spacing adalah keadaan gigi bercelah yang dilihat secara visual adanya
celah antara satu gigi dengan gigi lain akibat adanya gigi dengan morfologi yang abnormal.
9.Crossbite anterior adalah keadaan dimana gigi anterior atas terdapat sebelah palatal dari gigi anterior bawah baik yang melibatkan satu gigi maupun lebih.
10. Crossbite posterior adalah keadaan dimana gigi posterior atas terdapat
sebelah palatal dari gigi posterior bawah baik yang melibatkan satu gigi atau lebih dan unilateral maupun bilateral.
11. Deep bite adalah keadaan dimana jarak overbite lebih dari normal lebih
dari 4 mm yang dilihat secara visual. 12.
Open bite adalah keadaan dimana tidak terdapat jarak vertikal antara gigi pada rahang atas dan bawah ataupun tepi insisal insisivus atas tidak berkontak dengan
tepi insisal insisivus rahang bawah. 13.
Protrusi adalah keadaan overjet yang melebihi dari normal jarak overjet normal 3mm yang dilihat secara visual.
3.6 Alat dan Bahan Penelitian