BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian diatas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Besarnya kekuasaan uleebalang didaerah kekuasaannya mengakibatkan
mereka menguasai berbagai bidang-bidang kehidupan yang dapat meningkatkan penghasilan para uleebalang. Suatu aspek buruk daripada
kekayaan yang dimiliki uleebalang adalah timbulnya perbuatan-perbuatan maksiat seperti: menyabung ayam, berjudi, dan menghisap madat. Melihat
kemungkaran makin hari makin berkembang, ulama tidak dapat berpangku tangan, ulama mulai melancarkan dakwah untuk memerangi perbuatan
maksiat dan menyeru umat untuk kembali ke jalan Allah, termasuk terhadap uleebalang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang mungkar dan
penindasan terhadap
rakyat serta
memperbaiki lembaga-lembaga
pemerintahan yang sudah bobrok. Gerakan dakwah ulama ini mendapat dukungan dari rakyat, sehingga golongan ulama makin disukai rakyat sebab
ulama berusaha memberantas penyalah gunaan kekuasaan uleebalang dalam hal urusan hidup, mati, perkawinan dan pengadilan rakyat mereka. Terhadap
dakwah ulama ini pihak uleebalang rupanya salah terima dan menganggap ulama akan membahayakan kedudukan mereka. uleebalang menganggap
ulama berbahaya bagi kedudukan dan sumber pendapatan mereka, dan hendak merubuhkan kedudukan uleebalang serta merebut kekuaasaan dari
tangan mereka. Disinilah letak pokok pangkal pertentangan antar kedua golongan ini. Faktor lain yang melatar belakangi konflik antara ulama dan
uleebalang adalah Berpihaknya sebagian uleebalang kepada Belanda melalui perjanjian korte verklaring yang berisi pengakuan kedaulatan Belanda atas
Aceh telah menempatkan uleebalang sebagai penghianat perjuangan bengsa.. Keberhasilan politik adu domba yang dijalankan oleh Belanda selama
berkuasa di Aceh telah membuahkan bibit-bibit permusuhan antara ulama
dan uleebalang, sehinggaa kedua golongaan ini selalu diliputi rasa permusuhan dan konflik yang berkepanjangan.
2. Konflik antara ulama dengan uleebalang semakin meningkat begitu Jepang berkuasa. Berdirinya PUSA pada tahun 1939 telah menimbulkan reaksi yang
keras dari sebagian uleebalang terutama pada akhir pendudukan Jepang di Indonesia Golongan ulama yang terpolarisasi dalam PUSA semakin
mendapatkan kepercayaan dari pemerintah Jepang. Keadaan tersebut dipandang semakin membahayakan kedudukan uleebalang, Sehingga ada
upaya-upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kepentingan kelompok uleebalang, kemudian uleebalang membentuk barisan-barisan
kekuatan, Insiden-insiden kecil terjadi untuk menunjukkan kekuatan dan melemahkan kekuatan lawan. Akhirnya ketegangan ini mencapai puncaknya
untuk pertama kali dalam bentrok senjata pada tanggal 4 Desember 1945 di Sigli antara kedua golongan tersebut. Pada klimaksnya konflik
berkepanjangan antara dua golongan ini menjadi bentuk perang terbuka yang dikenal dengan perang cumbok.
3. Kepemimpinan ulama dalam memobilisasi kekuatan anti Cumbok telah menjadi sebuah kekuatan besar telah berhasil menghancurkan kekuasaan
uleebalang di seluruh Aceh. Setelah perang Cumbok berakhir, kedudukan uleebalang di Aceh semakin merosot. Kedudukannya sebagai kepala adat,
kepala pemerintahan yang dipegangnya selama berpuluh-puluh tahun, bahkan berabad-abad lamanya kini beralih kepada kaum ulama.
A. Implikasi