Pengetahuan Miskawaih yang amat menonjol dari hasil banyak membaca buku itu ialah tentang sejarah, filsafat dan sastra. Hingga
saat ini nama Miskawaih dikenal terutama sekali dalam keahliannya sebagai sejahrawan dan filosuf. Sebagai filosuf, Miskawaih
memperoleh sebutan Bapak Etika Islam, karena Miskawaih-lah yang mula-mula mengemukakan teori etika dan sekaligus menulis buku
tentang etika.
5
Pada tahun 384 H, Ibnu Miskawaih hijrah ke Baghdad dan mengabdi kepada al-Mahalbi al-Hasan bin Muhammad al-Azdi untuk
menjadi seorang sekretaris pribadinya. Setelah al-Mahalbi meninggal dunia, Ibnu Miskawaih kembali ke kota Ray sekarang Teheran
kemudian mengabdi kepada Ibnu al- „Amid, sebagai kepala
perpustakaan sekaligus sekretaris pribadinya sampai menteri Ibnu al- „Amid pada tahun 360 H.
Ibnu Miskawaih belajar sejarah, terutama Tarikh al-Thabari kepada Abu Bakar Ahmad bin Kamil al-Qadli 350H960 M, dan
memperdalami filsafat pada Ibn al-Khammar, merupakan tokoh yang dianggap mampu menguasai karya-karya aristoteles. Sedangkan ilmu
kimia, Ibnu Miskawaih belajar kepada Abu al-Thayyib al-Razi.
6
3. Karya-karyanya
Kendatipun disiplin ilmunya meliputi bahasa, sejarah dan filsafat, namun ia lebih populer sebagai filosof akhlak al-Falsafah al
Amaliyah, ketimbang sebagai filosof ketuhanan al-Falsafah al-
Nadzariyyah al-Amaliyah.
7
Agaknya hal itu dimotivasi oleh situasi masyarakat yang kacau pada saat itu. Hal itu terbukti banyaknya
karya-karya yang berbicara masalah pendidikan, pengajaran, etika
5
Ahmad Mustofa, Filsafat Islam Bandung: CV Pustaka, 2007 h. 168
6
Sudarsono, Filsafat Islam Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004 h. 88
7
Imam Tholhah, Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004
hlm 240-241
yang utama dan metode-metode yang baik bagi semua masalah tersebut. Adapun karya-karyanya
adalah: a.
Al-Fauz Al-Akbar b.
Al-Fauz Al-Ashgar c.
Tajarib Al-Umam sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulisnya tahun 369 H979 M
d. Uns Al-Farid koleksi anekdot, syair, pribahasa, dan kata-kata
hikmah e.
Tartib Al-Sa’adah f.
Al-Mustaufa syair-syair pilihan g.
Jawidan Khirad koleksi ungkapan bijak h.
Al-Jami’ i.
Al-Siyar j.
On The Simple Drugs tentang kedokteran k.
On The Composition of the Bajats Seni Memasak l.
Kitab Al-Asyribah tentang minuman m.
Tahdzib Al-Akhlak tentang akhlak n.
Risalah fi Al-Lazzah wa Al-Alam fi Jauhar Al-Nafs o.
Ajwibah wa As’ilah fi Al-Nafs wa Al-Aql p.
Al-Jawwab fi Al-Masa’il Al-Tsalats q.
Risalah fi Jawab fi Su’al Ali Ibn Muhammad Abu Hayyan Al-Shufi fi Haqiqah Al-Aql
r. Thaharah Al-Nafs
B. Pembahasan
1. Konsep Pemikiran Ibnu Miskawaih Tentang Akhlak
Ibnu Miskawaih seorang moralis yang terkenal. Hampir setiap pembahasan akhlak dalam Islam, filsafatnya ini selalu mendapat
perhatian utama. Keistimewaannya yang menarik dalam tulisannya ialah pembahasan yang didasarkan pada ajaran Islam Alqur‟an dan
Hadits dan dikombinasikan dengan pemikiran yang lain sebagai pelengkap, seperti filsafat Yunani Kuno dan pemikiran Persia.
Dimaksud dengan pelengkap ialah sumber lain baru diambilnya apabila sejalan dengan ajaran Islam dan sebaliknya ia tolak, jika tidak
demikian.
8
Masalah pembinaan akhlak bukanlah masalah baru, tetapi sudah menjadi pembahasan para filosof tempo dulu, seperti kajian
Aristoteles tentang moral dalam bukunya Nichomachean Ethisc. Dalam sejarah pemikiran Islam, ditemukan beberapa tokoh yang
menyibukkan diri dalam masalah akhlak ini, seperti Al-Kindi, Al- Farabi, kelompok Ikhwan al-Safa, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu
Miskawaih dan lain sebagainya. Namun, dari sekian tokoh tersebut, Ibnu Miskawaih adalah
tokoh yang berjasa dalam pengembangan wacana akhlak dengan pendekatan ilmu kejiwaan. Mengenai hal tersebut, M. Natsir dalam
bukunya Capita Selecta mengatakan bahwa Ibnu Miskawaih adalah cendikiawan muslim pertama yang membahas wacana akhlak dan
pendidikan akhlak dengan pendekatan ilmu jiwa. Pemikiran Ibnu Miskawaih katanya tidak jauh berbeda dengan ahli psikolog modern
seperti Sigmund Freud.
9
Sebagai bukti atas kebesarannya, ia telah menulis banyak karya yang membahas masalah akhlak, diantaranya :
Tahdzib al-Akhlaq tentang moralitas, Thaharah al-khubusi penyucian jiwa, al-fauz al-akbar kiat memperoleh kebahagiaan
hidup, kitab al- Sa’adah tentang kebahagiaan, dan lain sebagainya.
10
Di samping itu, pemikiran Ibnu Miskawaih banyak juga dipengaruhi oleh filosof muslim, seperti al-Kindi, al-Farabi, al-Razi,
dan lainnya. Oleh karenanya banyak para ahli menggolongkan corak pemikiran Ibnu Miskawaih ke dalam tipologi etika filosofi etika
8
Sirajuddin Zar, Op. Cit., hlm 135
9
M. Natsir, Capita Selecta Jakarta: Bulan Bintang, 1954 h. 23
10
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pemikir Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 h. 6
rasional, yaitu pemikiran etika yang banyak dipengaruhi oleh para filosof, terutama para filosof Yunani.
Ibnu Miskawaih memberikan pengertian khuluq sebagai keadaan jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan
tanpa dipikirkan dan diperhitungkan sebelumnya.
ل ةيعاد سْفَ لِل اح قْل ْلا ةي َ ْ ف ْيغ ْ م ا لاعْفا ىلا ا
11
“akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong seorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Ibnu Miskawaih memandang manusia adalah makhluk yang
memiliki keistimewaan karena dalam kenyataannya manusia memiliki daya pikir dan manusia juga sebagai mahkluk yang memiliki macam-
macam daya. Ibnu Miskawaih menonjolkan kelebihan jiwa manusia atas jiwa binatang dengan adanya kekuatan berfikir yang menjadi
sumber tingkah laku, yang selalu mengarah kepada kebaikan. Ibnu Miskawaih menolak pendapat sebagian pemikir Yunani
yang mengatakan akhlak yang berasal dari watak tidak mungkin berubah. Oleh Ibnu Miskawaih ditegaskan kemungkinan perubahan
akhlak itu terutama melalui pendidikan. Dengan demikian, dijumpai di tengah masyarakat ada orang yang memiliki akhlak yang dekat dengan
malaikat dan ada pula yang lebih dekat pada hewan.
12
Pemikiran seperti ini sejalan dengan ajaran Islam. Al- Qur‟an dan
Hadits sendiri menyatakan secara gamblang bahwa kedatangan Nabi Muhammad adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal ini
terlihat dari salah satu tujuan melakukan ibadah adalah untuk pembentukan watak yang pada gilirannya akan memperbaiki tingkah
laku masyarakat dan pribadi muslim. Bahkan akhlak sering dijadikan
11
Ibnu Miskawaih, Tahdzib al-Akhlak Beirut Libanon : Daarul Kutub Al-Ilmiah, 1985 h. 25
12
Hasyimsyah Nasution, op. cit, hlm. 61